Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang di sebabkan oleh


mikroorganisme Leptospira interogans

tanpa memandang bentuk spesifik

serotipenya. Penyakit ini pertama kali di kemukan oleh Weil pada tahun 1886.
Penyakit ini di kenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slime fever, swamp
fever, autumnal fever, infectious jaundice, field fever, cane cutter fever, dan lain-lain.
Leprospirosis sering kali luput di diagnosa karena gejala klinis tidak spesifik dan sulit
di lakukan konfirmasi diagnosa tanpa uji laboratorium.
Leptospirosis tersebar di seluru dunia, di semua benua kecuali benua
Antartika, namun terbanyak di dapati di daerah tropis. Leptospira bisa terdapat pada
binatang piaraan seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, atau binatang pengerat
lainnya seperti tikus, tupai dan lain-lain. Di dalam tubuh binatang tersebut, leptospira
hidup di dalam ginjal atau air kemihnya. Dalam tubuh tikus, leptospira akan menetap
dan membentuk koloni serta berkembang biak di dalam epitel tubulus ginjal dan
secara terus menerus ikut mengalir dalam filtrat urin. Penyakit ini bersifat musiman,
di daerah beriklim sedang masa puncak insiden di jumpai pada musim panas dan
musim gugur karena temperatur adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan
hidup leptospira, sedangkan di daerah tropis insiden tertinggi terjadi selama musim
hujan.
Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air, tanah, Lumpur yang telah
terkontaminasi oleh urin binatang yang terinfeksi leptospira. Orang-orang yang
mempunyai faktor resiko tinggi mendapat penyakit ini adalah pekerja di sawah,
peternakan, pekerja tambang, dan orang yang mengadakan perkemahan di hutan. (1)

BAB II
LAPORAN KASUS

SESI I
Pak Sadikin usia 40 tahun, datang di bawa oleh keluarganya ke Unit Gawat Darurat
(UGD)

denagn keluhan kuning seluruh tubuh sejak 2 hari yang lalu. Menurut

keluarganya, Pak Sadikin juga mengalami deman terus menerus sejak 9 hari yang
lalu, tetapi pada saat itu tubuhnya belum kuning, namun 2 hari terakhir badannya
menjadi kuning di sertai perasaan lemas, mual, dan muntah. Pak Sadikin juga
mengaku nafsu makannya amat menurun, minum sedikit. Buang air kecil pun jarang,
sehari hanya sekali dengan warna air kemih yang pekat.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan :
Kesadaran

: Somnolen

TD

: 85/60 mmHg

Nadi

: 110x/menit

Suhu

: 38,50C

RR

: 24x/menit

Mata

: konjungtiva anemis -/- , sclera ikterik +/+

THT

: dalam batas normal

Cor

: BJI-II Reguler takikardi, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

: dalam batas normal

Abdomen

: Hepatomegali 2 jari di bawah arcus costae, nyeri tekan daerah


epigastrium (+)

Ekstremitas

: akral dingin

SESI II
Pada anamnesis tambahan Pak Sadikin seorang penderita tekanan darah tinggi sejak 5
tahun lalu, namun minum obatnya tidak teratur. Penyakit DM, astma, jantung di
sangkal. Empat bulan lalu, Pak Sadikin pernah mengidap Hepatitis A, pernah dibawa
ke rumah sakit, juga karena seluruh tubuhnya kuning. Namun setelahnya sembuh dan
tidak ada keluhan lagi. Pak Sadikin seorang petani, terdapat riwayat alkoholisme sejak
umur 20 tahun namun sudah berhenti sejak 5 tahun yang lalu.
Pemeriksaan laboratorium :
Hb

: 17,5 gr/dl

Leukosit

: 13000/mm3

SGOT/SGPT

: 98/121 U/l

Bilirubin total

: 3,2 mg/dl

Bilirubin indirect

: 0,8 mg/dl

Bilirubin direct

: 2,4 mg/dl

Trombosit

: 90000/mm3

Ht

: 54%

SESI III
Temuan baru pada pemeriksaan fisik Pak Sadikin adalah sebagai berikut :
TD

: 80/60 mmHg

THT

: Epistaksis dengan jumlah perdarahan kurang lebih 50-100cc

Lain-lain masih sama dngan sebelumnya


Pada pemeriksaan laboratorium lanjutan di jumpai :
Ureum

: 110 mg/dl

Kreatinin

: 2,1mg/dl

Anti HAV IgG

:+

Anti HAV IgM

:-

HBsAg

:-

GDS

: 110mg/dl

BAB III
PEMBAHASAN
ANALISA KASUS
Identitas
Nama

: Tn. Sadikin

Umur

: 40 tahun

Pekerjaan

: Petani

Anamnesis

Riwayat penyakit sekarang


9 hari lalu :
Demam tapi
belum kuning

2 hari lalu :
Kuning seluruh
tubuh

Sekarang :
Badan kuning, lemas, mual,
muntah, nafsu makan
menurun, minum sedikit,
BAK jarang dengan warna
air kemih pekat

Riwayat penyakit dahulu


1.

Hipertensi sejak 5 tahun lalu, namun minum obatnya tidak teratur.

2.

Hepatitis A, namun setelahnya sembuh dan tidak ada keluhan lagi.

3.

Pernah di bawa ke rumah sakit karena seluruh tubuhnya kuning.

Riwayat kebiasaan
Riwayat alkoholisme sejak umur 20 tahun namun sudah berhenti sejak 5
tahun yang lalu.

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan :
Kesadaran

: Somnolen

Tanda Vital

TD

: 80/60 mmHg

(N : 120/80 mmHg) hipotensi

Nadi

: 110x/menit

(N : 70-80 x/menit)takikardi

Suhu

: 38,5 C

(N : 36,5-37,2 C)febris

RR

: 24x/menit

(N : 14-18x/menit)

Mata

: konjungtiva anemis -/- , sclera ikterik +/+

THT

: Epistaksis dengan jumlah perdarahan kurang lebih 50-100cc

Cor

: BJI-II Reguler takikardi, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

: dalam batas normal

Abdomen

: Hepatomegali 2 jari di bawah arcus costae, nyeri tekan daerah


epigastrium (+)

Ekstremitas

: akral dingin

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Lab

Hasil Lab

Nilai Normal

Keterangan

Hb

17,5 gr/dl

normal

Leukosit

13000/mm3

5000-10000/mm3

leukositosis

SGOT/SGPT

98/121 U/l

5-40U/l

gangguan fungsi hati

Bilirubin total

3,2 mg/dl

0,3-1mg/dl

Bilirubin indirect

0,8 mg/dl

0,2-0,7mg/dl

Bilirubin direct

2,4 mg/dl

0,1-0,3mg/dl

Trombosit

90000/mm3

200000-400000/mm3 trombositopeni

Ht

54%

normal

Ureum

110 mg/dl

10-50mg/dl

Kreatinin

2,1mg/dl

0,6-1,0mg/dl

Anti HAV IgG

Anti HAV IgM

ikterus hepatik

Gagal ginjal

HAV sembuh
sempurna

HBsAg

(-) hepatitis B

GDS

110mg/dl

normal

Permasalahan pasien
Sessi I
Lemas, mual dan muntah

Sessi II
Petani
sebagai

Sessi III
factor Hipotensi

Demam

resiko

Kesadaran Somnolen

Hipertensi dan minum obat Epistaksis

Nafsu makan menurun

tidak teratur

Ikterus seluruh tubuh

Gangguan faal hati

BAK sedikit dan pekat

Leukositosis

Akral dingin

Trombositopeni

Hipotensi

Ikterus hepatik

Nadi meningkat

Gagal ginjal

Hepatomegali
Kesimpulan permasalahan :
1. Pre syok
2. Gagal ginjal
3. Bukan penyakit hepatitis

Diagnosis kerja
Leptospirosis berat (sindrom Weil)
Dasar diagnosis :
1. Berdasarkan anamnesis, pekerjaan sebagai petani merupakan faktor resiko
pada leptospirosis
2. Berdasarkan pemeriksaan fisik di temukan febris kontinu, penurunan
kesadaran, ikterus, epistaksis, hepatomegali, nyeri tekan epigastrium.

3.

Berdasarkan hasil laboratorium di temukan leukositosis, trombositopeni,


bilirubin direct meningkat, ureum dan kreatinin meningkat.

Diagnosis banding(2)
No.
1.

2.

3.

Nama penyakit
Malaria

Hepatitis

Demam tifoid

Alasan sebagai DD

Tidak

sesuai

Demam

kasus
Anemia

Ikterus

Splenomegali

muntah
Ikterus

Hepatitis marker :

Demam

Anti HAV IgG

:+

Mual mutah

Anti HAV IgM

:-

Lemas

HBsAg

:-

Mual muntah

Splenomegali

Epistaksis

Leukopeni

Demam
Hepatomegali
4.

Sirrosis hepatis

Trombositopeni
Mual muntah
Demam
Ikterus
SGOT/SGPT
Bilirubin total
Riwayat alkoholisme

Mekanisme Patofisologi

Anemia Hb

dengan

1. Nadi meningkat
Sebagai kompensasi Cardiac Output yang menurun dengan memperbanyak
denyut dimana di tandai akral dingin yang mengarah menuju syok.
2. Sklera ikterik
Karena terdapat kerusakan pada sel parenkim hati yang menyebabkan
bilirubin indirect dan bilirubin direct meningkat. Ikterus yang terjadi disini
terutama terjadi karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan
ekskresi bilirubin. Akibatnya bilirubin tidak sempurna masuk ke dalam duktus
hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi pada duktuli empedu intra
hepatic yang mengalami obstruksi.
3. Epistaksis
Demam menyebabkaan vasodilatasi dan di dukung pula degan adanya
trombositopeni sehingga menyebabkan timbulnya perdarahan salah satunya
epistaksis.
4. Gagal ginjal
Fungsi renal menurun menyebabkan produk akhir metabolisme protein yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah sehingga
terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Penurunan jumlah
glomeruli yang normal menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang
seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Dengan menurunnya glomerulo filtrat rate
(GFR) mengakibatkan penurunan klirens kreatinin dan peningkatan kadar
kreatinin serum. Peningkatan ureum kreatinin sampai ke otak mempengaruhi
fungsi kerja, mengakibatkan gangguan pada saraf, terutama pada neurosensori.
Pada penyakit ginjal tahap akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan atau

diencerkan

secara normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan

elektrolit.

Tatalaksana sebagai dokter UGD(3)


1.

Pemberian infus cairan yaitu berupa larutan dextrose dengan indikasi pada
pasien tersebut menuju syok, muntah dan sudah 2 hari tidak makan.

2.

Pemberian makanan lunak seperti bubur dengan indikasi pasien tersebut dalam
keadaan demam dan mual muntah.

Prognosis

Ad vitam : dubia ad malam

Ad fungsionam : dubia ad malam

Ad sanationam : dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

Etiologi
Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira famili treponemataceae,suatu
mikroorganisme spirochaeta. Ciri khas organisme ini yakni berbelit, tipis, fleksibel,
panjangnya 5-15 um, dengan spiral yang sangat halus,lebarnya 0,1-0,2 um. Salah satu
ujung organism sering membengkak, membentuk suatu kait.
Secara sederhana genus leptospira dibagi atas dua spesies : L.interrogans yang
patogen dan L.biflexa yang non patogen /saprofit. Tujuh spesies dari leptospira
patogen sekarang ini telah diketahui dasar DNA-nya, namun lebih praktis dalam
klinik dan epidemiologi menggunakan klasifikasi yang didasarkan atas perbedaan
serologis.

Penularan
Manusia dapat tertular melalui kontak dengan air, atau tanah, lumpur yang
telah terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi leptospira. Infeksi
tersebut terjadi jika luka/erosi pada kulit ataupun selaput lendir.Air tergenang atau
mengalir lambat yang terkontaminasi urine binatang infeksius mempunyai peranan
dalam penularan penyakit ini,bahkan air yang deraspun dapat berperan.Kadangkadang penyakit ini terjadi akibat gigitan binatang yang sebelumnya terinfeksi
leptospira, atau kontak dengan kultur leptospira di laboratorium. Ekspos yang lama
pada genangan air yang terkontaminasi pada kulit yang utuh juga dapat menularakn
leptosira. Orang-orang yang mempunyai resiko tinggi terhadap penyakit ini adalah
pekerja-pekerja di sawah, pertanian, peternakan, perkebunan, pekerja tambang,

pekerja di rumah potong hewan atau orang-orang yang mengadakan perkemahan di


hutan, dan dokter hewan. (4)

Patogenesis
Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, memasuki
aliran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh. Kemudian
terjadi respon imunologi baik secara selular maupun humoral sehingga infeksi ini
dapat ditekan dan terbentuk antibody spesifik. Walaupun demikian beberapa organism
ini masih bertahan pada daerah yang terisolasi secara imunologi seperti dalam ginjal
dimana sebagian mikroorganisme akan mencapai convoluted tubules bertahan disana
dan dilepaskan melalui urine. Leptospira dapat dijumpai dalam air kemih sekitar 8
hari sampai beberapa minggu setelah infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun kemudian. Leptospira dapat di hilangkan dengan fagositosis dan
mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat lenyap dari darah setelah terbentuknya
agglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari, mikroorganisme hanya dapat
ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiruria berlangsung 1 4 minggu.
Tiga mekanisme yang terlibat pada pathogenesis leptospirosis: invasi bakteri
langsung, faktor inflamasi non spesifik, dan reaksi imunologi. (1)

Patologi
Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang
bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada beberapa organ. Lesi yang
muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis
terdapat perbedaan antara derajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara
histologi. Pada leptospirosis lesi histologis yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati

pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini
menunjukan bahwa kerusakan bukan pada struktur organ. Lesi inflamasi menunjukan
edema dan infiltrasi sel monosit, limfosit dan sel plasma. Pada kasus yang berat
terjadi kerusakan kapiler dengan perdarahan yang luas dan disfungsi hepatoseluler
dengan retensi bile. Selain di ginjal leptospira juga dapat bertahan pada otak dan
mata. Leptospira dapat masuk kedalam cairan serebrospinalis pada fase leptospiremia.
Hal ini dapat menyebabkan meningitis yang merupakan gangguan neurologi
terbanyak yang terjadi sebagai komplikasi leptospirosis. Organ organ yang sering
dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot dan pembuluh darah. Kelainan spesifik pada
organ:
Ginjal : Interstisial nefriytis dengan infiltari sel mononuclear merupakan bentuk lesi
pada leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal
terjadi akibat tubular nekrosis akut. Adanya peranan nefrotoksin, reaksi imunologis,
iskemia ginjal, hemolosis dan invasi langsung mikroorganisme juga berperan
menimbulkan kerusakan ginjal.
Hati : Hati menunjukan nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit local
dan proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Pada kasus kasus yang diotopsi,
sebagian ditemukan leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat diantara
sel-sel parenkim.
Jantung : Epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan
miokardium dapat fokal atau difus berupa interstesial endema dengan infiltrasi sel
mononuclear dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat
terjadi perdarahan fokal pada miokardium dan endokarditis.
Otot rangka : Pada otot-otot rangka terjadi perubahan-perubahan berupa lokal
nekrotis, vakuolisasi dan kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada leptospira

disebabkan invasi langsung leptospira. Dapat juga ditemukan antigen leptospira pada
otot.
Mata : leptospira dapat masuk ruang anterior pada mata selama fase leptospiremia
dan bertahan beberapa bulna walaupun antibody yang terbentuk cukup tinggi. Hal ini
disebabkan uveitis.
Pembuluh darah : terjadi perubahan pada pembuluh darah akibat terjadinya
vaskulitis yang akan menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan/ptechiae
pada mukosa,permukaan serosa,dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit.
Susunan saraf pusat : leptospira mudah masuk ke dalam cairan serebrospinal(CSS)
dan dikaitkan dengan terjadinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya
respon antibody,tidak pada saat memasuki CSS. Diduga bahwa terjadinya meningitis
diperantarai oleh mekanisme imunolgis. Terjadi penebalan meninges dengan sedikit
peningkatan sel mononuclear arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis
aseptic, biasanya paling sering disebabkan oleh L.canicola.
Weil disease : Weil disease adalah leptospira berat yang ditandai dengan ikterus,
biasanya disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran,dan demam tipe
kontinua. Penyakit weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis.
Penyebab weil disease adalah serotipe icterohaemorragica pernah juga dilaporkan
oleh serotipe copenhageni dan bataviae. Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan
renal, hepatic,dan disfungsi vascular. (1)

Gambaran Klinis
Masa inkubasi 2-26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari.
Gambaran klinis pada leptospirosis : (5)

Sering : demam, menggigil, sakit kepala, meningsmus, anoreksia, myalgia,


conjuctival suffusion, mual, muntah, nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali,
ruam kulit, fotopobi.

Jarang : pneumonitis, hemaptoe, delirium, perdarahan, diare, edema,


splennomegali, artralgia, gagal ginjal, peroferal neuritis, pancreatitis, parotitis,
edidimitis, hematemesis, ascites, myokarditis.

Leptospirosis mempunyai 2 fase penyakit yang khas yaitu fase leptospiremia dan fase
imun.
Fase Lepstospiremia
Fase ini ditandai dengan adanya leptospira dalam darah dan cairan
serebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya
di frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis dan pinggang
disertai nyeri tekan. Myalgia dapat diikuti dengan hiperestesi kulit, demam tinggi
yang disertai menggigil, juga didapati mual dengan muntah atau tanpa muntah disertai
mencret, bahkan pada sekitar 25% kasus disertai penurunan kesadaran. Pada
pemeriksaan keadaan sakit berat, bradychardi relative, dan ikterus (50%). Pada hari ke
3-4 dapat dijumpai adanya konjunctiva suffusion dan fotofobia. Pada kulit dapat
dijumpai rash yang berbentuk macular, makulopapular, atau urtikaria. Kadang-kadang
dijumpai splennomegali, hepatomegali,serta lymphadenopathy. Fase ini berlangsung
4-7hari. Jika cepat ditangani pasien akan membaik, suhu akan kembali normal,
penyembuhan organ-organ yang terlibat dan fungsinya kembali normal 3-6minggu
setelah onset. Pada keadaan sakit yang lebih berat demam turun setelah 7 hari diikuti
oleh bebas demam selama 1-3hari, setelah itu terjadi demam kembali. Keadaan ini
disebut fase kedua atau fase imun.

Fase Imun
Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibody, dapat timbul demam yang
mencapai suhu 40C disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa sakit
yang menyeluruh pada leher, perut, dan otot-otot kaki terutama otot betis. Terdapat
perdarahan berupa epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia, ikterik.
Perdarahan paling jelas pada fase ikterik, purpura, ptechiae, epistaksis, perdarahan
gusi merupakan manifestasi perdarahan yang paling sering. Conjunctiva injection dan
conjunctival suffusion dengan ikterus merupakan tanda patognomosis untuk
leptospirosis.
Terjadinya meningitis merupakan tanda pada fase ini, walaupun hanya 50%gejala dan
tanda meningitis, pleusitosis pada CSS dijumpai pada 50-90% pasien. Tanda-tanda
meningeal dapat menetap dalam beberapa minggu, tetapi biasanya menghilang setelah
1-2hari. Pada fase ini leptospira dapat dijumpai pada urin. (1)

Diagnosis
Pada umumnya diagnosis awal leptospirosis sulit, karena pasien biasanya datang
dengan meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia, influenza, sindroma syok toksik,
demam yang tidak diketahui asalnya dan diathesis hemoragik, bahkan beberapa kasus
datang sebagai pancreatitis.
1. Pada anamnesis, penting diketahui tentang riwayat pekerjaan pasien, apakah
termasuk resiko tinggi. Gejala/keluhan didapati demam yang muncul
mendadak, sakit kepala terutama di bagian frontal, nyeri otot, mata
merah/fotofobia, mual atau muntah.
2. Pada pemeriksaan fisik dijumpai demam, bradychardia, nyeri tekan otot,
hepatomegali dan lain-lainnya.

3. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin bisa dijumpai leukositosis, normal


atau sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap darah yang
meninggi. Pada urin dijumpai proteinuria, leukosituria dan torak (case). Bila
organ hati terlibat, bilirubin direk meningkat tanpa peningkatan transaminase.
BUN, ureum, dan kreatinin juga bisa meninggi bila terjadi komplikasi pada
ginjal. Trombositopenia terdapat pada 50% kasus.
4. Diagnosa pasti dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh dan serologi.

Kultur : Leptospira membutuhkan media dan kondisi yang khusus untuk


tumbuh dan mungkin membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk
membuat kultur yang positif. Dengan mengambil spesimen dari darah atau
CCS segera pada awal gejala. Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda dan
mengambil spesimen pada fase leptospiremia serta belum diberi antibiotic.
Kultur urin diambil setelah 2-4minggu onset penyakit. Pada spesimen yang
terkontaminasi, inokulasi hewan dapat digunakan. Dengan medium Fletchers
dapat tumbuh dengan baik sebagai obligat aerob.

Serologi : pemeriksaan untuk mendeteksi leptospira dengan cepat adalah


dengan pemeriksaan Polimerase Chain Reaction (PCR),silver stain, atau
fluorescent antibody stain, dan mikroskop lapangan gelap. Dengan
pemeriksaan lapangan redup pada mikroskop biasa morfologi leptospira secara
umum dapat dilihat. Untuk mengamati lebih jelas gerakan leptospira
digunakan mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope). Terdapat gerak
rotasi aktif, tetapi tidak ditemukan adanya flagella. Spirochaeta ini demikian
halus sehingga dalam mikroskop lapangan gelap hanya dapat terlihat sebagai
rantai kokus kecil-kecil.(6)

Pengobatan

Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi


keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan, dan gagal ginjal sangat penting pada
leptospirosis. Gangguan fungsi ginjal umumnya dengan spontan akan
membaik dengan membaiknya kondisi pasien. Namum pada beberapa pasien
membutuhkan tindakan hemodialisa temporer.

Pemberian antibiotic harus dimulai secepat mungkin, biasanya pemberian


dalam 4 hari setelah onset cukup efektif. Untuk kasus leptospirosis berat,
pemberian intravena pensilin G, amoksilin, ampicilin atau eritromisin dapat
diberikan. Sedangkan untuk kasus-kasus ringan dapat diberikan antibiotika
oral tetrasiklin, doksisiklin, ampicilin, atau amoksisilin maupun sefalosporin.
Sampai saat ini penisilin merupakan antibiotic paling utama, namun perlu
diingat bahwa antibiotika bermanfaat jika leptospira masih di darah (fase
leptospiremia).

Tindakan suportif diberikan sesuai keparahan penyakit dan komplikasi yang


timbul. Keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa diatur sebagaimana
pada

penanggulangan

gagal

ginjal

secara

umum.

Kalau

terjadi

azotemia/uremia berat sebaiknya dilakukan dialysis.

Prognosis
Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikterus, angka
kematian 5% pada umur kurang dari 30tahun. Dan pada usia lanjut mencapai 30-40%.
(7)

Pencegahan
Pencegahan leptospirosis khususnya di daerah tropic sangat sulit. Banyaknya
hospes perantara dan jenis serotipe sulit untuk dihapuskan.

Bagi mereka yang mempunyai resiko tinggi untuk tertular leptospirosis harus
diberikan perlindungan berupa pakaian khusus yang dapat melindunginya dari
kontak dengan bahan-bahan yang telah terkontaminasi dengan kemih binatang
reservoir.

Pemberian doksisiklin 200mg perminggu dikatakan bermanfaat mengurangi


serangan leptospirosis bagi mereka yang mempunyai resiko tinggi dan
terpapar dalam waktu singkat. Penelitian terhadap tentara Amerika di hutan
panama selama 3minggu, ternyata dapat mengurangi serangan leptospirosis
dari 4-2% menjadi 0,2% dan efikasi pencegahan 95%.

Vaksinasi terhadap hewan tersangka reervoar sudah lama direkomendasikan.


Tetapi vaksinasi terhadap manusia belum berhasil dilakukan, masih
memerlukan penelitian lebih lanjut.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam Jilid 3. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. 2006. p 1823-25.
2. Leptospirosis in Humans: Differential Diagnoses & Workup. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/788751-diagnosis.

Accessed

on

December 17, 2009.


3. Leptospirosis Information Center. Available at: http://www.leptospirosis.org/.
Accessed on December 17, 2009.
4. Water Related Disease. Available at:
http://www.who.int/water_sanitation_health/diseases/leptospirosis/en/.
Accessed on December 17, 2009
5. Leptospirosis. Available at:
http://www.medicinenet.com/leptospirosis/article.htm.
Accessed on December 17, 2009
6. Widarso, Gasem MH, Purba W, Suharto T, Ganefa S. Pedoman Diagnosa dan
Penatalaksanaan

Kasus

Penanggulangan

Leptospirosis

di

Indonesia.

Departemen Kesehatan. 2004.


7. Widodo DJ. Manifestasi Klinik dan Kematian Penderita Leptospirosis di
RSCM dan RS Persahabatan Jakarta. Jakarta: Dexa Media. 1998.

BAB V
PENUTUP

Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang di sebabkan oleh


mikroorganisme Leptospira interogans. Penyakit ini dapat menular melalui
kontak dengan air, atau tanah, lumpur yang telah terkontaminasi oleh urine binatang
yang telah terinfeksi leptospira. Orang-orang yang mempunyai resiko tinggi terhadap
leptospirosis adalah pekerja-pekerja di sawah, pertanian, peternakan, pekerja tambang
atau orang-orang yang mengadakan perkemahan di hutan. Masa inkubasi leptospirosis
rata-rata 10 hari dengan beberapa gejala yang sering timbul, seperti demam, myalgia,
mual, muntah, nyeri abdomen dan ikterus.
Diagnosis leptospirosis dapat ditegakkan berdasarkan dari anamnesis
(pekerjaan dan keluhan pasien), pemeriksaan fisik (adanya demam, hepatomegali dan
ikterus), pemeriksaan laboratorium (leukositosis, trombositopenia, peningkatan kadar
bilirubin direk serta ureum dan kreatinin). Diagnosis pasti leptospirosis ditegakkan
dengan melakukan kultur dan atau uji serologi. Pada fase awal, spesimen dapat
diambil dari darah atau CSS, tetapi setelah minggu pertama, spesimen diambil dari
urin.
Penatalaksanaan pada penderita leptospirosis harus dilakukan secepatnya
untuk mencegah perjalanan penyakit menjadi berat. Tindakan yang bisa dilakukan,
antara lain pemberian antibiotic, observasi untuk memantau perjalanan penyakit dan
mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal. Yang perlu
diingat adalah pemberian antibiotic hanya bermanfaat jika leptospira masih terdapat di
darah (fase leptospiraemia).

Seorang pria dengan keluhan kuning seluruh tubuh


Kelompok VI

Cyntya Sari Sovianti

030.06.054

Diaz Rahmadi 030.08.082

David R. A. Z

030.06.056

Dina Putri D 030.08.083

Dennys Bercia

030.06.058

Dini Noviani 030.08.084

Ivana Putri Oktavia

030.07.123

Dita Rahmita 030.08.085

Justhesya Fitriani F P

030.07.128

Aditya Ilham 030.08.086

Christy Suryandari

030.08.070

Nurul Wahida 030.08.301

Dian Rosa Ari Zona

030.08.081

Siti Hanisah bt030.08.302

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
22 DESEMBER 2009

Anda mungkin juga menyukai