perhatian khusus baik bagi negara maju maupun negara berkembang. Indonesia
sebagai halnya pula negara berkembang lainnya, tidak luput dari permasalahan
penyediaan air bersih bagi masyarakat. Salah satu masalah pokok yang dihadapi
adalah kurang tersedianya sumber air yang bersih. (Rohcili, 2006).
Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan makhluk
hidup. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan oleh senyawa lain.
Penggunaan air yang utama adalah sebagai air minum. Kebutuhan sehari-hari
terhadap air berbeda-beda untuk tiap tempat dan tingkatan kehidupan. Semakin tinggi
taraf kehidupan, semakin meningkat jumlah kebutuhan akan air bersih. Pemenuhan
kebutuhan akan air tersebut salah satunya diambil dari air tanah yang berupa sumur
gali maupun sumur bor. Pemakaian yang meningkat juga berpengaruh terhadap
kualitas air tersebut, karena tingkat ketersediaan air tidak seimbang dengan tingkat
pemakaian air.
Penggunaan air juga diatur atau dibuat standardisasinya dan dibagi atas :
- Standar PERMENKES:
a. Air Bersih (PERMENKES no. 416 tahun 1990).
Air bersih adalah air yang layak digunakan untuk kebutuhan sehari-hari
seperti mandi, mencuci pakaian, mencuci baju dan sejenisnya.
b.Air Minum (PERMENKES No. 907/MENKES/SK/VII/2002)
Air ini harus memiliki standar air yang layak/boleh untuk dikonsumsi sebagai
air
minum
dengan
ketentuan
batas-batas
yang
telah
ditetapkan
oleh
perlu diketahui bagaimana air dikatakan bersih dari segi kualitas dan bisa digunakan
dalam jumlah yang memadai dalam kegiatan sehari-hari manusia (Gabriel, 2001).
Ditinjau dari segi kualitas, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, di
antaranya kualitas fisik yang terdiri atas bau, warna dan rasa, kulitas kimia yang
terdiri atas pH, kesadahan dan sebagainya serta kualitas biologi dimana air terbebas
dari mikroorganisme penyebab penyakit. Agar kelangsungan hidup manusia dapat
berjalan lancar, air bersih juga harus tersedia dalam jumlah yang memadai sesuai
dengan aktifitas manusia pada tempat tertentu dan kurun waktu tertentu.
Peningkatan kuantitas air adalah merupakan syarat utama karena semakin
maju tingkat hidup masyarakat, maka akan semakin tinggi pula tingkat kebutuhan air
dari masyarakat tersebut. Jadi untuk negara-negara yang sudah maju kebutuhan akan
air pasti lebih besar dari kebutuhan untuk negar-negara yang sedang berkembang
(Sutrisno dkk, 2006). Disamping jumlah atau volume air besar yang tidak kalah
pentingnya adalah kualitas air yang memenuhi standar.
adalah standara kualitas setiap parameter fisik, kimia, biologis dan radiologis
maksimum yang diperbolehkan.
Peningkatan kualitas air minum dengan cara pengolahan terhadap air yang
akan diperlukan terutama apabila air tersebut berasal dari air permukaan atau air
tanah. Pengelolaan yang dimaksud bisa dilakukan dari cara yang sederhana sampai
pada pegolahan yang mutakhir/lengkap, sesuai dengan tingkat pengotoran air dari
sumber asal air tersebut. Semakin kotor semakin berat pula pengolahan yang
dibutuhkan, dan semakin banyak ragam zat pencemar akan semakin banyak pula
teknik-teknik yang diperlukan untuk mengolah air tersebut. Oleh karena itu dalam
praktek sehari-hari maka pengolahan air adalah menjadi pertimbangan untuk
menentukan apakah air tersebut bisa dipakai sebagai sumber air bersih atau tidak.
Mengingat bahwa pada dasarnya tidak ada air yang seratus persen murni dalam arti
sesuai dengan syarat air yang patut untuk kesehatan, maka harus diusahakan air yang
ada sedemikian rupa agar syarat yang dibutuhkan terpenuhi, atau paling tidak
mendekati syarat yang dikehendaki (Azwar, 1981).
AIR TANAH SEBAGAI SUMBER AIR MINUM
Air tanah seperti halnya dengan jenis air lainnya yang ada di bumi tidak
pernah terdapat dalam keadaan murni bersih, tetapi selalu ada senyawa atau mineral
lain yang larut di dalamnya, sering kali juga mengandung bakteri atau
mikroorganisme lainnya. Hal ini tidak berarti bahwa semua air di bumi telah
tercemar, khususnya untuk air tanah tergantung pada: kondisi spesifik geologi,
kondisi hidrologi, dan juga dari ulah manusia yang ada di areal dan di sekitar sumber
air tersebut. Makin jelek kondisi tersebut makin tinggi pula biaya yang dikeluarkan
untuk mendapatkan sumber daya air tanah yang bersih. (Salo, 2000).
Adanya senyawa atau unsur lain dan bakteri atau mikroorganisme di dalam air
tanah menyebabkan air tanah berpotensi menimbulkan dampak yang tidak diinginkan
bagi manusia, terutama dampak yang dapat merugikan kesehatan. Air minum yang
ideal seharusnya jernih, tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau. Air
minumpun seharusnya tidak mengandung kuman patogen dan segala mahluk hidup
yang membahayakan kesehatan manusia, tidak mengandung zat kimia yang dapat
mengubah fungsi tubuh, tidak dapat diterima secara estetis, dapat merugikan secara
ekonomis. Air itu seharusnya tidak korosif, tidak meninggalkan endapan pada seluruh
jaringan distribusinya. Slamet (1996)
Air tanah adalah air yang bergerak dalam tanah, terdapat dalam ruang-ruang
antara butir-butir tanah yang membentuk itu, dan dalam retak-retak dari batuan.
(warsito, 1994) Air bawah tanah (gronundwater) atau dikenal juga sebagai air tanah
merupakan bagian dari siklus hidrologi, yaitu air permukaan di sekitar bumi termasuk
air laut karena pengaruh panas matahari berubah menjadi uap air, oleh angin
sebahagian ditiup ke arah daratan, dan pada tempat tertentu (umumnya berelevasi
tinggi) uap tersebut akan mengalami pemampatan setelah titik jenuh terlampaui akan
berubah menjadi kumpulan air dan jatuh ke bumi sebagai air hujan.
Air tanah terdiri dari dua kategori yaitu air tanah dangkal dan air tanah dalam,
air tanah dangkal adalah air tanah berada pada kedalaman maksimal 15 m di bawah
permukaan tanah sedangkan air tanah dalam adalah air tanah yang berada minimal 15
meter di bawah permukaan tanah (Surbakti, 1986)
Soemartono (1995) tanah di zone air tanah dangkal berada di dalam keadaan
tidak jenuh, kecuali kadang-kadang bila terdapat banyak air di permukaan tanah
seperti berasal dari curah hujan dan irigasi. Zone tersebut dimulai dari permukaan
tanah sampai ke zone perakaran utama (major root zone) tebalnya beragam menurut
jenis tanaman dan jenis tanah.
Air tanah sering disebut air tawar karena tidak berasa asin. Berdasarkan
lokasi air, maka air tanah dapat dibagi dalam 2 (dua) bagian yaitu air permukaan
tanah dan air jauh dari permukaan tanah.
a. Air permukaan tanah
Air permukaan tanah sangat tergantung pada air hujan. Yang termasuk air
permukaan tanah adalah sungai, rawa-rawa, danau, waduk (buatan). Air permukaan
tanah sering dicemari oleh sampah keluarga, kotoran hewan, limbah industri dan
limbah domestik. Berdasarkan hasil penelitian/analisis, elemen/mineral yang
terkandung di dalam air permukaan adalah : Hardness (120mg/l sebagai CaCO 3),
Calsium (80 Mg/L sebagai CaCO3), magnesium (40 Mg/L sebagai CaCO 3), Sodium
dan Potasium (19 Mg/L sebagai Na), Bicarbonat (106 Mg/L sebagai CaCO 3),
Chlorida (23 Mg/L sebagai Cl), Sulfat (38 Mg/L sebagai SO 4), Nitrate (0,44 Mg/L
sebagai N), Besi (0,3 Mg/L sebagai Fe), Silica (13 Mg/L sebagai SiO 2) Karbon
dioksid (4 Mg/L sebagai CaCO3 ) dan pH 7,8 (Gabriel, 2001).
b. Air bawah tanah
Air bawah tanah sering disebut dengan air tekanan yaitu air yang tersimpan
dalam lapisan tanah. Air bawah tanah adalah air sumur gali dan air sumur bor
(Gabriel, 2001).
c. Mata Air
Mata air adalah tempat dimana air tanah keluar kepemukaan tanah, keluarnya
air tanah tersebut secara alami dan biasanya terletak di lereng- lereng gunung atau
sepanjang tepi sungai. Berdasarkan munculnya kepermukaan air tanah terbagi atas 2
(dua) yaitu :
1.
Mata air mengalir (graviti spring) yaitu air mengalir dengan gaya berat sendiri.
Pada lapisan tanah yang permukaan tanah yang tipis, air tanah tersebut
menembus lalu keluar sebagai mata air.
2.
Mata air artesis berasal dari lapisan air yang dalam posisi tertekan. Air artesis
berusaha untuk menembus lapisan rapat air dan keluar ke permukaan bumi.
Ditinjau dari sudut kesehatan, ketiga macam air ini tidaklah selalu memenuhi
syarat kesehatan, karena ketiga-tiganya mempunyai kemungkinan untuk tercemar.
Embun, air hujan dan atau salju misalnya, yang berasal dari air angkasa, ketika turun
ke bumi dapat menyerap abu, gas, ataupun meteri-materi yang berbahaya lainnya.
Demikian pula air permukaan, karena dapat terkontaminasi dengan pelbagai zat-zat
mineral ataupun kimia yang mungkin membahayakan kesehatan (Gabriel, 2001).
Sumur
Sumur gali adalah satu konstruksi sumur yang paling umum dan meluas
dipergunakan untuk mengambil air tanah bagi masyarakat kecil dan rumah- rumah
perorangan sebagai air minum dengan kedalaman 7-10 meter dari permukaan tanah.
Sumur gali menyediakan air yang berasal dari lapisan tanah yang relatif dekat dari
permukaan tanah, oleh karena itu dengan mudah terkena kontaminasi melalui
rembesan. Keadaan konstruksi dan cara pengambilan air sumur pun dapat merupakan
sumber kontaminasi, misalnya sumur dengan konstruksi terbuka dan pengambilan air
dengan timba. Sumur dianggap mempunyai tingkat perlindungan sanitasi yang baik,
bila tidak terdapat kontak langsung antara manusia dengan air di dalam sumur. Sumur
gali ada yang memakai dinding sumur dan ada yang tidak memiliki dinding sumur.
Syarat konstruksi pada sumur gali meliputi dinding sumur, bibir sumur, lantai sumur,
serta jarak dengan sumber pencemar (Gabriel, 2001).
Sumur bor adalah jenis sumur dengan cara pengeboran lapisan air tanah yang
lebih dalam ataupun lapisan tanah yang jauh dari tanah permukaan dapat dicapai
sehingga sedikit dipengaruhi kontaminasi. Umumnya air ini bebas dari pengotoran
mikrobiologi dan secara langsung dapat dipergunakan sebagai air minum. Air tanah
ini dapat diambil dengan pompa tangan maupun pompa mesin (Depkes RI, 1985)
Syarat Lokasi atau Jarak Sumur
Agar sumur terhindar dari pencemaran maka harus diperhatikan adalah jarak
sumur dengan jamban, lubang galian untuk air limbah (cesspool, seepage pit), dan
dan
menjaminketersediaannya
dengan
tetap
memelihara
serta
2.
Pengambilan air bawah tanah dari sumur bor pipa (sumur pasang) bergaris
tengah kurang dari 2 (dua) inci atau 5 cm.
3.
Pengambilan air bawah tanah untuk rumah tangga bagi kebutuhan kurang dari
100 (seratus meter kubik sebulan) dengan tidak menggunakan sistem distribusi
terpusat.
Menurut Pratowo (2001) keberhasilan pengelolaan air tanah sangat tergantung
murah
biaya
memanfaatkannya,
maka
masyarakat
lebih
cenderung