PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan produsen penangkapan ikan nomor empat di dunia,
karena memiliki potensi dan sumber daya alam yang sangat besar. Laut Indonesia terbagi
dalam wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) seluas 2,7 juta km2 dan Laut Teritorial sebesar
3,1 juta km2. Indonesia sebagai Negara Maritime, yang dimana salah satu daerah
berpenghasilan ikan adalah daerah Selatan Jawa Timur - Bali. Potensi perairan Selatan
Jawa Timur 590.020 ton per tahun, yang tergarap baru 197.640 ton. Runyamnya lagi, dari
produksi ikan 453.034 ton per tahun di Jawa Timur, konstribusi Pantai Selatan hanya
12,12% ( Subhan, 2009 ).
Untuk mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakuan yang
baik selama proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat yang
digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang bersih. Ada beberapa
macam pengawetan ikan antara lain dengan cara : penggaraman, pengeringan,
pemindangan, pengasapan peragian dan pendinginan ikan (Adawiyah R, 2007).
Berbagai cara pengawetan telah banyak dilakukan, tetapi sebagian diantaranya tidak
mampu mempertahankan sifat sifat ikan yang alami. Salah satu cara mengawetkan ikan
yang tidak mengubah sifat alami ikan adalah pembekuan (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Ada beberapa hal yang melatar belakangi pengambilan judul pembekuan ikan kakap
merah yaitu, petensi pasar yang luas dan minat dari pasar internasional yang
masyarakatnya gemar mengkonsumsi seafood. Selanjutnya yaitu produk pembekuan ikan
kakap merah mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, jadi sangat menarik untuk berperan di
dunia pengolahan khususnya ikan kakap merah. Untuk melindungi hal itu, di Indonesia
ketersediaan bahan baku cukup melimpah dengan adanya teknik budidaya ikan kakap
sehingga tidak bergantung pada hasil laut. Serta dengan judul proposal pembekuan ikan
kakap merah.
1.1 Maksud dan Tujuan
1.1.1 Maksud
Maksud dari pelaksanaan PKL III ini adalah untuk ikut berpartisipasi didalam setiap
tahapan proses pembekuan filet ikan kakap, mulai dari penerimaan bahan baku sampai
dengan penyimpanan. Serta sanitasi dan higieni maupun mutu pembekuan ikan kakap
merah.
1.1.2 Tujuan
Tujuan dari PKL III ini adalah untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan
keterampilan pada proses pembekuan filet ikan kakap merah di PT. Bumi Menara Internusa,
Surabaya, Jawa Timur.
: Chordata
Sub filum
: Vertebrata
Kelas
: Pisces
Sub kelas
: Teleostei
Ordo
: Percomorphi
Sub ordo
: Perciodea
Famili
: Lutjanidae
Sub famili
: Lutjanidae
Genus
Spesies
: Lutjanu
: Lutjanus sp.
Ikan kakap memiliki ciri-ciri yaitu : Badan memanjang melebar, gepeng kepala
cembung, bagian bawah penutup insang bergerigi, gigi-gigi pada rahang tersusun dalam
ban-ban, ada gigi taring pada bagian terluar rahang atas, sirip punggung berjari-jari keras 11
dan lemah 14, sirip dubur berjari-jari keras 3 lemah 8-9, termasuk ikan buas, makannya ikan
kecil dan invertebrata dasar laut. Hidup menyendiri di daerah pantai sampai kedalaman 60
m. Dapat mencapai panjang 45-50 Cm dan warna bagian atas kemerahan/merah
kekuningan, di bagian bawah merah keputihan. Garis-garis kuning kecil diselingi warna
merah pada bagian punggung di atas garis rusuk.
Ikan ini menghuni hampir seluruh perairan pantai Indonesia. Bisa ditemukan di sekitar
kapal tenggelam, tandes, dan tanjungan. Konsentrasi kakap merah terpadat umumnya
terdapat di lepas pantai hingga kedalaman 60 meter (Gunarso, 1995). Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Gambar 1 :
memperlambat
(1).
Pembekuan
dengan
aliran
udara
dingin
(blast freezing):
bahan
pangan
yang akan didinginkan diletakkan dalam freezer yang dialiri udara dingin (suhu -40 oC atau
lebih rendah lagi).
(2). Pembekuan dengan alat pindah panas tipe gesekan (scraped heat exchanger) produk
dibekukan dengan metode ini untuk mengurangi pembentukan kristal es berukuran besar.
Produk digesekkan pada permukaan pendingin dan kemudian segera dibawa menjauh.
Proses ini dilakukan secara berulang-ulang.
(3). Pembekuan kriogenik (Cryogenic Freezing) dimana nitrogen cair (atau karbon
dioksida)
disemprotkan langsung pada bahan-bahan pangan berukuran kecil seperti udang atau
strawberry. Karena cairan nitrogen dan karbon dioksida mempunyai suhu beku yang sangat
rendah (berturut-turut -196oC dan -78oC) maka proses pembekuan akan berlangsung
spontan (Syamsir, 2008).
2) Pembekuan Lambat (Slow Freezing atau Sharp Freezing)
Penbekuan lambat yaitu pembekuan dengan thermal arrest time lebih dari dua jam.
Pembekuan lambat akan menghasilkan kristal yang besar-besar sehingga merusak jaringan
daging ikan dan tekstur daging ikan setelah di thawing menjadi kurang baik karena akan
berongga-rongga dan banyak sekali drip yang terbentuk.
Pembekuan lambat umumnya menyebabkan rendahnya kualitas produk. Akan tetapi,
perbedaan dalam kualitas tidak dipengaruhi oleh perbedaan dalam bentuk kristal es.
Dinding otot ikan cukup elastis untuk menampung bentuk kristal es yang lebih besar tanpa
kerusakan yang berlebihan. Selain itu, sebagian besar air dalam otot ikan berbentuk gel dan
terikat pada protein sehingga hanya sedikit cairan yang hilang walaupun kerusakan sel
benar-benar terjadi. Penurunan kualitas selama pembekuan lebih berhubungan dengan
perubahan sifat protein. Pembekuan menyebabkan beberapa perubahan dalam protein,
atau beberapa pengubahan dari kondisi asal mereka, oleh sebab itu disebut dengan istilah
perubahan sifat (denaturation) (Annonymous, 2009).
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), metode pembekuan berdasarkan alat yang
dipakai dibagi menjadi 5 macam :
(1) Sharp Freezer, termasuk metode pembekuan lambat, yaitu produk diletakkan di atas rak
yang terbuat dari pipa pendingin.
(2) Multi Plate Freezer, merupakan metode pembekuan yang memanfaatkan susunan pelat
aluminium sebagai pendingin, yaitu ikan dijepitkan di antara pelat pelat tersebut. Metode
ini lebih efisien dan cepat membekukan produk.
(3) Air Blast Freezer, merupakan metode pembekuan yang memanfaatkan udara dingin, yaitu
dengan menghembuskan dan mengedarkan udara dingin ke sekitar produk secara kontinyu.
(4) Immersion Freezer, merupakan metode yang memanfaatkan cairan dingin. Pembekuan
berlangsung
cepat,
sering
dipraktekan
dikapal
penangkapan
(udang
dan
tuna).
Penyimpanan bahan baku segar harus memenuhi persyaratan suhu tertentu yaitu 00C 50C
ditempat saniter dan higienis (Mangunsong, 1995).
2.4 Bahan Pembantu
2.4.1 Air
Bahan pembantu dan bahan tambahan yang digunakan dalam pengolahan harus tidak
merusak, mengubah komposisi dan sifat khas dari ikan. Pengawasan terhadap air yang
dipakai untuk kegiatan unit pengolahan harus memenuhi persyaratan air minum dan secara
kontinyu diperiksakan di laboratorium yang telah diakreditasi oleh pemerintah
(Purwaningsih, 1993).
2.4.2 Es
Es adalah bahan penyelamat mutu produk industri pengolahan perikanan oleh sebab
itu es yang tersedia dalam pabrik pengolahan harus cukup. Banyaknya es yang digunakan
akan sangat tergantung pada kecepatan pengolahan dan fasilitas lain misalnya water chiller.
Es harus terbuat dari air bersih yang memenuhi persyaratan air minum. Dalam penggunaan
es harus ditangani dan disimpan di tempat yang bersih agar terhindar dari penularan dan
kontaminasi dari luar (Purwaningsih, 1993).
2.5 Mutu Bahan Baku
Mutu bahan baku harus bersih, bebas dari bau yang menandakan pembusukan
kemudian bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan serta bebas dari sifat - sifat
alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan.
Karateristik kesegaran bahan baku perikanan dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :
Tabel 1 : Karakteristik kesegaran bahan baku
No
Parameter
Uraian
Rupa dan warna
Bersih, warna daging spesifik jenis ikan
Bau
Segar spesifik jenis / bau rumput laut segar
Daging
Elastis, padat dan kompak
Rasa
Netral sedikit manis
Sumber : Direktorat Pengolahan Hasil Perikanan, (2006).
Pada dasarnya mutu bahan baku harus bersih, bebas dari setiap bau yang
menandakan pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat
sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan.
Sedangkan secara organoleptik bahan baku mempunyai karakteristik kesegaran (SNI
2731.1:2010).
Menurut Moeljanto, 2000. Proses pengawetan fillet dengan cara pembekuan juga
berlaku untuk daging. Daging ikan tanpa tulang yang disebut fillet bahkan seringkali untuk
ikan ikan tertentu yang berharga mahal tidak hanya isi perut, tulang dan kepala saja yang
dibuang tetapi juga kulitnya, sehingga daging - daging ikan itu tanpa tulang, tanpa tulang,
tanpa kulit dan tanpa sirip yang disebut fillet bersih. Ada beberapa bentuk- bentuk
olahan fillet yang bisa dijumpai adalah:
a. Fish block adalah sayatan daging atau fillet ikan yang dibekukan menjadi satu. Dapat juga
berbentuk serpihan- serpihan ikan yang karena irisanya kurang rapi harus dipotong atau
irisanya terlalu tipis. Semua itu diatur dalam pan beku disimpan dalam pan beku disimpan
dalam suhu -210C sampai -230C sesudah dikemas seperlunya. Fillet ini dijadikan bahan
mentah pada pengolahan selanjutnya, misalnya untuk membuat untuk membuat fish
stick atau fish finger(yaitu potongan ikan berbentuk enpat persegi pan jang kira-kira
berukuran 2 x 3 x 10 cm) (Moeljanto, 2000).
b. Fish stick / fish finger dibuat dari fillet ikan segar masih beku dengan gergaji khusus (band
saw). Fish stick segar ini selanjutnya dapat langsung digoreng atau lebih dahulu dilumuri
adonan tepung roti. Setelah dingin dikemas dengan karton berlapis lilin dan dibungkus lagi
dengan kertasberlapis lilin yang putih dansulfite, lalu dibekukan / disimpan pada suhu 180C
(Moeljanto, 2000).
c. Bentuk fish stick hampir sama dengan fish block. Bedanya fish stick dibuat dari ikanikan
besar berdaging tebal, misalnya ikan layaran (marlin). Dagingnya dipotong-potong tebal
persegi empat lalu dibekukan, dikemas dan disimpan dalam cold storage. Frozen fish
steak juga dipakai sebagai bahan mentah untuk pengolahan makanan yang siap dimasak
(Moeljanto, 2000).
2.7 Proses Pembekuan Filet Kakap
Menurut Moeljanto (1992), proses pengolahan fillet ikan beku antara lain:
2.7.1 Penerimaan bahan baku (receiving)
Ikan kakap yang digunakan sebagai bahan mentah (raw material) adalah ikan yang
benat-benar masih segar, belum mengalami pencemaran, baik oleh bakteri maupun zat-zat
beracun.
2.7.2 Sortasi (sortizing)
Setelah bahan baku diterima dilakukan dilakukan penyortiran untuk memperoleh
keseragaman bahan baku yang digunakan, baik untuk tingkat kesegaran, ukuran jenis,
mutunya. Saat sortasi , ikan ditempatkan dalam meja penampungan yang terbuat
daristainless steel serta dilengkapi dengan saluran pembuangan air. Selama proses,
penerapan rantai dingin juga selalu dijaga sehingga suhu ikan tidak lebih dari 5 0C caranya
dengan memberi es pada ikan.
2.7.3 Penimbangan I (weighting)
Setelah dilakukan sortasi kemudian dilakukan penimbangan. ditimbang dengan
menggunakan timbangan gantung. Ikan ditimbang kemudian dicatat berdasarkan berat ikan,
jenis dan ukuranya. Tujuan penimbangan adalah untuk mengetahui berat total ikan yang
datang dan menghitung berapa jumlah ikan tiap ukuran dan jenisnya serta sebagai
pengawasan hasil sortasi. Penyisikan (scaling)
2.7.4 Penyisikan
Dilakukan penyisikan sebersih mungkin dengan menggunakan alat penyisikan yang
terbuat dari stainless. Penyisikan dilakukan dengan hati-hati, untuk mencegah kerusakan
fisik seperti kulit sobek atau lecet. Suhu ikan tidak lebih dari 5 0C dengan cara pemberian es
curah, kebersihan peralatan atau sikat sisik dan hgiene personil.
2.7.5 Pencucian I (washing)
Pada tahapan ini menggunakan air dan menggunakan bak pencucian yang terbuat
dari stainless stell. Pencucian ini dilakukan dengan merendam ikan dalam bak berupa
cekungan yang ada disamping meja penyisikan. Dengan posisi yang dekat ini diharapkan
agar mempermudah nantinya dalam pengangkatan ikan untuk pemfilletan.
2.7.6 Pemfilletan (filleting)
Cara membuat fillet ikan adalah dengan cara Baringkan sejajar atau menyudut
dengan tepi meja, kemudian iris dagingnya dengan pisau khusus. Usahakan agar sebanyak
mungkin daging di bagian isi terambil dan sedikit mungkin tertinggal pada kerangka ikan dan
jangan sampai terikut duri, sirip, dinding perut maupun isis perut lainnya. Jika menginginkan
fillet ikan tanpa kulit (skin less), setelah pekerjaan diatas selesai, kulit ikan dibuang.
2.7.7 Perapian (Trimming)
Setelah di fillet kemungkinan daging masih terlihat berantakan sehingga perlu
dilakukan perapian, kemudian kerapiannya diteliti sambil disemprot dengan air garam / air
laut yang diberi kaporit, lalu dicelupkan kedalam larutan garam dengan konsentrasi 6- 15%
selama 20- 30 detik. Kepekaan larutan garam dan lama pencelupan (dipping) ini tergantung
pada ketebalan fillet dan jenis ikan.
2.7.8 Pencucian II dan Pembungkusan
Pada pencucian ini dilakukan diatas meja fillet dengan menggunakan baskom
dengan menggunakan air bersih dan diberi es curah didalam baskom. Tujuan dari
pencucian ini adalah membersikan daging fillet dari kotoran-kotoran yang menempel pada
saat perapian dan cabut duri.
Pembungkusan disini dilakukan dengan cara melipat plastik sesuai dengan bentuk
dari daging fillet dan diusahakan plastic tertutup rapat dan tidak sobek. Fungsi dari
pembungkusan ini adalah untuk mencegah dehidrasi pada daging fillet selama pembekuan.
2.7.9 Penyusunan dalam pan (Wrapping and Layering)
Fillet ikan disusun dalam pan, long pan yang digunakan terbuat dari aluminium dan
ukuranya adalah 100x40 dan tinggi 40 cm. Alat yang digunakan untuk mengangkut dan
mengeluarkan yang berisi produk yang dibekukan adalah lori dengan jumlah muatan yang
banyak dan mempunyai ukuran tinggi 1,5 m dengan lebar 0,5 m dan panjang 2 m yang
dilengkapi dengan rak dan roda. Alat ini terbuat dari besi yang tahan karat.
2.7.10 Pembekuan (freezing)
Fillet ikan yang sudah disusun dalam pan dibekukan hingga suhu pusat thermal ikan
mencapai -180C sedanngkan suhu pembekuan mencapai -250C sampai -300C.Alat
pembekuan yang digunakan yaitu Air Blast Freezer (ABF) dengan menggunakan refrigerant
amoniak.
2.7.11 Penimbangan II
Menggunakan timbangan digital dengan kapasitas 20 kg penimbangan dilakukan
sesuiai dengan permintaan konsumen. Tujuan dari penimbangan ini adalah untuk
mengatahui berat bersih dari produk beku dan memudahkan dalam pengemasan karena
begitu selesai di timbang maka produk langsung dikemas.
2.7.12 Pengemasan
Pengawasan produk yang dibekukan harus teliti, teratur dan padat tanpa ronggarongga di dalamnya. Bahan pengemas yang digunakan pada umumnya karton yang dilapisi
dengan wax yaitu jenis lilin sehingga tidak rusak atau hancur oleh air (Moeljanto, 1992).
2.7.13 Penyimpanan
Cara penyimpanan produk beku di dalam cold storage disimpan sesudah dikemas
dengan baik, karton-karton atau peti disusun rapi sesuai dengan waktu pengolahannya.
Pengangkutan untuk penyimpanan dan pengeluaran produk harus dapat dilakukan dengan
aman
dan
cepat
sehingga
tidak
menyebabkan
fluktuasi
suhu
di
dalam cold
storage. Lamanya penyimpanan dingin juga mempunyai peranan penting, seperti waktu
penyimpanan diperpanjang tetapi kerusakan lemak karena oksidasi berlangsung dengan
baik (Hadiwiyoto, 1993).
Pengemasan didefinisikan sebagai pengurung produk dengan macam pengemasan
seperti kantong plastik, kaleng, botol plastik dan wadah lainya. Atau mengikuti fungsinya,
lain lain.
Menurut Purnawijayanti (2001), air dapat dibedakan menjadi dua yaitu air tanah
dan air permukaan. Air tanah adalah semua jenis air yang terletak di bawah tanah, dan
biasanya memerlukan cara tertentu untuk menaikkannya ke permukaan, misalnya dengan
membuat sumur, atau dengan pompa. Air meliputi semua sumber air yang terdapat di
permukaan tanah, seperti air sungai, kolam, danau, ataupun air hujan. Air tanah umumnya
lebih bersih dari pada air permukaan, namun tidak dapat dijamin bahwa semua jenis air
tanah aman untuk diminum atau digunakan dalam pengolahan makanan, sedangkan air
permukaan cenderung mudah terkontaminasi.
Air yang dapat digunakan dalam pengolahan makanan minimal harus memenuhi
syarat air yang dapat diminum, yaitu : Bebas dari bakteri berbahaya serta bebas dari
ketidakmurnian kimiawi, Bersih dan jernih, tidak berwarna dan tidak berbau dan tidak
mengandung bahan tersuspensi serta menarik dan menyenangkan bila diminum.
Selain air, bahan pembantu lain yang digunakan pada unit pembekuan adalah es,
persyaratan es yang higiene yaitu, dibuat dari air yang telah memenuhi persyaratan air
minum, disimpan dalam ruang penyimpanan yang bersih, suhu dingin dan terhindar dari
cemaran bakteri patogen, jamur, patogen kayu, dan lain lain serta air dan es diuji mutunya
di laboratorium minimal 3 bulan sekali (Purnawijayanti, 2001).
2.9.3 Sanitasi dan Higiene Peralatan Produksi
Salah satu sumber kontaminasi utama dalam pengolahan pangan berasal dari
penggunaan wadah, alat pengolahan yang kotor mengandung mikroba dalam jumlah yang
tinggi. Perlakuan sanitasi terhadap wadah dan alat tersebut harus efektif sehingga wadah
dan peralatan tersebut bebas dari mikroorganisme pembusuk maupun patogen yang dapat
membahayakan kesehatan.
Mudah
dibersihkan, dibuat
dari
bahan
yang
tidak
mencemari
produk
makanan,diletakkan sesuai dengan alur proses dan desain peralatan dapat menghindari
kontaminasi (Purwaningsih, 1993).
Semua permukaan tempat atau meja kerja, wadah dan alat yang digunakan untuk
mengolah ikan haruslah halus, kedap air, terbuat dari bahan yang tidak membahayakan
kesehatan dan memudahkan dalam pencucian.
2.9.4 Sanitasi dan Higiene Ruang Proses
Penerapan sanitasi dan higiene ruang proses harus ditunjang dengan sarana dan
prasarana seperti suplai air bersih, klorinasi air, deterjen, saluran pembuangan air dan
limbah serta alat pembersih ruangan. Ruang proses itu sendiri harus selalu dibersihkan, baik
lantai dan dinding dengan menyiram bagian setiap kali proses selesai (Purwaningsih, 1993).
2.9.5 Sanitasi dan Higiene Karyawan
Kebersihan dan kesehatan karyawan harus mendapatkan perhatian, karena
merupakan hal yang penting dalam industri pengolahan ikan. Karyawan yang bekerja di unit
pengolahan ikan harus dilengkapi dengan pakaian kerja, topi atau penutup kepala, sarung
tangan, water proof apron, sepatu. Pakaian kerja tidak boleh dipakai diluar ruang
pengolahan, seperti di toilet dan lain lain. Karyawan yang bekerja di unit pengolahan tidak
boleh memelihara kuku. Selain itu kontrol kesehatan karyawan juga perlu dilakukan.
III. METODOLOGI
Sampai saat ini, khususnya BMI Surabaya, telah memiliki beberapa divisi selain udang seperti ikan
laut, cumi dan kepiting. Pasar yang dituju 99% ekspor meliputi Jepang, Hongkong, Taiwan, USA, Eropa,
dan Australia.
4.2 Lokasi PKL
PT. BMI di Surabaya terletak di Jl. Margomulyo 4 E, Kecamatan Tandes, Surabaya, Jawa Timur
dengan luas tanah + 90.000 m2 sedangkan area yang digunakan untuk proses yaitu + 22.000 m2 dan
lahan yang digunakan untuk proses pengolahan ikan kakap merah lahan yang digunakan untuk proses
pengolahan ikan fillet + 682 m2.
Letak PT. BMI di daerah industri dengan perbatasan perbatasan sebagai berikut :
Sebelah Utara
Sebelah Selatan
Sebelah Timur
Sebelah Barat
Dalam pemilihan lokasi perusahaan harus memperhatikan beberapa aspek yang berkaitan dengan
hygiene, yaitu :
Kecukupan listrik
Adanya sarana transportasi karena berdekatan dengan jalan raya sehingga memperlancar distribusi bahan
baku dan pemasaran
Adanya fasilitas listrik, telepon, air dan tenaga kerja serta kemudahan dalam pembuangan air limbah yang
sangat menunjang aktivitas kerja PT. BMI.
4.3 Struktur Organisasi
Struktur organisasi yang digunakan oleh PT. BMI merupakan struktur garis ataudirecting.
Directing adalah fungsi manajemen yang berhubungan dengan usaha memberikan bimbingan, saransaran, dan perintah-perintah atau instruksi-instruksi kepada bawahan dalam pelaksanaan tugasnya
masing-masing agar tugas dapat dilaksanakan dengan baik dan benar-benar tertuju kepada tujuan yang
telah ditetapkan.
Struktur ini mempunyai kelebihan antara lain: sistemnya sederhana, terdapat batasan yang jelas
dalam kekuasaan dan tanggung jawab, lebih menjamin disiplin kerja dan terdapat kesatuan dalam
pimpinan serta pengambilan keputusan dapat dilakukan secara cepat. Struktur organisasi pada PT.
BMI dapat dilihat pada Gambar 3.
Direktur adalah pemimpin perusahaan dimana tugasnya adalah mengatur dan memimpin segala
permasalahan yang ada dalam perusahaan baik keluar maupun kedalam demi kemajuan perusahaan.
Dalam menjalankan tugasnya, seorang direktur dibantu oleh seorang kepala pabrik.
2. Wakil Direktur
Membantu direktur dalam pelaksanaan tugasnya terutama yang terjadi di lapang.
Mengelola agar perusahaan tetap berjalan dengan lancar.
3.
Manajer Pemasaran
Accounting Manager
Bagian Personalia
Bagian Produksi
7.
Bagian Teknik
Bertugas untuk memelihara dan menyediakan peralatan produksi yang dapat dibuat atau dibeli
dengan harga yang serendah-rendahnya. Kepala bagian teknik juga bertanggung jawab terhadap
pengoperasian mesin dan peralatan pabrik yang digunakan untuk proses produksi.
8.
Bertanggung jawab terhadap pengendalian mutu hasil produksi, analisa dan pengujian
laboratorium, penelitian dan pengembangan, peralatan dan perlengkapan yang digunakan dilaboratorium
dan sanitasi perusahaan.
9.
Sanitasi Logistik
Tugasnya adalah merencanakan dan melakukan pembelian atas bahan-bahan dan alat-alat untuk
kepentingan produksi.
10. Bagian Processing
Mengadakan evaluasi terhadap bahan baku yang masuk.
Mengadakan evaluasi terhadap proses.
Mengadakan evaluasi terhadap proses akhir.
11. Bagian Gudang Beku (Cold Storage)
Bertanggung jawab mulai dari proses cold storage sampai pengiriman produk kepada konsumen.
Selain itu kepala bagian cold storage juga mengatur keluar masuknya bahan baku diruangan cold storage.
12. Bagian Sanitasi dan Hygiene
Bertanggung jawab terhadap kebersihan lingkungan pabrik, ruangan proses, peralatan, sarana
dan prasarana produksi.
9.
10. Pan pembeku, digunakan sebagai tempat penyusunan ikan yang akan dibekukan. Pan
terbuat dari stainless steel dengan panjang 80 cm,
dan mampu menampung ikan kakap seberat
dilengkapi lubang lubang untuk mengalirkan air sisa pencucian agar tidak tergenang
dalam pan.
11. Sealer/vacuum, merupakan alat untuk merekatkan plastik pembungkus produk khusus
America.
12. Kereta dorong, digunakan untuk mengangkat bahan baku pada sterofoam dan untuk
mengangkut produk yang telah dilemas untuk dimasukkan ke dalam kontainer.
4.4.2 Prasarana
Adapun prasarana yang terdapat pada Unit Pembekuan PT. BMI adalah sebagai berikut :
1. Ruang proses produksi.
Dimanfaatkan sebagai tempat penyortiran, pencucian, penyiangan, penimbangan, penyusunan bahan
baku.
2. Ruang pengepakan.
Berada pada tepat di depan ruang cold storage beserta meja untuk pengepakan dan bak untuk
proses glazing.
3. Ruang pembekuan (ABF).
Adapun fasilitas ini terdapat lima unit ruang pembekuan (ABF) dengan kapasitas sekitar 6 8 ton.
matahari. Penerimaan bahan baku setiap hari berkisar 5 ton 23.5 ton yangditerima tiap harinya dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Bahan Baku
Hari ke
6.5
7.5
12
22
17
13
10
23
23.5
14
10
: Jumlah
X : Rata rata
Sumber : PT. BMI, (2011).
194.5 ton
12.96 = 13 ton perharinya
Pada Tabel 3. di atas dapat dilihat penerimaan bahan baku pada setiap harinya di PT. BMI. Jumlah
bahan baku yang masuk tidak menentu, dikarenakan faktor-faktor yang memang tidak bisa dihindarkan
seperti perubahan cuaca yang tidak menentu, musim, dan jarak pengiriman bahan baku yang jauh dari
perusahaan. Fluktuasi penerimaan bahan baku ikan yang masuk di PT. BMI dapat dilihat pada gambar 4.
`Gambar 4. Diagram Penerimaan Bahan Baku
Sumber : Data Primer, 2011.
Penerimaan Bahan Baku di PT. BMI dari hari 1- 15 selama melakukan Praktek Kerja Lapang
menerangkan bahwa bahan baku yang diterima selalu mengalami kenaikandan penurunan dikarenakan
hasil tangkapan yang tidak menentu.
5.2. Bahan Pembantu
Bahan pembantu adalah bahan yang secara sengaja ditambahkan kepada dalam produk. Bahan
pembantu dan bahan tambahan yang digunakan dalam pengolahan harus tidak merusak, mengubah
komposisi dan sifat khas dari ikan. Bahan pembantu pada proses pembekuan ikan terdiri dari air dan es.
1. Air
Air yang digunakan untuk proses pada PT. BMI, yaitu untuk mencuci bahan baku, membersihkan
peralatan maupun ruang proses produksi, berasal dari air tanah/sumur bor yang berada di dalam
lingkungan PT. BMI, Air tersebut layak untuk digunakan dan telah diuji secara kimiawi dan mikrobiologi di
laboratorium. Dan secara fisik air tersebut jernih, tidak berbau, dan tidak berwarna. Air tersebut telah
diozonisasi dengan konsentrasi antara 25-30% kemudian disterilisasi yang disebut juga dengan air
Revenouble Osmosis (RO) agar aman untuk digunakan pada proses pengolahan pada PT. BMI .
pernyataan inisesuai dengan pendapat Purnawijayanti (2001), yang menyatakan bahwa air tanah pada
umumnya lebih bersih dari pada air permukaan karena air permukaan cenderung lebih mudah
tercemar/terkontaminasi. Syarat air untuk pengolahan makanan adalah bebas dari bakteri serta bebas dari
ketidak murnian kimiawi, bersih dan jernih, tidak berwarna dan tidak berbau, tidak mengandung bahan
tersuspensi, menarik dan menyenangkan untuk diminum. Kualitas air dapat dilihat pada Lampiran 1.
Air pencucian peralatan dan perlengkapan ditambahkan khlorin, dimana untuk pencucian kaki
menggunakan 200 ppm, pencucian tangan 50 ppm, dan pencucian peralatan 10 ppm. Sedangkan untuk
pencucian ikan sama sekali tidak menggunakan khlorin karena akan berpengaruh pada produk akhir
dimana buyer (Amerika dan Uni Eropa) tidak menginginkan adanya kandungan khlorin pada produk.
2. Es
Es yang digunakan pada PT. BMI adalah es dibuat sendiri dengan menggunakan air RO
(Revenouble Osmosis) dan mesin es FLACK yang menghasilkan kristal kristal es yang halus dan tidak
akan melukai ikan atau bahan baku. Es yang dihasilkan juga diuji di laboratorium secara kimiawi dan
mikrobiologi. Air yang digunakan untuk membuat es yaitu air yang berasal dari air RO (Revenouble
Osmosis).
Jumlah es yang diperlukan pada unit pembekuan tergantung dari jumlah banyaknya bahan baku
yang datang, apabila bahan baku yang datang banyak maka es yang dibutuhkan juga banyak. Kebutuhan
es untuk proses pembekuan ikan kakap merah dengan menggunakan es 1:1 yang bertujuan untuk
mempertahankan kesegaran dan mutu ikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ilyas (1983) yang
menyatakan bahwa penggunaan es yang baik adalah 1:1 yaitu 1 kg ikan untuk 1 kg es.
5.3. Proses Pemfilletan Ikan Kakap Merah
Alur proses pemfilletan kakap merah bentuk fillet di PT. BMI adalah meliputi Penerimaan Bahan
Baku, Pensortiran,
Penimbangan
I,
Pencucian
I,
Penyisikan,
Pencucian
II, Pemfilletan, Trimming, Pencucian III, Penimbangan Hasil Fillet dan Sizing,Perendaman dengan air
Tego, Pewadahan, Pengisian Gas CO, Penyimpanan Dingin, Pengeluaran Gas CO, Pengecekan Fillet,
Pembekuan, Pengecekan Logam, Packing dan Penyimpanan Beku.
5.3.1. Penerimaan Bahan Baku
Standar kualitas bahan baku pada PT. BMI berpedoman pada SNI 01-2346-2006, tentang standar
organoleptik dan mikrobiologi ikan segar. Setelah dinyatakan layak olehquality control, kemudian
dipindahkan dalam keranjang plastik. Dalam hal penjagaan mutu dan sanitasinya, pada proses pengadaan
bahan baku mulai dari pengangkutan hingga proses pembongkaran mendapatkan pengawasan terusmenerus, mulai dari kebersihan sekaligus mutu bahan baku yang akan masuk ruang proses. Penyimpanan
dan pembongkaran ikan ditempat produksi harus dilaksanakan dengan hygiene, penerapan suhu 0oC atau
rantai dingin yang bertujuan untuk mempertahankan kesegaran ikan, serta dihindarkan dari panas
matahari, sehingga selalu menggunakan es dalam setiap perlakuan terkecuali saat penimbangan.
Suhu rata-rata ikan yang diterima dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Suhu Rata-rata Ikan yang Diterima
Hari keSuhu rata-rata ikan (0C)
1
2,5
2
2,8
2,5
2,6
2,5
2,8
2,5
2,7
2,5
10
2,4
11
2,6
12
2,5
13
2,8
14
2,6
15
2.4
Setelah dilakukan pengujian maka selanjutnya dilakukan perhitungan nilai mutu yang diperoleh
berdasarkan data yang dalam score sheet dari panelis kemudian ditabulasi. Perhitungan tersebut berasal
dari data mentah yang terdapat pada Tabel 5 :
Tabel 5.Hasil Pengujian Organoleptik
Sampel
Mata
Insang
Lendir
permukaan
badan
Daging
dan
perut
Bau
Konsistensi
Jumlah
ratarata
6,8
7,2
6.8
33,8
Sumber : PT. BMI, (2011).
Berdasarkan prosedur penilaian dalam SNI nilai organoleptik untuk ikan segar pada taraf
kepercayaan 95% dengan tingkat kesalahan sebesar 5% diambil dari nilai terkecil, sehingga nilai
Organoleptik ikan tersebut adalah 6,29 dan dibulatkan menjadi 6. Nilai tersebut menunjukkan bahwa mutu
bahan baku yang diterima di perusahaan belum memenuhi syarat dalam Satandar Nasional
Indonesia yaitu 7. Pada penghitungan uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 2.
Pada saat penulis melakukan pengujian Organoleptik hasil yang didapatkan 6, sedangkan
pengujian yang dilakukan oleh perusahaan 7. Sehingga pengujian yang dilakukan tidak dapat mewakili
nilai rata-rata organoleptik bahan baku secara keseluruhan.
Bahan baku ikan yang baru datang langsung ditangani agar tidak rusak dengan menerapkan
rantai dingin 20C.
5.3.2. Pensortiran
Dalam penerimaan bahan baku dilakukan sortasi. Bahan baku diterima dilakukan pencucian
kemudian dilakukan penyortiran dan bertujuan untuk memperoleh keseragaman bahan baku yang
digunakan, baik untuk tingkat kesegaran, ukuran jenis, mutunya. Saat sortasi, ikan ditempatkan di atas
meja penampungan yang terbuat daristainless steel serta dilengkapi dengan saluran pembuangan air.
Selama proses, penerapan rantai dingin juga selalu dijaga sehingga suhu ikan tidak lebih dari 5 0C caranya
dengan memberi es pada ikan.
Dalam penerimaan bahan baku dilakukan pembatasan ukuran. Pembatasan ukuran ini dilakukan
dengan tujuan untuk memudahkan dalam sizing ikan pada saat difillet. Ukuran jenis ikan dapat dilihat pada
tabel 6.
300 500
500 1000
1000 3000
3000 5000
5000 7000
7000 - Up
Pencucian II ini bertujuan untuk menghilangkan lendir dan kotoran dan sisa penyisikan yang masih
menempel pada permukaan tubuh ikan. Pencucian dilakukan dengan mencelupkan ikan kedalam box yang
berisi air klorin sebanyak 50 ppm dan ditambahkan es agar suhu ikan tetap stabil yakni tidak lebih dari
50C. Sebelum masukpada tahap pemfilletan bahan baku dilapisi es dengan perbandingan 1:1 untuk
mempertahankan suhu dengan tujuan agar suhu ikan tidak naik sehingga mempercepat penurunan mutu
ikan.
5.3.7. Pemfilletan
Setelah bahan baku dicuci kemudian dilakukan proses pemfilletan semua. Jenis fillet yang
dilakukan adalah fillet skin on. Yaitu cara pemfilletan dengan kulit masih menempel pada tubuh ikan
dengan menggunakan pisau yang tajam bertujuan untuk agar daging ikan tidak banyak terbuang. Cara
memfillet daging ikan adalah dengan menyayat daging ikan secara horizontal dari ekor punggung kekepala
dengan pisau menempel pada duri tengah. Pemfilletan harus dilakukan dengan hati-hati agar kulit ikan
tidak robek dan daging ikan tidak hancur untuk memenuhi kualitas ekspor. Rendemen yang dihasilkan
sebesar 43%.
5.3.8. Trimming (Penghilangan duri dan perapihan)
Trimming adalah proses dimana ikan yang telah difillet dirapikan agar kenampakannya baik. Ada
dua proses yang dilakukan pada saat trimming yaitu:
1. Cabut Duri
Proses cabut duri bertujuan untuk menghilangkan duri-duri yang masih menempel pada fillet ikan.
Terutama pada bagian pectoral dari fillet. Alat yang digunakan dalam penghilangan duri ini adalah pinset
anatomi yang ujungnya dibengkokkan untuk mempermudah proses. Duri yang terdapat yang terdapat pada
bagian pectoral berjumlah 7 8 buah.
2. Perapihan daging
Perapian daging bertujuan untuk merapikan pinggiran fillet dan sekaligus menghilangkan duri-duri
sirip yang masih menempel di tepi daging agar terlihat rapi. Alat yang digunakan pada proses ini adalah:
Pisau yang tajam, tujuannya agar fillet ikan yang dirapikan tidak rusak, lebih rapi dan tidak banyak
terbuang rendemennya. Bila pisau dirasa kurang tajam, pisau diasah menggunakan logam berbentuk
silinder kecil yang berfungsi untuk mengasah pisau, dan terbuat dari stainless stell.
Telenan digunakan sebagai alas untuk proses trimming, dan terbuat dari plastik.
Bahan baku ikan yang telah dilakukan pemfilletan kemudian dilakukan prosestrimming. Cara kerja
proses trimming
Fillet ikan diletakan pada telenan kemudian dilakukan pencabutan duri dengan menggunakan pinset
dengan hati-hati agar fillet ikan tidak rusak.
Kemudian dilakukan perapian, dengan menggunakan pisau yang tajam dilakukan perapian pingiran
daging sekaligus menghilanngkan duri-duri sirip yang masih menempel pada fillet ikan.
hampir
sama
dikelompokkan
dalam
hal
ini
Ukuran Size
Extra wight 3%
68
170 234
8 10
234 292
10 12
293 350
12 16
351 467
16 20
468 584
20 32
584 934
32 40
935 1168
5.3.12. Pewadahan
Proses ini dilakukan sebelum pengisian gas CO. Wadah yang digunakan adalah kantong plastik
berjenis High Density Polyetilen (HDPE). HDPE merupakan plastik yang bersifat keras hingga
semipermiabel, permukaan mengkilap, tahan suhu tinggi dan tak tembus cahaya. Struktur kimia dari DPE
mempunyai rantai cabang yang lebih sedikit daripada Low Density Polyetilen (Nurminah, 2002). Pada
permukaan kantong plastik dilapisi dengan spons yang berfungsi untuk memudahkan proses pengisian,
pengambilan serta menjaga bentuk daging agar tidak rusak.
5.3.13. Pengisian Gas CO
Pengisian gas CO ini bertujuan untuk memperbaiki kenampakan daging ikan dan menjaga supaya
daging ikan tetap segar. Setelah diisi gas CO daging ikan akan tampak lebih putih dan segar. Hal ini
dikarenakan gas CO yang berkombinasi dengan mioglobinmembentuk karboksimioglobin, sebuah pigmen
cerah yang berwarna merah ceri. Warna merah yang stabil ini dapat bertahan lebih lama, sehingga
memberikan kesan kesegaran. Menurut Wikipedia (2009)
0,4 % sampai dengan 0,5 %. Sedangkan perusahaan gas CO yang digunakan 25 %, Penambahan gas CO
ini dilakukan karena permintaan dari buyer yang nantinya akan membeli produk filletIkan Kakap Merah
beku ini. Cara pengisian gas CO adalah dengan cara memasukan gas CO melalui selang ke dalam plastik
yang berisi fillet ikan sampai kantong plastik yang berisi penuh. Kemudian kantong plastik diikat ujungnya
agar gas tidak keluar. Pengisian gas CO dilakukan dalam ruangan khusus yaitu ruang pengisian gas CO.
Pada ruangan ini terdapat blower yang berguna untuk menyerap sisa-sisa gas yang keluar agar tidak
terhirup oleh petugas. Selain itu ada juga alarm yang berfungsi untuk melihat apakah terjadi kebocoran gas
CO di ruangan tersebut. Alarm tersebut menggunakan tenaga baterei. Jika alarm menyala semua
karyawan harus segera keluar dari ruangan yang berarti telah ada kebocoran gas CO.
5.3.14. Penyimpanan Dingin
Setelah
kantong
plastik
yang
gas
dalam
keranjang dan disimpan dalam chilling room dengan suhu maksimal 2oC selama 24 sampai 48 jam.
Proses ini bertujuan untuk memberi waktu penyerapan gas CO pada daging ikan. Pada selang waktu
tersebut, diperkirakan gas CO sudah dapat memutihkan dan membuat daging ikan tampak lebih segar.
5.3.15. Pengeluaran Gas CO
Setelah 24 jam, keranjang yang berisi fillet tersebut dikeluarkan dari chilling roomuntuk
pengeluaran gas CO dari dalam kantong plastic dengan menggunakan Ozonisasi gas O 3. Kantong plastik
diletakkan di atas meja yang diatasnya sudah dilengkapi denganblower. Kantong plastik kemudian disuntik
dengan ujung sprayer yang telah disambungkan dengan kompresor. Gas CO kemudian dikeluarkan
sampai tidak ada lagi gas yang tersisa atau sampai kantong plastik mengempes.
5.3.16. Pengecekan Fillet (Retouching)
Pengecekan fillet ini dilakukan pada ruang proses. Tujuan dari proses ini adalah sebagai
pengecekan akhir, sebelum daging ikan dikemas dan dibekukan. Daging ikan dikeluarkan dari kantong
plastik, kemudian diletakkan di atas meja kaca dengan ukuran 80 x 50 cm 2 yang dilengkapi lampu 20 watt
yang berfungsi sebagai penerangan. Pengecekan dilakukan dibawah lampu guna untuk membersihkan
duri atau sisik yang tertinggal pada hasil fillet. Kemudian daging fillet dimasukkan ke long pan yang disusun
sejajar dengan posisi kulit ikan beeradah dibawah. Long pan kemudian diberi label sesuai
dengan grade, jenis potongan, jenis ikan serta size atau ukurannya.
5.3.17. Pembekuan
Proses pembekuan terjadi secara bertahap dari permukaan sampai pusat bahan.Fillet ikan yang
sudah di tata dalam long pan hingga penuh. Long pan yang sudah ditata dengan fillet ikan dimasukan
dalam rak-rak hingga semua rak terisi, dan proses selanjutnya dilakukan pembekuan. Pada awal proses
pembekuan, terjadi fase precoolingdimana suhu bahan diturunkan dari suhu awal ke suhu titik beku. Pada
tahap ini semua kandungan bahan air berada pada keadaan cair. Setelah tahap precooling terjadi tahap
perubahan fase, pada tahap ini tejadi pembentukan kristal es. Pernyataan ini sesuai dengan Rohanah
( 2002), bahwa fase precooling dimana suhu bahan diturunkan dari suhu awal ke suhu titik beku, semua
kandungan bahan dalam keadaan cair. Setelah tahap precooling terjadi perubahan fase, dan terjadi
pembentukan kristal es.
Pada
proses
ini
pembekuan
dilakukan
dengan air
memanfaatkan
blast
aliran
freezer (ABF)
udara
dengan
dingin
sebagai refrigerant dimana udara didinginkan dengan sebuah unit pendingin hingga mencapai suhu -30oC
sampai -40oC. Selanjutnya udara dingin ini akan dialirkan ke tempat penyimpanan ikan yang akan
dibekukan dengan kecepatan 15 - 60 m/menit. Pada proses ini pembekuan dilakukan pada suhu-40 oC
selama 1 jam.
5.3.18. Pengecekan Logam dengan Metal Detector
Metal Detector adalah suatu alat yang digunakan untuk mengetahui apakah ada logam-logam berat
yang berada pada permukaan daging ikan. Cara kerja dari metal detector ini adalah ikan diletakkan pada
roda berjalan yang akan melewati mesin. Bila ada kandungan logam dalam daging ikan tersebut, lampu
merah akan menyala dan daging ikan akan terhenti. Bila tidak ada, daging ikan akan lolos dan masuk ke
dalam wadah penampung. Selama penulis melakukan praktek tidak ditemukan kandungan logam yang
terdapat pada fillet ikan. Karena dalam perusahaan tersebut setiap karyawan yang masuk dalam ruang
proses tidak diperbolehkan memakai barang-barang yang terbuat dari logam atau benda lainnya yang
dapat mencemari produk. Tujuan dari pengecekan logam untuk menghindari logam berat yang terdapat
pada permukaan daging ikan.
5.3.19. Packing
Proses packing ini terdiri dari 2 perlakuan yaitu pengemasan dan penimbangan. Pengemasan
memegang peranan yang sangat penting dalam pengawetan bahan makanan. Pernyataan ini sependapat
dengan Nurminah (2006), bahwa kemasan mempunyai peranan penting, berfungsi untuk melindungi
produk dari kontaminasi lingkungan, menjaga kualitas produk, sebagai sarana promosi dan informasi serta
akan meningkatkan nilai jual produk.
Fillet ikan
yang
telah
lolos metal
detector disusun
dalam master
karton
(MC)sesuai
dengan grade dan ukurannya. Kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan digital sampai berat
10 kg per karton, kemasan bagian atas karton di tutup rapat menggunakan pelekat divlag band bening
berukuran 5 cm. Hal ini sesuai dengan Winarno (2000) yang menyatakan bahwa vlag band dan strapping
band digunakan untuk merekatkan kedua sisi penutup karton. Kamudian Pada karton dicantumkan jenis
produk, berat bersih dan keterangan lainnya produk tersebut antara lain tanggal, bulan, dan tahun
produksi. Hal ini sesuai dengan SNI 01-2710.3-2006 yang menyatakan bahwa kemasan produk harus
disertai sekurang-kurangnya sebagai berikut : jenis produk, berat bersih produk, nama dan alamat unit
pengolahan secara lengkap, bila ada bahan tambahan lain diberi keterangan bahan tersebut, tanggal,
bulan, dan tahun produksi dan tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa. Selanjutnya karton di vlag band agar
lebih kuat lagi.Steak siap untuk diekspor. Jika tidak ada ekspor maka produk akan disimpan di cold
storage.
5.3.20. Penyimpanan Beku
PT. BMI saat ini mempunyai 2 gudang penyimpanan beku atau cold storage, yang pada
penggunaanya dibedakan menurut jenis produknya, mengingat PT. BMI memiliki banyak macam produk.
Keseluruhan cold
storage yang
ada
ini
rata-rata
mempunyai
suhu
-200C.
Sedangkan
ruang anteroom terdapat di sepanjang cold storage sebagai tempat penyinggahan produk yang akan
disimpan dalam cold storage dengan tujuan menurunkan suhu produk mendekati suhu cold storage. Masa
penyimpanan barang atau produk PT. BMI yang sudah jadi paling lama dalam cold storage adalah 6-10
bulan.
5.4.
produk akhir. Suhu pada saat penerimaan bahan baku dicek oleh seorang karyawan dengan
menggunakan thermocouple. Suhu pada saat penerimaan bahan baku tidak boleh lebih dari 3 0C. Jika suhu
pada saat penerimaan bahan baku lebih dari 3 0C maka segera dilakukan penanganaan secara cepat yaitu
dengan penambahan es. Perubahan suhu pada ikan kakap merah selama tahapan proses dapat dilihat
pada Tabel 8.
Tabel 8. Perubahan Suhu Selama Tahapan Proses Pembekuan
Tahapan proses
Penerimaan bahan baku
Pensortiran
3
Penimbangan
I
Suhu (0C)
2,5
2
2.3
Pencucian I
Penyisikan
2.8
pencucian II
Pemfilletan
2.3
2.5
2
penyimpanan dingin
pengecekan fillet
2.3
Pembekuan
-40
-35
-20
penyimpanan beku
Sumber :PT. BMI, (2009)
Pada Tabel 8. Dapat dilihat perubahan suhu pada setiap tahapan proses pada pembekuan ikan
kakap merah bentuk fillet di PT.BMI. Perubahan suhu pada setiap tahapan proses tidak lebih dari 3 0C. Dari
Tabel 8. Perubahan suhu selama tahapan Proses Pembekuan dapat dibuat Grafik seperti pada
Gambar 6.
Gambar 6. Grafik Perubahan Suhu pada Proses Ikan Kakap Merah
Sumber : Data Primer, 2011.
Pada Gambar 14. Di atas menjelaskan bahwa pada proses tertentu suhu naik dikarena tidak
dilakukan rantaia dingin. Sehingga terjadi perubahan suhu pada setiap proses. Tetapi pada perubahan
suhu diatas tidak melebihi dari 3 0C karena pada saat suhu ikan mulai naik diterapkan rantai dingin
sehingga mutu ikan tetap terjaga.
5.5. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu dilakukan baik pada bahan baku dan juga pada produk beku. Pengawasan mutu
ini dilakukan agar produk akhir yang dihasilkan bermutu tinggi. Semua proses mulai dari penerimaan
bahan baku diawasi mutunya sampai dengan produk akhir.
5.5.1. Pengawasan Mutu Bahan Baku
Bahan baku mulai dari daerah transit sampai pada saat akan diolah selalu mendapat pengawasan
dari QC. Bahan baku selalu dijaga suhunya mulai dari daerah transit sampai dengan proses berlangsung.
Suhu bahan baku tidak boleh lebih dari 3 0C. Saat perjalanan dari daerah transit bahan baku disusun dan
ditambah es untuk mencegah terjadinya penurunan mutu bahan baku. Menurut Ilyas (1983) menyatakan
bahwa terutama lemak ikan segera akan dioksidasi oleh oksigen udara yang menimbulkan bau dan rasa
tengik. Kecepatan oksidasi lemak dapat diperlambat oleh salah satunya yaitu penurunan suhu.
5.5.2.Pengawasan Mutu Produk Beku
Pengawasan mutu dilakukan mulai dari penerimaan bahan baku sampai dengan penyimpanan
produk beku. Dalam produk beku yang harus diperhatikan adalah suhu dari produk. Jangan sampai suhu
produk turun dengan cepat. Hal ini akan menyebabkan penurunan mutu produk beku. Menurut Ilyas (1983)
menyatakan bahwa pada suhu -20 0C denaturasi menjadi minimum, bakteri tidak dapat berkembang dan
oksidasi lemak juga dapat dihambat dengan suhu beku -20 0C.
Pada ruang penyimpanan atau cold storage suhu yang digunakan adalah -40 0C. Suhu ini sudah
sesuai dengan pendapat Ilyas (1983) yang menyatakan bahwa pada suhu -40 0C sedikit sekali terjadi
denaturasi. Sistem pengeluaran produk beku dari dalam cold storage menggunakan sistem FIFO (first in
first out). Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya dehidrasi pada produk yang telah lama disimpan.
Untuk menghindari terjadinya dehidrasi pada produk petugas mekanik juga mengawasi suhu dari cold
storage, jika termometer menunjukkan suhu yang lebih dari batas optimal maka petugas mekanik akan
membuka ventilasi yang terpasang di dinding cold storage agar udara dingin yang berlebihan di cold
storage dapat berkurang.
5.6. Penerapan Sanitasi dan Higiene
Penerapan sanitasi dan higiene pada PT. BMI belum sepenuhnya diterapkan dengan baik, baik
sanitasi dan higiene bahan baku, bahan pembantu, peralatan, ruang pengolahan dan karyawan.
Unit pengolahan dilarang mengolah ikan yang berasal dari perairan yang tercemar.
Ikan yang diolah harus bersih, segar, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas dari
tanda dekomposisi, bebas dari sifat-sifat alamiah yang dapat menurunkan mutu produk serta tidak
membahayakan kesehatan.
Ikan karena sesuatu hal mengalami kontaminasi dan penularan atau dipilih dari kelompok yang dianggap
sisa pengolahan dilarang diolah untuk bahan makanan manusia.
Bahan baku yang datang ke tempat proses produksi ditempatkan dalam strerofoam yang tertutup
dan didalamnya telah diberikan es agar tetap segar. Pembongkaran dilakukan di tempat/ruang penerimaan
bahan baku yang teduh dan terhindar dari sinar matahari secara langsung yang bertujuan menghambat
perkembangan bakteri dan mempertahankan kesegaran ikan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Moeljanto (1992), bahwa usaha untuk mempertahankan kesegaran ikan sebelum diproses adalah
menutupinya dengan kain daun basah, ataupun penutup yang lain, agar suhunya turun. Selain itu juga
harus dicegah supaya ikan tidak terkena sinar matahari secara langsung karena pada suhu yang lebih
tinggi pembusukan akan berjalan cepat.
Bahan pembantu yang digunakan berupa air dan es, baik es curai maupun es balok. Air yang
digunakan berasal dari air tanah yang layak untuk digunakan dan telah diuji secara kimiawi dan
mikrobiologi di laboratorium. Dan secara fisik air tersebut jernih, tidak berbau, dan tidak berwarna. Air
tersebut telah diozonisasi agar aman untuk digunakan pada proses pengolahan. Es yang digunakan
berasal dari es flack, es yang dihasilkan juga diuji dilaboratorium secara kimiawi dan mikrobiologi.
Semua peralatan dan perlengkapan pembantu yang digunakan terbuat dari aluminium/stainless
stell dan plastik untuk menghindari terjadinya pengkaratan, dimana peralatan dan perlengkapan pembantu
yang dipergunakan dalam operasi pengolahan sudah mendapatkan perhatian, perawatan dan perbaikan
yang baik. Hal ini dapat dilihat pada saat sebelum dan setelah melakukan proses, semua peralatan yang
telah digunakan dicuci dengan air mengalir ditambahkan deterjen dan disikat, selain itu pada saatsaat
tertentu pencucian peralatan ditambahkan dengan khlorin 10 ppm. Disamping itu bahan dan konstruksi
peralatan yang digunakan juga mudah dibersihkan. Peralatan yang sekiranya tidak layak pakai tidak
dipergunakan lagi karena dikhawatirkan dapat mencemari produk. Menurut pendapat Purwaningsih (1995),
bahwa semua permukaan tempat atau meja kerja, wadah dan alat yang digunakan untuk mengolah ikan
haruslah halus, kedap air, terbuat dari bahan yang tidak membahayakan kesehatan dan memudahkan
dalam pencucian.
kemudian dibilas dengan air. Air pada bak pencucian ini mudah diganti karena adanya lubang pada bagian
bawah bak yang berfungsi sebagai outlet air.
5.6.4. Sanitasi Ruang Proses
PT. BMI sangat memperhatikan kebersihan ruang proses. Setelah produksi keseluruhan
karyawan membersihkan bagian - bagian dimana dia bekerja. Sehingga mempercepat proses
pembersihan ruangan tersebut. Setiap 1 jam sekali ruangan tersebut diperiksa dinding bagian atas apa
terdapat binatang yang masuk kedalam ruang proses yang dapat mencemari produk. Kemudian pada 15
menit sekali lantai yang terdapat pada ruang proses langsung dipel menggunakan bahan saniter. Hal ini
sesuai dengan pendapat Purwaningsih, 1993. Penerapan sanitasi dan higiene ruang proses harus
ditunjang dengan sarana dan prasarana seperti suplai air bersih, klorinasi air, deterjen, saluran
pembuangan air dan limbah serta alat pembersih ruangan. Ruang proses itu sendiri harus selalu
dibersihkan, baik lantai dan dinding dengan menyiram bagian setiap kali proses selesai (Purwaningsih,
1993).
5.6.5. Sanitasi dan Higiene Karyawan
PT. BMI sangat memperhatikan sanitasi dan higiene karyawan demi keamanan produk yang
dihasilkan. Perlengkapan yang diberikan untuk karyawan pada saat sebelum bekerja antara lain seragam
kerja yang berupa jas lab, hairnett, masker, penutup kepala (topi), sarung tangan, apron, sepatu boot yang
bertujuan untuk menjaga sanitasi dan hygiene pada produk. Karyawan dilarang menggunakan perhiasan
dan juga dilarang memelihara kuku, karena hal tersebut dapat menjadi sumber kontaminasi. Pada saat
bersentuhan dengan produk karyawan diwajibkan menyenprotkan alkohol setengah jam sekali dan
mencuci tangan pada klorin yang sudah disiapkan.
1.
2.
3.
6.1. Kesimpulan
Proses pengadaan bahan baku telah dilakukan dengan baik dan benar. Hal ini dapat diketahui mulai dari
proses pengangkutan hingga pembongkaran yang selalu dilakukan pengawasan, baik dalam hal
kebersihan dan higieni maupun penerapan rantai dingin. Rata-rata penerimaan bahan baku setiap harinya
mencapai 13 ton per hari.
Bahan tambahan yang digunakan seperti air dan es sudah memenuhi persyaratan pada uji laboratorium
dengan hasil sebagaimana tersebut pada Lampiran I. Penggunaan es pada setiap kali produksi mencapai
rata-rata 13 ton per harinya.
Proses pemfilletan ikan kakap mulai dari penerimaan bahan baku hingga penyimpanan beku dilakukan
dengan baik dan benar. hal ini dapat diketahui mulai dari pengontrolan suhu, rendemen, higieni personil
4.
5.
dan organoleptik. Rendemen yang dihasilkan sebesar 43% untuk bentuk skin on sedangkan bentuk skin
lessdihasilkan sebesar 38%.
Perubahan suhu terjadi diakibatkan perbedaan setiap penanganan dan tahapan proses. Dalam hal ini
perlunya dilakukannya pengontrolan suhu untuk mempertahankan mutu ikan sehingga ikan tidak
mengalami kemunduran mutu terhadap ikan yang akan diproses. Suhu rata-rata dari keseluruhan tiap-tiap
proses 2.50C.
Pengawasan mutu bahan baku dan mutu produk beku akhir dilakukan dengan baik dam benar. Hal ini
dapat dilihat dengan cara penerapan sanitasi dan higeini maupun GMP yang dilakukan pada tahapan
proses di setiap industry pengolahan perikanan.
6.2. Saran
1. Perlunya penambahan suplaiyer untuk memaksimalkan bahan baku yang akan diproduksi sehingga tidak
terjadinya penaikan dan penurunan bahan baku.
2. Upaya kerja dan kehati-hatian dalam pemfilletan harus dilakukan semaksimal mungkin untuk mencapai
target rendemen yang dihasilkan dalam bentuk skin on dan skin less.
3. Suhu awal yang diterima pada penerimaan bahan baku haruslah sesuai dengan suhu setiap tahapan
proses selanjutnya sehingga mempermudah dalam melakukan pengontrolan suhu dan mutu dari ikan yang
dikelola.
4. Pengawasan yang sudah dilakukan semaksimal mungkin tidak hanya pada bahan baku dan mutu produk
akhir akan tetapi harus juga dilakukan pada tiap tahapan proses sehingga memenuhi kelayakan untuk
dikonsumsi secara aman.
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah. R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Anonnymous.2009. http://www.google.co.id/search?hl=id&q=sortasi+bahan+
baku+pada +ikan+kakap&btnG=Telusuri&meta=
----------------. 2009. http://www.dkp.go.id/upload/JiCA/Book%20File/SME.pdf.
(4
April, 2011).
Fishyforum. 2008. Kakap Merah. http://fishyforum.blogspot.com/2008/02/ikan-kakap-merahLutjanus.sp-circumpectus.html. [4 April, 2011]
Gunarso, 1995 Klasifikasi ikan kakap http://www.damandiri.or.id/file
/iskandarzulkarnaenipbbab2.pdf (4 April, 2011)
Ilyas. 1993. Teknologi Refrigasi Hasil Perikanan. Jilid 1. CV. PARIPURNA. Jakarta
Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta