Anda di halaman 1dari 7

Human Immunodeficiency Virus(HIV)

dan
Aquired Immune Deficiency Syndrom(AIDS)

Pendahuluan
Sejak ditemukannya kasus AIDS pertama di United state pada tahun 1981 hingga saat
penyakit ini selalu menarik perhatian dunia kedokteran maupun masyarakat luas .hal ini
disebabkan oleh penyakit ini menyebab kan angka kematian yang tinggi dan jumlah penderita
yang meningkat dalam wktu yang singkat.sejak itu pula penelitian dan pengetahuan mengenai
AIDS dan virus HIV pun berkembang dengan sangat pesat.
Definisi
AIDS atau Sindrom Kehilangan Kekebalan Tubuh adalah sekumpulan gejala penyakit yang
menyerang tubuh manusia sesudah sistem kekebalannnya dirusak oleh virus HIV. Akibat
kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena berbagai jenis infeksi bakteri,
jamur, parasit, dan virus tertentu yang bersifat oportunistik. Selain itu penderita AIDS sering
sekali menderita keganasan, khususnya sarkoma Kaposi dan limfoma yang hanya menyerang
otak.
Epidemiologi
Setelah kasus dini yang ditemukan oleh gottlieb dkk.pada musim semi tahun1981, CDC
antara Juni 1981 sampai dengan september 1982 menerima laporan sejmlah 593 kasus
sarkoma kaposi, pneomonia pneumocystis carinii dan lain-lain infeksi oportunistik yang
membahayakan jiwa si penderita. Penderita pada umumnya berumur 15-60 tahun
imunodefisiensi maupun mendapat terapi obat imunosupresi. Sejumlah 41% atau 243
penderita telah meninggal dunia. jumlah penderita meningkat demikian cepat sehingga
sampai bulan Mei 1985 diperkirakan sudah mencapai 12.000 kasus menurut laporan pada
bulan september 1885, di United States kasus pnyakit ini sudah mencapai 13.000. Di Eropa
peningkatan kasus juga sangat cepat .pada akhir tahun 1984 di Perancis ditemukan 3 kasus
baru per minggu .di jermn barat dan inggris angka ini 2 kasus tiap minggu, sedangkan di
Swiss dan Belanda tiap minggu ditemukan 1 kasus AIDS.
Etiologi
HIV ialah retrovirus yang disebut Lymphadenopathy Associated Virus (LAV) atau Human TCell Leukemia Virus III (HTLV-III) yang juga disebut Human T-Cell Lymphotrophic Virus
(retrovirus). LAV ditemukan oleh Montagnier dkk. pada tahun 1983 di Prancis, sedangkann
HTLV-III ditemukan oleh Gallo di Amerika Serikat pada tahun berikutnya. Virus yang sama
ini ternyata banyak ditemukan di Afrika Tengah. Sebuah penelitian pada 200 monyet hijau
Afrika, 70% dalam darahnya mengandung virus tersebut tanpa menimbulkan penyakit. Nama
lain virus tersebut ialah HIV.

HIV terdiri atas HIV-1 dan HIV-2 terbanyak karena HIV-1. Partikel HIV terdiri atas dua
untaian RNA dalam inti protein yang dilindungi envelop lipid asal sel hospes.
Patogenesis
Cara penularan terutama melalui darah, cairan tubuh, dan hubungan seksual. Virus HIV
ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan sperma dan darah, sedangkan dalam jumlah
kecil ditemukan dalam air liur dan air mata.
HIV menginfeksi sistem imun terutama sel CD4 dan menimbulkan destruksi sel tersebut.
HIV dapat laten dalam sel imun dan dapat aktif kembali yang menimbulkan infeksi. Produksi
virus menimbulkan kematian sel dan juga limfosit yang tidak terinfeksi, defisiensi imun, dan
AIDS.6
Sistem imun dikuasai oleh virus yang berproliferasi cepat di seluruh tubuh. Bila sel CD4
turun di bawah 100/l, infeksi oportunistik dan keganasan meningkat. Demensia HIV dapat
terjadi akibat bertambahnya virus di otak.
Epidemiologi
Setelah kasus dini yang ditemukan oleh Gottlieb dkk. pada musim semi tahun 1981, CDC
antara 1 juni 1981 sampai dengan September 1982 menerima laporan sejumlah 593 kasus
sarkoma Kaposi, pneumonia Pneumocystis carinii dan lain-lain infeksi oportunistik yang
membahayakan jiwa penderitanya. Penderita pada umumnya berumur antara 15-60 tahun
tanpa penyakit imunodefisiensi maupn mendapat terapi obat imunosupresi. Sejumlah 41%
atau 243 penderita telah meninggal dunia. Jumlah penderita meningkat demikian cepat
sehingga sampai bulan mei 1985 diperkirakan sudah mencapai 12.000 kasus.
Menurut laporan pada bulan September 1985, di AS kasus penyakit ini sudah mencapai
13.000. Di Eropa peningkatan kasus juga sangat cepat. Pada akhir tahun 1984 di Perancis
ditemukan 3 kasus baru per minggu. Di Jerman Barat dan Inggris angka ini 2 kasus tiap
minggu, sedangkan di Swiss dan Belanda tiap minggu ditemukan 1 kasus AIDS.
Penderita AIDS di negeri Barat umumnya ditemukan pada golongan masyarakat tertentu
sesuai dengan tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Kumulatif Kasus AIDS / HIV (+) di Indonesia Menurut Faktor Risiko s.d. 31
Agustus 1998
s/d 31 Juli 1998
HIV
No Faktor Risiko
AIDS
(+)
1. Homo/biseksual
60
35
2. Heteroseksual
111
392
3. I.U.D.
3
3
4. Tranfusi Darah
2
0
5. Hemofilia
1
1
6. Transmisi Perintal
3
3
7. Tidak Diketahui
14
78
Jumlah
194
512
2 kasus AIDS akibat transfusi darah di luar negeri.

Agustus 1998
HIV
AIDS
(+)
5
0
8
15
0
0
0
0
0
0
0
0
0
10
13
25

Jumlah
100
526
6
2
2
6
102
744

Sumber : Direktorat Jenderal PPM & PLP, Dep Kes R.I.


Di beberapa negara Afrika Tengah, misalnya Zaire, Rwanda, dan Burundi penyakit ini
merupakan penyakit heteroseksual. Jumlah penderita pria sama dengan penderita wanita.
Jumlah kasus AIDS di berbagai negeri sampai 31 Desember 1990 sejak ditemukan AIDS,
menurut laporan WHO tercantum di tabel 2.
Tabel 2. Jumlah kasus AIDS di berbagai negeri menurut laporan WHO sejak AIDS ditemukan
sampai dengan 31 Desember 1990.
Negeri Asal Laporan
Afrika
USA
Benua Amerika kecuali USA
Asia
Eropa
Oseania
Sumber : Weekly Epidemiological Record 66 : 1 2 (1991).

Jumlah Kasus
81.019
154.191
33.420
872
41.947
2.582

Menurut perkiraan WHO jumlah kasus AIDS jauh lebih banyak. Jumlah ini sampai 31
Desember 1990 ialah 800.000 kasus dewasa dan 400.000 kasus anak. Di samping ini masih
terdapat 8 10 juta orang yang seropositif HIV tanpa gejala klinis. Menurut perkiraan para
pakar epidemiologi WHO, sebagian besar kasus seropositif WHO ini berada di benua Afrika.
Di Indonesia jumlah AIDS dan seropositif HIV sampai Agustus 1998 masing-masing 207
sampai 537 kasus. Dengan perincian dapat dilihat pada tabel 3, 4, dan 5.
Pada waktu ini keadaan tentu sudah banyak berubah. Kasus-kasus HIV dan AIDS sudah
sangat meningkat. Hal ini disebabkan oleh deteksi yang makin canggih termasuk diagnosis
laboratorik yang lebih mudah dilakukan di daerah, dan yang terpenting ada kesadaran
penderita dan para pelayan kesehatan.
Menurut catatan hingga 31 Maret 2006 jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di seluruh
Indonesia ialah HIV 4332, AIDS 5822, semuanya 10.154. Kasus HIV/AIDS yang terbanyak
di DKI Jakarta 3601, peringkat II Papua 1633, peringkat III Jawa Timur 1031. Di seluruh
dunia lebih dari 40 juta orang terkena AIDS pada tahun 2004.
Gejala Klinis dan Kriteria Diagnosis
Gejala penderita AIDS dapat ringan sampai berat. Di AS ditemukan ratusan ribu orang yang
dalam darahnya mengandung virus AIDS tanpa gejala klinis (carrier). Pembagian tingkat
klinis penyakit infeksi HIV. Dibagi sebagai berikut (ceramah AIDS Zubairi Djoerban, di
BLKM Departemen Kesehatan RI, 19 Januari 1994).
I.

Tingkat klinis 1 (asimptomatik / Limfadenopati Generalisata Persisten (LGP))


1. Tanpa gejala sama sekali.
2. LGP.
Pada tingkat ini penderita belum mengalami kelainan dan dapat melakukan aktivitas
normal.

II.

Tingkat klinis 2 (dini)

1. Penurunan berat badan kurang dari 10%.


2. Kelainan mulut dan kulit yang ringan, misalnya dermatitis seborok, prurigo,
onikomikosis, ulkus pada mulut yang berulang dan keilitis angularis.
3. Herpes zoster yang timbul pada 5 tahun terakhir.
4. Infeksi saluran nafas bagian atas berulang, misalnya sinusitis.
Pada tingkat ini penderita sudah menunjukan gejala, tetapi aktivitas tetap normal.
III.

IV.

Tingkat klinis 3 (menengah)


1. Penurunan berat badan lebih dari 10%.
2. Diare kronik lebih dari 1 bulan, tanpa diketahui sebabnya.
3. Demam yang tidak diketahui sebabnya selama lebih dari 1 bulan, hilang timbul
maupun terus menerus.
4. Kandidosis mulut.
5. Bercak putih berambut di mulut (Hairy leukoplakia).
6. Tuberkulosis paru setahun terakhir.
7. Infeksi bakterial berat, misalnya pneumonia.
Tingkat klinis 4 (lanjut)
1. Badan menjadi kurus HIV wasting syndrome, yaitu berat badan turun lebih dari 10%
dan diare kronik tanpa diketahui sebabnya selama lebih dari 1 bulan atau kelemahan
kronik dan demam tanpa diketahui sebabnya lebih dari 1 bulan.
2. Pnemonia Pneumocystis carinii.
3. Toksoplasmosis otak.
4. Kriptokokosis dengan diare lebih dari 1 bulan.
5. Kriptokokosis di luar paru.
6. Infeksi sitomegalo virus pada organ tubuh kecuali di limpa, hati, atau kelenjar getah
bening.
7. Infeksi virus herpes simpleks di mukokutan lebih dari 1 bulan atau di alat dalam
(viseral) lamanya tidak dibatasi.
8. Mikosis apa saja (misalnya histoplasmosis, koksidiodomikosis) yang endemik,
menyerang banyak organ tubuh (diseminata).
9. Kandidosis esofagus, trakea, bronkus, atau paru.
10. Mikobakteriosis atipik diseminata.
11. Septikemia salmonella non tifoid.
12. Tuberkulosis di luar paru.
13. Limfoma.
14. Sarkoma Kaposi.
15. Ensefalopati HIV, sesuai kriteria CDC, yaitu gangguan kognitif atau disfungsi
motorik yang mengganggu aktivitas sehari-hari, progresif sesudah beberapa minggu
atau bulan, tanpa dapat ditemukan penyebab lain kecuali HIV.

Setiap tingkat klinis kemudian dibagi lagi bergantung pada jumlah sel CD4 atau jumlah
limfosit total. Usulan staging WHO tersebut pada prinsipnya berdasarkan kriteria klinis
tersebut di atas. Kriteria klinis ini diajukan oleh penulis buku Membidik AIDS, Iktiar
Memahami HIV dan ODHA halaman 133-135, yang dasarnya usulan sesudah WHO
mengadakan pertemuan di Jenewa bulan Juni 1989 dan bulan Februari 1990. Usulan tersebut
berdasarkan penelitian terhadap 907 penderita seropositif HIV dari 26 pusat perawatan yang
berasal dari 5 benua. Data-data ini dikutip oleh penulis dengan sedikit perubahan dari buku
tersebut. Kelainan hasil pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu diagnosis staging

adalah sebagai berikut : jumlah penurunan CD4, penurunan rasio CD4/CD8 (nilai normal 1,1
: 1,8), anemia, leukopenia, trombositopenia, atau limfositopenia, hipergamaglobulinemia,
penurunan respons limfosit terhadap mitogen dan antigen, alergi terhadap uji kulit tipe lambat
dan peningkatan kompleks imun dalam darah.
Amstrong mengajukan kriteria AIDS berdasarkan faktor predisposisi dan menderita salah
satu penyakit infeksi yang tercantum dalam tabel 6 atau lebih penyakit yang sesuai dengan
tabel 7 dan yang menderita salah satu keganasan sesuai dengan tabel 8.
Selain gejala klinis dan laboratorium ada golongan yang ditemukan termasuk high-risk group
(tabel 1). Menurut CDC orang Haiti sudah dapat digolongkan berisiko tinggi. Bila sindrom
ditemukan pada penderita yang termasuk golongan berisiko tinggi, maka akan memperkuat
diagnosis.
Pembantu Diagnosis
Terdapat beberapa pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi HIV, yang rutin dikerjakan di
Kelompok Studi Khusus AIDS (Pokdisus AIDS) Rumah Sakit Umum Dr. Cipto
Mangunkusumo (RSCM) ialah pemeriksaan anti-HIV yang baru reaktif setelah 12 minggu
sejak infeksi. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan 3 jenis Elisa yang berbeda. Bila
hasilnya non-reaktif tetapi klinis diduga menderita AIDS perlu pemeriksaan lebih lanjut
untuk konfirmasi dengan metode Western blot.
Penatalaksanaan
Bila dahulu pengobatan HIV/AIDS sangat tidak memberikan banyak harapan, pada waktu
sekarang sudah dapat memberikan harapan khususnya pada penderita HIV dan awal tingkat
klinis AIDS. Semua infeksi oportunistik pada penderita AIDS umumnya diobati terutama
bila dimulai sedini mungkin.
Mengenal orang dengan HIV-AIDS (ODHA) sendiri pengobatan kombinasi penghambat
reverse transcriptase dan penghambat protease. Beberapa penelitian terakhir membuktikan
bahwa obat-obat antivirus yaitu indinavir, retrovir, dan lamivudin yang diberikan sebagai
kombinasi dapat meningkatkan CD4 dan menghilangkan HIV pada 24/26 sampai di tingkat
unmeasurable genes of HIV. Namun setelah pengobatan beberapa waktu, mungkin HIV akan
bermutasi menjadi resisten dan toksisitas obat akan muncul sehingga perlu obat baru. Obatobat yang sedang diteliti adalah antisense therapy, gene therapy dengan penghambat HIV
yang ditujukan ke CD4 dan sel induk (stem cell). Penelitian lain tentang cara pengobatan dan
obat baru anti HIV masih banyak dibutuhkan oleh karena penyakit ini banyak menelan jiwa
penderita dan sangat merugikan sosio-ekonomi masyarakat luas terutama pada negara
berkembang.
Di RSCM Jakarta pengobatan HIV/AIDS dilakukan oleh Pokdisus RSCM. Obat yang
digunakan ialah kombinasi 3 obat antiretroviral, yakni :
1. Zidovudin (AZT)
Dosis
: 500 600 mg sehari per os.
2. Lamivudin (3TC)
Dosis
: 150 mg sehari dua kali
3. Neviropin
Dosis
: 200 mg sehari selama 14 hari, kemudian 200 mg sehari dua kali.

Sedangkan penatalaksanaan yang dilakukan di UPIPI RSU Dr. Soetomo Surabaya meliputi :
1.
2.
3.
4.
5.

Terapi antiretroviral
Terapi infeksi sekunder atau infeksi oportunistik serta malignansi
Dukungan nutri berbasis makronutrien dan mikronutrien
Konseling terhadap penderita maupun keluarga
Membudayakan pola hidup sehat dan senam

Komplikasi
Infeksi Oportunistik yang Lazim Ditemukan pada AIDS dan Keganasan

Sarkoma Kaposi
Kandidosis
Herpes Genital

Prognosis
Sepuluh tahun setelah infeksi HIV 50% penderita mengalami AIDS. Prognosis AIDS buruk
karena HIV menginfeksi sistem imun terutama sel CD4 dan akan menimbulkan destruksi sel
tersebut, akibatnya banyak sekali penyakit yang dapat menyertainya. Di Rumah Sakit Kanker
Dharmais Jakarta hasil penelitian pada tahun 2005 kematian berjumlah 34% pada tahun I.6

Diagnosis Banding
-

Limfogranuloma Venereum
Sifilis

Pengobatan
Bila dahulu pengobatan HIV/AIDS sangat tidak memberikan banyak harapan ,pada waktu
sekarang sudah dapat memberikan harapan, khususnya pada penderita HIV dan awal tingkat
klinis AIDS. Semua infeksi oportunistik pada penderita AIDS umumnya diobati terutama bila
di mulai sedini mungkin mengenai orang dengan HIV-AIDS (ODHA) sendiri pengobatan
kombinasi penghambat reverse transcirptase dan penghambat protease .beberapa penelitian
terakhir membuktikan bahwa obat-obat anti virus yaitu indinavir,retrovir,dan lamivudin yang
diberikan sebagai kombinasi dapat meningkatkan CD 4 dan menghilangkan HIV pada 24/26
sampai di tinkat unmeasurable genes of HIV.namun setelah pengobatan beberapa waktu,
mungkin HIV akan bermutasi menjai resisten dan toksisitas obat akan muncul sehingga perlu
obat baru.obat-obat yang sedang diteliti adalah antisense therapy, gene therapy dengan
penghambat HIV yang ditujukan ke CD 4 dan sell induk (stem cell). Penelitian lain tantang
cara pengobatan dan obat baru anti HIV yang masih banyak dibutuhkan,oleh karna penyakit
ini banyak menelan jiwa penderita dan sangat merugikan sosio-ekonomi masyarakat luas
terutama pada negara berkembang di RSCM jakarta pengobatan HIV-AIDS dilakukan oleh

pokdisus RSCM .obat yang digunakan ialah antara lainkombinasi 3 obat anti retro viral,
yakni

Zidovudin(AZT). Dosis: 500-600mg sehari per os

Lamivudin (3TC). Dosis 150mg sehari dua kali

Neviropin. Dosis: 200mg sehari selama 14hari,kemudian 200mg sehari dua kali.

Pencegahan

Berbagai cara yang dapat ditempuh untuk mengurangi penularan penyakit.


1. Kontak seksual harus dihindari dengan orang yang diketahui menderita AIDS dan orang
yang sering menggunakan obat bius secara intravena.
2. Mitra seksual multipel atau hubungan seksual dengan orang yang mempunyai banyak
teman kencan seksual, memberikan kemungkinan lebih besar mendapat AIDS.
3. Cara hubungan seksual yang dapat merusak selaput lendir rektal, dapat memperbesar
kemungkinan mendapat AIDS. Sanggama anal pasif yang pernah dilaporkan pada
beberapa penelitian menunjukan korelasi tersebut. Walaupun belum terbukti, kondom
dianggap salah satu untuk menghindari penyakit kelamin, cara ini masih merupakan
anjuran.
4. Kasus AIDS pada orang yang menggunakan obat bius intravena dapat dikurangi dengan
cara memberantas kebiasaan buruk tersebut dan melarang penggunaan jarum suntik
bersama.
5. Semua orang yang tergolong berisiko tinggi AIDS seharusnya tidak menjadi donor. Di AS
soal ini sudah dipecahkan dengan adanya penentuan zat anti-AIDS dalam darah melalui
cara Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA). Di RSCM Divisi Hematologi
Departemen Penyakit Dalam uji ini sudah dapat dikerjakan.
6. Para dokter harus ketat mengenai indikasi medis transfusi darah autolog yang dianjurkan
untuk dipakai.

Daftar Pustaka

Hamzah M. Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: Penerbit
fakultas kedokteran Universitas Indonesia; 2009. H. 427-32.

Anda mungkin juga menyukai