Anda di halaman 1dari 39

I.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan produsen penangkapan ikan nomor empat di dunia,
karena memiliki potensi dan sumber daya alam yang sangat besar. Laut Indonesia terbagi
dalam wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) seluas 2,7 juta km2 dan Laut Teritorial sebesar
3,1 juta km2. Indonesia sebagai Negara Maritime, yang dimana salah satu daerah
berpenghasilan ikan adalah daerah Selatan Jawa Timur - Bali. Potensi perairan Selatan
Jawa Timur 590.020 ton per tahun, yang tergarap baru 197.640 ton. Runyamnya lagi, dari
produksi ikan 453.034 ton per tahun di Jawa Timur, konstribusi Pantai Selatan hanya
12,12% ( Subhan, 2009 ).
Untuk mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakuan yang
baik selama proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat yang
digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang bersih. Ada beberapa
macam pengawetan ikan antara lain dengan cara : penggaraman, pengeringan,
pemindangan, pengasapan peragian dan pendinginan ikan (Adawiyah R, 2007).
Berbagai cara pengawetan telah banyak dilakukan, tetapi sebagian diantaranya tidak
mampu mempertahankan sifat sifat ikan yang alami. Salah satu cara mengawetkan ikan
yang tidak mengubah sifat alami ikan adalah pembekuan (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Ada beberapa hal yang melatar belakangi pengambilan judul pembekuan ikan kakap
merah yaitu, petensi pasar yang luas dan minat dari pasar internasional yang
masyarakatnya gemar mengkonsumsi seafood. Selanjutnya yaitu produk pembekuan ikan
kakap merah mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, jadi sangat menarik untuk berperan di
dunia pengolahan khususnya ikan kakap merah. Untuk melindungi hal itu, di Indonesia
ketersediaan bahan baku cukup melimpah dengan adanya teknik budidaya ikan kakap
sehingga tidak bergantung pada hasil laut. Serta dengan judul proposal pembekuan ikan
kakap merah.
1.1 Maksud dan Tujuan
1.1.1 Maksud
Maksud dari pelaksanaan PKL III ini adalah untuk ikut berpartisipasi didalam setiap
tahapan proses pembekuan filet ikan kakap, mulai dari penerimaan bahan baku sampai
dengan penyimpanan. Serta sanitasi dan higieni maupun mutu pembekuan ikan kakap
merah.
1.1.2 Tujuan

Tujuan dari PKL III ini adalah untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan
keterampilan pada proses pembekuan filet ikan kakap merah di PT. Bumi Menara Internusa,
Surabaya, Jawa Timur.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1

Klasifikasi Ikan Kakap Merah


Kakap merah atau bambangan sangat mudah dikenali dari warnanya yaitu mulai dari
kuning kemerahan, merah darah, merah tua kehitaman, sampai kuning kecoklatan, kecuali
genus Macolor yang berwarna biru gelap kehitaman.
Menurut Fishyforum (2008), bahwa secara morfologi, bentuk badan ikan kakap merah
memanjang sampai agak pipih. Mulutnya terletak pada bagian ujung kepala (terminal),
biasanya terdapat gigi taring (canine) pada rahangnya. Bagian pinggiroperculum biasanya
bergerigi dan sisiknya ctenoid. Bagian depan dari kepala tak bersisik atau pada bagian
depan dari tutup insang terdapat beberapa baris sisik. Sering terdapat bintik atau noda
kehitaman (blotches). Sirip punggung tunggal dengan jari-jari 9-12 jari-jari sirip keras dan 917 jari-jari sirip lemah yang bercabang. Sirip dubur dengan 3 sirip keras dan 7-14 sirip lemah
bercabang. Sirip ekor mulai dari yang berbentuktruncate sampai berbentuk cagak yang
dalam (deeply forked). Secara lengkap taksonomi ikan kakap merah adalah sebagai
berikut :
Filum

: Chordata

Sub filum

: Vertebrata

Kelas

: Pisces

Sub kelas

: Teleostei

Ordo

: Percomorphi

Sub ordo

: Perciodea

Famili

: Lutjanidae

Sub famili

: Lutjanidae

Genus
Spesies

: Lutjanu
: Lutjanus sp.

Ikan kakap memiliki ciri-ciri yaitu : Badan memanjang melebar, gepeng kepala
cembung, bagian bawah penutup insang bergerigi, gigi-gigi pada rahang tersusun dalam
ban-ban, ada gigi taring pada bagian terluar rahang atas, sirip punggung berjari-jari keras 11
dan lemah 14, sirip dubur berjari-jari keras 3 lemah 8-9, termasuk ikan buas, makannya ikan
kecil dan invertebrata dasar laut. Hidup menyendiri di daerah pantai sampai kedalaman 60
m. Dapat mencapai panjang 45-50 Cm dan warna bagian atas kemerahan/merah
kekuningan, di bagian bawah merah keputihan. Garis-garis kuning kecil diselingi warna
merah pada bagian punggung di atas garis rusuk.
Ikan ini menghuni hampir seluruh perairan pantai Indonesia. Bisa ditemukan di sekitar
kapal tenggelam, tandes, dan tanjungan. Konsentrasi kakap merah terpadat umumnya
terdapat di lepas pantai hingga kedalaman 60 meter (Gunarso, 1995). Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Gambar 1 :

Gambar 1 : Kakap Merah (Lutjanus sanguineus)

2.2 Ruang Lingkup Pembekuan


Pembekuan ikan berarti menyiapkan ikan untuk disimpan di dalam suhu rendah (cold
storage). Selama pembekuan, banyak sekali perubahan yang terjadi, baik perubahan fisik,
kimia maupun biologi, yang menyebabkan kerusakan ikan (Murniyati S. 2000).
2.2.1 Pengertian Pembekuan
Pembekuan adalah proses mengawetkan produk makanan dengan cara hampir
seluruh kandungan air dalam produk menjadi es. Keadaan beku menyebabkan aktivitas
mikrobiologi dan enzim terhambat sehingga daya simpan produk menjadi panjang. Jenis
pembekuan terbagi menjadi dua golongan yaitu pembekuan cepat (quick freezing) dan
pembekuan lambat (slow freezing) (Murniyati S. 2000).

Pembekuan didasarkan pada dua prinsip yaitu


1). Suhu yang sangat rendah menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan

memperlambat

aktivitas enzim dan reaksi kimiawi dan


2). Pembentukan kristal es yang menurunkan ketersediaan air bebas di dalam pangansehingga
pertumbuhan mikroorganisme terhambat. Pada beberapa bahan pangan, proses blansir
perlu dilakukan sebelum pembekuan untuk menginaktifkan enzim penyebab pencoklatan.
Pada skala domestik, pangan yang akan dibekukan diletakkan di dalam freezer, dimana
akan terjadi proses pindah panas yang berlangsung secara konduksi (untuk pengeluaran
panas dari produk).
Proses ini berlangsung selama beberapa jam, tergantung pada kondisi bahan
pangan yang akan dibekukan, di industri pangan telah dikembangkan metode pembekuan
lainnya untuk mempercepat proses pembekuan yang memungkinkan produk membeku
dalam waktu yang pendek. Pembekuan cepat akan menghasilkan kristal es berukuran kecil
sehingga akan meminimalkan kerusakan tekstur bahan yang dibekukan (Syamsir, 2008 ).
Sedangkan menurut Afrianto dan Liviawaty (1989) proses pembekuan merupakan
proses terjadinya pemindahan panas dari tubuh ikan yang bersuhu lebih tinggi
ke refrigrant yang bersuhu rendah. Dengan demikian kandungan air dalam tubuh ikan akan
berubah menjadi kristal es. Kandungan air ini terdapat di dalam sel jaringan dan ruang antar
sel. Sebagian besar air di dalam tubuh ikan tersebut mengandung air bebas (free water)
sebanyak 67% dan selebihnya merupakan air tak bebas (bound water) yaitu cairan tubuh
yang secara kimiawi terikat kuat dengan substansi lain di dalam tubuh ikan, seperti molekul
protein, lemak dan karbohidrat. Cairan tubuh yang pertama kali membeku adalah air bebas,
kemudian disusul dengan air tak bebas. Air tak bebas sukar sekali membeku karena titik
bekunya sangat rendah.
2.2.2 Metode Pembekuan
Menurut Adawyah (2007), berdasarkan panjang pendeknya waktu thermal arrest,
pembekuan dibagi menjadi dua yaitu:
1) Pembekuan Cepat (Quick Freezing)
Yaitu pembekuan dengan thermal arrest time tidak lebih dari dua jam. Pembekuan cepat
menghasilkan kristal yang kecil-kecil di dalam jaringan daging ikan, jika ikan yang dibekukan
dicairkan kembali maka kristal-kristal es yang mencair akan diserap kembali oleh daging dan
hanya sedikit yang mengalami drip.
Pembekuan cepat terdapat tiga metode yaitu:

(1).

Pembekuan

dengan

aliran

udara

dingin

(blast freezing):

bahan

pangan

yang akan didinginkan diletakkan dalam freezer yang dialiri udara dingin (suhu -40 oC atau
lebih rendah lagi).
(2). Pembekuan dengan alat pindah panas tipe gesekan (scraped heat exchanger) produk
dibekukan dengan metode ini untuk mengurangi pembentukan kristal es berukuran besar.
Produk digesekkan pada permukaan pendingin dan kemudian segera dibawa menjauh.
Proses ini dilakukan secara berulang-ulang.
(3). Pembekuan kriogenik (Cryogenic Freezing) dimana nitrogen cair (atau karbon

dioksida)

disemprotkan langsung pada bahan-bahan pangan berukuran kecil seperti udang atau
strawberry. Karena cairan nitrogen dan karbon dioksida mempunyai suhu beku yang sangat
rendah (berturut-turut -196oC dan -78oC) maka proses pembekuan akan berlangsung
spontan (Syamsir, 2008).
2) Pembekuan Lambat (Slow Freezing atau Sharp Freezing)
Penbekuan lambat yaitu pembekuan dengan thermal arrest time lebih dari dua jam.
Pembekuan lambat akan menghasilkan kristal yang besar-besar sehingga merusak jaringan
daging ikan dan tekstur daging ikan setelah di thawing menjadi kurang baik karena akan
berongga-rongga dan banyak sekali drip yang terbentuk.
Pembekuan lambat umumnya menyebabkan rendahnya kualitas produk. Akan tetapi,
perbedaan dalam kualitas tidak dipengaruhi oleh perbedaan dalam bentuk kristal es.
Dinding otot ikan cukup elastis untuk menampung bentuk kristal es yang lebih besar tanpa
kerusakan yang berlebihan. Selain itu, sebagian besar air dalam otot ikan berbentuk gel dan
terikat pada protein sehingga hanya sedikit cairan yang hilang walaupun kerusakan sel
benar-benar terjadi. Penurunan kualitas selama pembekuan lebih berhubungan dengan
perubahan sifat protein. Pembekuan menyebabkan beberapa perubahan dalam protein,
atau beberapa pengubahan dari kondisi asal mereka, oleh sebab itu disebut dengan istilah
perubahan sifat (denaturation) (Annonymous, 2009).
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), metode pembekuan berdasarkan alat yang
dipakai dibagi menjadi 5 macam :
(1) Sharp Freezer, termasuk metode pembekuan lambat, yaitu produk diletakkan di atas rak
yang terbuat dari pipa pendingin.
(2) Multi Plate Freezer, merupakan metode pembekuan yang memanfaatkan susunan pelat
aluminium sebagai pendingin, yaitu ikan dijepitkan di antara pelat pelat tersebut. Metode
ini lebih efisien dan cepat membekukan produk.
(3) Air Blast Freezer, merupakan metode pembekuan yang memanfaatkan udara dingin, yaitu
dengan menghembuskan dan mengedarkan udara dingin ke sekitar produk secara kontinyu.

(4) Immersion Freezer, merupakan metode yang memanfaatkan cairan dingin. Pembekuan
berlangsung

cepat,

sering

dipraktekan

dikapal

penangkapan

(udang

dan

tuna).

Alatnya: Brine Freezer.


(5) Spray Freezer, merupakan metode yang memanfaatkan cairan dingin dengan menyemprot
bahan brine dingin, biasa dipakai untuk membekukan ikan lemuru atau kembung.
2.2.3 Prinsip Pembekuan
Pada dasarnya pembekuan sama dengan pendinginan yang dimaksudkan untuk
mengawetkan sifat-sifat alami produk yang dibekukan. Pembekuan mengubah hampir
seluruh kandungan air pada produk yang dibekukan menjadi es. Keadaan beku
menyebabkan bakteri dan enzim terhambat kegiatannya, sehingga daya awet produk yang
dibekukan lebih besar dibandingkan dengan produk yang hanya didinginkan (Murniyati dan
Sunarman, 2000).
Untuk mencegah akibat negatif dari pembekuan seperti terjadinya kristalkristal es
yang besar dalam bahan, maka udang dibekukan dengan sistem quick freezing pada suhu
24 C sampai 40 C. Udang segar dibekukan dengan baik dan disimpan pada suhu
dibawah 17 C dapat tahan sampai 6 bulan sedangkan untuk udang cooked and
peeled sekitar 2 bulan (Wahyudi, 2003).
2.3 Bahan Baku
Asal bahan baku harus berasal dari perairan yang tidak tercemar. Karakteristik
bahan baku yang tercemar adalah : Perairan yang tercemar oleh kotoran hewan dan
manusia, perairan yang membahayakan kesehatan dan tercemar bahan kimia, biologi dan
fisika (Direktorat Pengolahan Hasil Perikanan, 2006).
Bahan baku dilihat dari kemunduran mutu karena dari kesalahan penanganan dan
kontaminasi bakteri pathogen karena kurangnya sanitasi dan hygiene. Tujuan untuk
mendapatkan mutu bahan baku sesuai spesifikasi mutu bahan baku serta bebas dari bakteri
pathogen. Petujuk pengujian bahan baku diuji secara organoleptik kemudian ditangani
secara cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat bahan baku antara 0 0C 50C. Bahan
baku diidentifikasi dan diberi kode untuk kemudahan dalam penelusurantraceability dan
diperlukan sampai produk akhir (SNI 2731.1:2010).
Bahan baku yang diterapkan didalam standart bahan baku meliputi jenis bahan baku,
mutu bahan baku dan cara penyimpanannya. Secara umum bahan baku harus berasal dari
perairan yang tidak tercemar, sedangkan mutu bahan baku sekurang kurangnya harus
dinilai aspek sensorisnya seperti rupa, warna, bau, dan tekstur daging serta rasa.

Penyimpanan bahan baku segar harus memenuhi persyaratan suhu tertentu yaitu 00C 50C
ditempat saniter dan higienis (Mangunsong, 1995).
2.4 Bahan Pembantu
2.4.1 Air
Bahan pembantu dan bahan tambahan yang digunakan dalam pengolahan harus tidak
merusak, mengubah komposisi dan sifat khas dari ikan. Pengawasan terhadap air yang
dipakai untuk kegiatan unit pengolahan harus memenuhi persyaratan air minum dan secara
kontinyu diperiksakan di laboratorium yang telah diakreditasi oleh pemerintah
(Purwaningsih, 1993).
2.4.2 Es
Es adalah bahan penyelamat mutu produk industri pengolahan perikanan oleh sebab
itu es yang tersedia dalam pabrik pengolahan harus cukup. Banyaknya es yang digunakan
akan sangat tergantung pada kecepatan pengolahan dan fasilitas lain misalnya water chiller.
Es harus terbuat dari air bersih yang memenuhi persyaratan air minum. Dalam penggunaan
es harus ditangani dan disimpan di tempat yang bersih agar terhindar dari penularan dan
kontaminasi dari luar (Purwaningsih, 1993).
2.5 Mutu Bahan Baku
Mutu bahan baku harus bersih, bebas dari bau yang menandakan pembusukan
kemudian bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan serta bebas dari sifat - sifat
alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan.
Karateristik kesegaran bahan baku perikanan dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :
Tabel 1 : Karakteristik kesegaran bahan baku
No
Parameter
Uraian
Rupa dan warna
Bersih, warna daging spesifik jenis ikan
Bau
Segar spesifik jenis / bau rumput laut segar
Daging
Elastis, padat dan kompak
Rasa
Netral sedikit manis
Sumber : Direktorat Pengolahan Hasil Perikanan, (2006).
Pada dasarnya mutu bahan baku harus bersih, bebas dari setiap bau yang
menandakan pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat
sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan.
Sedangkan secara organoleptik bahan baku mempunyai karakteristik kesegaran (SNI
2731.1:2010).

2.6 Pengertian Filet

Menurut Moeljanto, 2000. Proses pengawetan fillet dengan cara pembekuan juga
berlaku untuk daging. Daging ikan tanpa tulang yang disebut fillet bahkan seringkali untuk
ikan ikan tertentu yang berharga mahal tidak hanya isi perut, tulang dan kepala saja yang
dibuang tetapi juga kulitnya, sehingga daging - daging ikan itu tanpa tulang, tanpa tulang,
tanpa kulit dan tanpa sirip yang disebut fillet bersih. Ada beberapa bentuk- bentuk
olahan fillet yang bisa dijumpai adalah:
a. Fish block adalah sayatan daging atau fillet ikan yang dibekukan menjadi satu. Dapat juga
berbentuk serpihan- serpihan ikan yang karena irisanya kurang rapi harus dipotong atau
irisanya terlalu tipis. Semua itu diatur dalam pan beku disimpan dalam pan beku disimpan
dalam suhu -210C sampai -230C sesudah dikemas seperlunya. Fillet ini dijadikan bahan
mentah pada pengolahan selanjutnya, misalnya untuk membuat untuk membuat fish
stick atau fish finger(yaitu potongan ikan berbentuk enpat persegi pan jang kira-kira
berukuran 2 x 3 x 10 cm) (Moeljanto, 2000).
b. Fish stick / fish finger dibuat dari fillet ikan segar masih beku dengan gergaji khusus (band
saw). Fish stick segar ini selanjutnya dapat langsung digoreng atau lebih dahulu dilumuri
adonan tepung roti. Setelah dingin dikemas dengan karton berlapis lilin dan dibungkus lagi
dengan kertasberlapis lilin yang putih dansulfite, lalu dibekukan / disimpan pada suhu 180C
(Moeljanto, 2000).
c. Bentuk fish stick hampir sama dengan fish block. Bedanya fish stick dibuat dari ikanikan
besar berdaging tebal, misalnya ikan layaran (marlin). Dagingnya dipotong-potong tebal
persegi empat lalu dibekukan, dikemas dan disimpan dalam cold storage. Frozen fish
steak juga dipakai sebagai bahan mentah untuk pengolahan makanan yang siap dimasak
(Moeljanto, 2000).
2.7 Proses Pembekuan Filet Kakap
Menurut Moeljanto (1992), proses pengolahan fillet ikan beku antara lain:
2.7.1 Penerimaan bahan baku (receiving)
Ikan kakap yang digunakan sebagai bahan mentah (raw material) adalah ikan yang
benat-benar masih segar, belum mengalami pencemaran, baik oleh bakteri maupun zat-zat
beracun.
2.7.2 Sortasi (sortizing)
Setelah bahan baku diterima dilakukan dilakukan penyortiran untuk memperoleh
keseragaman bahan baku yang digunakan, baik untuk tingkat kesegaran, ukuran jenis,
mutunya. Saat sortasi , ikan ditempatkan dalam meja penampungan yang terbuat

daristainless steel serta dilengkapi dengan saluran pembuangan air. Selama proses,
penerapan rantai dingin juga selalu dijaga sehingga suhu ikan tidak lebih dari 5 0C caranya
dengan memberi es pada ikan.
2.7.3 Penimbangan I (weighting)
Setelah dilakukan sortasi kemudian dilakukan penimbangan. ditimbang dengan
menggunakan timbangan gantung. Ikan ditimbang kemudian dicatat berdasarkan berat ikan,
jenis dan ukuranya. Tujuan penimbangan adalah untuk mengetahui berat total ikan yang
datang dan menghitung berapa jumlah ikan tiap ukuran dan jenisnya serta sebagai
pengawasan hasil sortasi. Penyisikan (scaling)
2.7.4 Penyisikan
Dilakukan penyisikan sebersih mungkin dengan menggunakan alat penyisikan yang
terbuat dari stainless. Penyisikan dilakukan dengan hati-hati, untuk mencegah kerusakan
fisik seperti kulit sobek atau lecet. Suhu ikan tidak lebih dari 5 0C dengan cara pemberian es
curah, kebersihan peralatan atau sikat sisik dan hgiene personil.
2.7.5 Pencucian I (washing)
Pada tahapan ini menggunakan air dan menggunakan bak pencucian yang terbuat
dari stainless stell. Pencucian ini dilakukan dengan merendam ikan dalam bak berupa
cekungan yang ada disamping meja penyisikan. Dengan posisi yang dekat ini diharapkan
agar mempermudah nantinya dalam pengangkatan ikan untuk pemfilletan.
2.7.6 Pemfilletan (filleting)
Cara membuat fillet ikan adalah dengan cara Baringkan sejajar atau menyudut
dengan tepi meja, kemudian iris dagingnya dengan pisau khusus. Usahakan agar sebanyak
mungkin daging di bagian isi terambil dan sedikit mungkin tertinggal pada kerangka ikan dan
jangan sampai terikut duri, sirip, dinding perut maupun isis perut lainnya. Jika menginginkan
fillet ikan tanpa kulit (skin less), setelah pekerjaan diatas selesai, kulit ikan dibuang.
2.7.7 Perapian (Trimming)
Setelah di fillet kemungkinan daging masih terlihat berantakan sehingga perlu
dilakukan perapian, kemudian kerapiannya diteliti sambil disemprot dengan air garam / air
laut yang diberi kaporit, lalu dicelupkan kedalam larutan garam dengan konsentrasi 6- 15%
selama 20- 30 detik. Kepekaan larutan garam dan lama pencelupan (dipping) ini tergantung
pada ketebalan fillet dan jenis ikan.
2.7.8 Pencucian II dan Pembungkusan
Pada pencucian ini dilakukan diatas meja fillet dengan menggunakan baskom
dengan menggunakan air bersih dan diberi es curah didalam baskom. Tujuan dari

pencucian ini adalah membersikan daging fillet dari kotoran-kotoran yang menempel pada
saat perapian dan cabut duri.
Pembungkusan disini dilakukan dengan cara melipat plastik sesuai dengan bentuk
dari daging fillet dan diusahakan plastic tertutup rapat dan tidak sobek. Fungsi dari
pembungkusan ini adalah untuk mencegah dehidrasi pada daging fillet selama pembekuan.
2.7.9 Penyusunan dalam pan (Wrapping and Layering)
Fillet ikan disusun dalam pan, long pan yang digunakan terbuat dari aluminium dan
ukuranya adalah 100x40 dan tinggi 40 cm. Alat yang digunakan untuk mengangkut dan
mengeluarkan yang berisi produk yang dibekukan adalah lori dengan jumlah muatan yang
banyak dan mempunyai ukuran tinggi 1,5 m dengan lebar 0,5 m dan panjang 2 m yang
dilengkapi dengan rak dan roda. Alat ini terbuat dari besi yang tahan karat.
2.7.10 Pembekuan (freezing)
Fillet ikan yang sudah disusun dalam pan dibekukan hingga suhu pusat thermal ikan
mencapai -180C sedanngkan suhu pembekuan mencapai -250C sampai -300C.Alat
pembekuan yang digunakan yaitu Air Blast Freezer (ABF) dengan menggunakan refrigerant
amoniak.
2.7.11 Penimbangan II
Menggunakan timbangan digital dengan kapasitas 20 kg penimbangan dilakukan
sesuiai dengan permintaan konsumen. Tujuan dari penimbangan ini adalah untuk
mengatahui berat bersih dari produk beku dan memudahkan dalam pengemasan karena
begitu selesai di timbang maka produk langsung dikemas.
2.7.12 Pengemasan
Pengawasan produk yang dibekukan harus teliti, teratur dan padat tanpa ronggarongga di dalamnya. Bahan pengemas yang digunakan pada umumnya karton yang dilapisi
dengan wax yaitu jenis lilin sehingga tidak rusak atau hancur oleh air (Moeljanto, 1992).
2.7.13 Penyimpanan
Cara penyimpanan produk beku di dalam cold storage disimpan sesudah dikemas
dengan baik, karton-karton atau peti disusun rapi sesuai dengan waktu pengolahannya.
Pengangkutan untuk penyimpanan dan pengeluaran produk harus dapat dilakukan dengan
aman

dan

cepat

sehingga

tidak

menyebabkan

fluktuasi

suhu

di

dalam cold

storage. Lamanya penyimpanan dingin juga mempunyai peranan penting, seperti waktu
penyimpanan diperpanjang tetapi kerusakan lemak karena oksidasi berlangsung dengan
baik (Hadiwiyoto, 1993).
Pengemasan didefinisikan sebagai pengurung produk dengan macam pengemasan
seperti kantong plastik, kaleng, botol plastik dan wadah lainya. Atau mengikuti fungsinya,

pengemasan didefinisikan menahan, melindungi, memelihara, komunikasi, dan kegunaan


dari penampilan. Alur proses pembekuan kakap merah (Lutjanus sp.) bentuk filet dapat
dilihat pada Gambar 2 berikut :

PENCUCIAN II DAN PEMBUNGKUSAN


PERAPIAN
PENYORTIRAN
PENIMBANGAN 1
PENYISIKAN
PENCUCIAN I
PENYUSUNAN DALAM PAN
PEMBEKUAN
PEMILETAN
PENIMBANGAN II
PENGEMASAN
PENYIMPANAN
PENERIMAAN BAHAN BAKU

Gambar 2. Alur Proses Pembekuan Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.)


2.8 Mutu Produk Akhir
Mutu produk akhir yang harus dicapai untuk memudahkan pemasaran, pemasakan,
maupun penyajian, beberapa jenis ikan tertentu yang harganya mahal (dagingnya putih atau
kemerah merahan) diolah dan dibekukan dalam bentuk filet (Moeljanto, 2000).
Mutu produk akhir dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini :
Tabel 2. Jenis uji dan persyratan mutu produk
No
JENIS UJI
PERSYARATAN MUTU PRODUK
1
Organoleptik
Nilai min.
7
2
Cemaran Mikroba
ALT, maks.
500.000 koloni/gram
E. Coli
< 3 APM/gram
Coliform
3 APM/gram
Salmonella
Negatif per 25 gram
V. Cholerae
Negatif per 25 gram
S. Aureus
Negatif per 25 gram
3
Cemaran Kimia
Raksa (HG)
0.5 mg/kg
4
Fisika
Suhu pusat, maks.
-180C
Sumber : Direktorat Pengolahan Hasil Perikanan (2006).
2.9 Penerapan Sanitasi dan Higiene
Penerapan sanitasi dan higiene dalam industri pengolahan hasil perikanan wajib
dilaksanakan, dimana hal tersebut akan berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat
sebagai konsumen. Salah satu upaya pokok untuk menghasilkan olahan hasil perikanan
yang memenuhi syarat kesehatan adalah dengan mencegah kontaminasi. Baik kontaminasi
yang berupa cemaran biologis, cemaran fisik maupun cemaran kimiawi. Cemaran tersebut
biasa terjadi pada semua komponen pengolahan, yang meliputi bahan baku, bahan
pembantu, peralatan, ruangan proses, dan tenaga kerja.

2.9.1 Sanitasi dan Higiene Bahan Baku


Ikan yang digunakan sebagai bahan baku pada proses pembekuan ikan harus
dalam keadaan yang segar karena dengan bahan baku yang bermutu baik, maka akan
menghasilkan produk akhir yang bermutu baik pula.
Purwaningsih (1993), menyatakan bahwa syarat syarat tentang bahan baku yaitu
: Unit pengolahan dilarang mengolah ikan yang berasal dari perairan yang tercemar, Ikan
yang diolah harus bersih, segar, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan,
bebas dari tanda dekomposisi, bebas dari sifat sifat alamiah yang dapat menurunkan mutu
produk serta tidak membahayakan kesehatan dan Ikan yang mengalami kontaminasi dan
penularan atau dipilih dari kelompok yang dianggap sisa pengolahan dilarang diolah untuk
bahan makanan manusia.
Menurut Moeljanto (1992), usaha untuk mempertahankan kesegaran ikan sebelum
diproses adalah menutupinya dengan kain, daun basah, ataupun penutup yang lain, agar
suhunya turun. Selain itu juga harus dicegah supaya ikan tidak terkena sinar matahari
secara langsung karena pada suhu yang lebih tinggi pembusukan akan berjalan cepat.
2.9.2 Sanitasi dan Higiene Bahan Pembantu
Dalam suatu unit pembekuan, air merupakan bahan pembantu yang perlu
mendapat perhatian khusus karena berperan besar dalam semua tahapan proses.Pada
tahap persiapan, air digunakan untuk merendam, mencuci dan

lain lain.

Menurut Purnawijayanti (2001), air dapat dibedakan menjadi dua yaitu air tanah
dan air permukaan. Air tanah adalah semua jenis air yang terletak di bawah tanah, dan
biasanya memerlukan cara tertentu untuk menaikkannya ke permukaan, misalnya dengan
membuat sumur, atau dengan pompa. Air meliputi semua sumber air yang terdapat di
permukaan tanah, seperti air sungai, kolam, danau, ataupun air hujan. Air tanah umumnya
lebih bersih dari pada air permukaan, namun tidak dapat dijamin bahwa semua jenis air
tanah aman untuk diminum atau digunakan dalam pengolahan makanan, sedangkan air
permukaan cenderung mudah terkontaminasi.
Air yang dapat digunakan dalam pengolahan makanan minimal harus memenuhi
syarat air yang dapat diminum, yaitu : Bebas dari bakteri berbahaya serta bebas dari
ketidakmurnian kimiawi, Bersih dan jernih, tidak berwarna dan tidak berbau dan tidak
mengandung bahan tersuspensi serta menarik dan menyenangkan bila diminum.
Selain air, bahan pembantu lain yang digunakan pada unit pembekuan adalah es,
persyaratan es yang higiene yaitu, dibuat dari air yang telah memenuhi persyaratan air
minum, disimpan dalam ruang penyimpanan yang bersih, suhu dingin dan terhindar dari

cemaran bakteri patogen, jamur, patogen kayu, dan lain lain serta air dan es diuji mutunya
di laboratorium minimal 3 bulan sekali (Purnawijayanti, 2001).
2.9.3 Sanitasi dan Higiene Peralatan Produksi
Salah satu sumber kontaminasi utama dalam pengolahan pangan berasal dari
penggunaan wadah, alat pengolahan yang kotor mengandung mikroba dalam jumlah yang
tinggi. Perlakuan sanitasi terhadap wadah dan alat tersebut harus efektif sehingga wadah
dan peralatan tersebut bebas dari mikroorganisme pembusuk maupun patogen yang dapat
membahayakan kesehatan.

Syarat syarat peralatan yang digunakan untuk pengolahan bahan makanan


yaitu

Mudah

dibersihkan, dibuat

dari

bahan

yang

tidak

mencemari

produk

makanan,diletakkan sesuai dengan alur proses dan desain peralatan dapat menghindari
kontaminasi (Purwaningsih, 1993).
Semua permukaan tempat atau meja kerja, wadah dan alat yang digunakan untuk
mengolah ikan haruslah halus, kedap air, terbuat dari bahan yang tidak membahayakan
kesehatan dan memudahkan dalam pencucian.
2.9.4 Sanitasi dan Higiene Ruang Proses
Penerapan sanitasi dan higiene ruang proses harus ditunjang dengan sarana dan
prasarana seperti suplai air bersih, klorinasi air, deterjen, saluran pembuangan air dan
limbah serta alat pembersih ruangan. Ruang proses itu sendiri harus selalu dibersihkan, baik
lantai dan dinding dengan menyiram bagian setiap kali proses selesai (Purwaningsih, 1993).
2.9.5 Sanitasi dan Higiene Karyawan
Kebersihan dan kesehatan karyawan harus mendapatkan perhatian, karena
merupakan hal yang penting dalam industri pengolahan ikan. Karyawan yang bekerja di unit
pengolahan ikan harus dilengkapi dengan pakaian kerja, topi atau penutup kepala, sarung
tangan, water proof apron, sepatu. Pakaian kerja tidak boleh dipakai diluar ruang
pengolahan, seperti di toilet dan lain lain. Karyawan yang bekerja di unit pengolahan tidak
boleh memelihara kuku. Selain itu kontrol kesehatan karyawan juga perlu dilakukan.

III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan PKL


Kegiatan Praktek Kerja Lapang III ini dilaksanakan mulai tanggal 2 Mei sampai
21Mei 2011 di PT. Bumi Menara Internusa, Surabaya, Jawa Timur.
3.2 Metode Pelaksanaan PKL
Metode yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang III ini adalah metode survey
dan magang. Magang dapat diartikan sebagai proses belajar mengajar antar sesama,
dimana seorang pemagang mendapat pelajaran dari pengalaman kerja pada suatu
perusahaan, di bawah bimbingan seorang pembimbing eksternal.
Metode survey adalah pengamatan secara langsung di lapangan, dimana
pengamatan tersebut dilakukan untuk memperoleh fakta-fakta dan gejala yang ada dan
mencari keterangan-keterangan secara factual dari suatu kelompok ataupun suatu daerah
(Nazir, 1998).
3.3 Sumber Data
3.3.1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya. Baik diperoleh secara
langsung dengan cara wawancara, observasi dan alat lainnya. Data primer yang didapat yaitu data yang
diperoleh dari lapangan secara langsung mulai dari penerimaan bahan baku hingga pemasaran.
Jenis daya primer yaitu berupa data kualitatif dan data kuantitatif.
1. Data kuantitatif merupakan data yang berbentuk bilangan. Kumpulan angka-angka hasil observasi atau
pengukuran sederhana. Data kuantitatif meliputi jumlah bahan baku, jumlah alat dan bahan yang
digunakan dalam proses produksi, lama waktu produksi, jumlah tenaga kerja, jumlah produksi.
2. Data kualitatif merupakan serangkaian observasi dimana tiap observasi yang terdapat dalam sampel atau
populasi tergolong pada salah satu dari pada kelas-kelas yang eksklusif secara bersama dan yang
kemungkinannya tidak dapat dinyatakan dalam angka-angka. Data kualitatif meliputi, mutu bahan baku,
asal bahan baku, penanganan yang dilakukan, proses pembekuan ikan swangi, pemasaran, dan sanitasi
higiene yang diterapkan.
3.3.2. Data sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung
melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti,
catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dukumentar) yang dipublikasikan dan
yang tidak dipublikasikan. Jenis data sekunder yang dikumpulkan adalah data lokasi perusahaan,
ketenaga kerjaan, tata letak bangunan pabrik.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


a. Observasi

Menurut Narbuko dan Achmadi (2001), observasi adalah pengamatan yang


dilakukan secara langsung di lapangan mengenai fenomena sosial untuk pencatatan
langsung tentang hal-hal yang diketahui, mulai dari penerimaan bahan baku, proses
pembekuan, hingga penyimpanan atau pemasaran produk.
b. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan
cara tanya jawab sambil bertatap muka antara penanya atau pewawancara dengan
penjawab atau responden dengan menggunakan daftar pertanyaan mengenai proses
pembekuan ikan kakap merah dalam bentuk utuh beku mulai dari penerimaan bahan baku
sampai penyimpanan produk, permasalahan yang dihadapi serta keadaan umum PT. Bumi
Menara Internusa, Surabaya, Jawa Timur (Nazir, 1998).
c. Partisipasi
Partisipasi adalah mengikuti seluruh kegiatan pembekuan ikan mulai dari
penerimaan bahan baku, proses pembekuan, hingga penyimpanan atau pemasaran hasil
produksi secara aktif di lapangan.
3.5 Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data
Data yang telah terkumpul baik data primer maupun data sekunder akan dilakukan
pengolahan yang meliputi editing, tabulating dan analisa data.
Menurut Narbuko dan Achmadi (2001), yang dimaksud dengan :
1. Editing, adalah kegiatan mengecek, memeriksa, serta mengoreksi kembali data yang telah
terkumpul dari wawancara, observasi maupun literatur untuk mengetahui kebenarannya.
2. Tabulating, adalah menyajikan data ke dalam bentuk tabel untuk mempermudah dalam
melaksanakan analisa data lebih lanjut.
3. Analisa data, adalah kegiatan mengolah data yang terkumpul untuk dijabarkan dengan jelas
tentang kegiatan atau proses pembekuan ikan kakap merah dalam bentuk filet yang
dilakukan sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan. Dalam analisa data menggunakan
analisa deskriptif. Metode ini adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok
manusia, suatu kondisi untuk membuat deskriptif, gambaran secara sistematis, faktual dan
akurat.
3.6 Kegiatan PKL
3.6.1 Materi Kegiatan
Dalam Praktek Kerja Lapang III ini materi yang diambil mengenai proses pembekuan
ikan kakap merah dalam bentuk filet pada PT. Bumi Menara Internusa yang meliputi semua
tahapan proses pembekuan ikan kakap merah (utuh) beku mulai dari penerimaan bahan
baku sampai penyimpanan hingga pemasaran produk akhir.

IV. KEADAAN UMUM

4.1 Sejarah Perusahaan


PT. Bumi Menara Internusa (BMI) didirikan pada tahun 1989 di Surabaya, Jawa Timur dengan
jumlah pekerja sebanyak 100 orang. Saat itu, produk utama yang dihasilkan adalah Block Frozen, Black
Tiger Head less, PND, PUD untuk pasar jepang. Produk jadi yang dihasilkan setiap tahunnya sebanyak
500 ton.
Pada tahun 1992 BMI untuk pertama kalinya memperluas jangkauan produknya kearah produk
yang sudah memiliki nilai tambah seperti Sushi Ebi untuk pasar jepang dan PDTO yang sudah
masak/matang untuk pasar Eropa dan Amerika Serikat. Jumlah pekerja meningkat hingga 500 orang dan
kapasitas produksi bertambah hingga 1200 ton termasuk Sea Catch Shrimp. Pada tahun tersebut juga,
BMI mendirikan pabrik baru di dampit. Malang yang merupakan pabrik kedua, dengan 100 pekerja. Pabrik
baru ini dibangun dengan tujuan membantu pabrik di Surabaya untuk memproses produk yang tidak
memiliki nilai tambah (non added-value) seperti udang Headless Block Frozen yang telah dikuliti.
Ketika Indonesia terkena krisis pada tahun 1997, BMI tidak hanya bertahan menghadapi situasi
tersebut tetapi juga tumbuh secara signifikan dikarenakan fleksibilitas BMI dalam menghadapi perubahan
lingkungan bisnis yang cepat dan dramatis. Variasi produk yang dihasilkan pun bertambah dengan adanya
produk Breaded Shrimp dan Dim Sum. Kapasitas produksi per tahun pun meningkat hingga 2500 ton
dengan tenaga kerja sebanyak 1200 untuk kedua pabrik yang ada.
Pada tahun 2000 kapasitas BMI Surabaya dan Dampit mencapai 6000 ton produk jadi per tahun.
Bisnis telah tumbuh sekitar 20% dalam lima tahun terakhir. Produk White Vannamei juga telah sukses
diperkenalkan dipasaran. Jumlah pekerja bertambah hingga 2250 orang di pabrik Surabaya dan 1500
orang di pabrik Dampit.
Pada bulan Agustus 2002, BMI membuka pabrik baru bernama PT. Bancar Makmur Indah (BMI) di
Medan, Sumatera Utara dengan 350 pekerja. Tujuan dari pendirian pabrik baru ini adalah untuk
mempertahankan pasokan Black Tiger Shrimpuntuk para pelanggan. Dikarenakan pasokan Black Tiger
Shrimp di Surabaya semakin berkurang. Produk utama yang dihasilkan pabrik ini adalah Black Tiger Headon, Head-less dan PND. Output pertahun dari pabrik ini direncanakan dapat mencapai 1200 ton produk
jadi.

Sampai saat ini, khususnya BMI Surabaya, telah memiliki beberapa divisi selain udang seperti ikan
laut, cumi dan kepiting. Pasar yang dituju 99% ekspor meliputi Jepang, Hongkong, Taiwan, USA, Eropa,
dan Australia.
4.2 Lokasi PKL
PT. BMI di Surabaya terletak di Jl. Margomulyo 4 E, Kecamatan Tandes, Surabaya, Jawa Timur
dengan luas tanah + 90.000 m2 sedangkan area yang digunakan untuk proses yaitu + 22.000 m2 dan
lahan yang digunakan untuk proses pengolahan ikan kakap merah lahan yang digunakan untuk proses
pengolahan ikan fillet + 682 m2.
Letak PT. BMI di daerah industri dengan perbatasan perbatasan sebagai berikut :
Sebelah Utara

: Pembangkit Listrik Negara (PLN) Tandes

Sebelah Selatan

: Stasiun Kereta Api Tandes

Sebelah Timur
Sebelah Barat

: Desa Tanjung Sari


: Perusahaan Baja

Dalam pemilihan lokasi perusahaan harus memperhatikan beberapa aspek yang berkaitan dengan
hygiene, yaitu :

Perkiraan sumber kontaminasi yang potensial

Kecukupan dan mutu pasokan air

Pembuangan air limbah

Kecukupan listrik

Ketersediaan tenaga kerja


Begitu pula dengan PT. BMI, faktor- faktor yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasi

perusahaan adalah sebagi berikut :

Adanya sarana transportasi karena berdekatan dengan jalan raya sehingga memperlancar distribusi bahan
baku dan pemasaran

Adanya fasilitas listrik, telepon, air dan tenaga kerja serta kemudahan dalam pembuangan air limbah yang
sangat menunjang aktivitas kerja PT. BMI.
4.3 Struktur Organisasi
Struktur organisasi yang digunakan oleh PT. BMI merupakan struktur garis ataudirecting.
Directing adalah fungsi manajemen yang berhubungan dengan usaha memberikan bimbingan, saransaran, dan perintah-perintah atau instruksi-instruksi kepada bawahan dalam pelaksanaan tugasnya
masing-masing agar tugas dapat dilaksanakan dengan baik dan benar-benar tertuju kepada tujuan yang
telah ditetapkan.
Struktur ini mempunyai kelebihan antara lain: sistemnya sederhana, terdapat batasan yang jelas
dalam kekuasaan dan tanggung jawab, lebih menjamin disiplin kerja dan terdapat kesatuan dalam

pimpinan serta pengambilan keputusan dapat dilakukan secara cepat. Struktur organisasi pada PT.
BMI dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Organisasi pada PT. BMI

Adapun Job Description di masing-masing jabatan adalah sebagai berikut:


1. Direktur

Direktur adalah pemimpin perusahaan dimana tugasnya adalah mengatur dan memimpin segala
permasalahan yang ada dalam perusahaan baik keluar maupun kedalam demi kemajuan perusahaan.
Dalam menjalankan tugasnya, seorang direktur dibantu oleh seorang kepala pabrik.
2. Wakil Direktur
Membantu direktur dalam pelaksanaan tugasnya terutama yang terjadi di lapang.
Mengelola agar perusahaan tetap berjalan dengan lancar.

3.

Manajer Pemasaran

Bertugas marancang pamasaran semua produk yang dihasilkan oleh perusahaan.


Sebagai distributor antara pembeli dan perusahaan.
Memiliki wewenang untuk mempromosikan produk perusahaan.
4.

Accounting Manager

Mengatur lalu lintas keuangan perusahaan.


Bertanggung jawab terhadap system manajemen keuangan perusahaan.
Bertanggung jawab terhadap proses pembukuan dan pencataan transakai perusahaan.
5.

Bagian Personalia

Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan peraturan perusahaan, keselamatan, dan kesehatan


kerja, hubungan kerja antara karyawan dan perusahaan serta pelaksanaan system pengamanan
perusahaan. Kepala bagian pesonalia bertugas dalam penyediaan karyawan, pengelolaan alat
transportasi, dan mess karyawan.
6.

Bagian Produksi

Mengatur jalannya bahan baku sampai produk akhir.


Menyusun rencana produksi yang akan dating berdasarkan pesanan atau penjualan yang diperkirakan.
Mengawasi proses produksi yang sedang berjalan.

7.

Bagian Teknik

Bertugas untuk memelihara dan menyediakan peralatan produksi yang dapat dibuat atau dibeli
dengan harga yang serendah-rendahnya. Kepala bagian teknik juga bertanggung jawab terhadap
pengoperasian mesin dan peralatan pabrik yang digunakan untuk proses produksi.
8.

Bagian Quality Control

Bertanggung jawab terhadap pengendalian mutu hasil produksi, analisa dan pengujian
laboratorium, penelitian dan pengembangan, peralatan dan perlengkapan yang digunakan dilaboratorium
dan sanitasi perusahaan.

9.

Sanitasi Logistik

Tugasnya adalah merencanakan dan melakukan pembelian atas bahan-bahan dan alat-alat untuk
kepentingan produksi.
10. Bagian Processing
Mengadakan evaluasi terhadap bahan baku yang masuk.
Mengadakan evaluasi terhadap proses.
Mengadakan evaluasi terhadap proses akhir.
11. Bagian Gudang Beku (Cold Storage)
Bertanggung jawab mulai dari proses cold storage sampai pengiriman produk kepada konsumen.
Selain itu kepala bagian cold storage juga mengatur keluar masuknya bahan baku diruangan cold storage.
12. Bagian Sanitasi dan Hygiene
Bertanggung jawab terhadap kebersihan lingkungan pabrik, ruangan proses, peralatan, sarana
dan prasarana produksi.

13. Bagian IPAL


Bertanggung jawab terhadap proses pengolahan air limbah sehingga ketika dialirkan keluar akan
menjadi air jernih yang tidak membahayakan lingkungan sekitar.
4.4 Sarana dan Prasarana
4.4.1 Sarana
Sarana yang dimiliki oleh Unit Pembekuan PT. BMI dalam memebekukan Ikan Kakap Merah
(Lutjanus sp.) Bentuk Fillet antara lain adalah :
1. Meja yang terbuat dari Stainless Stell, yang digunakan untuk penyortiran bahan baku, Pemfilettan,
Penyisikan, Ritouching.
2. Basket, digunakan sebagai wadah ikan setelah disortir dan pada saat penimbangn, pencucian sampai
proses penyusunan dalam pan.
3. Karanjang plastik yang digunakan untuk proses pencucian, penimbangan hasil fillet.
4. Box penampungan, yang digunakan untuk penampungan sementara bahan baku.
5. Selang air, digunakan sebagai salah satu media dalam pencucian baik bahan baku, peralatan maupun
pembersih dinding dan lantai ruang proses.
6. Pinset yang digunakan untuk pencabutan duri dan pengecekan ulang ikan yang sudah dilakukan
pemfilletan.
7. Pisau yang digunakan untuk penyisikan, pemfilletan, trimming, pada bahan baku.
8. Timbangan digital, digunakan untuk menimbang bahan baku setelah di sortasi, dengan kapasitas
timbangan sebesar 150 - 300 kg.

9.

Timbangan digital yang digunakan untuk menimbang hasil fillet.

10. Pan pembeku, digunakan sebagai tempat penyusunan ikan yang akan dibekukan. Pan
terbuat dari stainless steel dengan panjang 80 cm,
dan mampu menampung ikan kakap seberat

lebar 40 cm, dan tinggi 8 cm


10 kg. Pan tersebut permukaannya

dilengkapi lubang lubang untuk mengalirkan air sisa pencucian agar tidak tergenang
dalam pan.
11. Sealer/vacuum, merupakan alat untuk merekatkan plastik pembungkus produk khusus
America.
12. Kereta dorong, digunakan untuk mengangkat bahan baku pada sterofoam dan untuk
mengangkut produk yang telah dilemas untuk dimasukkan ke dalam kontainer.
4.4.2 Prasarana
Adapun prasarana yang terdapat pada Unit Pembekuan PT. BMI adalah sebagai berikut :
1. Ruang proses produksi.
Dimanfaatkan sebagai tempat penyortiran, pencucian, penyiangan, penimbangan, penyusunan bahan
baku.
2. Ruang pengepakan.
Berada pada tepat di depan ruang cold storage beserta meja untuk pengepakan dan bak untuk
proses glazing.
3. Ruang pembekuan (ABF).
Adapun fasilitas ini terdapat lima unit ruang pembekuan (ABF) dengan kapasitas sekitar 6 8 ton.

4. Bak penampungan ikan.


Adapun fasilitas ini terdapat lima bak penampungan ikan dengan kapasitas masing masing 20 ton.
Fungsinya untuk menampung bahan baku yang datang sebelum diproses.
5. Cold storage.
Untuk fasilitas ini terdapat tiga ruang cold storage dengan kapasitas penyimpanan masing masing 60 ton.
6. Foot bath.
Merupakan tempat yang digunakan untuk media sanitasi pekerja sebelum masuk ke dalam ruang proses
dan mempunyai kapasitas air sebanyak 140 liter air bersih.
7. Pintu dan curtain.
Adapun pintu ini dilengkapi dengan tirai dari plastik berwarna ungu atau putih bening yang berfungsi untuk
menahan serangga yang masuk ke dalam ruang proses dan untuk mengurangi fluktuasi suhu pada ruang
proses.

8. Ruang ganti karyawan.


Adapun ruangan ini bersebelahan dengan toilet khusus wanita. Dan ruangan ini berfungsi untuk
menyimpan perlengkapan karyawan.
9. Perlengkapan anti serangga.
Pada alat ini menggunakan insect lamp dengan kapasitas 40 watt yang terdapat pada ruang proses.
10. Perlengkapan karyawan.
Adapun macam macam perlengkapannya seperti pakaian seragam, penutup kepala lengkap dengan
maskernnya, sarung tangan, dan sepatu boot.
11. Toilet.
Khusus untuk toilet terpisah dari unit pembekuan tetapi jaraknya cukup dekat.
12. Kantor.
Untuk ruang kantor terdapat dua ruang yaitu kantor operasional dan kantor produksi. Kantor operasional
ditempati oleh manager operasional dan bagian administrasi. Sedangkan kantor produksi ditempati oleh
kepala bagian produksi, pengawas mutu (QC), dan kepala seksi yang lain.
13. Gudang.
Berfungsi untuk menyimpan bahan bahan penunjang seperti bahan pengepak, label, peralatan produksi,
dan lain lain.
14. Forklift.
Bentuknya seperti mobil yang dilengkapi dengan katrol untuk membawa barang. Biasanya digunakan pada
saat pemindahan produk yang telah dikemas untuk dimasukkan dalam kontainer.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Pengadaan Bahan Baku


Bahan baku ikan kakap merah didatangkan dari daerah Brondong, Cirebon, Muncar, Madura, dan
Probolinggo menggunakan mobil Pick Up kemudian langsung diterima di ruang penerimaan. Dalam hal
penjagaan mutu dan sanitasinya, pada proses pengadaan bahan baku mulai dari pengangkutan hingga
proses pembongkaran mendapatkan pengawasan terus-menerus, mulai dari kebersihan sekaligus mutu
bahan baku yang akan masuk ruang proses. Penyimpanan dan pembongkaran ikan ditempat produksi
harus dilaksanakan dengan hygiene, penerapan suhu 0oC atau rantai dingin, serta dihindarkan dari panas

matahari. Penerimaan bahan baku setiap hari berkisar 5 ton 23.5 ton yangditerima tiap harinya dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Bahan Baku
Hari ke

Penerimaan Bahan Baku (ton)


16

1. Senin, 2 Mei 2011


2.Selasa, 3 Mei 2011

3. Rabu, 4 Mei 2011

6.5

4. Kamis, 5 Mei 2011

7.5

5. Jumat, 6 Mei 2011

12

6. Senin 9, Mei 2011

22

7. Selasa, 10 Mei 2011

8. Rabu, 11 Mei 2011

17

9. Kamis, 12 Mei 2011

13

10. Jumat, 13 Mei 2011

10

11. Senin, 16 Mei 2011

23

12. Selasa, 17 Mei 2011

23.5

13. Rabu, 18 Mei 2011

14

14. Kamis, 19 Mei 2011

10

15. Jumat, 20 Mei 2011

: Jumlah
X : Rata rata
Sumber : PT. BMI, (2011).

194.5 ton
12.96 = 13 ton perharinya

Pada Tabel 3. di atas dapat dilihat penerimaan bahan baku pada setiap harinya di PT. BMI. Jumlah
bahan baku yang masuk tidak menentu, dikarenakan faktor-faktor yang memang tidak bisa dihindarkan
seperti perubahan cuaca yang tidak menentu, musim, dan jarak pengiriman bahan baku yang jauh dari
perusahaan. Fluktuasi penerimaan bahan baku ikan yang masuk di PT. BMI dapat dilihat pada gambar 4.
`Gambar 4. Diagram Penerimaan Bahan Baku
Sumber : Data Primer, 2011.
Penerimaan Bahan Baku di PT. BMI dari hari 1- 15 selama melakukan Praktek Kerja Lapang
menerangkan bahwa bahan baku yang diterima selalu mengalami kenaikandan penurunan dikarenakan
hasil tangkapan yang tidak menentu.
5.2. Bahan Pembantu
Bahan pembantu adalah bahan yang secara sengaja ditambahkan kepada dalam produk. Bahan
pembantu dan bahan tambahan yang digunakan dalam pengolahan harus tidak merusak, mengubah
komposisi dan sifat khas dari ikan. Bahan pembantu pada proses pembekuan ikan terdiri dari air dan es.
1. Air
Air yang digunakan untuk proses pada PT. BMI, yaitu untuk mencuci bahan baku, membersihkan
peralatan maupun ruang proses produksi, berasal dari air tanah/sumur bor yang berada di dalam
lingkungan PT. BMI, Air tersebut layak untuk digunakan dan telah diuji secara kimiawi dan mikrobiologi di
laboratorium. Dan secara fisik air tersebut jernih, tidak berbau, dan tidak berwarna. Air tersebut telah
diozonisasi dengan konsentrasi antara 25-30% kemudian disterilisasi yang disebut juga dengan air

Revenouble Osmosis (RO) agar aman untuk digunakan pada proses pengolahan pada PT. BMI .
pernyataan inisesuai dengan pendapat Purnawijayanti (2001), yang menyatakan bahwa air tanah pada
umumnya lebih bersih dari pada air permukaan karena air permukaan cenderung lebih mudah
tercemar/terkontaminasi. Syarat air untuk pengolahan makanan adalah bebas dari bakteri serta bebas dari
ketidak murnian kimiawi, bersih dan jernih, tidak berwarna dan tidak berbau, tidak mengandung bahan
tersuspensi, menarik dan menyenangkan untuk diminum. Kualitas air dapat dilihat pada Lampiran 1.
Air pencucian peralatan dan perlengkapan ditambahkan khlorin, dimana untuk pencucian kaki
menggunakan 200 ppm, pencucian tangan 50 ppm, dan pencucian peralatan 10 ppm. Sedangkan untuk
pencucian ikan sama sekali tidak menggunakan khlorin karena akan berpengaruh pada produk akhir
dimana buyer (Amerika dan Uni Eropa) tidak menginginkan adanya kandungan khlorin pada produk.
2. Es
Es yang digunakan pada PT. BMI adalah es dibuat sendiri dengan menggunakan air RO
(Revenouble Osmosis) dan mesin es FLACK yang menghasilkan kristal kristal es yang halus dan tidak
akan melukai ikan atau bahan baku. Es yang dihasilkan juga diuji di laboratorium secara kimiawi dan
mikrobiologi. Air yang digunakan untuk membuat es yaitu air yang berasal dari air RO (Revenouble
Osmosis).
Jumlah es yang diperlukan pada unit pembekuan tergantung dari jumlah banyaknya bahan baku
yang datang, apabila bahan baku yang datang banyak maka es yang dibutuhkan juga banyak. Kebutuhan
es untuk proses pembekuan ikan kakap merah dengan menggunakan es 1:1 yang bertujuan untuk
mempertahankan kesegaran dan mutu ikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ilyas (1983) yang
menyatakan bahwa penggunaan es yang baik adalah 1:1 yaitu 1 kg ikan untuk 1 kg es.
5.3. Proses Pemfilletan Ikan Kakap Merah
Alur proses pemfilletan kakap merah bentuk fillet di PT. BMI adalah meliputi Penerimaan Bahan
Baku, Pensortiran,

Penimbangan

I,

Pencucian

I,

Penyisikan,

Pencucian

II, Pemfilletan, Trimming, Pencucian III, Penimbangan Hasil Fillet dan Sizing,Perendaman dengan air
Tego, Pewadahan, Pengisian Gas CO, Penyimpanan Dingin, Pengeluaran Gas CO, Pengecekan Fillet,
Pembekuan, Pengecekan Logam, Packing dan Penyimpanan Beku.
5.3.1. Penerimaan Bahan Baku
Standar kualitas bahan baku pada PT. BMI berpedoman pada SNI 01-2346-2006, tentang standar
organoleptik dan mikrobiologi ikan segar. Setelah dinyatakan layak olehquality control, kemudian
dipindahkan dalam keranjang plastik. Dalam hal penjagaan mutu dan sanitasinya, pada proses pengadaan
bahan baku mulai dari pengangkutan hingga proses pembongkaran mendapatkan pengawasan terusmenerus, mulai dari kebersihan sekaligus mutu bahan baku yang akan masuk ruang proses. Penyimpanan
dan pembongkaran ikan ditempat produksi harus dilaksanakan dengan hygiene, penerapan suhu 0oC atau
rantai dingin yang bertujuan untuk mempertahankan kesegaran ikan, serta dihindarkan dari panas

matahari, sehingga selalu menggunakan es dalam setiap perlakuan terkecuali saat penimbangan.
Suhu rata-rata ikan yang diterima dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Suhu Rata-rata Ikan yang Diterima
Hari keSuhu rata-rata ikan (0C)
1
2,5
2

2,8

2,5

2,6

2,5

2,8

2,5

2,7

2,5

10

2,4

11

2,6

12

2,5

13

2,8

14

2,6

15

2.4

Sumber : PT. BMI, (2011)


Dari Tabel 4. di atas maka dapat dibuat Diagram Balok mengenai suhu rata-rata ikan yang
diterima oleh perusahaan seperti pada Gambar 5.
Gambar 5. Diagram Balok Suhu Rata-rata Ikan Pada penerimaan Bahan Baku
Sumber : Data Primer, 2011.
Dari Gambar 5, dapat dilihat fluktuasi suhu berfariatif antara 2 0C sampai dengan 30C, namun
kondisi ini masih pada fase suhu rantai dingin. Menurut Moeljanto, 1992. Mutu ikan segar akan lebih baik
bila disimpan pada suhu antara 0 0C 2.50C. Dengan ini didapatkan suhu rata-rata bahan baku ikan yang
diterima di PT. BMI adalah 20C. Menurut Standar Bahan Baku Indonesia 01-2710.2-2006, bahwa bahan
baku segar disimpan dalam wadah yang baik dan tetap dipertahankan suhunya dengan menggunakan es
curai sehingga suhu bahan baku mencapai suhu maksimal 4,4 0C.
Bahan baku yang diterima perusahaan adalah bahan baku yang memenuhi persyaratan ikan
kakap segar, tingkat kesegaran ikan diuji dengan cara uji organoleptik secara manual oleh seorang
pengawas dengan menggunakan alat yang terbuat dari stainless steel yang ditusukkan pada daging
bagian belakang sirip. Alat ini digunakan untuk mengambil sampel daging ikan kakap guna menentukan
mutu dan kualitas daging ikan kakap. Pada saat pengecekan daging dilihat warna, tekstur, bau, rasa dan
tingkat kekenyalan. Warna daging harus merah segar, teksturnya tidak lembek, baunya khas ikan segar,
rasanya manis dan dagingnya masih kenyal. Dari uji Score Sheet yang dilakukan oleh PT. BMI, nilai yang
dihasilkan adalah 7, dan nilai tersebut sudah memenuhi standat bahan baku pada Standar Nasional
Indonesia yaitu 7.

Setelah dilakukan pengujian maka selanjutnya dilakukan perhitungan nilai mutu yang diperoleh
berdasarkan data yang dalam score sheet dari panelis kemudian ditabulasi. Perhitungan tersebut berasal
dari data mentah yang terdapat pada Tabel 5 :
Tabel 5.Hasil Pengujian Organoleptik
Sampel

Mata

Insang

Lendir
permukaan
badan

Daging
dan
perut

Bau

Konsistensi

Jumlah
ratarata

6,8

7,2

6.8

33,8
Sumber : PT. BMI, (2011).
Berdasarkan prosedur penilaian dalam SNI nilai organoleptik untuk ikan segar pada taraf
kepercayaan 95% dengan tingkat kesalahan sebesar 5% diambil dari nilai terkecil, sehingga nilai
Organoleptik ikan tersebut adalah 6,29 dan dibulatkan menjadi 6. Nilai tersebut menunjukkan bahwa mutu
bahan baku yang diterima di perusahaan belum memenuhi syarat dalam Satandar Nasional
Indonesia yaitu 7. Pada penghitungan uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 2.
Pada saat penulis melakukan pengujian Organoleptik hasil yang didapatkan 6, sedangkan
pengujian yang dilakukan oleh perusahaan 7. Sehingga pengujian yang dilakukan tidak dapat mewakili
nilai rata-rata organoleptik bahan baku secara keseluruhan.
Bahan baku ikan yang baru datang langsung ditangani agar tidak rusak dengan menerapkan
rantai dingin 20C.
5.3.2. Pensortiran
Dalam penerimaan bahan baku dilakukan sortasi. Bahan baku diterima dilakukan pencucian
kemudian dilakukan penyortiran dan bertujuan untuk memperoleh keseragaman bahan baku yang
digunakan, baik untuk tingkat kesegaran, ukuran jenis, mutunya. Saat sortasi, ikan ditempatkan di atas
meja penampungan yang terbuat daristainless steel serta dilengkapi dengan saluran pembuangan air.
Selama proses, penerapan rantai dingin juga selalu dijaga sehingga suhu ikan tidak lebih dari 5 0C caranya
dengan memberi es pada ikan.
Dalam penerimaan bahan baku dilakukan pembatasan ukuran. Pembatasan ukuran ini dilakukan
dengan tujuan untuk memudahkan dalam sizing ikan pada saat difillet. Ukuran jenis ikan dapat dilihat pada
tabel 6.

Tabel 6. Ukuran Jenis Ikan


No

Ukuran jenis ikan (gr)

300 500

500 1000

1000 3000

3000 5000

5000 7000

7000 - Up

Sumber : PT. BMI, (2011).


Sedangkan pada saat grading ikan dikelompokkan menjadi empat grade yaitu A, B, C, dan D. Ikan
yang masuk pada grade A adalah ikan yang mendapat score 8 dan 9,grade B dengan score 7, grade C
dengan score 6, dan grade D dengan score 5. Ikan-ikan yang tidak memenuhi grade tersebut akan
langsung dikembalikan kepada distributor atau di-reject.
5.3.3. Penimbangan I
Penimbangan bahan baku ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui berapa banyak bahan
baku yang masuk saat itu. Penimbangan dilakukan dengan cara menimbang ikan dalam keranjang yang
diisi penuh, dengan terlebih dahulu menimbang berat keranjang kemudian diberikan pengkodean pada
tiap tiap keranjang untuk memudahkan ukuran berat ikan. Penimbangan ini dilakukan dengan
menggunakan timbangan digital yang hasilnya akan dicatat oleh distributor dan oleh pihak perusahaan.
5.3.4. Pencucian I
Ikan telah dimasukan dalam keranjang, kemudian dicelupkan dalam wadah yang berisi air klorin
dingin dan digoyang-goyangkan sebentar untuk menghilangkan kotoran, lumpur, lendir dan bahan-bahan
lain yang dapat mempengaruhi kesegaran ikan. Suhu air yang digunakan adalah 0-2 oC. Hal ini bertujuan
agar tidak terjadi kenaikan suhu tubuh ikan yang akan mempercepat penurunan mutu ikan. Untuk menjaga
suhu air yang digunakan dalam pencucian tetap dingin, sekitar 0-2 oC dilakukan penambahan es setiap
suhu air mulai menghangat.
Air yang digunakan dalam pencucian berasal dari air tanah bersih tanpa penambahan sanitaizer.
Penggantian air dilakukan apabila kondisi air sudah cukup keruh. Limbah cair bekas cucian langsung
dibuang kesaluran pembuangan. Menurut pernyataan Moeljanto (1992), bahwa setelah dilakukan
penerimaan bahan baku langsung dilakukan sortasi berdasarkan ukuran, jenis dan mutu kemudian
dilakukan pencucian.
5.3.5. Penyisikan
Penyisikan dilakukan setalah ikan masuk ke dalam ruang produksi. Tahap ini dilakukan dengan
tujuan untuk menghilangkan sisik-sisik yang ada di permukaan tubuh ikan. Alat yang digunakan terbuat
dari stainless steel. Cara penyisikan adalah dengan menggoreskan alat penyisik ikan pada permukaan
ikan secara horizontal dari ekor menuju ke arah kepala ikan secara merata sampai semua sisik yang
menempel pada tubuh ikan terlepas.
5.3.6. Pencucian II

Pencucian II ini bertujuan untuk menghilangkan lendir dan kotoran dan sisa penyisikan yang masih
menempel pada permukaan tubuh ikan. Pencucian dilakukan dengan mencelupkan ikan kedalam box yang
berisi air klorin sebanyak 50 ppm dan ditambahkan es agar suhu ikan tetap stabil yakni tidak lebih dari
50C. Sebelum masukpada tahap pemfilletan bahan baku dilapisi es dengan perbandingan 1:1 untuk
mempertahankan suhu dengan tujuan agar suhu ikan tidak naik sehingga mempercepat penurunan mutu
ikan.
5.3.7. Pemfilletan
Setelah bahan baku dicuci kemudian dilakukan proses pemfilletan semua. Jenis fillet yang
dilakukan adalah fillet skin on. Yaitu cara pemfilletan dengan kulit masih menempel pada tubuh ikan
dengan menggunakan pisau yang tajam bertujuan untuk agar daging ikan tidak banyak terbuang. Cara
memfillet daging ikan adalah dengan menyayat daging ikan secara horizontal dari ekor punggung kekepala
dengan pisau menempel pada duri tengah. Pemfilletan harus dilakukan dengan hati-hati agar kulit ikan
tidak robek dan daging ikan tidak hancur untuk memenuhi kualitas ekspor. Rendemen yang dihasilkan
sebesar 43%.
5.3.8. Trimming (Penghilangan duri dan perapihan)
Trimming adalah proses dimana ikan yang telah difillet dirapikan agar kenampakannya baik. Ada
dua proses yang dilakukan pada saat trimming yaitu:
1. Cabut Duri
Proses cabut duri bertujuan untuk menghilangkan duri-duri yang masih menempel pada fillet ikan.
Terutama pada bagian pectoral dari fillet. Alat yang digunakan dalam penghilangan duri ini adalah pinset
anatomi yang ujungnya dibengkokkan untuk mempermudah proses. Duri yang terdapat yang terdapat pada
bagian pectoral berjumlah 7 8 buah.
2. Perapihan daging
Perapian daging bertujuan untuk merapikan pinggiran fillet dan sekaligus menghilangkan duri-duri
sirip yang masih menempel di tepi daging agar terlihat rapi. Alat yang digunakan pada proses ini adalah:

Pisau yang tajam, tujuannya agar fillet ikan yang dirapikan tidak rusak, lebih rapi dan tidak banyak
terbuang rendemennya. Bila pisau dirasa kurang tajam, pisau diasah menggunakan logam berbentuk
silinder kecil yang berfungsi untuk mengasah pisau, dan terbuat dari stainless stell.

Telenan digunakan sebagai alas untuk proses trimming, dan terbuat dari plastik.
Bahan baku ikan yang telah dilakukan pemfilletan kemudian dilakukan prosestrimming. Cara kerja
proses trimming

Fillet ikan diletakan pada telenan kemudian dilakukan pencabutan duri dengan menggunakan pinset
dengan hati-hati agar fillet ikan tidak rusak.

Kemudian dilakukan perapian, dengan menggunakan pisau yang tajam dilakukan perapian pingiran
daging sekaligus menghilanngkan duri-duri sirip yang masih menempel pada fillet ikan.

5.3.9. Pencucian III


Pencucian III ini dilakukan bertujuan untuk menghilangkan sisa sisik pada tubuh ikan dan kotoran
hasil dari pemfilletan dengan menggunakan suhu 2 0C. Tahap ini dilakukan dengan menyiramkan air ke
tubuh ikan secara merata sampai semua sisik menghilang. Untuk menjaga Suhu air yang digunakan dalam
pencucian tetap dingin, dilakukan penambahan es agar tetap terjaga suhunya.
5.3.10. Penimbangan Hasil Fillet dan Sizing
Proses ini merupakan penimbangan terakhir yang digunakan untuk menentukan rendemen dari
hasil pemfilletan. Alat yang digunakan adalah timbangan digital yang ukurannya lebih kecil dari yang
digunakan pada saat sortir. Tahap ini dilakukan dengan cara menimbang fillet yang telah dikelompokkan
dalam satu size yang bertujuan untuk mempermudah dalam pengambilan hasil fillet. Fillet ditimbang
dengan berat per 5 kg untuk mempermudah perhitungan rendemen.
Sizing adalah proses pemisahan fillet ikan berdasarkan beratnya. Ikan-ikan yang mempunyai berat
yang

hampir

sama

dikelompokkan

dalam

satu size. Dalam

hal

ini

adatujuh ukuran size yang

digunakan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Ukuran size Ouche


No

Ukuran Size

Extra wight 3%

68

170 234

8 10

234 292

10 12

293 350

12 16

351 467

16 20

468 584

20 32

584 934

32 40

935 1168

Sumber : Data Primer, 2011.


Satu oche setara dengan 28,35 gram. Jadi ikan-ikan yang berada dalam satu range dikelompokkan
dalam satu kelompok. Untuk menghitung extra wight menggunakan rumus (size x 28.35 + extra wight
(%) ).
5.3.11. Perendaman dengan Air Tego
Setelah dilakukannya penimbangan dan sizing. Ikan direndam selama 3 menit menggunakan air
tego dengan konsentrasi 1%. Tujuan dari perendaman dengan menggunakan air tego untuk
menghilangkan bacteri salmonella dan sebagai pengurai klorin yang tersisa pada hasil pemfilletan tersebut.
Air tego adalah sejenis air sabun yang tidak memiliki busa dan ramah terhadap produk makanan sehingga
aman digunakan untuk dikonsumsi. Sedangkan Tego merupakan nama merek dagang yang ada
dipasaran.

5.3.12. Pewadahan
Proses ini dilakukan sebelum pengisian gas CO. Wadah yang digunakan adalah kantong plastik
berjenis High Density Polyetilen (HDPE). HDPE merupakan plastik yang bersifat keras hingga
semipermiabel, permukaan mengkilap, tahan suhu tinggi dan tak tembus cahaya. Struktur kimia dari DPE
mempunyai rantai cabang yang lebih sedikit daripada Low Density Polyetilen (Nurminah, 2002). Pada
permukaan kantong plastik dilapisi dengan spons yang berfungsi untuk memudahkan proses pengisian,
pengambilan serta menjaga bentuk daging agar tidak rusak.
5.3.13. Pengisian Gas CO
Pengisian gas CO ini bertujuan untuk memperbaiki kenampakan daging ikan dan menjaga supaya
daging ikan tetap segar. Setelah diisi gas CO daging ikan akan tampak lebih putih dan segar. Hal ini
dikarenakan gas CO yang berkombinasi dengan mioglobinmembentuk karboksimioglobin, sebuah pigmen
cerah yang berwarna merah ceri. Warna merah yang stabil ini dapat bertahan lebih lama, sehingga
memberikan kesan kesegaran. Menurut Wikipedia (2009)

Kadar CO yang digunakan berkisar antara

0,4 % sampai dengan 0,5 %. Sedangkan perusahaan gas CO yang digunakan 25 %, Penambahan gas CO
ini dilakukan karena permintaan dari buyer yang nantinya akan membeli produk filletIkan Kakap Merah
beku ini. Cara pengisian gas CO adalah dengan cara memasukan gas CO melalui selang ke dalam plastik
yang berisi fillet ikan sampai kantong plastik yang berisi penuh. Kemudian kantong plastik diikat ujungnya
agar gas tidak keluar. Pengisian gas CO dilakukan dalam ruangan khusus yaitu ruang pengisian gas CO.
Pada ruangan ini terdapat blower yang berguna untuk menyerap sisa-sisa gas yang keluar agar tidak
terhirup oleh petugas. Selain itu ada juga alarm yang berfungsi untuk melihat apakah terjadi kebocoran gas
CO di ruangan tersebut. Alarm tersebut menggunakan tenaga baterei. Jika alarm menyala semua
karyawan harus segera keluar dari ruangan yang berarti telah ada kebocoran gas CO.
5.3.14. Penyimpanan Dingin
Setelah

kantong

plastik

yang

berisi fillet ikan terisi

gas

CO, kemudian masukan

dalam

keranjang dan disimpan dalam chilling room dengan suhu maksimal 2oC selama 24 sampai 48 jam.
Proses ini bertujuan untuk memberi waktu penyerapan gas CO pada daging ikan. Pada selang waktu
tersebut, diperkirakan gas CO sudah dapat memutihkan dan membuat daging ikan tampak lebih segar.
5.3.15. Pengeluaran Gas CO
Setelah 24 jam, keranjang yang berisi fillet tersebut dikeluarkan dari chilling roomuntuk
pengeluaran gas CO dari dalam kantong plastic dengan menggunakan Ozonisasi gas O 3. Kantong plastik
diletakkan di atas meja yang diatasnya sudah dilengkapi denganblower. Kantong plastik kemudian disuntik
dengan ujung sprayer yang telah disambungkan dengan kompresor. Gas CO kemudian dikeluarkan
sampai tidak ada lagi gas yang tersisa atau sampai kantong plastik mengempes.
5.3.16. Pengecekan Fillet (Retouching)

Pengecekan fillet ini dilakukan pada ruang proses. Tujuan dari proses ini adalah sebagai
pengecekan akhir, sebelum daging ikan dikemas dan dibekukan. Daging ikan dikeluarkan dari kantong
plastik, kemudian diletakkan di atas meja kaca dengan ukuran 80 x 50 cm 2 yang dilengkapi lampu 20 watt
yang berfungsi sebagai penerangan. Pengecekan dilakukan dibawah lampu guna untuk membersihkan
duri atau sisik yang tertinggal pada hasil fillet. Kemudian daging fillet dimasukkan ke long pan yang disusun
sejajar dengan posisi kulit ikan beeradah dibawah. Long pan kemudian diberi label sesuai
dengan grade, jenis potongan, jenis ikan serta size atau ukurannya.
5.3.17. Pembekuan
Proses pembekuan terjadi secara bertahap dari permukaan sampai pusat bahan.Fillet ikan yang
sudah di tata dalam long pan hingga penuh. Long pan yang sudah ditata dengan fillet ikan dimasukan
dalam rak-rak hingga semua rak terisi, dan proses selanjutnya dilakukan pembekuan. Pada awal proses
pembekuan, terjadi fase precoolingdimana suhu bahan diturunkan dari suhu awal ke suhu titik beku. Pada
tahap ini semua kandungan bahan air berada pada keadaan cair. Setelah tahap precooling terjadi tahap
perubahan fase, pada tahap ini tejadi pembentukan kristal es. Pernyataan ini sesuai dengan Rohanah
( 2002), bahwa fase precooling dimana suhu bahan diturunkan dari suhu awal ke suhu titik beku, semua
kandungan bahan dalam keadaan cair. Setelah tahap precooling terjadi perubahan fase, dan terjadi
pembentukan kristal es.
Pada

proses

ini

pembekuan

dilakukan

menggunakan amoniak sebagai refrigerant. ABF

dengan air

memanfaatkan

blast
aliran

freezer (ABF)
udara

dengan
dingin

sebagai refrigerant dimana udara didinginkan dengan sebuah unit pendingin hingga mencapai suhu -30oC
sampai -40oC. Selanjutnya udara dingin ini akan dialirkan ke tempat penyimpanan ikan yang akan
dibekukan dengan kecepatan 15 - 60 m/menit. Pada proses ini pembekuan dilakukan pada suhu-40 oC
selama 1 jam.
5.3.18. Pengecekan Logam dengan Metal Detector
Metal Detector adalah suatu alat yang digunakan untuk mengetahui apakah ada logam-logam berat
yang berada pada permukaan daging ikan. Cara kerja dari metal detector ini adalah ikan diletakkan pada
roda berjalan yang akan melewati mesin. Bila ada kandungan logam dalam daging ikan tersebut, lampu
merah akan menyala dan daging ikan akan terhenti. Bila tidak ada, daging ikan akan lolos dan masuk ke
dalam wadah penampung. Selama penulis melakukan praktek tidak ditemukan kandungan logam yang
terdapat pada fillet ikan. Karena dalam perusahaan tersebut setiap karyawan yang masuk dalam ruang
proses tidak diperbolehkan memakai barang-barang yang terbuat dari logam atau benda lainnya yang
dapat mencemari produk. Tujuan dari pengecekan logam untuk menghindari logam berat yang terdapat
pada permukaan daging ikan.
5.3.19. Packing

Proses packing ini terdiri dari 2 perlakuan yaitu pengemasan dan penimbangan. Pengemasan
memegang peranan yang sangat penting dalam pengawetan bahan makanan. Pernyataan ini sependapat
dengan Nurminah (2006), bahwa kemasan mempunyai peranan penting, berfungsi untuk melindungi
produk dari kontaminasi lingkungan, menjaga kualitas produk, sebagai sarana promosi dan informasi serta
akan meningkatkan nilai jual produk.
Fillet ikan

yang

telah

lolos metal

detector disusun

dalam master

karton

(MC)sesuai

dengan grade dan ukurannya. Kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan digital sampai berat
10 kg per karton, kemasan bagian atas karton di tutup rapat menggunakan pelekat divlag band bening
berukuran 5 cm. Hal ini sesuai dengan Winarno (2000) yang menyatakan bahwa vlag band dan strapping
band digunakan untuk merekatkan kedua sisi penutup karton. Kamudian Pada karton dicantumkan jenis
produk, berat bersih dan keterangan lainnya produk tersebut antara lain tanggal, bulan, dan tahun
produksi. Hal ini sesuai dengan SNI 01-2710.3-2006 yang menyatakan bahwa kemasan produk harus
disertai sekurang-kurangnya sebagai berikut : jenis produk, berat bersih produk, nama dan alamat unit
pengolahan secara lengkap, bila ada bahan tambahan lain diberi keterangan bahan tersebut, tanggal,
bulan, dan tahun produksi dan tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa. Selanjutnya karton di vlag band agar
lebih kuat lagi.Steak siap untuk diekspor. Jika tidak ada ekspor maka produk akan disimpan di cold
storage.
5.3.20. Penyimpanan Beku
PT. BMI saat ini mempunyai 2 gudang penyimpanan beku atau cold storage, yang pada
penggunaanya dibedakan menurut jenis produknya, mengingat PT. BMI memiliki banyak macam produk.
Keseluruhan cold

storage yang

ada

ini

rata-rata

mempunyai

suhu

-200C.

Sedangkan

ruang anteroom terdapat di sepanjang cold storage sebagai tempat penyinggahan produk yang akan
disimpan dalam cold storage dengan tujuan menurunkan suhu produk mendekati suhu cold storage. Masa
penyimpanan barang atau produk PT. BMI yang sudah jadi paling lama dalam cold storage adalah 6-10
bulan.
5.4.

Perubahan Suhu Selama Proses Pembekuan Ikan Kakap Merah


Setiap tahapan proses suhu selalu diperhatikan mulai penerimaan bahan baku hingga menjadi

produk akhir. Suhu pada saat penerimaan bahan baku dicek oleh seorang karyawan dengan
menggunakan thermocouple. Suhu pada saat penerimaan bahan baku tidak boleh lebih dari 3 0C. Jika suhu
pada saat penerimaan bahan baku lebih dari 3 0C maka segera dilakukan penanganaan secara cepat yaitu
dengan penambahan es. Perubahan suhu pada ikan kakap merah selama tahapan proses dapat dilihat
pada Tabel 8.
Tabel 8. Perubahan Suhu Selama Tahapan Proses Pembekuan
Tahapan proses
Penerimaan bahan baku
Pensortiran
3
Penimbangan
I

Suhu (0C)
2,5
2
2.3

Pencucian I

Penyisikan

2.8

pencucian II

Pemfilletan

2.3

penimbangan hasil fillet

2.5
2

penyimpanan dingin
pengecekan fillet

2.3

Pembekuan

-40
-35
-20

penyimpanan beku
Sumber :PT. BMI, (2009)

Pada Tabel 8. Dapat dilihat perubahan suhu pada setiap tahapan proses pada pembekuan ikan
kakap merah bentuk fillet di PT.BMI. Perubahan suhu pada setiap tahapan proses tidak lebih dari 3 0C. Dari
Tabel 8. Perubahan suhu selama tahapan Proses Pembekuan dapat dibuat Grafik seperti pada
Gambar 6.
Gambar 6. Grafik Perubahan Suhu pada Proses Ikan Kakap Merah
Sumber : Data Primer, 2011.
Pada Gambar 14. Di atas menjelaskan bahwa pada proses tertentu suhu naik dikarena tidak
dilakukan rantaia dingin. Sehingga terjadi perubahan suhu pada setiap proses. Tetapi pada perubahan
suhu diatas tidak melebihi dari 3 0C karena pada saat suhu ikan mulai naik diterapkan rantai dingin
sehingga mutu ikan tetap terjaga.
5.5. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu dilakukan baik pada bahan baku dan juga pada produk beku. Pengawasan mutu
ini dilakukan agar produk akhir yang dihasilkan bermutu tinggi. Semua proses mulai dari penerimaan
bahan baku diawasi mutunya sampai dengan produk akhir.
5.5.1. Pengawasan Mutu Bahan Baku
Bahan baku mulai dari daerah transit sampai pada saat akan diolah selalu mendapat pengawasan
dari QC. Bahan baku selalu dijaga suhunya mulai dari daerah transit sampai dengan proses berlangsung.
Suhu bahan baku tidak boleh lebih dari 3 0C. Saat perjalanan dari daerah transit bahan baku disusun dan
ditambah es untuk mencegah terjadinya penurunan mutu bahan baku. Menurut Ilyas (1983) menyatakan
bahwa terutama lemak ikan segera akan dioksidasi oleh oksigen udara yang menimbulkan bau dan rasa
tengik. Kecepatan oksidasi lemak dapat diperlambat oleh salah satunya yaitu penurunan suhu.
5.5.2.Pengawasan Mutu Produk Beku
Pengawasan mutu dilakukan mulai dari penerimaan bahan baku sampai dengan penyimpanan
produk beku. Dalam produk beku yang harus diperhatikan adalah suhu dari produk. Jangan sampai suhu
produk turun dengan cepat. Hal ini akan menyebabkan penurunan mutu produk beku. Menurut Ilyas (1983)
menyatakan bahwa pada suhu -20 0C denaturasi menjadi minimum, bakteri tidak dapat berkembang dan
oksidasi lemak juga dapat dihambat dengan suhu beku -20 0C.

Pada ruang penyimpanan atau cold storage suhu yang digunakan adalah -40 0C. Suhu ini sudah
sesuai dengan pendapat Ilyas (1983) yang menyatakan bahwa pada suhu -40 0C sedikit sekali terjadi
denaturasi. Sistem pengeluaran produk beku dari dalam cold storage menggunakan sistem FIFO (first in
first out). Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya dehidrasi pada produk yang telah lama disimpan.
Untuk menghindari terjadinya dehidrasi pada produk petugas mekanik juga mengawasi suhu dari cold
storage, jika termometer menunjukkan suhu yang lebih dari batas optimal maka petugas mekanik akan
membuka ventilasi yang terpasang di dinding cold storage agar udara dingin yang berlebihan di cold
storage dapat berkurang.
5.6. Penerapan Sanitasi dan Higiene
Penerapan sanitasi dan higiene pada PT. BMI belum sepenuhnya diterapkan dengan baik, baik
sanitasi dan higiene bahan baku, bahan pembantu, peralatan, ruang pengolahan dan karyawan.

5.6.1. Sanitasi dan Higiene Bahan Baku


Penerapan sanitasi dan higiene bahan baku dilakukan pada saat penerimaan bahan baku dan
pada saat proses. Bahan baku yang digunakan adalah bahan baku yang berasal dari perairan darah
Brondong, Muncar, Madura, Probolinggo. Selain itui juga didapatkan dari pemasok (Supplier). Bahan baku
tidak mengandung formalin atau bahan pengawet lain. Bahan baku yang datang keadaannya masih sangat
segar, tidak memarmemar, teksturnya masih bagus, dan tidak berbau busuk. Hal tersebut sependapat
dengan Purwaningsih (1995), bahwa syarat syarat tentang bahan baku adalah sebagai berikut :

Unit pengolahan dilarang mengolah ikan yang berasal dari perairan yang tercemar.

Ikan yang diolah harus bersih, segar, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas dari
tanda dekomposisi, bebas dari sifat-sifat alamiah yang dapat menurunkan mutu produk serta tidak
membahayakan kesehatan.

Ikan karena sesuatu hal mengalami kontaminasi dan penularan atau dipilih dari kelompok yang dianggap
sisa pengolahan dilarang diolah untuk bahan makanan manusia.
Bahan baku yang datang ke tempat proses produksi ditempatkan dalam strerofoam yang tertutup
dan didalamnya telah diberikan es agar tetap segar. Pembongkaran dilakukan di tempat/ruang penerimaan
bahan baku yang teduh dan terhindar dari sinar matahari secara langsung yang bertujuan menghambat
perkembangan bakteri dan mempertahankan kesegaran ikan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Moeljanto (1992), bahwa usaha untuk mempertahankan kesegaran ikan sebelum diproses adalah
menutupinya dengan kain daun basah, ataupun penutup yang lain, agar suhunya turun. Selain itu juga
harus dicegah supaya ikan tidak terkena sinar matahari secara langsung karena pada suhu yang lebih
tinggi pembusukan akan berjalan cepat.

5.6.2. Sanitasi dan Higiene Bahan Pembantu

Bahan pembantu yang digunakan berupa air dan es, baik es curai maupun es balok. Air yang
digunakan berasal dari air tanah yang layak untuk digunakan dan telah diuji secara kimiawi dan
mikrobiologi di laboratorium. Dan secara fisik air tersebut jernih, tidak berbau, dan tidak berwarna. Air
tersebut telah diozonisasi agar aman untuk digunakan pada proses pengolahan. Es yang digunakan
berasal dari es flack, es yang dihasilkan juga diuji dilaboratorium secara kimiawi dan mikrobiologi.
Semua peralatan dan perlengkapan pembantu yang digunakan terbuat dari aluminium/stainless
stell dan plastik untuk menghindari terjadinya pengkaratan, dimana peralatan dan perlengkapan pembantu
yang dipergunakan dalam operasi pengolahan sudah mendapatkan perhatian, perawatan dan perbaikan
yang baik. Hal ini dapat dilihat pada saat sebelum dan setelah melakukan proses, semua peralatan yang
telah digunakan dicuci dengan air mengalir ditambahkan deterjen dan disikat, selain itu pada saatsaat
tertentu pencucian peralatan ditambahkan dengan khlorin 10 ppm. Disamping itu bahan dan konstruksi
peralatan yang digunakan juga mudah dibersihkan. Peralatan yang sekiranya tidak layak pakai tidak
dipergunakan lagi karena dikhawatirkan dapat mencemari produk. Menurut pendapat Purwaningsih (1995),
bahwa semua permukaan tempat atau meja kerja, wadah dan alat yang digunakan untuk mengolah ikan
haruslah halus, kedap air, terbuat dari bahan yang tidak membahayakan kesehatan dan memudahkan
dalam pencucian.

5.6.3. Sanitasi Peralatan


Peralatan dan perlengkapan yang digunakan selama proses produksi merupakan salah satu
sumber kontaminasi bagi produk. Kontaminasi akan terjadi terutama pada peralatan dan perlengkapan
yang berhubungan langsung dengan produk. Oleh karena itu peralatan dan perlengkapan yang
berhubungan langsung dengan produk harus dalam keadaan bersih dan layak pakai. Peralatan-peralatan
yang digunakan secara langsung dengan bahan baku di PT. BMI terbuat dari bahan stainless steel dan
terbuat dari bahanfiber glass yaitu meja kerja dan bak-bak penampungan. Sanitasi terhadap peralatan
tersebut dilakukan secara rutin sebelum, selama, dan sesudah proses produksi berlangsung. Hal ini sesuai
dengan pendapat Purnawijayanti (2001) bahwa peralatan yang digunakan harus selalu bersih dan saniter.
Peralatan-peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan dicuci dan diletakkan di dalam keranjang
kecil lalu disimpan di dalam ruang laboratorium, dan disusun rapi ditempatkan di sebelah pintu masuk
ruang. Pencucian peralatan menggunakan air yang mengandung klorin sebagai desinfektan. Konsentrasi
klorin yang digunakan untuk mencuci peralatan 100 ppm. Untuk keranjang, pan-pan dan meja proses
dilakukan dengan cara penyiraman dengan air dibubuhi sabun kemudian disikat dan dibilas dengan air
bersih. Sedangkan bak pencucian dibersihkan dengan cara disiram dengan air disabun dan disikat,

kemudian dibilas dengan air. Air pada bak pencucian ini mudah diganti karena adanya lubang pada bagian
bawah bak yang berfungsi sebagai outlet air.
5.6.4. Sanitasi Ruang Proses
PT. BMI sangat memperhatikan kebersihan ruang proses. Setelah produksi keseluruhan
karyawan membersihkan bagian - bagian dimana dia bekerja. Sehingga mempercepat proses
pembersihan ruangan tersebut. Setiap 1 jam sekali ruangan tersebut diperiksa dinding bagian atas apa
terdapat binatang yang masuk kedalam ruang proses yang dapat mencemari produk. Kemudian pada 15
menit sekali lantai yang terdapat pada ruang proses langsung dipel menggunakan bahan saniter. Hal ini
sesuai dengan pendapat Purwaningsih, 1993. Penerapan sanitasi dan higiene ruang proses harus
ditunjang dengan sarana dan prasarana seperti suplai air bersih, klorinasi air, deterjen, saluran
pembuangan air dan limbah serta alat pembersih ruangan. Ruang proses itu sendiri harus selalu
dibersihkan, baik lantai dan dinding dengan menyiram bagian setiap kali proses selesai (Purwaningsih,
1993).
5.6.5. Sanitasi dan Higiene Karyawan
PT. BMI sangat memperhatikan sanitasi dan higiene karyawan demi keamanan produk yang
dihasilkan. Perlengkapan yang diberikan untuk karyawan pada saat sebelum bekerja antara lain seragam
kerja yang berupa jas lab, hairnett, masker, penutup kepala (topi), sarung tangan, apron, sepatu boot yang
bertujuan untuk menjaga sanitasi dan hygiene pada produk. Karyawan dilarang menggunakan perhiasan
dan juga dilarang memelihara kuku, karena hal tersebut dapat menjadi sumber kontaminasi. Pada saat
bersentuhan dengan produk karyawan diwajibkan menyenprotkan alkohol setengah jam sekali dan
mencuci tangan pada klorin yang sudah disiapkan.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

1.

2.

3.

6.1. Kesimpulan
Proses pengadaan bahan baku telah dilakukan dengan baik dan benar. Hal ini dapat diketahui mulai dari
proses pengangkutan hingga pembongkaran yang selalu dilakukan pengawasan, baik dalam hal
kebersihan dan higieni maupun penerapan rantai dingin. Rata-rata penerimaan bahan baku setiap harinya
mencapai 13 ton per hari.
Bahan tambahan yang digunakan seperti air dan es sudah memenuhi persyaratan pada uji laboratorium
dengan hasil sebagaimana tersebut pada Lampiran I. Penggunaan es pada setiap kali produksi mencapai
rata-rata 13 ton per harinya.
Proses pemfilletan ikan kakap mulai dari penerimaan bahan baku hingga penyimpanan beku dilakukan
dengan baik dan benar. hal ini dapat diketahui mulai dari pengontrolan suhu, rendemen, higieni personil

4.

5.

dan organoleptik. Rendemen yang dihasilkan sebesar 43% untuk bentuk skin on sedangkan bentuk skin
lessdihasilkan sebesar 38%.
Perubahan suhu terjadi diakibatkan perbedaan setiap penanganan dan tahapan proses. Dalam hal ini
perlunya dilakukannya pengontrolan suhu untuk mempertahankan mutu ikan sehingga ikan tidak
mengalami kemunduran mutu terhadap ikan yang akan diproses. Suhu rata-rata dari keseluruhan tiap-tiap
proses 2.50C.
Pengawasan mutu bahan baku dan mutu produk beku akhir dilakukan dengan baik dam benar. Hal ini
dapat dilihat dengan cara penerapan sanitasi dan higeini maupun GMP yang dilakukan pada tahapan
proses di setiap industry pengolahan perikanan.

6.2. Saran
1. Perlunya penambahan suplaiyer untuk memaksimalkan bahan baku yang akan diproduksi sehingga tidak
terjadinya penaikan dan penurunan bahan baku.
2. Upaya kerja dan kehati-hatian dalam pemfilletan harus dilakukan semaksimal mungkin untuk mencapai
target rendemen yang dihasilkan dalam bentuk skin on dan skin less.
3. Suhu awal yang diterima pada penerimaan bahan baku haruslah sesuai dengan suhu setiap tahapan
proses selanjutnya sehingga mempermudah dalam melakukan pengontrolan suhu dan mutu dari ikan yang
dikelola.
4. Pengawasan yang sudah dilakukan semaksimal mungkin tidak hanya pada bahan baku dan mutu produk
akhir akan tetapi harus juga dilakukan pada tiap tahapan proses sehingga memenuhi kelayakan untuk
dikonsumsi secara aman.

DAFTAR PUSTAKA
Adawyah. R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Anonnymous.2009. http://www.google.co.id/search?hl=id&q=sortasi+bahan+
baku+pada +ikan+kakap&btnG=Telusuri&meta=
----------------. 2009. http://www.dkp.go.id/upload/JiCA/Book%20File/SME.pdf.
(4
April, 2011).
Fishyforum. 2008. Kakap Merah. http://fishyforum.blogspot.com/2008/02/ikan-kakap-merahLutjanus.sp-circumpectus.html. [4 April, 2011]
Gunarso, 1995 Klasifikasi ikan kakap http://www.damandiri.or.id/file
/iskandarzulkarnaenipbbab2.pdf (4 April, 2011)
Ilyas. 1993. Teknologi Refrigasi Hasil Perikanan. Jilid 1. CV. PARIPURNA. Jakarta
Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta

Murniyati dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan.Kanasius.


Yogyakarta
Nadzira, Ummu. 2009. Menbenal Produk Beku. Yogja. http://pondokibu.com/rumah
tangga/mengenalprodukbeku/ (4 April, 2011)
Narbuko, Cholid dan Abu achmadi. H. 2001. Metode penelitian. Bumi Aksara. Jakarta
Nazir, Muhammad. 1998. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta
Purnawijayanti, H. A. 2001. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja Pengolahan Makanan.
Kanisius. Jakarta.
Purwaningsih, S. 1993. Teknik Pembekuan Udang. Penerbit Penebar Swadaya.Jakarta.
Syamsir, Elvira. 2008. Prinsip Pembekuan/Freezing. http://id.shvoong.com/exactsciences/1799740-prinsip-pembekuan-freezing-pangan/ (4 April, 2011)
Wahyudi. 2003. Memilah dan Membersihkan Udang. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.
Jakarta. 125.160.17.21/speedyorari/view.php?file
=pendidikan/materikejuruan/pertanian/agro-industri-pangan/memilah_
dan_membersihkan Udang.pdf.[ 4 April, 2011].

Anda mungkin juga menyukai