Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara tropis memiliki beraneka ragam tumbuhan yang
dapat dimanfaatkan sebanyak-banyaknya untuk kepentingan manusia. Masyarakat
Indonesia sejak zaman dahulu telah mengenal tanaman yang mempunyai khasiat
obat atau menyembuhkan berbagai macam penyakit. Tanaman yang berkhasiat
obat tersebut dikenal dengan sebutan tanaman obat tradisional (Resi, 2009).
Tumbuhan keji beling merupakan tumbuhan yang telah banyak digunakan
masyarakat sebagai obat tradisional. Penggunaannya sangat beragam, di antaranya
sebagai menurunkan kadar kolesterol, peluruh air seni (diuretik), anti diabetes,
wasir, tumor, lever, maag, menghancurkan batu dalam empedu, batu ginjal, dan
batu pada kandung kemih (Dalimartha, 2006).
Penelitian bahan alam biasanya dimulai dari ekstraksi, isolasi dengan metode
kromatografi sehingga diperoleh senyawa murni, identifikasi unsur dari senyawa murni
yang diperoleh dengan metode spektroskopi, dilanjutkan dengan uji aktivitas biologi
baik dari senyawa murni ataupun ekstrak kasar. Setelah diketahui struktur molekulnya
biasanya dilanjutkan dengan modifikasi struktur untuk mendapatkan senyawa dengan
aktivitas dan kestabilan yang diinginkan.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1.
Bagaimana isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid pada daun
keji beling (Strobilanthes crispus)?
1.3. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk :
1.3.1.
Mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa flavonoid pada daun
keji beling (Strobilanthes crispus).
1.4. Manfaat
Adanya praktikum yang dilakukan dapat memberikan manfaat :

1.4.1. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat untuk memanfaatkan daun


keji beling (Strobilanthes crispus) sebagai obat.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Tumbuhan Keji Beling
Tumbuhan Keji beling adalah jenis tumbuhan yang biasa ditanam
masyarakat sebagai tumbuhan pagar, dapat tumbuh hampir diseluruh wilayah
Indonesia. Tumbuhan ini juga sebagai tumbuhan herbal liar hidup menahun yang
banyak manfaatnya bagi kesehatan dalam penyembuhan beberapa penyakit.
Dalam bahasa local Keji beling dikenal dengan sebutan keci beling di (Jawa) dan
picah beling di (Sunda) (Hariana : 2003 dalam Gunawan : 2011).
Tanaman ini menyerupai rumput besar. Batang berbentuk bulat, beruas
dengan diameter 0,2-0,7 cm. Batang berkulit ungu, memiliki bintik-bintik hijau
pada saat masih muda, dan berubah menjadi cokelat setelah tua. Daun berbentuk
bulat telur, pada bagian tepi bergerigi, serta berbulu halus. Panjang helaian daun
adalah 2-5 cm berwarna hijau. Tanaman keji beling berbunga setelah dewasa.
Bunga keluar pada waktu tertentu (Awan, 2013).
Tumbuhan keji beling mudah berkembang biak pada tanah subur, agak
terlindung dan di tempat terbuka. Tumbuhan ini dapat hidup di daerah dengan
kondisi ekologis dengan syarat sebagai berikut. Hidupnya di ketinggian tempat
1m - 1.000 m di atas permukaan laut dengan curah hujan tahunan 2.500 mm 4.000 mm/tahun, iklimnya bulan basah (di atas 100 mm/bulan) 8 bulan-9 bulan,
bulan kering (di bawah 60 mm/bulan) 3 bulan - 4 bulan, hidup di suhu udara 200
C - 250 C dengan kelembapan sedang, penyinaran sedang, tekstur tanah pasir
sampai liat, drainase sedang - baik, kedalaman air tanah 25 cm dari permukaan
tanah, kedalaman perakaran 5 cm dari permukaan tanah, kemasaman (pH) 5,5 - 7
dan kesuburan sedang (Nanda, 2013).

Gambar 2.1. Tumbuhan Keji Beling

Di Malaysia, daun tanaman ini telah digunakan secara tradisional untuk


merawat kanker, kencing manis, serta digunakan sebagai agen diuretik. Herbal
Keji beling memiliki kandungan mineral sangat tinggi. Kalium 51%, Kalsium
24%, Natrium 24%, Ferum 1%, Fosfor 1%. Daunnya mengandung vitamin C, B1,
B2 yang tinggi. Dari berbagai penelitian, diketahui tanaman keji beling
mengandung zat-zat kimia antara lain : kalium, kalsium, natrium, dan asam silikat.
Kalium berfungsi melancarkan kencing dan penghancur batu dalam empedu,
gindal, dan kandung kemih. Natrium berfungsi meningkatkan cairan ekstra seluler
untuk meningkatkan volume darah. Kalsium berfungsi membantu proses
pembekuan darah, juga sebagai katalisator berbagai proses biologi dalam tubuh
serta mempertahankan fungsi membran sel. Sedangkan asam silikat berfungsi
mengikat air, minyak, dan senyawa-senyawa non-polar lainnya (Awan, 2013).
2.2. Senyawa Flavonoid
Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di
alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru dan
sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan (Resi,
2009). Menurut penelitian (Kurniasari, 2006 dalam Mirna dkk, 2013) menyatakan
bahwa sejumlah tanaman obat yang mengandung flavanoid telah di laporkan telah

memiliki aktivitas antioksidan, antibakteri, antivirus, antiradang, antialergi dan


antikanker.
Senyawa flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan
termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji. Kebanyakan
flavonoid ini berada di dalam tumbuh-tumbuhan, kecuali alga. Namun ada juga
flavonoid yang terdapat pada hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang-berang
dan sekresi lebah. Dalam sayap kupu-kupu dengan anggapan bahwa flavonoid
berasal dari tumbuh-tumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak
dibiosintesis di dalam tubuh mereka. Penyebaran jenis flavonoid pada golongan
tumbuhan yang tersebar yaitu angiospermae, klorofita, fungi, briofita (Markham,
1988 dalam Maryati, 2014).
Flavonoid yang lazim

ditemukan

pada

tumbuhan

tingkat

tinggi

(Angiospermae) adalah flavon dan flavonol dengan C- dan O-glikosida, isoflavon


C- dan O-glikosida, flavanon C- dan O-glikosida, khalkon dengan C- dan Oglikosida, dan dihidrokhalkon, proantosianidin dan antosianin, auron O-glikosida,
dan dihidroflavonol O-glikosida. Golongan flavon, flavonol, flavanon, isoflavon,
dan khalkon juga sering ditemukan dalam bentuk aglikonnya Menurut Markham
(1988).
Flovonoid tersusun dari dua cincin aromatis yang terdiri dari 15 atom
karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propana (C3)
sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6 .
Kerangka flavonoid :
C

Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur senyawa flavonoid yaitu:
1. Flavonoida atau 1,3-diarilpropana
B
3

2
1

2. Isoflavonoida atau 1,2-diarilpropana


3
A
2

3. Neoflavonoida atau 1,1-diarilpropana


3

2
1

Istilah flavonoida diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal dari


kata flavon, yaitu nama salah satu jenis flavonoida yang terbesar jumlahnya dalam
tumbuhan. Senyawa-senyawa flavon ini mempunyai kerangka 2-fenilkroman,
dimana posisi orto dari cincin A dan atom karbon yang terikat pada B dari cincin
1,3-diarilpropanan dihubungkan oleh jembatan oksigen sehingga membentuk
cincin heterosiklik yang baru (cincin C) (Aditya, 2013).
Di dalam tanaman, senyawa flavonoid berikatan dengan suatu gula
membentuk senyawa yang disebut glikosida flavonoid. Glikosida adalah senyawa
yang terdiri dari senyawa gula (glikon) dan senyawa bukan gula (aglikon). Dalam
hal glikosida flavonoid, aglikonnya adalah flavonoid. Agar flavonoid bisa
diidentifikasi, maka ikatan glikosida dengan flavonoid harus diputus. Dengan cara
mereduksi ikatan tersebut. Untuk keperluan ini maka digunakan serbuk Mg dan
HCl pekat, yang mana merupakan reaksi oksidasi, sehingga pada saat yang sama
terjadi reaksi reduksi pada ikatan glikosida flavonoid (reaksi redoks). Kemudian
flavonoid yang sudah bebas ditarik oleh amil alcohol, sehingga amil alkohol yang
mulanya tidak berwarna menjadi berwarna yang mana warnanya berasal dari
flavonoid. Amil alkohol bersifat polar, karena itu dapat disimpulkan senyawa
flavonoid bersifat polar. Selain itu pada saat ekstraksi awal, digunakan air panas

karena air bersifat polar dan senyawa flavonoid bersifat polar (Ricky Kurniawan,
2012).
2.3. Isolasi
Pada dasarnya isolasi senyawa kimia dari bahan alam adalah sebuah usaha
bagaimana caranya memisahkan senyawa yang bercampur sehingga kita dapat
menghasilkan senyawa tunggal murni. Biasanya proses isolasi dari bahan alami
ini mentargetkan untuk mengisolasi senyawa metabolit sekunder, karena senyawa
metabolit sekunder diyakini dan telah diteliti dapat memberikan manfaat bagi
kehidupan manusia (Alifia, 2012).
Berikut adalah tahap-tahap dalam isolasi:
2.3.1. Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses penarikan suatu zat dengan pelarut sehingga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Teknik ekstraksi
sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan bersih, baik untuk zat organic
atau anorganik, untuk analisis makro maupun mikro. Tujuan ekstraksi ialah
memisahkan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan pelarut
(Ardy, 2013).
Metoda ekstraksi yang digunakan yaitu ekstarksi secara dingin artinya tidak
ada proses pemanasan selama proses ekstraksi berlangsung, tujuannya untuk
menghindari rusaknya senyawa yang dimaksud rusak karena pemanasanan. Dalam
metode

ekstraksi

secara

dingin

yang

digunakan

yaitu

maserasi.

Maserasi merupakan proses ekstraksi menggunakan pelarut diam atau dengan


beberapa kali pengocokan pada suhu ruangan. Pada dasarnya metoda ini dengan
cara merendam sample dengan sekali-sekali dilakukan pengocokan. Umumnya
perendaman dilakukan 24 jam dan selanjutnya pelarut diganti dengan pelarut baru
(Judhi, 2012).
2.3.2. Kromatografi
Kromatografi adalah tehnik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan
distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu
fase diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas) (Harmita, 2012).

Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fitokimia atau merupakan


salah satu metode identifikasi awal untuk menentukan kemurnian senyawa yang
ditemukan atau dapat menentukan jumlah senyawa dari ekstrak kasar metabolit
sekunder. Kromatografi lapis tipis merupakan kromatografi adsorpsi dan adsorben
bertindak sebagai fase stasioner (Alifia, 2012).
Kromatografi lapis tipis yaitu kromatografi yang menggunakan lempeng
gelas atau alumunium yang dilapisi dengan lapisan tipis alumina, silika gel, atau
bahan serbuk lainnya. Kromatografi lapis tipis pada umumnya dijadikan metode
pilihan pertama pada pemisahan dengan kromatografi. Jel silika (atau alumina)
merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga
mengandung substansi yang mana dapat berpendarflour dalam sinar ultra violet.
Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai (Kurnia, 2013).
2.4. Spektrofotometer UV-Vis
Spektroskopi adalah studi mengenai interaksi antara energi cahaya dan
materi. Warnawarna yang nampak adalah akibat absorbansi energi oleh senyawa
organik dan anorganik (Fessenden, 1982). Spektrofotometri adalah ilmu yang
mempelajari teknik pengukuran interaksi materi dengan energi/sinar/komponen
sinar matahari. Istilah spektrofotometri dikatakan sebagai pengukuran seberapa
jauh energi radiasi diserap oleh suatu sistem sebagai fungsi panjang gelombang
dari radiasi, ataupun pengukuran terhadap absorbsi terisolasi pada panjang
gelombang tertentu. (Underwood dkk., 1980)
Spektrofotometri UV-vis adalah pengukuran serapan cahaya di daerah
ultraviolet (200350 nm) dan sinar tampak (350 800 nm) oleh suatu senyawa.
Serapan cahaya uv atau cahaya tampak mengakibatkan transisi elektronik, yaitu
promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke
orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi.
Panjang gelombang cahaya UV atau cahaya tampak bergantung pada
mudahnya promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak
energi untuk promosi elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang
lebih pendek. Molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada
panjang gelombang yang lebih panjang. Senyawa yang menyerap cahaya dalam

daerah tampak (senyawa berwarna) mempunyai elektron yang lebih mudah


dipromosikan dari pada senyawa yang menyerap pada panjang gelombang lebih
pendek (Masriyanti. 2012).
BAB III
METODE
3.1. Lokasi dan Waktu Percobaan
Percobaan ini dilakukan pada tahun 2014 bertempat di Laboratorium
Kimia Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Negeri Gorontalo.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Dalam praktikum ini, berbagai macam alat laboratorium yang digunakan
sesuai dengan kebutuhan yaitu : gelas kimia, gelas ukur, rak tabung reaksi, tabung
reaksi, pipet tetes, pipet mikro, spatula, botol-botol vial, labu dasar bulat, corong
pisah, cutter, kaca arloji, neraca analitik, seperangkat alat maserasi, seperangkat
alat kromatografi lapis tipis (KLT) evaporator, lampu UV,
3.2.2. Bahan
- Bahan Percobaan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun keji beling yang
didapatkan di Desa Luwoo Kecamatan Talaga Jaya dalam keadaan segar dan
sudah dideterminasi di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Gorontalo.
-

Bahan-bahan kimia
Bahan-bahan kimia yang digunakan pada percobaan ini adalah aquades,

NaOH, H2SO4 pekat, dan serbuk Mg-HCl pekat, n-heksan, etit asetat, dan
metanol.
3.3. Prosedur
3.3.1. Preparasi sampel
Sampel yang akan diuji langsung dicuci dan dikeringkan dengan cara
diangin-anginkan di udara terbuka yang terlindung dari sinar matahari hal ini

dilakukan agar proses pengeringan selanjutnya lebih muda dengan tidak adanya
molekul air. Proses perajangan sampai berbentuk serbuk halus di lakukan untuk
memperoleh luas permukaan yang lebih besar agar proses penetrasi pelarut ke
dalam bahan dapat berlangsung dengan optimal.
3.3.2. Ekstraksi Daun Keji Beling
Sampel yang berupa serbuk halus dari daun keji beling di ekstraksi cara
dingin (maserasi) menggunakan pelarut metanol. Maserasi dilakukan selama 4 x
24 jam, setiap 24 jam dilakukan penyaringan. Setelah disaring, residu di maserasi
kembali dengan metanol yang baru. Pengerjaan yang sama dilakukan sebanyak
4x. Selanjutnya maserat yang diperoleh digabungkan antara maserat pertama,
kedua, ketiga dan keempat. Gabungan keempat maserat kemudian dievaporasi
pada suhu 30-40C dengan menggunakan alat penguap vakum sampai diperoleh
ekstrak kental metanol.
3.3.3. Uji Flavonoid
Ekstrak kental metanol sebanyak 0,1 g dilarutkan dalam 10 ml metanol
kemudian dibagi ke dalam empat tabung reaksi. Tabung pertama digunakan
sebagai tabung kontrol, tabung kedua, ketiga, dan keempat berturut-turut
ditambahkan NaOH, H2SO4 pekat, dan serbuk Mg-HCl pekat. Warna pada
masing-masing tabung dibandingkan dengan tabung kontrol, jika terjadi
perubahan warna maka positif mengandung flavonoid (Harborne, 2008 dalam
Maryati dkk, 2014).
3.4. Pemisahan dan Pemurnian
Sebanyak 0,1 gram ekstrak metanol dipisahkan menggunakan kromatografi
lapis tipis dengan fasa diam silica gel GF 60 dan dielusi berturut-turut
menggunakan pelarut organik seperti n-heksan, metanol, etil asetat dengan
perbandingan tertentu. Kemudian di lakukan KLT preparatif untuk pemisahan
(Sarlita, dkk, 2014).

3.5. Identifikasi Senyawa


Fraksi-fraksi yang telah di KLT selanjutnya di identifikasi menggunakan
spektrofotometri UV-Vis untuk mengetahui kandungan senyawa flavonoid pada
sampel (Sarlita, dkk, 2014).
3.5.1. Karakterisasi golongan senyawa flavonoid dengan spektrafotometer UV-Vis
Noda hasil kerokan di masukkan ke dalam botol vial dan melarutkan noda
dengan pelarut methanol, mendiamkan larutan hingga bening, memasukkan
larutan noda kedalam quartz cell kemudian Memprogram alat UV-Vis untuk
membaca senyawa yang teridentifikasi (Sarlita, dkk, 2014).
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Preparasi Sampel
Daun keji beling yang digunakan dalam praktikum ini adalah daun keji
beling yang tumbuh di Kabupaten Gorontalo tepatnya di Jl. Potanga Kec. Talaga
Jaya. Daun keji beling yang diambil adalah daun yang berada pada pertengahan
ranting karena kadar flavonoidnya lebih tinggi daripada kadar flavonoid pada
daun keji beling yang masih muda atau berada di pucuk. Daun keji beling yang
telah dipetik dari pohonnya kemudian dicuci hingga bersih dan dirajang atau
dipotong kecil-kecil. Hal ini bertujuan untuk mempercepat proses pengeringan
dimana pengeringan sampel dilakukan secara alami yaitu dikering anginkan di
tempat terbuka dengan tidak terkena sinar matahari secara langsung yaitu pada
suhu 25-30C. Proses pengeringan ini hanya dilakukan selama 7 hari.

Gambar 4.1. Serbuk daun Keji Beling

4.2. Ekstraksi dengan cara Maserasi

10

Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan


kelarutannya terhadap dua cairan

tidak saling larut yang berbeda. Metode

ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserasi. Maserasi adalah
salah satu metode pemisahan senyawa dengan cara perendaman menggunakan
pelarut organik pada temperatur ruangan. Proses maserasi sangat menguntungkan
dalam isolasi senyawa bahan alam karena selain murah dan mudah dilakukan,
dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan
membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga
metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut. Pelarut
yang mengalir ke dalam sel dapat menyebabkan protoplasma membengkak dan
bahan kandungan sel akan larut sesuai dengan kelarutannya.
Senyawa flavonoid yang ada dalam daun keji beling merupakan senyawa
yang bersifat polar sehingga harus dilarutkan dengan pelarut yang bersifat polar
sehingga, pelarut yang digunakan dalam praktikum ini adalah metanol.
Sebanyak 50 gram serbuk halus daun keji beling diekstraksi dengan cara
maserasi dengan menggunakan pelarut metanol selama 3 x 24 jam, dimana setiap
1x 24 jam hasil maserasi di saring kemudian di rendam lagi dengan metanol yang
baru.

Gambar 4.2.1. Perendaman Sampel

Pada percobaan ini maserasi di lakukan sampai III tahap, tahap 1 jumlah
pelarut yang digunakan untuk perendaman sebanyak 900 ml, tahap II sebanyak
700 ml dan tahap III sebanyak 600 ml. Jadi keseluruhan metanol yang digunakan
untuk maserasi sebanyak 2200 ml dan menghasilkan maserat sebanyak 2000 ml.
Pelarut yang digunakan pada proses maserasi ini cukup banyak karena di
pengaruhi oleh ukuran sampel daun keji beling yang tidak begitu halus.

11

Gambar 4.2.2. Penyaringan Maserat

Filtrat hasil saringan merupakan campuran antara ekstrak hasil maserasi


dengan pelarut metanol. Untuk memisahkan kedua senyawa ini, maka harus
dilakuakan dengan penguapan dengan menggunakan rotary evaporator. Maka,
bisa dikatakan bahwa instrumen ini akan jauh lebih unggul, karena pada
instrumen ini memiliki suatu teknik yang berbeda dengan teknik pemisahan yang
lainnya. Karena teknik itulah, sehingga suatu pelarut akan menguap dan senyawa
yang larut dalam pelarut tersebut tidak ikut menguap namun mengendap. Dan
dengan pemanasan dibawah titik didih pelarut, sehingga senyawa yang
terkandung dalam pelarut tidak rusak oleh suhu tinggi. Oleh sebab itu, metanol
akan menguap dan ekstrak kental akan tertinggal pada labu evaporator.

Gambar 4.2.3. Tahap evaporasi

Semakin lama waktu ekstraksi, kesempatan untuk bersentuhan makin


besar sehingga hasilnya juga bertambah sampai titik jenuh larutan. Kontak antara
sampel dan pelarut dapat ditingkatkan apabila dibantu dengan pengocokan agar
kontak antara sampel dan pelarut semakin sering terjadi, sehingga proses ekstraksi
lebih sempurna.
Proses evaporasi dihentikan apabila maserat daun keji beling ekstrak
kental yang diperoleh sebanyak 7,31 gram.

12

Gambar 4.2.4. Ekstrak Kental

4.3 Uji Flavonoid


Sebanyak 0,1 gram ekstrak kental daun keji beling di larutkan dengan 10
ml metanol, yang kemudian membaginya ke dalam 4 tabung reaksi. Tabung
pertama digunakan sebagai tabung kontrol, tabung kedua, ketiga, dan keempat
berturut-turut ditambahkan NaOH, H2SO4 pekat, dan serbuk Mg-HCl pekat. Pada
uji fitokimia yang menggunakan reagen NaOH 10%, filtrat yang diuji mengalami
perubahan warna dari warna hijau tua menjadi hijau kekuningan. Uji fitokimia
menggunakan reagen H2SO4 pekat filtrat yang tadinya berwarna hijau tua berubah
menjadi coklat kehitaman. Sedangkan uji fitokimia menggunakan reagen serbuk
Mg-HCl pekat terbentuk dua lapisan, lapisan atas berwarna hijau tua dan lapisan
bawah berwarna hijau muda, dan terbentuk cincin di antara lapisan satu dan dua.
Perubahan warna ini menunjukkan adanya kandungan flavonoid pada daun keji
beling.
Tabel 4.3.1. Hasil Uji Flavoid
Pereaksi
NaOH 10%
H2SO4 pekat
Serbuk Mg-HCl pekat

Perubahan warna
Hijau tua - Hijau kekuningan
Hijau tua - Coklat kehitaman
Terdapat 2 lapisan :
Lapisan atas : Hijau tua
Lapisan bawah : Hijau tua - Hijau

Hasil Uji
+
+

muda

Gambar 4.3.1. Tabung kontrol + tabung II


(tabung kontrol + NaOH 10%)

13

Gambar 4.3.3. Tabung Kontrol + tabung


III (tabung kontrol + H2SO4 pekat)

Gambar
4.3.2. Tabung
Kontrol
4.4. Pemisahan Senyawa
Flavonoid
dengan
KLT+ Tabung IV
(tabung
kontrol +daun
serbuk
Mg-HCl
Pemisahan senyawa
flavonoid
keji
belingpekat)
dilakukan dengan metode

kromatografi lapis tipis (KLT). KLT merupakan suatu metode pemisahan suatu
senyawa berdasarkan perbedaan distribusi dua fase yaitu fase diam dan fase gerak.
Fase diam yang digunakan ialah plat silika gel yang bersifat polar, sedangkan
eluen yang digunakan sebagai fase gerak bersifat sangat polar karena mengandung
air. Kepolaran fase diam dan fase gerak hampir sama, tetapi masih lebih polar fase
gerak sehingga senyawa flavonoid yang dipisahkan terangkat mengikuti aliran
eluen, karena senyawa flavonoid bersifat polar. KLT yang digunakan terbuat dari
silika gel. Penggunaan bahan silika karena pada umumnya silica digunakan untuk
memisahkan senyawa asam-asam amino, fenol, alkaloid, asam lemak, sterol dan
terpenoid. Eluen yang dipakai dalam KLT ialah eluen campuan n-heksan : etil
asetat.
Sebanyak 0,1 gram ekstrak kental dilarutkan ke dalam metanol
secukupnya. Kemudian membuat variasi eluen n-heksan dan etil asetat dengan
perbandingan 9:1, 8:2, 7:3, 6:4. Ekstrak kental hasil ekstraksi kemudian ditotolkan
pada plat KLT dengan menggunakan pipa kapiler pada jarak 0,5 cm dari garis
bawah dan 0,5 cm dari garis atas. Selanjutnya dielusi dengan menggunakan eluen
yaitu n-heksan dan etil asetat dengan perbandingan 9:1. Hasil KLT seperti pada
gambar di bawah ini:

14

Gambar 4.4.1. Noda hasil KLT dengan perbandingan


eluen n-heksan : etil asetat (9:1)

Kemudian diangin-anginkan dan diperiksa di bawah sinar UV pada


panjang gelombang 366 nm. Noda yang terbentuk yaitu sebanyak 6 noda, nodanoda tersebut lalu dilingkari dan dihitung nilai Rf-nya. Pemisahan dengan KLT
menghasilkan harga Rf dari noda pertama sebesar 0,23 noda pertama ini
berbentuk panjang dan berekor, noda kedua memiliki nilai Rf sebesar 0,26, noda
ketiga memiliki Rf sebesar 0,36 , noda keempat sebesar 0,43, noda kelima sebesar
0,53 dan noda keenam sebesar 0,82.
KLT dilakukan kembali untuk mendapatkan noda yang lebih baik dengan
perbandingan eluen yang berbeda yaitu n-heksan : etil asetat (8:2), (7:3), dan
(6:4).
Pada hasil KLT dengan perbandingan eluen (8:2), diperoleh sebanyak 6
noda. Noda pertama memiliki Rf sebesar 0,19 dan noda kedua memiliki Rf
sebesar 0,26, noda ketiga memiliki Rf sebesar 0,35 , noda keempat sebesar 0,47,
noda kelima sebesar 0,54 dan noda keenam sebesar 0,61. Pada hasil KLT dengan
perbandingan eluen (7:3), diperoleh sebanyak 4 noda. Noda pertama memiliki Rf
sebesar 0,63 dan noda kedua memiliki Rf sebesar 0,76, noda ketiga memiliki Rf
sebesar 0,85, dan noda keempat sebesar 0,95. Pada hasil KLT dengan
perbandingan eluen (6:4), diperoleh sebanyak 4 noda. Noda pertama memiliki Rf
sebesar 0,54 dan noda kedua memiliki Rf sebesar 0,60, noda ketiga memiliki Rf
sebesar 0,70, dan noda keempat sebesar 0,83 dan noda kelima sebesar 0,92. Hasil
KLT dapat dilihat dibawah ini :

15

(a)

(b)

(c)

Gambar 4.4.2. Noda dengan perbandingan eluen n-heksan : etil asetat (a) 8:2,
(b) 7:3, (c) 6:4
Eluen yang baik ialah eluen yang bisa memisahkan senyawa dalam jumlah
yang banyak yang ditandai dengan munculnya noda. Noda yang terbentuk tidak
berekor dan jarak antara noda satu dengan yang lainnya jelas. Noda yang
demikian diperoleh dengan perbandingan eluen 8:2 yang mampu memberikan
pemisahan terbaik. Karena dari komposisinya, eluen tersebut bersifat sangat polar
sehingga bisa memisahkan senyawa flavonoid yang juga bersifat polar.
Selanjutnya dilakukan KLT preparatif dengan menggunakan perbandingan
eluen yang memberikan pemisahan terbaik yaitu dengan perbandingan n-heksan :
asam asetat. Ukuran plat (5 x 5) cm dengan panjang 5 cm dan lebar 5 cm.
Penotolan dilakukan sebanyak 10 titik kemudian dimasukkan kedalam gelas kimia
pengganti chamber yang berisi eluen.

Gambar 4.4.3. Plat KLT dimasukkan dalam gelas kimia

Dari hasil lampu UV KLT tersebut, noda yang dihasilkan terdapat 6 titik
noda yang identik dengan noda KLT kualitatif.. Langkah selanjutnya mengerok 6
noda hasil KLT dengan menggunakan spatula. Masing-masing noda dimasukkan
ke dalam botol vial.
16

Gambar 4.4.4. Pengerokan Noda

4.5. Identifikasi Senyawa dengan Menggunakan Spektrafotometer UV-Vis


Untuk mengidentifikasi senyawa dengan menggunakan alat spektroskopi
uv-vis. Masing-masing noda yang terdapat dalam botol vial tersebut dilarutkan
dengan menggunakan pelarut metanol dan dikocok degan tujuan agar senyawa
yang terdistribusi pada silika gel dapat larut dalam metanol.

Gambar 4.5.1. Pelarutan Noda

Kemudian mendiamkan hingga larutannya menjadi bening. Dan setelah


larutannya bening, sebagian dari larutan tersebut di masukkan ke dalam kuvet.
Kemudian memasukkan ke dalam alat UV-Vis. Selanjutnya memprogram alat UVVis dan melihat hasilnya pada cetakan atau data yang sudah di print. Hasil
identifikasi spektroskopi UV-vis dapat di lihat pada lampiran gambar 16-22.
Tabel 4.5.1. Tabulasi data panjang gelombang absorpsi spektrum UV-Vis isolat
dalam pelarut metanol.
Pita I
Noda

Panjang

Pita II
Absorbans

Gelombang (nm)

Panjang

Absorbans

Gelombang (nm)

269,00

1,283

237,00

2,701

269,00

1,227

237,00

2,707

269,00

1,237

235,00

2,708

17

269,00

1,234

235,00

2,701

269,00

1,250

237,00

2,692

269,00

1,261

235,00

2,686

269,00

1,269

236,00

2,702

Dari spektrum yang tampak, terdapat dua pita yang dihasilkan oleh noda
0- 6 dalam pelarut metanol. Pada pita I di mana Noda 0-6 memiliki absorbansi
pada panjang gelombang yang sama yaitu 269,00 nm. Serapan pada panjang
gelombang tersebut diduga karena adanya transisi elektron-elektron yang tidak
berikatan ke orbital anti ikatan (n *) oleh gugus karbonil (C=O). Serapan ini
terjadi pada panjang gelombang dan intensitasnya yang rendah (Sastrohamidjojo,
2001 dalam Maryati, dkk, 2014). Sedangkan pada pitaII di mana Noda 0-6
memiliki absorbansi pada panjang gelombang yang tidak jauh berbeda yaitu
235,00 nm, 236,00 nm dan 237,00 nm. Serapan pada panjang gelombang ini
diduga karena adanya transisi elektron * oleh ikatan C=C terkonjugasi yang
terjadi pada panjang gelombang 210-285 nm. Berdasarkan hasil identifikasi
spektrofotometer UV-Vis ini menunjukkan bahwa noda 0-6 tersebut merupakan
senyawa flavonoid.

BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid pada
Daun Keji Beling (Strobilanthes Crispus) yang dilakukan dapat disimpulkan
bahwa:
-

Daun keji beling positif mengandung senyawa flavonoid berdasarkan


perubahan warna yang terjadi pada saat pengujian sampel.

18

Daun keji beling positif mengandung senyawa flavonoid berdasarkan


identifikasi senyawa dengan menggunakan Spektrafotometer UV-Vis yang
menunjukkan adanya spektrum yang tampak yaitu terbentuknya dua pita
dengan panjang gelombang yang tidak jauh berbeda.

5.2. Saran
Untuk dapat menentukan struktur senyawa golongan flavonoid dari isolat
dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mempergunakan metode
spektrofotometri IR, NMR, dan GC-MS.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Spektroskopi Inframerah. http://www.ilmukimia.org/2013/07/spe
ktroskopi-inframerah-ir.html. (diakses 02 Oktober 2014).
Anonim. 2010. Spektrofotometri IR (Infra Red) Cara Kerja dan Kegunaan.
Tersedia : http://elektromagic.blogspot.com/2010/10/spektrofotometri-ir-inf
ra-red-cara.html. (diakses 27 September 2014).
Aditya, 2013. Senyawa Flavonoid. Tersedia : http://aditya.blogspot.com/2013/03/
10/senyawa flavonoid/ (diakses 14 Desember 2014)
Alifia, Q. A. 2012. Uraian Isolasi. http://maydesember.blogspot.com/2012/07/23
-uraian-isolasi.html. (diakses 27 September 2014).
Ardy.

2013.

Ekstraksi.

http://ardydii.wordpress.com/2013/03/10/ekstraksi/ (diakses
27 September 2014).
Asih,

2009.

Karakterisasi

Senyawa

Flavonoid

dengan

Spektrafotometer UV-Vis dan Spektrofotometer Inframerah


(IR). http://asih.blogspot.com. Diakses 27 September 2014).
Asyhar.(2010). Kromatogari Kolom dan Lapis Tipis. (online).
Tersedia:

http://asyharstf08.wordpress.com.

September 2014).

19

(Diakses

27

Awan. 2013. Kandungan, Manfaat serta Khasiat Daun Keji Beling.


http://awanputih43.blogspot.com/2013/05/kandunganmanfaat-serta-khasiat

-daun_27.html.

(diakses

27

September 2014).
Dalimartha, S., 2006, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia jilid 4, Puspa Swara,
Jakarta
Gunawan, Ilonna. 2011. Efek Kejibeling (Sericocalyx Crispus L) Terhadap
Penurunan Tekanan Darah Pria Dewasa. Bandung : skripsi Fakultas
kedokteran Universitas Kristen Maranatha
Harmita. 2012. Analisis Fisiko Kimia Kromatografi.http.//www.harmita.blogspot.c
om/2012/12/analisis-fisiko-kimia-kromatografi.html. (diakses 27 Septemb
er 2014).
J.B. Harborne, Metode Fitokimia, Penuntun cara modern menganalisis tumbuhan,
(Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro), Penerbit ITB,
Bandung, 1987.
Judhi, R. 2012. Ekstraksi dan Isolasi. http://materikuliahjr.blogspot.com/p/
ekstraksi-dan-isolasi.html. (diakses 27 September 2014).
Kurnia, S. (2013). Kromatografi Lapis Tipis. (online). Tersedia: http://kurniasyari
fuddin.blogspot.com. (diakses 27 September 2014).
Kurniasari, I. 2006. Metode Cepat Penentuan Flavanoid Total Meniran
(Phyllantus niruri L) Berbasis Teknik Spektrofotometri Inframerah Dan
Kemometrik. Bogor : IPB
Mardika,

2011.

Spektrofotometri

Infra

Merah

(Infra

Red).

http://www.scribd.com/doc/spektrofotometri-infra-merah.html. (diakses 02
Oktober 2014).
Markham, K.R. 1988. Techniques of Flavonoid Identification. London: Academic
Pr.
Masriyanti. 2012. Prinsip-Prinsip Spektroskopi. http://masriyanti.blogspot.com/
2012/09/prinsip-prinsip-spekroskopi.html. (diakses 02 Oktober 2014).

20

Mirna, Lumbessy, dkk. 2013. Uji Total Flavonoid Pada Beberapa Tanaman Obat
Tradisonal Di Desa Waitina Kecamatan Mangoli Timur Kabupaten
Kepulauan Sula Provinsi Maluku Utara. Manado : Jurusan Kimia, FMIPA,
Universitas Sam Ratulangi
Nanda. 2013. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Keji Beling (Strobilanthes
Crispus Bl). http://nandagokilz1.wordpress.com/2013/02/06/klasifikasi-danmorfologi-tanaman-keji-beling-strobilanthes-crispus-bl/ (diakses 17 Septem
-ber 2014)
Resi, A.W, Andis, S. 2009. Makalah Kimia Organik Bahan Alam: Flavonoid
(Quercetin). Makassar : Program S2 Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin.
Ricky, K. 2012. Penapisan Screening Awal Fitokimia. http://ricky-kurniawan-2012-1993.blogspot.com/2012/12/penapisan-screening-awal-fitokimia.html
(diakses 17 september 2014)
Sarlita, M, dkk. 2014. Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Alkaloid dari Ekstrak
Daun Keji Beling. Gorontalo : Skripsi Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA
Universitas Negeri Gorontalo.
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2001. Dasar-dasar Spektroskopi. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada (UGM)
Underwood, A.L dan Day, R.A. 1980. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Keempat.
Jakarta: Erlangga
Yazid, Estien. Kimia Fisika untuk Paramedis. Yogyakarta: Andi, 2005.

LAMPIRAN 1
Perhitungan Nilai Rf

21

1. Perbandingan (9 : 1)
Dik : Jarak yang ditempuh eluen = 4,1 cm
Rf =

Jarak noda
Jarak eluen

Dit : Nilai Rf masing masing noda ?


Penyelesaian :
Noda 1 :
Rf =

1,8 cm
4,1 cm

Noda 2 :
Rf =

Rf =

2,2 cm
4,1 cm

Noda 3 :
Rf =

Rf =

Rf =

3,4 cm
4,1 cm

0,95 cm
4,1 cm

= 0,23

Noda 4 :

= 0,43
1,1 cm
4,1 cm

= 0,26

Noda 5 :

= 0,36

Noda 6 :

= 0,53
1,5 cm
4,1 cm
= 0,82

2. Perbandingan (8 : 2)
Dik : Jarak yang ditempuh eluen = 4,2 cm
Rf =

Jarak noda
Jarak eluen

Dit : Nilai Rf masing masing noda ?


Penyelesaian :
Noda 0 :

Rf =

0, 5 cm
4,2 cm

= 0,11

0,47

22

Noda 4 :

Rf =

2 cm
4,2 cm

Noda 1 :

Rf =

0,8 cm
4,2 cm

= 0,19

Noda 5 :

Rf =

2,3 cm
4,2 cm

Rf =

1,1 cm
4,2 cm

= 0,26

Noda 6 :

Rf =

2,6 cm
4,2 cm

Rf =

1,5 cm
4,2 cm

= 0,35

0,54
Noda 2 :
0,61
Noda 3 :

3. Perbandingan (7 : 3)
Dik : Jarak yang ditempuh eluen = 4,2 cm
Rf =

Jarak noda
Jarak eluen

Dit : Nilai Rf masing masing noda ?


Penyelesaian :
Noda 1 :

Rf =

2,65 cm
4,2 cm

Noda 2 :

Rf =

3,2 cm
4,2 cm

= 0,76

Noda 3 :

Rf =

3,6 cm
4,2 cm

= 0,85

Noda 4 :

Rf =

4 cm
4,2 cm

= 0,95

= 0,63

4. Perbandingan (6 : 4)
Dik : Jarak yang ditempuh eluen = 4,2 cm
Rf =

Jarak noda
Jarak eluen

Dit : Nilai Rf masing masing noda ?


Penyelesaian :
Noda 1 :

Rf =

2,25 cm
4,2 cm

= 0,54

23

Noda 2 :

Rf =

2,55 cm
4,2 cm

= 0,60

Noda 3 :

Rf =

2,95 cm
4,2 cm

= 0,70

Noda 4 :

Rf =

3,5 cm
4,2 cm

= 0,83

Noda 5 :

Rf =

3,85 cm
4,2 cm

= 0,92

LAMPIRAN 2
Prosedur Kerja
1. Preparasi sampel
Daun Keji Beling

Mencuci dengan air bersih


Mengering anginkan di udara terbuka
Merajang sampai halus
Serbuk daun keji beling

2. Ekstraksi Daun Keji Beling


Serbuk Daun Keji Beling

Menimbang sebanyak 50 gram


Memasukkan ke dalam wadah maserasi (toples)
Merendam dengan pelarut metanol yang disesuaikan dengan banyaknya sampel
Mendiamkan selama 24 jam
Mengulangi perlakuan 2,3 dan 4 sebanyak 3x
Memasukkan maserat yang diperoleh ke dalam Labu dasar bulat

24
Maserat daun keji beling sebanyak 2000 mL (2 L)

3. Tahap Evaporasi
Maserat Daun Keji Beling

Memasukkan ke dalam labu penampung evaporasi


Merangkai atau memasangnya pada alat evaporasi

Mengoperasikan alat evaporasi dan melakukan evaporasi sampai mendapatkan ekstrak kental da
Mengerok sampel/ekstrak kental yang berada di dalam labu penampung
Menimbang botol vial kosong
Memasukkan ke dalam botol vial
Menimbang ekstrak kental daun keji beling

Ekstrak kental daun keji beling sebanyak 7,31 gr

4. Uji Flavonoid
Ekstarak kental daun keji beling

Menimbang 0,1 gram


Melarutkan dengan sedikit metanol
Memasukkan kedalam 4 tabung reaksi
tabung kontrol tes dengan NaOH

tes dengan H2SO4

tes dengan Mg-HCl

menambahkan2-4
larutan H2SO4 pekat
tetes larutan Mg-HCl
Menambahkan2-4 tetes
larutan NaOH 10tetes
% menambahkan2-4
hijau tua Mengamati
kontrol
perubahan warna
mengamati perubahan warna
perubahanmengamati
warna

hijau kekuningan
terbentuk dua lapisan
atas berwarna hijau tua dan lapisan bawah hijau
coklat: lapisan
kehitaman

25

5. Pemisahan dan Pemurnian


Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Ekstak Kental
Mengambil 0,1 gram dan melarutkan kedalam metanol secukupnya

Membuat variasi eluen n-heksan dan etil asetat dengan perbandingan 9:1, 8:2, 7
Menotolkan pada plat KLT menggunakan pipa kapiler
Mencelupkan bagian bawah plat KLT
Mengangkat plat KLT setelah eluen menyerap batas yang ditentukan
Mengeringkan plat diudara terbuka
Mengamati noda yang terbentuk dengan lampu UV-VIS
Menghitung Rf

Noda pada plat KLT 9:1 Noda pada plat KLT 8:2 Noda pada plat KLT 7:3 Noda pada plat KLT 6:4

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Preparatif


Ekstrak kental daun keji beling

Mengambil 0,2 gr dan melarutkan kedalam methanol secukupnya

Membuat eluen n-heksan dan etil asetat dengan perbandingan 8:2 sebagai eluen yang paling co
Menotol kan plat KLT dengan menggunakan pipa kapiler sebanyak 10 totolan
Mencelupkan bagian bawah plat KLT
Mengangkat plat KLT setelah eluen menyerap pada batas yang ditentukan
Mengeringkan plat KLT diudara terbuka
Mengamati noda yang terbentuk dengan lampu uv-vis
Menghitung Rf

Noda pada plat KLT n-heksan : etil asetat = 8:2

26

6. Identifikasi Senyawa dengan Spektroskopi UV-Vis


Noda 0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6

Noda hasil kerokan di masukkan ke dalam botol vial


Melarutkan noda dengan pelarut methanol
Mendiamkan larutan hingga bening
Memasukkan sebagian larutan noda kedalam kuvet
Memprogram alat UV-Vis untuk membaca senyawa yang teridentifikasi
Mencetak hasil yang sudah ada

Terbentuk Spektrum panjang gelombang

27

LAMPIRAN 3

Gambar 2.
Pengeringan sampel

Gambar 4.
Perendaman
sampel

Gambar 5. Pengerokan
ekstrak kental

28

Gambar 3.
Penimbngan sampel

Gambar 6.
Penimbangan ekstrak
kental

Gambar 7.
Pengambilan 0,1 gr
ekstrak kental

Gambar 10.
pencelupan plat KLT

Gambar 13. Pengerokan


noda pada KLT preparatif

Gambar 8. Uji
flavonoid

Gambar 9. Penotolan
pada plat KLT

Gambar 11. Hasil


Noda

Gambar 12. Penyinaran


noda pada Lampu UV

Gambar 14. Noda


hasil kerokan

29

Gambar 15. Pelarutan


noda

Gambar 4.5.3. Spektrum UV-Vis

Gambar 4.5.3. Spektrum UV-Vis

Noda 0

Noda 1

Gambar 4.5.3. Spektrum UV-Vis


Noda 3

Gambar 4.5.3. Spektrum UV-Vis


Noda 2

30

Gambar 4.5.3. Spektrum UV-Vis


Noda 4

Gambar 4.5.3. Spektrum UV-Vis


Noda 5

Gambar 4.5.3. Spektrum UV-Vis


Noda 6

31

Anda mungkin juga menyukai