Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH
YUDIANTO
ENDANG TRI PRATIWI
SRI APRIYANTI HUSAIN
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pelaporan Korporat yang
diampu oleh Ibu Mirna Mirya, SE., MSA., Ak., AAP A
2 | Page
3 | Page
Keuangan
posisi
keuangan,
kinerja
dan
perubahan posisi keuangan. Selain itu laporan keuangan BLU rumah sakit juga
4 | Page
pengaruh keuangan dari kejadian masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk
menyediakan informasi non-keuangan. Walaupun demikian, dalam beberapa hal
BLU rumah sakit perlu menyediakan informasi non-keuangan yang mempunyai
pengaruh keuangan di masa depan.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam Paper ini yaitu:
1) Bagaimana Conceptual Framework dalam pelaporan keuangan ?
2) Bagaimana Transformasi PT. Jamsostek ke BPJS Ketenagakerjaan ?
3) Bagaimana Pelaporan keuangan Rumah Sakit yang berbentuk Badan Layanan
Umum (BLU)?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan Paper ini yaitu:
1) Untuk mengetahui Conceptual Framework dalam pelaporan keuangan.
2) Untuk mengetahui transformasi PT. Jamsostek ke BPJS Ketenagakerjaan.
3) Untuk mengetahui pelaporan keuangan rumah sakit berbentuk Badan
Layanan Umum.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Conseptual Framework pada Pelaporan Keuangan
5 | Page
yang
harus
dipertanggungjawabkan,
pengakuan
dan
6 | Page
sebagai teori akutansi yang terstruktur (Belkaoui, 1993), karena struktur kerangka
konseptual sama dengan struktur teori akutansi yang didasarkan pada proses
penalaran logis. Yang dapat digambarkan dalam bentuk hierarki yang memiliki
beberapa tingkatan yaitu :
1) Pada tingkat tertinggi yang teoritis : Kerangka konseptual menyatakan ruang
lingkup dan tujuan pelaporan keuangan.
2) Pada tingkatan selanjutnya : Kerangka konseptual mengidentifikasi dan
mendefinisikan karakteristik kualitatif informasi keuangan (seperti relevansi,
keandalan, komparatif, dan dimengerti) dan elemen dasar akuntansi (seperti
aktiva, kewajiban, ekuitas, biaya pendapatan, dan keuntungan).
3) Pada tingkat operasional yang lebih rendah : Kerangka konseptual berkaitan
dengan prinsip-prinsip dan aturan-aturan (Rules) tentang pengukuran dan
pengakuan elemen laporan keuangan dan tipe informasi yang perlu disajikan.
2.1.2
7 | Page
8 | Page
Pengembangan
Kerangka
konseptual
menggambarkan
ruang
lingkup
No.
1,
Objectives
of
Financial
Reporting
by
Business
Measurements,
memberikan
sebuah
kerangka
untuk
9 | Page
keempat,
mekanisme
penyajian
yang
digunakan
untuk
10 | P a g e
11 | P a g e
b) Elemen penyusun yang menggunakan dan memperoleh keuntungan dari jasajasa yang diberikan oleh organisasi.
c) Badan-badan penyelenggara dan pengawas yang bertanggungjawab untuk
membuat kebijakan dan mengawasi serta menilai para manajer dari organisasi
non bisnis.
d) Manajer organisasi-organisasi nonbisnis.
Untuk memenuhi kebutuhan informasi dari pengguna-pengguna diatas, FASB
mengeluarkan exposure draft yang memberikan tujuan-tujuan berikut ini:
1) Informasi yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan mengenai alokasi
sumber daya.
2) Informasi yang bermanfaat dalam menilai jasa dan kemampuan untuk
memberikan jasa.
3) Informasi yang bermanfaat dalam menilai kepengurusan dan kinerja
manajemen.
4) Informasi mengenai sumber daya ekonomi, kewajiban, sumber daya bersih,
dan pembebanan-pembebanannya.
5) Kinerja organisasional: pelaporan keuangan oleh organisasi non bisnis
hendaknya meberikan informasi mengenai kinerja organisasi dalam periode
tertentu.
6) Likuiditas: Pelaporan keuangan oleh organisasi non bisnis hendaknya
memberikan
informasi
mengenai
bagaimana
organisasi
non
bisnis
12 | P a g e
pengertian
menyesatkan,
kesalahan
tertentu.
2. Kualitas Sekunder
Komparabilitas: Pemakai harus dapat memperbandingkan laporan keuangan
antar periode untuk mengidentifikasikan kecenderungan (trend) posisi dan kinerja
keuangan. Pemakai juga harus dapat memperbandingkan laporan keuangan antar
perusahaan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi
keuangan secara relatif. Oleh karena itu pengukuran penyajian dampak keuangan
transaksi dan peristiwa lain yang serupa harus dilakukan secara konsisten untuk
perusahaan tersebut, antar periode perusahaan yang sama dan periode yang
berbeda.
Konsistensi: Mengaplikasikan perlakuan akutansi yang sama untuk kejadian
yang serupa setiap periode. Perusahaan dapat mengganti satu metode ke metode
lainnya asalkan dapat menunjukkan bahwa metode yang baru lebih baik daripada
metode sebelumnya.
2.2 Transformasi PT Jamsostek ke BPJS Ketenagakerjaan
2.2.1 Perintah Transformasi
13 | P a g e
2.2.2
Makna Transformasi
UU SJSN dan UU BPJS memberi arti kata transformasi sebagai perubahan
14 | P a g e
15 | P a g e
sosial berdasarkan asas antara lain asas kemanusiaan yang berkaitan dengan
martabat manusia. BPJS mengemban misi perlindungan finansial untuk
terpenuhinya kehidupan dasar warga negara dengan layak. Yang dimaksud dengan
kebutuhan dasar hidup adalah kebutuhan esensial setiap orang agar dapat hidup
layak, demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Transformasi BUMN Persero menjadi BPJS bertujuan untuk memenuhi
prinsip dana amanat dan prinsip nir laba SJSN, di mana dana yang dikumpulkan
oleh BPJS adalah dana amanat peserta yang dikelola oleh BPJS untuk
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi peserta.
Penyelenggaraan program jaminan sosial oleh BUMN Perseroan tidak sesuai
dengan filosofi penyelenggaraan program jaminan sosial pasca amandemen UUD
NRI 1945. Pendirian BUMN Persero antara lain bertujuan untuk memberikan
sumbangan pada perekonomian nasional dan pendapatan negara serta untuk
mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan. Tujuan pendirian
BUMN jelas bertentangan dengan tujuan penyelenggaraan sistem jaminan sosial
nasional sebagaiman diuraikan di atas.
16 | P a g e
setelah berkonsultasi dengan Presiden dan setelah dikaji oleh Menteri Teknis dan
Menteri Keuangan.
Sebaliknya, pendirian BPJS oleh penguasa negara dengan Undang-Undang,
yaitu UU SJSN dan UU BPJS. Pendirian BPJS tidak didaftarkan pada notaris dan
tidak perlu pengabsahan dari lembaga pemerintah.
RUPS adalah organ Persero yang memegang kekuasaan tertinggi dalam
Persero dan memegang wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau
Komisaris. Transformasi kelembagaan jaminan sosial mengeluarkan badan
penyelenggara jaminan sosial dari tatanan Persero yang berdasar pada
kepemilikan saham dan kewenangan RUPS, menuju tatanan badan hukum publik
sebagai pelaksana amanat konstitusi dan peraturan perundangan.
Selanjutnya, perubahan berlanjut pada organisasi badan penyelenggara.
Didasari pada kondisi bahwa kekayaan Negara dan saham tidak dikenal dalam
SJSN, maka RUPS tidak dikenal dalam organ BPJS. Organ BPJS terdiri dari
Dewan Pengawas dan Direksi. Dewan Pengawas berfungsi melakukan
pengawasan atas pelaksanaan tugas BPJS, sedangkan Direksi berfungsi
melaksanakan penyelenggaraan kegiatan operasional BPJS. Anggota Direksi
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Berbeda dengan Dewan Pengawas
BUMN Persero, Dewan Pengawas BPJS ditetapkan oleh Presiden. Pemilihan
Dewan Pengawas BPJS dilakukan oleh Presiden dan DPR. Presiden memilih
anggota Dewan Pengawas dari unsur pemerintah, sedangkan DPR memilih
anggota Dewan Pengawas dari unsur pekerja, unsur pemberi kerja dan unsur
tokoh masyarakat.
Sebagai badan hukum privat, keempat BUMN Persero tersebut tidak memiliki
kewenangan publik yang seharusnya dimiliki oleh badan penyelenggara jaminan
sosial. Hambatan utama yang dialami oleh keempat BUMN Persero adalah
ketidakefektifan penegakan hukum jaminan sosial karena ketiadaan kewenangan
untuk mengatur, mengawasi maupun menjatuhkan sanksi kepada peserta.
Sebaliknya, BPJS selaku badan hukum publik memiliki kekuasaan dan
17 | P a g e
kewenangan untuk mengatur publik melalui kewenangan membuat peraturanperaturan yang mengikat publik.
Sebagai
badan
hukum
publik,
BPJS
wajib
menyampaikan
19 | P a g e
20 | P a g e
2.2.4
diakhiri
dengan
beroperasinya
BPJS
Ketenagakerjaan
untuk
21 | P a g e
23 | P a g e
24 | P a g e
25 | P a g e
26 | P a g e
7. Cadangan Teknis
tugas
dan
27 | P a g e
BLU
atas persetujuan
28 | P a g e
2. Ilustrasi Jurnal
a) Pada saat penerimaan kas dan setara kas:
Kas/setara kas.
xxx
Pendapatan pelayanan
xxx
Piutang
xxx
Ekuitas
xxx
xxxx
xxx
Utang..
xxx
xxx
Dana dicadangkan.
xxx
xxx
Kas/setara kas.
Xxx
29 | P a g e
30 | P a g e
31 | P a g e
32 | P a g e
33 | P a g e
34 | P a g e
35 | P a g e
36 | P a g e
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Mencermati ruang lingkup pengaturan transformasi badan penyelenggara
jaminan sosial yang diatur dalam UU SJSN dan UU BPJS, keberhasilan
transformasi bergantung pada ketersediaan peraturan pelaksanaan yang harmonis,
konsisten dan dilaksanakan secara efektif. Kemauan politik yang kuat dari
pemerintah
dan
komitmen
pemangku
kepentingan
untuk
melaksanakan
trasnformasi setidaknya tercermin dari kesungguhan menyelesaikan agendaagenda regulasi yang terbengkalai. Peraturan perundangan jaminan sosial yang
efektif akan berdampak pada kepercayaan dan dukungan publik akan transformasi
badan penyelenggara. Publik hendaknya dapat melihat dan merasakan bahwa
transformasi badan penyelenggara bermanfaat bagi peningkatan efisiensi dan
efektifitas penyelenggaraan SJSN, sebagai salah satu pilar untuk mewujudkan
kesejahteraan sosial. Pembangunan dukungan publik diiringi dengan sosialisasi
yang intensif dan menjangkau segenap lapisan masyarakat. Sosialisasi diharapkan
dapat menumbuhkan kesadaran pentingnya penyelenggaraan SJSN dan penataan
kembali penyelenggaraan program jaminan sosial agar sesuai dengan prinsipprinsip jaminan sosial yang universal, sebagaimana diatur dalam Konstitusi dan
UU SJSN.
Selanjutnya dalam pengelolaan sumber daya, dengan status BLU yang
diberikan pada rumah sakit diharapkan dapat menyajikan informasi keuangan
yang akurat, tersaji secara tepat waktu bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pengelolaan sumber daya di bidang
keuangan, meliputi transaksi keuangan yang mencakup sumber daya, pendapatan
dan beban, maka diperlukan sarana dalam bentuk laporan keuangan.
3.2 Saran
SAK di Indonesia telah mengadopsi penuh IFRS sejak tahun 2012. Hal ini
diharapkan akan semakin membawa perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat
bersaing dengan perusahaan internasional lainnya. Karena dengan melakukan
37 | P a g e
adopsi ini tentunya penyajian laporan keuangan yang dilakukan oleh perusahaan
juga akan semakin akuntabel dan transparan.
Perusahaan atau organisasi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat
sebaiknya segera menerapkan standar akuntansi keuangan berbasis IFRS. Hal ini
terkait adanya perubahan terhadap Conseptual Framework Standar Akuntansi
Keuangan yang telah dikonvergensi IFRS.
38 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Imanuella, Intan. 2009. Adopsi Penuh dan Harmonisasi Standar Akuntansi
Internasional. Jurnal Ilmiah Widya Warta, Vol.33, No.1, Hal. 69-75.
Mediaty. 2012. Implementasi IFRS dan Isu-Isu Krusial dalam Konvergensi IFRS.
Laporan Penulisan Buku Ajar Universitas Hasanuddin. Makassar.
Sadjiarto, Arya. 1999. Akuntansi Internasional: Harmonisasi versus Standarisasi.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol.1, No.2, Hal.144-161.
Warta Jams. 2013. Bertransformasi untuk Memberikan Layanan & Manfaat yang
Lebih Baik. Buletin Jamsostek, Vol.01.
UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN
UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
http://erika0391989.wordpress.com/2012/02/08/a-conceptual-framework-forfinancial-accounting-and-reporting/
http://financeacountingtraining.blogspot.com
http://henrich27.blogspot.com/2013/05/conceptual-framework-for-financial.html
http://staff.blog.ui.ac.id/martani/
www.iaiglobal.ac.id
www.jamsostek.co.id
39 | P a g e