Anda di halaman 1dari 4

PEMBANGUNAN ERA ORDE BARU DAN ERA REFORMASI

Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan


masyarakat Indonesia secara berkelanjutan dengan memanfaatkan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global.
Pelaksanaannya mengacu pada kepribadian bangsa dan nilai luhur yang universal untuk
mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera, maju, serta
kukuh kekuatan moral dan etikanya. Tujuan pembangunan nasional itu sendiri adalah sebagai
usaha untuk meningkatkan kesejahreraan seluruh bangsa Indonesia. Dan pelaksanaannya
bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga merupakan ranggung jawab
seluruh rakyat Indonesia. Maksudnya adalah setiap warga negara Indonesia harus ikut serta
dan berperan dalam melaksanakan pembangunan sesuai dengan profesi dan kemampuan
masing-masing.
Keikursertaan setiap warga negara dalam pembangunan nasional dapat dilakukan
dengan berbagai cara, seperti mengikuti program wajib belajar, membayar pajak,
melestarikan lingkungan hidup, mentaati segala peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku, menjaga ketertiban dan keamanan, dan sebagainya.
Pembangunan nasional mencakup hal-hal yang bersifat lahiriah maupun batiniah yang
selaras, serasi, dan seimbang. Itulah sebabnya pembangunan nasional bertujuan untuk
mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang seutuhnya, yakni sejahtera lahir dan
batin. Pembangunan yang bersifat lahiriah dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan hajat
hidup fisik manusia, misalnya sandang, pangan, perumahan, pabrik, gedung perkantoran,
pengairan, sarana dan prasarana transportasi dan olahraga, dan sebagainya. Sedangkan contoh
pembangunan yang bersifat batiniah adalah pembangunan sarana dan prasarana ibadah,
pendidikan, rekreasi, hiburan, kesehatan, dan sebagainya. Untuk mengetahui bagaimana
proses pembangunan nasional itu berlangsung, kita harus memahami manajemen nasional
yang te-rangkai dalam sebuah sistem.
Pada awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan politik menjadi prioritas utama. Program
pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi. Dalam jangka waktu tersebut,
ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun dalam praktiknya ini terjadi bersamaan
dengan praktik korupsi yang merajalela. Selain itu, kesenjangan antara rakyat kaya dan
miskin juga semaki lebar. Kalau pada era Soekarno 'politik adalah panglima' sebaliknya era
Soeharto 'ekonomi adalah panglima' sehingga untuk mengamankan kestabilan negara agar
memungkinkan investasi besar-besaran dari negara-negara maju, militer harus
didwifungsikan agar terjamin keamanan dan kestabilan yang diperlukan demi pertumbuhan
ekonomi. Strategi pembangunan ekonomi di Indonesia sebelum orde baru diarahkan pada
usaha pencapaian laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Singkatnya, strategi ekonomi yang
paling baik menurut pimpinan Orde baru adalah strategi yang memungkinkan perusahaan
swasta memainkan peranan aktif, walaupun masih dalam pengawasan pemerintah, dan
menggunakan sistem pasar bebas dan yang memungkinkan pemanfaatan modal asing.
(Masoed, Mochtar. 1898 : 61)
Pembangunan nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Berdasarkan Pola Dasar
Pembangunan Nasional disusun Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang yang meliputi

kurun waktu 25-30 tahun. Pembangunan Jangka Panjang (PJP) 25 tahun pertama. Dimulai
tahun 1969 1994. Sasaran utama PJP I adalah terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat dan
tercapainya struktur ekonomi yang seimbang antara industri dan pertanian. Selain jangka
panjang juga berjangka pendek. Setiap tahap berjangka waktu lima tahun. Tujuan
pembangunan dalam setiap pelita adalah pertanian, yaitu meningkatnya penghasilan produsen
pertanian sehingga mereka akan terangsang untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari
yang dihasilkan oleh sektor industri. Sampai tahun 1999, pelita di Indonesia sudah
dilaksanakan sebanyak 6 kali. Untuk lebih jelasnya lihat tabel 13.1.
Dalam membiayai pelaksanaan pembangunan, tentu dibutuhkan dana yang besar. Di
samping mengandalkan devisa dari ekspor nonmigas, pemerintah juga mencari bantuan kredit
luar negeri. Dalam hal ini, badan keuangan internasional IMF berperan penting. Dengan
adanya pembangunan tersebut, perekonomian Indonesia mencapai kemajuan. Meskipun
demikian, laju pertumbuhan ekonomi yang cukup besar hanya dinikmati para pengusaha
besar yang dekat dengan penguasa. Pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi dengan
pemerataan dan landasan ekonomi yang mantap sehingga ketika terjadi krisis ekonomi dunia
sekitar tahun 1997, Indonesia tidak mampu bertahan sebab ekonomi Indonesia dibangun
dalam fondasi yang rapuh. Bangsa Indonesia mengalami krisis ekonomi dan krisis moneter
yang cukup berat. Bantuan IMF ternyata tidak mampu membangkitkan perekonomian
nasional. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab runtuhnya pemerintahan Orde
Baru tahun 1998.
Era reformasi dimulai ketika orde baru berakhir. B. J. Habibie yang mengawali masa
reformasi membuat kebijakan yang diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Pada
masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup
berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal berbagai persoalan ekonomi
yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN, pemulihan ekonomi,
kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah.
Pemerintahan dilanjutkan oleh Megawati Soekarnoputri yang mengalami masalahmasalah mendesak untuk dipecahkan, yaitu pemulihan ekonomi dan penegakan hukum.
Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara
lain :
Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris
Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.

Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam


periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatankekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak
kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.
Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi
belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi

membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan
mengganggu jalannya pembangunan nasional.
Pada masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, terdapat kebijakan
kontroversial, yaitu mengurangi subsidi BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya
harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan
kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan untuk meningkatkan pendapatan perkapita ditempuh dengan cara mengandalkan
pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta
mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Kebijakan
kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan
Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan
yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.Kebijakan yang
ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan
infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor
asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya
Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan
para investor dengan kepala-kepala daerah.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada
IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti
agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk
berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa
kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk
miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan
Maret 2006.
Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit
perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI),
sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi
pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan
daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya
mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negeri masih kurang
kondusif.
Pada masa reformasi perekonomian Indonesia berangsur membaik, harga-harga
barang pokok juga kembali normal. Perkembangan di era Reformasi ini merupakan suatu
bentuk perbaikan di segala bidang sehingga belum menemukan suatu arah yang jelas.
Setidaknya reformasi telah membawa Indonesia untuk menjadi lebih baik dalam merubah
nasibnya tanpa harus semakin terjerumus dalam kebobrokan moral manusia-manusia
sebelumnya. Dan pada saat ini memang Indonesia sudah mulai berorientasi ke luar dalam hal
menjalin kerjasama dengan dunia luar di bidang ekonomi. Memang pada kenyataannya,
apabila Indonesia menerapkan pembangunan dalam bidang ekonomi yang berorientasi ke
luar, hal tersebut bias merubah tatanan baru dan menciptakan stabilitas perekonomian di
Indonesia, walaupun tidak sepenuhnya stabil dalam aspek-aspek lainnya.

Pada masa Reformasi ini proses pembangunan nasional memang sudah demokratis dan
sudah memerankan fungsi pemerintah daerah dalam menjalankan pasipartisi rakyat
daerahnya. Dengan peluang otonomi daerah telah memberikan sumbangsi yang besar
terhadap proses percepatan pembangunan nasional dan juga menjaminnya sistem demokrasi
yang merakyat.

Anda mungkin juga menyukai