Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PRAKTIKUM II
Analisis Flavonoid dari Daun Ketela Pohon
(Manihot utilissima Pohl.)
Disusun oleh :
Golongan II / FBA/ Kelompok 2
1. Desy Widyastuti
FA/08734
2. Amalia Azzahra
FA/08753
Tanggal Praktikum
Asisten Jaga
: Fatia, Ihsan
PRAKTIKUM II
Analisis Flavonoid dari Daun Ketela Pohon (Manihot utilissima Pohl.)
I.
TUJUAN
Pada akhir praktikum diharapkan mahasiswa dapat memahami dan dapat
melakukan isolasi flavonoid dari daun ketela pohon berikut analisis kualitatif golongan
senyawa tersebut dengan metode Kromatografi Lapis Tipis.
Filtrat A
Filtrat 10 mL
Fraksi eter
Analisis kualitatif
(KLT)
Filtrat B1
Analisis kualitatif
(KLT)
&
Kuantitatif
(Perhitungan Kadar
Flavonoid Total)
Filtrat B2
Analisis kualitatif
(KLT)
: Selulosa
Fase gerak
: Asam asetat 15 %
Jarak migrasi : 8 cm
Deteksi
Penotolan
Sampel
Rf
Sebelum disemprot
Tampak
Setelah disemprot
UV 254
UV 366
kuning
Kuning
Tampak
Kuning
0,06
0,26
0,53
kuning
hitam
B1
B2
Sinar tampak
sebelum
disemprot
Sinar UV 254
sebelum
disemprot
Berpendar berpendar
kuning
Kuning
Berpendar berpendar
Sinar UV 366
sebelum
disemprot
UV 366
Kuning
pudar
Sinar tampak
setelah
disemprot
berpendar
Kuning
berpendar
hitam
Sinar UV 366
setelah
disemprot
b) Sistem KLT II
Fase diam
: Selulosa
Fase gerak
Penotolan
Sampel
Rf
0,19
0,34
Sebelum disemprot
Tampak
-
UV 254
Kuning
berpendar
Kuning
Kuning
pudar
berpendar
Setelah disemprot
UV 366
Tampak
UV 366
Biru
A
0,66
Kuning
muda
pudar
berpendar
Biru muda
Kuning
(tailing)
(tailing)
0,94
Hijau
Kuning
Merah
kecokelatan
tua
Hijau tua
Biru
0,66
B1
muda
berpendar
Hijau
Kuning
Merah
kecokelatan
tua
Biru
0,15
Kuning
muda
berpendar
0,38
Kuning
B2
Hijau tua
Merah tua
Merah
Biru muda
pudar
berpendar
muda
Merah
berpendar
pudar
(tailing)
0,66
Kuning
berpendar
(tailing)
Biru
0,58
Merah tua
Biru muda
(tailing)
0,98
berpendar
Kuning
Biru muda
berpendar
(tailing)
Kuning
berpendar
0,98
Sinar tampak
sebelum
disemprot
Orange
Sinar UV 254
sebelum
disemprot
Merah
Hijau
tua
pudar
Sinar UV 366
sebelum
disemprot
5. Analisis Kuantitatif
a) Pembuatan Kurva Baku
Konsentrasi
Absorbansi
(%)
Tanpa AlCl3
Ditambah AlCl3
0,001
0,165
0,294
0,0008
0,132
0,246
0,0006
0,131
0,207
0,0004
0,120
0,161
0,0002
0,077
0,109
b) Perhitungan Kadar
Sampel
berpendar
Absorbansi
Tanpa AlCl3
Ditambah AlCl3
0,075
0,096
0,076
0,124
0,074
0,100
Sinar tampak
setelah
disemprot
Merah tua
Sinar UV 366
setelah
disemprot
X(%) =
Cp (Au-Abu)
100
x 1,25 x
(Ap-Abp)
Bobot sampel
Keterangan:
X
Kadar A
X(%) =
0,001 (0,096-0,075)
(0,294-0,165)
x 1,25 x
100
4,99
= 4,078.10-3 %
Kadar B
X(%) =
0,001 (0,124-0,076)
(0,294-0,165)
x 1,25 x
100
4,99
= 9,321.10-3 %
Kadar C
X(%) =
0,001 (0,100-0,074)
(0,294-0,165)
x 1,25 x
100
4,99
= 5,049.10-3 %
X rata-rata (%) =
IV.
= 6,149.10-3 %
PEMBAHASAN
Percobaan kali ini bertujuan untuk melakukan isolasi flavonoid dari daun ketela
pohon berikut analisis kualitatif golongan senyawa tersebut dengan metode
Kromatografi Lapis Tipis.
Rutin merupakan golongan senyawa flavonoid dalam bentuk glikosida dari
kuersetin. Rutin merupakan salah satu metabolit sekunder yang bersifat polar,
termasuk kedalam kelompok glikosida O (molekul gula berikatan dengan O-aglikon).
Sedangkan aglikonnya yaitu kuersetin merupakan senyawa yang tidak larut dalam air
: Spermatophyta
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Manihot
Spesies
Rutin
Bagian kedua diuapkan hingga kental lalu ditambahkan 5ml HCl 1%.
Penambahan HCl dimaksudkan untuk menghidrolisis glikosida flavonoid. Hal ini
dilakukan untuk memisahkan bentuk aglikon dari glikosidanya. Setelah itu direfluks
selama 1 jam. Hal ini dilakukan untuk menyempurnakan reaksi. Setelah direfluks,
hasil refluks didinginkan dan kemudian ditambahkan 5 mL air kemudian dimasukkan
dalam corong pisah.
Partisi dilakukan dengan menambahkan 10 ml eter pada larutan hasil
hidrolisis. Digojog menggunakan corong pisah, kemudian ambil fase eter-nya lalu
sisihkan. Penggojogan tidak boleh terlalu kuat karena methanol yang masih tersisa
dapat membentuk emulsi dengan eter. Sedangkan fase air nya ditambah eter lagi,
disari lagi hingga diperoleh lagi fase eter dan fase air. Fase eter yang diperoleh
kemudian ditambah Natrium sulfat lalu diuapkan tanpa panas. Kemudian digunakan
sebagai sampel B1, yaitu untuk analisis flavonoid kuersetin. Fase air yang diperoleh
dari partisi tadi diuapkan dengan pemanasan hingga kurang lebih 1 ml. ini digunakan
kemudian untuk analisis senyawa rutin-nya (sebagai sampel B2).
Sampel A, B1, dan B2 dianalisis secara kualitatif menggunakan metode
kromatografi lapis tipis. Masing-masing sampel di elusi dengan dua sistem, sistem
pertama menggunakan fase gerak asam asetat 15%, sedangkan sistem kedua
menggunakan campuran n-butanol asam asetat- air (4:1:5). Sistem satu bersifat
lebih polar karena mengandung air lebih banyak dari sistem dua. Kedua sistem ini
diamati pada sinar tampak, UV 254, UV 366 sebelum disemprot sitroborat dan pada
sinar tampak, UV 366 setelah disemprot sitroborat.
Karena sistem satu bersifat polar, maka sistem ini digunakan untuk
menganalisis rutin yg bersifat polar. Rutin yang polar akan terelusi oleh fase
geraknya, sedangkan senyawa non polar akan tertahan pada fase diam karena
lemahnya interaksi dengan fase geraknya. Pada sampel A terlihat adanya bercak
dengan Rf 0,06; 0,26; dan 0,53 pada UV254 dan UV366 baik sebelum maupun
sesudah disemprot. Sedangkan pada sampel B1 dan B2 tidak ditemukan adanya
bercak baik sebelum maupun sesudah disemprot. Kedua sampel ini tidak terelusi, hal
ini menunjukan bahwa kedua totolan bersifat nonpolar karena tidak terelusi oleh fase
gerak yang bersifat polar. Hasil elusi ini menunjukkan bahwa sampel A diduga
mengandung glikosida rutin. Hal ini dapat terjadi karena pada sampel A merupakan
ekstrak ketela pohon yang tidak mengalami hidrolisis menjadi aglikonnya. Pada
sampel B1 tidak ada bercak elusi yang timbul, hal ini tentu saja terjadi karena sampel
B1 merupakan fraksi eter yang bersifar nonpolar yang akan menyari aglikon
(kuersetin), eter tidak mampu menyari rutin yang bersifat polar. Pada sampel B2 juga
tidak menunjukkan adanya rutin, hal ini menunjukkan bahwa rutin sepenuhnya telah
terhidrolisis menjadi kuersetin. Jika rutin belum terhidrolisis sempurna maka akan
tersari rutin pada fraksi ini.
Sedangkan pada sistem kedua merupakan sistem yang bersifat nonpolar, maka
sistem ini digunakan untuk menganalisis kuersetin yang juga bersifat nonpolar. Pada
sistem ini semua sampel terelusi dengan menghasilkan beberapa bercak. Bercak yang
bersifat polar akan sulit terelusi (Rf kecil) sedangkan senyawa yang bersifat nonpolar
akan mudah terelusi (Rf besar). Pada sampel A ditemukan bercak pada Rf 0,19 dan
0,34 pada sinar tampak dan UV 254 sebelum disemprot. Nilai Rf yang kecil tersebut
menunjukan bahwa senyawa pada sampel A merupakan senyawa polar yang diduga
sebagai rutin. Pada sampel B1 ditemukan bercak pada Rf 0,66 dan 0,98. Rf yang besar
ini menunjukan bahwa senyawa pada sampel B1 merupakan senyawa nonpolar yang
diduga sebagai kuersetin. Hal ini sesuai dengan teori bahwa sampel B1 mengandung
kuersetin karena sampel B1 diberi perlakuan hidrolisis rutin menjadi kuersetin.
Sedangkan pada sampel B2 ditemukan bercak pada Rf 0,15; 0,38 (Rf rendah) dan
pada Rf 0,58; 0,66 ; 0,98 (Rf tinggi). Hal ini menunjukkan adanya senyawa baik polar
maupun nonpolar pada sampel B2. Diduga,bercak pada Rf tinggi merupakan senyawa
kuersetin yang masih tersisa atau belum tersari sempurna oleh adanya eter, sedangkan
bercak pada Rf rendah diduga merupakan senyawa rutin yang belum terhidrolisis
sempurna. Belum dapat dipastikan secara jelas apakah sampel B2 mengandung
senyawa rutin karena pada sistem satu tidak ditemukan adanya bercak elusi.
Dilihat dari warna pada bercak elusi sistem satu dibanding sistem dua, bercak
pada sistem dua akan berwarna lebih terang dibandingkan pada sistem satu. Hal ini
tterjadi karena pada sistem dua, senyawa yang terelusi adalah kuersetin dimana
kuersetin memiliki gugus OH lebih banyak pada struktur flavonoid utamanya. Pada
sistem satu, salah satu OH pada struktur flavonoid terkonjugasi dengan gugus gula.
Gugus OH pada struktur flavonoid berfungsi sebagai ausokrom yang dapat
menguatkan intensitas warna pada suatu senyawa.
V. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1980, Materia Medika Indonesia, Jilid IV, DepKes RI, Jakarta
Harborne, J.B., 1996, Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan, Penerbit ITB, Bandung
Stahl, E., 1985, Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi, ITB, Bandung
Sudarsono, dkk, 1996, Tumbuhan Obat, PPOT-UGM, Yogyakarta
Trease, and Evans, 1978, Pharmacognosy 11th ed., Ballesse Tindall, London