Anda di halaman 1dari 20

Sajian Kasus

Kepada Yth.

Sabtu, 28 Maret 2015

Pembimbing : dr. Martha

Stephanie Talilah
Dr. Persadaan Bukit, SpA

IDENTITAS PASIEN
Nama
Pasien

An. E

Usia
8 bulan

Jenis

Alamat Pendidikan Pekerjaan

Kelamin
P
Jakarta

Suku
Jawa

Timur
Ibu

Ny. NN

pasien

35

tahun

Jakarta

Agama
Kristen
protestan

SMA

Timur

Ibu

Jawa

rumah

Kristen
protestan

tangga
Ayah
pasien

Tn. J

41
tahun

Jakarta

SMA

Timur

Karyawan
Swasta

Jawa

Kristen
protestsn

PENDAHULUAN

Departemen Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

Diare masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak di negara yang sedang berkembang. Dalam berbagai hasil Survei kesehatan
Rumah Tangga diare menempati kisaran urutan ke-2 dan ke-3 berbagai penyebab
kematian bayi di Indonesia.1 Sebagian besar diare akut disebabkan oleh infeksi.
Banyak dampak yang terjadi karena infeksi seluran cerna antara lain pengeluaran
toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorpsi cairan dan elektrolit
dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan keseimbangan asam
basa. Invasi dan destruksi sel epitel, penetrasi ke lamina propria serta kerusakan
mikrovili dapat menimbulkan keadaan maldiges dan malabsorpsi. 2 Bila tidak
mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi
sistemik.
Secara

umum

penanganan

diare

akut

ditujukan

untuk

mencegah/menanggulangi dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam


basa, kemungkinan terjadinya intolerasi, mengobati kausa diare yang spesifik,
mencegah dan menanggulangi gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta.
Untuk melaksanakan terapi diare secara komprehensif, efisien dan efektif harus
dilakukan secara rasional. Pemakaian cairan rehidrasi oral secara umum efektif dalam
mengkoreksi dehidrasi. Pemberian cairan intravena diperlukan jika terdapat kegagalan
oleh karena tingginya frekuensi diare, muntah yang tak terkontrol dan terganggunya
masukan oral oleh karena infeksi. Beberapa cara pencegahan dengan vaksinasi serta
pemakaian probiotik telah banyak diungkap dan penanganan menggunakan
antibiotika yang spesifik dan antiparasit.3

KASUS

Departemen Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

Pasien bernama An. E, berusia 8 bulan, berjenis kelamin perempuan, dibawa


ke Rumah Sakit C pada tanggal 16 Maret 2015 dengan keluhan mencret sejak 4
hari (12 Maret 2015) sebelum masuk Rumah Sakit. Dalam sehari pasien dapat
mencret lebih dari 4 x tiap hari. Konsistensi cair dan agak lengket, warna feses
kuning, bau lebih menyengat dari biasanya, lendir (-), darah (-), ampas (+). Sekali
mencret, feses penuh di bagian tengah pempers. Awalnya pasien mulai BAB cair
hanya 2 3x sehari, dan menjadi semakin sering mulai 3 hari sebelum masuk rumah
sakit. Pasien sudah berobat di dokter Rumah Sakit Restu Kasih dan diberikan oralit
zink pro syrup, obat anti mual saat 2 hari sebelum masuk rumah sakit, tetapi tidak ada
perubahan. Selain keluhan mencret, pasien juga sempat demam sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit kemudian diukur oleh orang tua pasien suhunya 39

C. Untuk

keluhan demam, pasien diberikan sanmol tetapi keluhan hanya berkurang sebentar.
Keluhan demam selalu muncul dimalam hari. Nafsu makan dan minum pasien
berkurang, BAK jadi jarang dan sedikit-sedikit. Pasien makin rewel sejak sakit.
Muntah 4 hari sebelum masuk rumah sakit dengan isi muntahan makanan/minuman
yang dimakan/diminum sebelumnya.
Riwayat alergi disangkal. Pasien tidak pernah mengeluh keluhan seperti ini
sebelumnya. Pasien memiliki riwayat kejang 2 x sampai usia 2 bulankarena demam
tinggi sebelumnya. Pasien juga pernah dirawat di RS Restu selama 5 hari karena ada
infeksi paru. Tidak ada anggota keluarga atau orang lain serumah yang mengalami
penyakit yang sama dengan pasien. Ayah pasien memiliki riwayat kejang demam saat
masih anak-anak. Makanan pasien saat ini berupa nasi, lauk pauk, sayur dan buah,
pasien juga rutin meminum susu formula 1-2 kali tiap hari.
Pasien lahir spontan, cukup bulan, dengan berat lahir 3000 gram dan panjang
badan 51 cm, lingkar kepala 34 cm, nilai APGAR 8/9, dengan pertolongan dokter,
serta langsung menangis. Tidak didapatkan riwayat kuning maupun biru. Sampai saat
ini, pasien telah mendapatkan imunisasi lengkap sesuai dengan usia pasien. Pasien
mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif sejak lahir hingga berusia 6 bulan. Tumbuh
kembang pasien sesuai dengan usia.
Pemeriksaan fisik pada tanggal 16 Maret 2015, didapatkan keadaan umum
tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, nadi 118 x/menit (regular, isi cukup,
kuat angkat), suhu 36,5 oC (regio axilla), frekuensi pernafasan 34 x/menit (regular,
adekuat). Berat badan pasien 9,5 kg, tinggi badan pasien 67 cm, status gizi lebih.
Pemeriksaan kepala dalam batas normal, pemeriksaan mata cekung dan air mata
Departemen Ilmu Kesehatan Anak
3
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

kurang, pemeriksaan hidung dalam batas normal, pemeriksaan telinga dalam batas
normal, pemeriksaan tenggorokan dalam batas normal, mulut dan bibir kering,
kelenjar getah bening tidak teraba membesar di regio colli, axilla, dan inguinal.
Pemeriksaan toraks dalam batas normal, pemeriksaan abdomen perut tampak
sedikit membuncit, turgor kulit kembali lambat, nyeri tekan dan nyeri ketok (-) pada
seluruh regio abdomen, perkusi timpani pada seluruh regio abdomen, bising usus (+)
5x/menit. Pemeriksaan genitalia dan anus tidak dilakukan. Pemeriksaan ekstremitas
normotonik dan eutrofi, akral hangat, capillary refill time < 2 detik.
Pada tanggal 16 Maret 2015 dilakukan pemeriksaan penunjang, dimana
didapatkan Hb 13,4 g/dL, Ht 39%, leukosit 5.400/uL, trombosit 235.000/uL, MCV 87
fL, MCH 29.2 pg, MCHC g/dL, hitung jenis leukosit 1 / 2 / 2 / 54 / 30 / 6, dan LED
11 mm/jam.
Diagnosis kerja pasien adalah diare akut dehidrasi sedang. Tatalaksana yang
diberikan adalah diet lunak tidak merangsang, cairan intravena asering 20 tetes per
menit makro, Paracetamol syrup 4 x 0,99 cc (PO), Lacto-B 2 x 1 sach (PO), dan
Mucasin inj 2 x 60 mg (IV).
Perawatan hari kedua tanggal 17 Maret 2015, pasien masih mencret. Frekuensi
BAB 1-4 kali dalam satu hari dengan konsistensi cair, warna kuning, tidak berbau
busuk ataupun asam, tiap BAB sebanyak sekali mencret, feses penuh di bagian tengah
pempers., lendir (-), darah (-), ampas (+) sedikit. Mual (+) muntah (+) demam (-).
Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, nadi
120x/menit, frekuensi napas 38x/menit, suhu 37,2oC. Pada pemeriksaan fisik mata
cekung dan air mata kurang, , mulut dan bibir kering. Pemeriksaan toraks dalam batas
normal, pemeriksaan abdomen perut tampak sedikit membuncit, turgor kulit kembali
lambat, nyeri tekan dan nyeri ketok (-) pada seluruh regio abdomen, perkusi
hipertimpani pada seluruh regio abdomen, bising usus (+) 5x/menit. Pemeriksaan
ekstremitas normotonik dan eutrofi, akral hangat, capillary refill time < 2 detik.
Diagnosis kerja pasien adalah diare akut dehidrasi sedang. Tatalaksana yang
diberikan adalah diet lunak tidak merangsang, cairan intravena asering 20 tetes per
menit makro, Paracetamol syrup 4 x 0,99 cc (PO), Lacto-B 2 x 1 sach (PO), dan
Mucasin inj 2 x 60 mg (IV).
Perawatan hari ketiga tanggal 18 Maret 2015, pasien masih mencret. . Frekuensi
BAB 1-3 kali dalam satu hari dengan konsistensi cair, warna kuning, tidak berbau
Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

busuk ataupun asam, tiap BAB sebanyak sekali mencret, feses penuh di bagian tengah
pempers, lendir (-), darah (-), ampas (+) sedikit. Mual (-) muntah (-) demam (-).
Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, nadi
130x/menit, frekuensi napas 38x/menit, suhu 37oC. Pada pemeriksaan fisik mata
cekung (-) , mulut dan bibir lembab. Pemeriksaan toraks dalam batas normal,
pemeriksaan abdomen perut tampak sedikit membuncit, turgor kulit kembali cepat,
nyeri tekan dan nyeri ketok (-) pada seluruh regio abdomen, perkusi hipertimpani
pada seluruh regio abdomen, bising usus (+) 6x/menit. Pemeriksaan ekstremitas
normotonik dan eutrofi, akral hangat, capillary refill time < 2 detik.
Diagnosis kerja pasien adalah diare akut. Tatalaksana yang diberikan adalah diet
lunak (bubur) nestle, cairan intravena kaen 20 tetes per menit makro, Paracetamol
syrup 4 x 0,99 cc (PO) k/p, Lacto-B 2 x 1 sach (PO), Zink pro 1 x 5 cc (PO), Zink zalt
salep.
Perawatan hari keempat tanggal 19 Maret 2015, pasien masih mencret.
Frekuensi BAB 1-3 kali dalam satu hari dengan konsistensi cair, warna kuning
kecoklatan, tidak berbau busuk ataupun asam, tiap BAB sebanyak sekali mencret,
feses penuh di bagian tengah pempers., lendir (+), darah (-), ampas (+) sedikit. Mual
(-) muntah (-) demam (-).
Pada tanggal 19 Maret 2015 dilakukan pemeriksaan penunjang, dimana
didapatkan faeces lengkap makroskopik: warna coklat, konsistensi cair, lendir (+),
darah (-) mikroskopik: amuba tidak ditemukan, kista tidak ditemukan, leukosit 1-2
/LPB, eritrosit (-), cacing (-), telur cacing (-), yeast 2+, bakteri batang 2+.
Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, nadi
130x/menit, frekuensi napas 32x/menit, suhu 36,7oC. Pada pemeriksaan fisik mata
cekung (-) , mulut dan bibir lembab. Pemeriksaan toraks dalam batas normal,
pemeriksaan abdomen perut tampak sedikit membuncit, turgor kulit kembali cepat,
nyeri tekan dan nyeri ketok (-) pada seluruh regio abdomen, perkusi timpani pada
seluruh regio abdomen, bising usus (+) 5x/menit. Pemeriksaan ekstremitas
normotonik dan eutrofi, akral hangat, capillary refill time < 2 detik.
Diagnosis kerja pasien adalah diare akut. Tatalaksana yang diberikan adalah diet
lunak (bubur) nestle, cairan intravena kaen 20 tetes per menit makro, Paracetamol
syrup 4 x 0,99 cc (PO) k/p, Lacto-B 2 x 1 sach (PO), Zink pro 1 x 5 cc (PO), Mucasin
2 x 60 mg (PO).
Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

Perawatan hari kelima tanggal 20 Maret 2015, BAB sudah tidak terlalu cair,
sudah mulai lembek dan berbentuk. warna kuning kecoklatan. ampas (+) sedikit,
lendir (-), darah (-), mual (+), demam (-). Frekuensi BAB 1-2 kali dalam satu hari.
Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, nadi
128x/menit, frekuensi napas 30x/menit, suhu 36,5oC. Pada pemeriksaan fisik mata
cekung (-) , mulut dan bibir lembab. Pemeriksaan toraks dalam batas normal,
pemeriksaan abdomen perut tampak sedikit membuncit, turgor kulit kembali cepat,
nyeri tekan dan nyeri ketok (-) pada seluruh regio abdomen, perkusi timpani pada
seluruh regio abdomen, bising usus (+) 5x/menit. Pemeriksaan ekstremitas
normotonik dan eutrofi, akral hangat, capillary refill time < 2 detik.
Diagnosis kerja pasien adalah diare akut. Tatalaksana yang diberikan adalah diet
lunak (bubur) nestle, inject plug, Paracetamol syrup 4 x 0,99 cc (PO) k/p, Lacto-B 2 x
1 sach (PO), Zink pro 1 x 5 cc (PO), Mucasin 2 x 60 mg (PO).
Perawatan hari keenam tanggal 21 Maret 2015, BAB sudah mulai padat,
warna kecoklatan, ampas (-), lendir (-), darah (-), mual (-), demam (-). Frekuensi BAB
1-2 kali dalam satu hari.
Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, nadi
128x/menit, frekuensi napas 32x/menit, suhu 37oC. Pada pemeriksaan fisik mata
cekung (-) , mulut dan bibir lembab. Pemeriksaan toraks dalam batas normal,
pemeriksaan abdomen perut tampak sedikit membuncit, turgor kulit kembali cepat,
nyeri tekan dan nyeri ketok (-) pada seluruh regio abdomen, perkusi timpani pada
seluruh regio abdomen, bising usus (+) 4x/menit. Pemeriksaan ekstremitas
normotonik dan eutrofi, akral hangat, capillary refill time < 2 detik.
Diagnosis kerja pasien adalah diare akut. Tatalaksana yang diberikan adalah diet
lunak (bubur) nestle, inject plug, Lacto-B 2 x 1 sach (PO), Zink pro 1 x 5 cc (PO),
Mucasin 2 x 60 mg (PO).
Pasien dan orang tua pasien harus dijelaskan segala hal mengenai diare,
terutama tentang cara penanganannya. Diare adalah penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada anak diseuruh dunia. Masalah utama diare akut pada anak berkaitan
dengan risiko terjadinya dehidrasi. Salah satu etiologinya adalah infeksi yang dapat
disebabkan oleh berbagai organisme seperti virus, bakteri, protozoa, dan helminth.
Sehingga pasien dan orang tua pasien hendaknya menjaga kebersihan mencuci tangan
sebelum dan sesudah makan, untuk mencegah penularan lebih lanjut. Selain itu,
pasien disarankan istirahat yang cukup, serta menjaga makanan & minuman yang
Departemen Ilmu Kesehatan Anak
6
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

dikonsumsi selama sakit. Diet yang dianjurkan adalah lunak dan tidak merangsang,
bertujuan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna ataupun perforasi
usus.

TINJAUAN PUSTAKA
Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

Definisi
Diare didefinisikan sebagai keadaan berubahnya konsistensi tinja menjadi
lebih lembek/ cair dan disertai frekuensi defekasi yang meningkat. Buang air besar
tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.1,2 WHO mendefinisikan diare sebagai
keluarnya tinja encer (yang mengikuti bentuk bejana) dengan frekuensi 3 atau lebih
dalam periode 24 jam.5 Episode diare dibedakan menjadi akut dan persisten
berdasarkan durasinya. Diare akut terjadi secara mendadak dan tidak lebih dari 14
hari. Diare persisten didefinisikan sebagai episode diare yang terjadi lebih dari 14
hari.
Untuk bayi dan anak, jumlah keluaran tinja lebih besar daripada 10g/kg/24
jam atau lebih dari batas dewasa yaitu 200g/24 jam. Diare merupakan akibat dari
terganggunya transport cairan usus dan elektrolit.3
Etiologi
Penyebab paling umum adalah agen-agen infeksius, namun penyebabpenyebab lainnya yang menyebabkan manifestasi klinis yang sama tidak boleh
diabaikan. Penyebab diare akut meliputi.
Tabel 1. Etiologi Penyebab Diare Akut
Infeksi

Obat-obatan

Alergi makanan atau

Infeksi usus (termasuk keracunan makanan)


Infeksi ekstra intestinal (otitis media akut,
infeksi saluran kemih, pneumonia)
Antibiotika
Pencahar
Antasida yang mengandung magnesium
Withdrawal opiat
Obat-obatan lainnya
Cows milk protein allergy (CMPA)

intoleransi

Kelainan proses

Alergi protein kedelai


Alergi makanan multipel
Metilxantin (kafein, teobromin, teofilin)
Defisiensi enzim sukrase-isomaltase

cerna/absorpsi
Defisiensi vitamin
Tertelan logam berat
Kemoterapi atau radiasi yang

Hipolaktase awitan lambat (atau tipe dewasa)


Defisiensi niasin
Defisiensi folat
Co, Zn, cat

Departemen Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

menginduksi enteritis
Anatomi fungsional dari mukosa usus halus
Villus, unit fungsional dari usus halus, memperbanyak permukaan cerna dan
penyerapan dari mukosa usus halus. Enzyme pencernaan dan protein transpor
bertanggung jawab dalam pergerakan elektrolit di mukosa usus halus terletak di brush
border membrane sel villi. Epitel saluran gastrointestinal adalah epithel yang dapat
mengatur muatan osmotik ke dalam usus halus. Taut erat, struktur dinamis yang
terjadi antara sel epitel, berkontribusi pada pergerakan air dan elektrolit secara
keseluruhan.
Transpor elektrolit melalui sel epitel usus halus terjadi melalui beberapa
mekanisme,

termasuk

glucose-sodium

co-transporter.

Transpor

protein

ini

membutuhkan keberadaan gradien natrium sepanjang brush border membrane yang


dipertahankan oleh pompa Na, K+ ATPase pada membran basolateral enterosit.
Mekanisme kedua adalah jalur electroneutral NaCl-coupled yang melibatkan
mekanisme pertukaran dobel oleh Na-H+ exchanger dan Cl-HCO3- exchanger.
Patofisiologi
Diare terjadi akibat ketidakseimbangan antara absorpsi air dan elektrolit
dengan sekresi. Perubahan ini dapat terjadi baik akibat adanya gaya osmotik di lumen
yang menarik air atau hasil dari induksi status sekresi aktif pada enterosit.3
Diare osmotik
Diare osmotik disebabkan karena adanya substrat yang tidak dapat diserap di
saluran gastrointestinal dan secara umum berhubungan dengan kerusakan usus
halus.2,6 Contoh klasik diare osmotik adalah intoleransi laktosa disebabkan karena
defisiensi enzim sehingga laktosa tidak dapat diserap di usus halus dan mencapai
kolon dalam keadaan intak. Bakteri kolon kemudian memfermentasi laktosa yang
tidak terserap tersebut menjadi asam organik rantai pendek, membangkitan osmosis
sehingga air disekresikan ke lumen. Contoh lain adalah konsumsi minuman
berkarbonasi yang mengandung gula dalam jumlah berlebihan melampaui kapasitas
transpor, terutama pada balita, dan konsumsi sorbitol serta garam magnesium yang
keduanya tidak diabsorbsi. Secara umum, diare osmotic terjadi saat pencernaan
Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

dan/atau penyerapan bermasalah. Diare osmotik berhenti dengan puasa dan memiliki
pH asam.6
Diare sekretorik
Mekanisme diare sekretorik terdapat aktivasi mediator intraselular seperti
cAMP, cGMP, dan Ca2+ intraselular, yang menstimulasi sekresi Cl- aktif dari sel kripta
dan menginhibisi absorbsi natrium klorida coupled netral. Mediator ini mengganggu
ion flux paraselular karena cedera akibat toxin yang terjadi di tight junction.6 Contoh
klasik diare sekretorik yang ditimbulkan oleh kolera dan enterotoksin Escherichia
coli yang berikatan dengan reseptor permukaan enterosit (monosialoganglioside
GM1). Fragmen dari toksin kolera kemudian akan masuk ke dalam sel dan
mengaktivasi adenilat siklase pada membran basolateral melalui interaksi dengan
protein G. Kejadian ini meningkatkan cAMP intraselular yang mengaktivasi protein
spesifik yang kemudian membangkitkan pembukaan kanal klorida.6
E. coli akan memediasi diare sekretorik dengan menghasilkan heat-labile
toxin (LT) dan heat-stable toxin (ST) di usus halus. Aksi LT serupa dengan toksin
kolera dan berikatan dengan reseptor permukaan yang sama. Penyebab lain diare
sekretorik adalah peptida vasoaktif yang mengaktivasi reseptor G protein-coupled
menyebabkan peningkatan mediator intraseluler.2
Diare sekretorik biasanya memiliki volume yang banyak, tinja mengandung
banyak sekali air. Analisis feses menunjukkan natrium dan klorida yang tinggi (> 70
mEq/L). Diare sekretorik terus berlanjut dengan puasa.6
Konsep klasik bahwa diare sekretorik hanya diinduksi oleh bakteri mulai
mendapat tantangan dengan adanya bukti bahwa jalur sekresi ion serupa diinduksi
oleh agen virus dan protozoa.6 Rotavirus menghasilkan protein nonstruktural (NSP4)
yang dapat menstimulasi sekresi klorida dimediasi kalsium. Diare sekretorik juga
dapat muncul melalui proses noninfeksi. Beberapa hormon dan neurotransmitter
diketahui terlibat dalam sekresi intestinal sebagai bagian dari system neuroendokrin
yang terintegrasi dalam respon intestinal terhadap stimulus luar.
Diare akut, terutama yang disebabkan karena infeksi, dipengaruhi oleh faktor
pejamu dan faktor kausal. Faktor pejamu adalah kemampuan tubuh untuk
mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri
dari faktor-faktor pencegah atau lingkungan internal saluran cerna antara lain
keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan lingkungan mikroflora usus. Faktor
Departemen Ilmu Kesehatan Anak
10
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

kausal yaitu daya penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan
memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus halus serta daya lekat
kuman.1
Diare infeksi dibagi menjadi:
1.

non-invasif (enterotoksigenik): bakteri yang tidak merusak mukosa, misalnya


Vibrio cholerae Eltor, Enterotoxigenic E.coli (ETEC), dan Clostridium
perfringens. V.cholerae eltor mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus
halus 15-30 menit sesudah diproduksi. Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan
berlebihan nikotinamid adenin dinukleotid pada dinding sel usus, sehingga
meningkatkan kadar adenosin 3,5cAMP dalam sel yang menyebabkan sekresi
aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat,
kation natrium dan kalium.

2.

invasif (enterovasif): bakteri yang merusak mukosa misalnya Enteroinvasive


E.coli (EIEC), Salmonella, Shigella, Yersinia, C.perfringens tipe C. Diare
disebabkan oleh kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat
diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat tercampur lendir dan darah.
Penyebab parasit yang sering yaitu E.histolytica dan G.lamblia.

Patogenesis
Virus
Beberapa jenis virus seperti rotavirus, berkembang biak dalam epitel vili usus
halus, menyebabkan kerusakan sel epitel dan pemendekan vili. Hilangnya sel-sel vili
yang secara normal mempunyai fungsi absorpsi dan penggantian sementara oleh sel
epitel berbentuk kripta yang belum matang, menyebabkan usus mensekresi air dan
elektrolit. Kerusakan vili dapat juga dihubungkan dengan hilangnya enzim
disakaridase, menyebabkan berkurangnya absorpsi disakarida terutama laktosa.
Penyembuhan terjadi bila vili mengalami regenerasi dan epitel vilinya menjadi
matang.1
Bakteri

Penempelan di mukosa. Bakteri yang berkembang biak dalam usus halus


pertama-tama harus menempel mukosa untuk menghindarkan diri dari
penyapuan. Penempelan terjadi melalui pili yang melekat pada reseptor di

Departemen Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

11

permukaan usus. Hal ini terjadi misalnya pada E.coli enterotoksigenik dan V.
Cholera 01. Pada beberapa keadaan, penempelan mukosa dihubungkan dengan
perubahan epitel usus yang menyebabkan pengurangan kapasitas penyerapan atau
menyebabkan sekresi cairan.1

Toksin yang menyebabkan sekresi. E. Coli enterotoksigenik, V. Cholerae 01 dan


beberapa bakteri lain mengeluarkan toksin yang menghambat fungsi sel epitel.
Toksin ini mengurangi absorpsi natrium melalui vili dan mungkin meningkatkan
sekresi klorida dari kripta, yang menyebabkan sekresi air dan elektrolit.
Penyembuhan terjadi bila sel yang sakit diganti dengan sel yang sehat setelah 2-4
hari.1

Invasi mukosa. Shigella, C jejuni, E coli enteroinvasife dan Salmonella dapat


menyebabkan diare berdarah melalui invasi dan perusakan sel epitel mukosa. Ini
terjadi sebagian besar di kolon dan bagian distal ileum. Invasi mungkin diikuti
dengan pembentukan mikroabses dan ulkus superfisial yang menyebabkan
adanya sel darah merah dan sel darah putih atau terlihat adanya darah dalam tinja.
Toksin yang dihasilkan oleh kuman ini menyebabkan kerusakan jaringan dan
kemungkinan juga sekresi air dan elektrolit dari mukosa.1

Protozoa

Penempelan mukosa. G.lamblia dan Cryptosporidium menempel pada epitel usus


halus dan menyebabkan pemendekan vili, yang kemungkinan menyebabkan
diare.

Invasi mukosa.E. Histolitica menyebabkan diare dengan cara menginvasi epitel


mukosa di kolon (atau ileum) yang menyebabkan mikroabses dan ulkus. Namun
keadaaan ini terjadi bila strainnya sangat ganas. Pada manusia, 90% infeksi
terjadi oleh strain yang tidak ganas. Dalam hal ini tidak ada invasi ke mukosa dan
tidak timbul gejala/tanda-tanda, meskipun kista amoeba dan trofozoit mungkin
ada di dalam tinja.1

Dehidrasi
Diare berat dan asupan oral terbatas dapat menyebabkan dehidrasi.
Manifestasi dari dehidrasi antara lain rasa haus meningkat, berkurangnya jumlah
buang air kecil, urin berwarna gelap, tidak mampu berkeringat dan perubahan
Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

12

ortostatik. Pada keadaan diare berat dapat terjadi gagal ginjal akut dan perubahan
status mental (bingung dan pusing). Pada semua anak dengan diare, status hidrasi
diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat, sedang, atau tanpa dehidrasi.7
Tabel 2. Klasifikasi keparahan dehidrasi pada anak dengan diare menurut
WHO7
Klasifikasi
Dehidrasi berat

Dehidrasi ringan

Gejala atau tanda


Dua atau lebih dari:
Lethargi/tidak sadar

Mata cekung

Tidak dapat minum atau minum sedikit

Cubitan pada kulit kembali sangat lambat (2 detik)


Dua atau lebih dari:

sedang

Tanpa dehidrasi

Gelisah, iritabilitas

Mata cekung

Minum seperti kehausan

Cubitan kulit kembali dengan lambat


Tidak cukup tanda untuk memenuhi klasifikasi dehidrasi berat
dan sedang

Dehidrasi menurut klinisnya dibagi menjadi 3 tingkatan:


1.

Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5% BB): turgor berkurang, suara serak (vox
cholerica), pasien belum jatuh dalam presyok

2.

Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8% BB): turgor buruk, suara serak, pasien
presyok atau syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam

3.

Dehidrasi berat (hilang cairan 8-10% BB): tanda dehidrasi sedang ditambah
kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot-otot kaku, sianosis.

Penatalaksanaan diare menurut WHO


Plan A
Diare tanpa dehidrasi

Lebih banyak cairan diberikan pada anak untuk mencegah dehidrasi. Cairan
rumah seperti air tajin, air kelapa, sup sayur atau yoghurt dapat diberikan. Cairan
bersoda, cairan buah dengan pemanis buatan, dan glukosa tinggi dihindari karena
dapat menyebabkan diare osmotik. Selama tidak ada tanda dan gejala malabsorpsi

Departemen Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

13

selama penanganan, penghentian susu dan dairy product tidak direkomendasikan.


Pemakaian rutin formula bebas laktosa tidak mengurangi masa penyembuhan.

Cairan rehidrasi oral WHO (Oral Rehydration Solution / ORS) mengandung NaCl
3,5 g, NaCO3 2,5 g, KCl 1,5 g, glukosa 20 g dalam 1 liter air (Oralyte, Ottolite).
Ibu dapat diajarkan cara menyiapkan cairan garam-gula, 3 jumput garam
ditambahkan dengan sekitar segenggam gula, dicampur dengan liter air. Pada
diare yang memanjang atau berat, ORS yang mengandung beras dapat dicoba.
Cairan ini dapat diterima dan meningkatkan nutrisi anak.

Restriksi atau penghentian makanan tidak dianjurkan. Anak tetap harus diberi
makan dengan nutrien dan kalori tinggi untuk mencegah malnutrisi. ASI tetap
dilanjutkan. Campuran sereal dan kacang, jus buah segar dan pisang dapat
diberikan. Saat diare berhenti, anak diberikan makanan ekstra setiap hari selama
satu minggu untuk mencapai berat badan sebelum sakit.

Tanda bahaya harus dijelaskan kepada ibu dan harus segera dilaporkan, rasa haus
berlebihan, mata cekung, demam, menolak makan atau minum, disentri,
pengurangan buang air kecil, kejang.

Plan B
Diare dengan dehidrasi ringan-sedang
Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama

Jumlah oralit yang diperlukan= 75ml/kg BB


Jika anak menginginkan oralit lebih banyak dari pedoman di atas, berikan sesuai
kehilangan cairan yang sedang berlangsung
Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusui, beri juga 100-200
ml air matang selama periode ini
Mulai memberi makan segera setelah anak ingin makan
Lanjutkan pemberian ASI
Berikan tablet zink selama 10 hari

Departemen Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

14

Tunjukkan kepada ibu cara memberikan larutan oralit:


-

Minumkan sedikit-sedikit tetapi sering dari cangkir/ mangkok/ gelas

Jika anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian lanjutkan lagi dengan lebih lambat

Lanjutkan ASI selama anak mau

Setelah 3 jam:
-

Ulangi penilaian dan klasifikasi kembali derajat dehidrasinya

Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan

Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai:


-

Tunjukkan cara menyiapkan larutan oralit di rumah

Tunjukkan beberapa banyak larutan oralit yang harus diberikan dirumah untuk
menyelesaikan 3 jam pengobatan

Jelaskan 4 aturan perawatan:


1.
2.
3.
4.

Beri cairan tambahan


Lanjutkan pemberian makan
Beri tablet zink selama 10 hari
Kapan harus kembali

Plan C
Diare dengan dehidrasi berat

Harus ditangani cepat dengan cairan intravena karena keadaan emergensi,


Ringer Laktat atau Normal Saline 0,9% diberikan 100 ml/kg yang dibagi
sebagai berikut:

- <12 bulan pemberian pertama 30 ml/kg selama 1 jam, dilanjutkan pemberian


70mg/kg selama 5 jam
- 12 bulan 5 tahun pemberian pertama 30 ml/kg selama 30 menit, dilanjutkan
pemberian 70 mg/kg selama 2 setengah jam.

Antibiotik tidak rutin diberikan. Antiemetik, antidiare dan antimotilitas tidak


digunakan. Tinjau ulang setiap 1 jam, jika tidak membaik, dipercepat. Cairan
dengan dextrose jangan digunakan untuk rehidrasi inisial karena dapat
memperparah. Jika anak dapat minum ORS secara oral saat cairan infus
disiapkan, berikan 5ml/kg secepatnya.

Departemen Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

15

Tinjau ulang setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) untuk status hidrasi dan
pilih plan A, B, C untuk selanjutnya. Jika akses intravena tidak bisa secara
cepat, pikirkan pemberian ORS dengan NGT. Anak sadar dan tidak terdapat
ileus, 20 ml/kg/jam. Jika diharuskan, akses intraosseus dapat dikerjakan pada
anak di bawah 6 tahun.

Penatalaksanaan Lain

Antibiotik
o Digunakan atas indikasi tertentu yaitu infeksi bakteri spesifik atau
protozoa, kolera, Shigella, Giardia. Pada pasien dengan diare berat dan
persisten, dengan penyakit lain seperti gagal jantung, penyakit paru,
dan AIDS.

Kolera tetrasiklin 12,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis.

Shigella disentri cefixime 8 mg/kgBB/hari dibagi dalam 5


dosis.

Amoebiasis Metronidazole 30-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam


7-10 dosis.

Giardiasis Metronidazole 30-40mg/kgBB/hari dibagi dalam


10 dosis

Adsorbents (kaolin, pektin, arang aktif)


o Hanya sedikit mengubah konsistensi tinja, namun tidak mengurangi
kehilangan cairan dan garam.

Antimotilitas (difenoksilat, tingtura opium atau loperamide)


o Memperlambat eliminasi organisme penyebab diare dan dapat
memperpanjang penyakit.

Probiotik
o Beberapa strain probiotik (bakteri asam laktat atau mycetes) ditemukan
efektif sebagai adjuvan dalam menangani anak dengan diare akut. Data
dari randomized controlled trial yang didesain dengan baik
menunjukkan keuntungan yang secara statistik signifikan dalam hal
memperpendek masa sakit. Saat ini strain probiotik (terbanyak
Lactobacillus GG dan Saccharomyces boulardii) banyak digunakan

Departemen Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

16

pada tatalaksana diare cair akut pada bayi dan anak di negara
berkembang.

Zinc
o Pada anak umur 2 bualn ke atas, tablet zinc diberikan selama 10 hari
dengan dosis tablet (10)/hari untuk yang berusia <6 bulan, dan 1
tablet (20 mg)/ hari untuk yang berusia > 6 bulan.

ANALISIS KASUS

Pada anamnesis didapatkan pasien datang dengan diare selama 4 hari, dalam
sehari pasien dapat mencret lebih dari 4 x tiap hari. Konsistensi cair dan agak lengket,
Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

17

warna feses kuning, bau lebih menyengat dari biasanya, lendir (-), darah (-), ampas
(+). Sekali mencret, feses penuh di bagian tengah pempers. Mual (+) muntah (+)
demam (+), nafsu makan berkurang dan BAK jadi jarang dan sedikit-sedikit.
Sedangkan pada pemeriksaan fisik yang didapatkan, pasien tampak sakit sedang
dengan kesadaran kompos mentis, pemeriksaan mata cekung (+) dan air mata kurang,
mulut dan bibir kering. Pemeriksaan toraks dalam batas normal, pemeriksaan
abdomen perut tampak sedikit membuncit, turgor kulit kembali lambat, nyeri tekan
dan nyeri ketok (-) pada seluruh regio abdomen, perkusi hipertimpani pada seluruh
regio abdomen, bising usus (+) 5x/menit. Keadaan-keadaan yang didapatkan dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut dapat disimpulkan pasien terkena diare.
Gejala-gejala klinis diare, adalah:

Buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair dan
berlangsung kurang dari 1 minggu.

Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering
disertai dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa. Dehidrasi
dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan
elektrolit. Tanpa dehidrasi bila penurunan berat badan kurang dari 5%,
dehidrasi ringan-sedang (dehidrasi tak berat) bila penurunan berat badan
antara 5%-10% dan dehidrasi berat bila penurunan lebih dari 10%.

Penilaian derajat dehidrasi dengan memperhatikan tanda utama, yaitu:


kesadaran, rasa haus, turgor kulit menurun. Pada balita tanda tambahan
yaitu ubun-ubun besar cekung. Mata cekung (+), air mata (-), mukosa
mulut dan bibir kering. Nafsu makan berkurang dan berat badan turun.

Pemeriksaan penunjang juga dilakukan pada pasien tersebut, yaitu


pemeriksaan darah perifer lengkap dan feses. Dengan hasil Hb 13,4 g/dL, Ht 39%,
leukosit 5.400/uL, trombosit 235.000/uL, MCV 87 fL, MCH 29.2 pg, MCHC g/dL,
hitung jenis leukosit 1 / 2 / 2 / 54 / 30 / 6, dan LED 11 mm/jam.
Faeces lengkap makroskopik: warna coklat, konsistensi cair, lendir (+), darah (-)
mikroskopik: amuba tidak ditemukan, kista tidak ditemukan, leukosit 1-2 /LPB,
eritrosit (-), cacing (-), telur cacing (-), yeast 2+, bakteri batang 2+.
Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

18

Selain gejala-gejala klinis yang didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan


fisik, pemeriksaan laboratorium juga dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis
diare, yaitu: pemeriksaan darah perifer lengkap dan faeces lengkap.
Terapi diare yaitu tirah baring, managemen nutrisi dan medika mentosa. Pada
pasien tersebut ketiga prinsip pengobatan sudah diterapkan, yaitu tirah baring / rawat
inap di rumah sakit, managemen nutrisi berupa makanan dan minuman harus
diperhatikan dengan baik dan benar berupa makanan yang cukup cairan, kalori,
vitamin, dan protein. Makanan harus bersifat lunak, tidak merangsang dan rendah
serat, agar membatasi volume feses, menghindari komplikasi perdarahan saluran
cerna, ataupun perforasi. Selain itu, pada diare, pemberian antibiotik harus
diperhatikan dalam efektivitas kerja obat tersebut.

SIMPULAN
Pemeriksaan dan terapi yang diberikan sesuai dengan prosedur tatalaksana
diare. Diagnosis dan terapi yang adekuat dan sedini mungkin dapat menyembuhkan
serta menghasilkan prognosis yang baik terhadap pasien tersebut.

Departemen Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

19

DAFTAR PUSTAKA

1.

World Health Organization. Diarrhoea Disease Fact Sheet.

Available at

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs330/en/index.html#. Geneva, 2009.


2.

Kliegman RM, Behrman RE, Stanton BMD, Geme JS, Schor N. Nelson textbook

of pediatrics. Edisi 19. Saunders. 2011.


3. Guandilini S, Frye RE, Tamer MA.

Diarrhea.

Available

http://emedicine.medscape.com/article/928598-overview. Accessed

at

URL

19

Maret

2015.
4.

Kandun NI. Upaya pencegahan diare ditinjau dari aspek kesehatan masyarakat
dalam kumpulan makalah Kongres nasional II BKGAI juli 2003 hal 29

5.

Barkin RM Fluid and Electrolyte Problems. Problem Oriented Pediatric Diagnosis


Little Brown and Company 1990;20 23.

6.

Booth IW, CuttingWAM. Current Concept in The Managemnt of Acute in


Children Postgraad Doct Asia 1984 : Dec : 268 274

7.

Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Panduan Pelayanan Medis RSCM.


2008.

8.

Abba K, Sinfield R, Hart CA, Garner P. Pathogens associated with persistent


diarrhoea in children in low and middle income countries: systematic review.
BMC Infectious Disease. 2009.

9.

Walker WA, Kleinman RE, Sanderson IR, Sherman PM, Shneider BL. Pediatric

10.

gastrointestinal disease. Edisi 4. 2004.


WHO. Pocket book of hospital care for children. Guidelines for the management

of common illnesses with limited resources. 2005.


11. Flink, Michael and Trauner, DA. Toxic and metabolic encephalopathies. In:
Ronald B. David; Clinical Pediatric Neurology. 3rd edition. New York: Demos
12.

Medical, 2009. p119.


Kirsch, Erica A.Pediatric Emergency Manual. Texas: Department of Pediatrics
San Antonio Uniformed Services HEC Pediatric Residency. 2000.

Departemen Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

20

Anda mungkin juga menyukai