Anda di halaman 1dari 3

Karbohidrat adalah senyawa polihidroksi aldehid, polihidroksi keton atau senyawa yang

dapat dihidrolisis menjadi jenis senyawa tersebut. Karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis
menjadi senyawa yang lebih sederhana disebut monosakarida, seperti glukosa dan fruktosa.
Karbohidrat yang dapat dihidrolisis menjadi dua molekul monosakarida disebut disakarida,
seperti maltosa dan sukrosa. Karbohidrat yang dapat dihidrolisis menjadi banyak molekul
monosakarida disebut polisakarida, seperti amilum dan selulosa
Glukosa adalah salah satu monosakarida sederhana yang mempunyai rumus molekul
C6H12O6. Kata glukosa diambil dari bahasa Yunani yaitu glukus yang berarti manis, karena
memang nyata bahwa glukosa mempunyai rasa manis. Nama lain dari glukosa antara lain
dekstrosa, D-glukosa, atau gula buah karena glukosa banyak terdapat pada buah-buahan.
Glukosa merupakan suatu aldoheksosa yang mempunyai sifat dapat memutar cahaya
terpolarisasi ke arah kanan.
Gula pereduksi merupakan golongan gula (karbohidrat) yang dapat mereduksi senyawasenyawa penerima elektron, contohnya adalah glukosa dan fruktosa. Ujung dari suatu gula
pereduksi adalah ujung yang mengandung gugus aldehida atau keto bebas. Semua monosakarida
(glukosa, fruktosa, galaktosa) dan disakarida (laktosa,maltosa), kecuali sukrosa dan pati
(polisakarida), termasuk sebagai gula pereduksi. Umumnya gula pereduksi yang dihasilkan
berhubungan erat dengan aktivitas enzim, yaitu semakin tinggi aktivitas enzim maka semakin
tinggi pula gula pereduksi yang dihasilkan. Jumlah gula pereduksi yang dihasilkan selama reaksi
diukur dengan menggunakan pereaksi asam dinitro salisilat/dinitrosalycilic acid (DNS) pada
panjang gelombang 540 nm. Semakin tinggi nilai absorbansi yang dihasilkan, semakin banyak
pula gula pereduksi yang terkandung
Pada praktikum yang berjudul deteksi gula pereduksi, kita akan menggunakan larutan
fehling A, fehling B, dan larutan benedict. Mula-mula sampel ( glukosa ) diambil 1 ml sebantak
4 sample. Lalu ditambahkan aquadest masing-masing dengan perbandingan 1:0, 1:1, 1:2, 1:4.
.lalu ditetesi larutan benedict dan didapatkan warna merah bata. setelah itu dipanaskan selama 20
detik Tujuan dari pemanasan adalaah untuk mempercepat reaksi yang terjadi, lalu setelah itu
ditetesi NaOH 1 tetes dan didiamkan sejenak. Lalu akan terbentuk endapan merah lebih pekat
pada glukosa 1:0 dan 1:1.
Pereaksi Benedict mengandung atom Cu yang terikat sebagai kompleks. Pereaksi ini dapat
mengoksidasi gula pereduksi seperti halnya larutan Fehling. Pereaksi Benedict dapat mendeteksi

gula dengan konsentrasi 0,01%. Endapan Cu2O dapat berwarna merah, kuning atau hijau
kekuningan bergantung pada warna asal dan jumlah gula pereduksi yang direaksikan.
Larutan Benedict dibuat dengan melarutkan natrium sitrat (Na 3C6H5O7. 11H2O) dan zat
anhidrous. Melarutkan CuSO4 hidrat ke dalam air dan memasukkannya perlahan-lahan ke dalam
larutan sitrat. Jika dalam cuplikan tidak terdapat gula pereduksi, maka larutan jernih. Jika
terdapat gula pereduksi, maka akan terbentuk endapan Cu2O.
Berikut reaksi yang terjadi:
O

RCH + 2Cu2+ [sitrat]

RCH + Cu2O

Pada percobaan kedua menggunakan larutan fehling, prosedur sama dengan saat
menggunakan larutan benedict. Mula-mula sampel ( glukosa ) diambil 1 ml sebanyak 4 sample.
Lalu ditambahkan aquadest masing-masing dengan perbandingan 1:0, 1:1, 1:2, 1:4. Selanjutnya
ditetesi fehling A dan fehling B masing-masing 2 tetes. Lalu larutan yang semulanya berwarna
biru akan berubah warna menjadi merah bata. Lalu dipanaskan dan masing-masing terdapat
endapan dengan warna yang lebih pekat.
Larutan Fehling terdiri dari dua lapisan. Larutan Fehling A dibuat dengan melarutkan
kristal Cu (II) sulfat ke dalam air yang mengandung beberapa tetes asam sulfat encer. Larutan
Fehling B dibuat dengan melarutkan NaOH dan natrium kalium tartarat (garam Rochelle) ke
dalam air. Pereaksi Fehling digunakan dengan mencampurkan Fehling A dan B dengan volume
yang sama. Jika terdapat gula pereduksi pada cuplikan maka warna biru dari pereduksi Fehling
akan hilang dan endapan merah atau kuning dari Cu2O akan terbentuk.
O

RCH + 2Cu2+ [tartarat] + 5OH-

RCO- + Cu2O + 3H2O

4.1 Kurva Standar


Dari pembuatan kurva standart didapatkan hasil R2 sebesar 0,9981 dan dengan persamaan
y= 5,79x 0,0064. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai pembacaan absorbansi cukup presisi
karena nilai R2 nya mendekati 1. Kurva standar analisis karbohidrat diatas menunjukkan bahwa
konsentrasi gula reduksi berbanding lurus dengan nilai absorbansi dari hasil pengukuran
spektrofotometer. Semakin tinggi konsentrasi gula reduksi yang digunakan, maka semakin tinggi
pula nilai absorbansi yang dihasilkan.
4.2 Data Hasil Analisa
Pada analisa karbohidrat bahan yang digunakan yaitu jambu biji merah dengan pisang.
Sampel yang dianalisis baik dengan bahan jambu maupun pisang sama, yaitu 0.2ml sebanyak 3x
ulangan, 0.3ml sebanyak 3x ulangan dan 0.4ml juga sebanyak 3x ulangan. Masing-masing
ulangan dilakukan untuk memperoleh data yang lebih akurat.
Pada konsentrasi 0,2 ml diperoleh nilai gula reduksi pada tiap bahan. Pada bahan jambu
biji kandungan gula reduksinya sebesar 3,719632% sedangkan untuk bahan pisang sebesar
7,271733%. Nilai SD dari jambu biji dan pisang berturut-turut yaitu 0,133875 dan 0,267052.
Dari nilai SD yang diperoleh dari kedua bahan tersebut sudah cukup akurat karena kurang dari 1.
Pada konsentrasi 0,3 ml diperoleh nilai gula reduksi pada tiap bahan. Pada bahan jambu
biji kandungan gula reduksinya sebesar 3,727116% sedangkan untuk bahan pisang sebesar
7,87987%. Nilai SD dari jambu biji dan pisang berturut-turut yaitu 0,086356 dan 0,183896. Dari
nilai SD yang diperoleh dari kedua bahan tersebut sudah cukup akurat karena kurang dari 1.
Pada konsentrasi 0,4 ml diperoleh nilai gula reduksi pada tiap bahan. Pada bahan jambu
biji kandungan gula reduksinya sebesar 3,540875% sedangkan untuk bahan pisang sebesar
7,74928%. Nilai SD dari jambu biji dan pisang berturut-turut yaitu 0,052764 dan 0,208435. Dari
nilai SD yang diperoleh dari kedua bahan tersebut sudah cukup akurat karena kurang dari 1.
Dari semua data yang telah didapat dari beberepa ulangan kemudian dirata-rata. Dari ratarata tersebut diperoleh kandungan gula reduksi pada bahan jambu biji yaitu 3,662541%,
sedangkan pada pisang kandungan gula reduksinya adalah 7,6336%. Menurut literatur
kandungan gula reduksi pada pisang 5,44%. Hal ini berbeda dengan hasil praktikum. Mungkin
ini disebabkan karena pisang yang diukur kadar gula reduksi memiliki varietas yang
berbeda. Sedangkan pada jambu menurut literatur kandungan gula reduksinya
sekitar 3-4%, hal ini berarti sudah sesuai dengan literatur.

Anda mungkin juga menyukai