Anda di halaman 1dari 9

Knowledge and Attitude of Nurses Towards Care

of HIV/AIDS Patients
Author : Sara Rekab Eslami Zadeh
Faculty of Medicine, National University of Malaysia

Latar belakang : Meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS dapat


mempengaruhi sektor pelayanan kesehatan. Penanganan yang tidak
rasional dan diskriminatif untuk pasien HIV/AIDS adalah akibat dari
ketakutan

tenaga

kesehatan

itu

sendiri.

Namun

sayangnya,

kebanyakan dari tenaga kesehatan profesional memeiliki perspektif


dan praktik mengenai orang dengan HIV/AIDS. Pengetahuan yang
kurang tentang cara penularan atau transmisi bisa mempengaruhi
perilaku perawat dalam merawat pasien HIV/AIDS. Ketakutan bisa
diakibatkan dari paparan pekerjaan dalam kontak langsung dengan
individu HIV/AIDS dan stigma sosial merupakan dua faktor yang
menyebabkan
pelatihan

sikap

kerja

negatif

dapat

tersebut.

mengurangi

Program

Pendidikan

dan

ketakutan/kecemasan

dan

pengetahuan yang kurang terhadap cara transmisi HIV/AIDS.


1. Pendahuluan
Wabah Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS)

menjadi masalah yang

sangat penting dalam kesehatan publik pada era sekarang.


HIV/AIDS mempengaruhi semua aspek kehidupan manusia
seperti

fisik,

sosial,

emosional

dan

spiritual.

HIV/AIDS

menurunkan harapan hidup individu-individu yang terinfeksi,


Sowell 2004). Di dunia ini, wabah HIV masih tetap bertahan,
serta proporsi tertinggi didapatkan dari individu yang baru
terinfeksi dan kematian akibat AIDS. Secara global, sekitar 30-36
juta individu terinfeksi virus HIV (UNAIDS, 2008). Peningkatan
jumlah orang yang menderita HIV/AIDS ini dapat mempengaruhi
sektor pelayanan kesehatan. Perawat memainkan peran kritis

dalam merawat pasien HIV positif. Tenaga kesehatan profesional


menolak untuk bertemu dengan pasien HIV/AIDS karena mereka
takut akan dapat menular di tempat kerja atau Rumah sakit.
Penangan yang tidak rasional dan diskriminatif untuk pasien
HIV/AIDS adalah ketakutan dari tenaga kesehatan profesional
(Eisenberg 1986 ; Adebajo, et al 2003). Namun sayangnya,
banyak tenaga kesehatan profesional memiliki perspektif dan
praktik mengenai kehidupan orang dengan HIV/AIDS (PLWHA)
(Aghamoalemi et al, 2009). Perawat harus menyadari atau
mengetahui fakta-fakkta dan realita tentang HIV/AIDS. Kurang
pengetahuan

tentang

cara

penularan

bisa

mempengaruhi

perilaku perawat dalam merawat pasien HIV/AIDS. Reaksi atau


respon perawat dapat mengubah dari perawatan yang positif ke
tekhnik isolasi untuk pasien HIV/AIDS, minimum kontak dengan
beberapa

pasien

dan

menghindar

untuk

merawat

pasien

HIV/AIDS (Walusimbi, et al, 2004). Banyak dari penelitian


sebelumnya menunjukkan bahwa perawat bersikap negatif
dalam merawat pasien HIV/AIDS. Salah satu faktor yang
menyebabkan sikap negatif perawat adalah ketakutan akan
terinfeksi melalui paparan pekerjaan ketika kontak langsung
dengan pasien HIV/AIDS. Stigma sosial merupakan faktor kedua
yang mempengaruhi sikap perawat dalam berhubungan dengan
pasien HIV/AIDS. Walaupun demikian, sikap negatif dapat
menyebabkan managemen yang buruk untuk PLWHA yang
membutuhkan dukungan dan penanganan serta perawatan
(Baylor & McDaniel 1996). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menguji pengetahuan dan sikap perawat dalam merawat pasien
yang menderita HIV/AIDS dan untuk mengenal beberapa faktor
yang mempengaruhi pengetahuan dan sikap perawat dalam
praktik

dan

untuk

mengembangkan

program

pendidikan

kesehatan dalam memberikan perawatan pada orang dengan


HIV/AIDS.

A. Pengetahuan

dan

sikap

perawat

dalam

merawat

pasien HIV/AIDS
Banyak penelitian mengenai pengetahuan dan sikap tenaga
kesehatan terhadap pasien HIV/AIDS yang menunjukkan kurang
pengetahuan mengenai penularan HIV dan mencegah risiko
dengan takut akan penularan (Kohi & Horrocks, 1994). Servellen
et al, 1998 mensurvey dari 1200 perawat (RN) menunujukkan
hasil bahwa seperempat perawat berhenti atau menghindari
untuk

merawat

pasien

HIV/AIDS.

30%

perawat

memiliki

pengalaman ketidaknyamanan dalam merawat beberapa pasien.


Sementara hanya 10% perawat bersedia merawat pasien
HIV/AIDS. Dalam penelitian Gallop et al (1991), diantara 700
perawat, mereka mendapatkan bahwa setengah dari perawat
ingin pasien HIV/AIDS dikarantina atau diisolasi dan sekitar 40%
dari

mereka

harus

menghindari

perawatan

untuk

pasien

HIV/AIDS.
Walusimbi et al (2004), dalam penelitiannya menunjukkan
bahwa 95% perawat memliki pengalaman dalam merawat
pasien HIV/AIDS. Total dari 47% perawat memiliki ketakutan
akan penularan virus HIV/AIDS. Mereka yang berpengetahuan
tidak takut dan memiliki sikap positif dalam merawat pasien
HIV/AIDS. Hasil penemuan dari penelitian lain menunjukkan
bahwa perawat memberikan perawatan pada semua pasien
HIV/AIDS. Pengetahuan tentang HIV/AIDS harus adekuat untuk
perawat. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan
dalam penelitian ini adalah tingkat atau kedudukan tenaga
profesional, tingkat keseringan dalam merawat dan pelatihan.
Sikap

perawat

harus

tetap

positif.

Hasil

penemuan

dari

Aghamoalemi et al (2009), menunjukkan banyak sikap yang baik


dari pekerja laboratorium dibandingkan dengan perawat dan
dokter. Sikap yang baik didapatkan dari beberapa perawat D3.
Rondal et al (2002) menunjukkan bahwa kedua staf perawat dan
mahasiswa perawat menunjukkan sikap empati terhadap pasien
HIV. Mereka tidak takut terhadap penularan HIV. Dari penemuan
itu juga menunjukkan 36% menolak merawat pasien HIV/AIDS.

Walaupun kebanyakan dari mereka prihatin terhadap pemberi


perawatan. Pengetahuan HIV tentang persepsi risiko dan mode
penularan tidak mempengaruhi kebaikan dalam memberikan
perawatan pada PLWHA.
Juan (2004) menemukan 200 dan 10 perawat (19,3%)
meninggalkan profesi perawat karena takut akan di kontrak
untuk menangani pasien HIV/AIDS. Perawat Taiwan dalam
penelitian

ini

praktiknya.

memiliki

Kegelisahan

berhubungan

dengan

pengetahuan
dan

kurang

yang

ketakutan
pengetahuan

kurang
mungkin
akan

dalam
bisa

HIV/AIDS.

Penelitian dari Wang et al (2007), 1.079 perawat taiwan


didapatkan bahwa mereka yang masih sendiri dan mereka yang
mempunyai banyak pengetahuan dapat mengurangi ketakutan
dan mempunyai sikap positif pada pasien HIV/AIDS. Fernandez
et al (2004) melaporkan bahwa perawat jika dibandingkan
dengan pekerja pembantu (D3) memiliki sikap yang positif
terhadap pasien HIV/AIDS. Hanya 20% perawat yang memiliki
sikap negatif. Mereka menemukan bahwa umur dan pekerjaan
sangat penting dalam mempengaruhi sikap terhadap pasien HIV.
Baylor

et

al

(1996),

menemukan

bahwa

perawat

yang

berpengalaman dalam merawat pasien HIV/AIDS lebih memiliki


sikap positif terhadap penggunaan layanan kesehatan oleh
pasien HIV/AIDS daripada mereka yang tidak peduli pada pasien
HIV/AIDS, juga banyak perawat yang takut dan khawatir dalam
merawat pasien yang terinfeksi HIV. Pada penelitian Askarian et
al (2006), menemukan bahwa tingkat pengetahuan tentang
infeksi HIV diantara perawat lebih tinggi daripada staf perawat
pembantu. Banyak wanita setuju mengenai kemungkinan untuk
mengidentifikasi pasien HIV selama tahap awal penyakit jika
dibandingkan pria. Pada penelitian di Cameron, tingkat staf
menmpengaruhi tingkat pengetahuan perawat akan HIV/AIDS,
staf dengan kedudukan tertinggi memiliki pengetahuan yang
tinggi pula, juga perawat yang masih muda memiliki banyak
pengetahuan jika dibandingkan dengan perawat yang sudah tua
(Mbanya et al, 2001).

B. Pemaparan infeksi HIV di antara perawat


Sebagian besar perawat memiliki rasa takut tertular HIV
melalui pajanan (Durkin 2004; Rondahl et al 2003). Pajanan
tersebut yaitu melalui kecelakaan kerja dan paparan selaput
lendir dari orang yang terinfeksi (Gala et al. 1993, Gueritault
et al. 2000, Perawatan Standard 2002). Banyak perawat
mengalami stres kerja, kelelahan dan gejala kelelahan kerja
karena mereka memberikan perawatan yang serius bagi
ODHA. Hal tersebut sesuai dengan laporan pada tahun 2002,
yang menunjukkan 24.844 kasus HIV / AIDS di kalangan
orang dewasa dilaporkan adalah mereka yang mempunyai
pengalaman bekerja di pusat-pusat perawatan kesehatan.
Menurut laporan CDC pada tahun 2003, sebanyak 21% dari
personel kesehatan mengidap HIV / AIDS. Para perawat yang
menyediakan perawatan bagi ODHA, percaya bahwa resiko
terinfeksi HIV/AIDS menjadi tinggi (Kermode et al. 2005).
Resiko tersebut paling banyak akibat dari jarum suntik yang
terkontaminasi dengan HIV. Hal tersebut terjadi karena masih
kurangnya peralatan pelindung dan jarum yang aman yang
dapat mengurangi risiko kecelakaan kerja antara perawat di
negara berkembang (Gerson et al 1995;. Fredrich et al
2005.).
C. Peran program pendidikan dan pelatihan terhadap HIV
/ AIDS dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap
perawat
Perawat cenderung takut dalam merawat pasien dengan
HIV/AIDS, hal tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan
tentang cara penularan HIV/AIDS. Oleh karena itu, program
pelatihan pendidikan diperlukan dalam meningkatkan tingkat
pengetahuan perawat dan sikap yang lebih positif. Hasil
penelitian Turner et al (1998), menunjukkan perubahan yang
signifikan dalam pengetahuan tentang AIDS, pengendalian
infeksi, dan sikap terhadap merawat pasien dengan HIV /
AIDS bagi mereka yang menghadiri seminar.

Dalam studi yang dilakukan oleh Harnett et al. (1987),


hasilnya menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam
pengetahuan dan tingkat kepercayaan HIV / AIDS, dengan
pengurangan rasa takut dan sikap negatif yang terkait
dengan pasien yang memiliki AIDS di antara mereka yang
telah

menghadiri

sesi

kuliah

dengan

pertanyaan

dan

jawaban.
2. SUMMARY AND DISCUSSION
Jurnal ini menyoroti beberapa faktor yang mempengaruhi
pengetahuan dan sikap perawat terhadap perawatan pasien HIV
/ AIDS. Perawatan terhadap orang yang menderita HIV / AIDS
adalah sesuatu yang dianggap sebagai hal yang menantang
karena sifatnya adalah multidisiplin, meliputi pengencekan
tanda-tanda fisik (physical sign), kompleksitas medis, perlunya
proses pengendalian infeksi dan hal-hal yang terkait dengan
stigma.
masalah

Terlepas

dari

peningkatan

mempengaruhi

perawat

pengetahuan,
dalam

sejumlah

merawat

pasien

misalnya takut terinfeksi, homofobia, keengganan untuk peduli,


burn out dan sikap keagamaan (religious attitudes) (Robinson
1998). Tenaga profesional kesehatan berulang kali melaporkan
rasa takut terkena paparan pada saat melakukan pekerjaannya
(Valimaki 1998).
Menurut laporan CDC pada tahun 2001, rata-rata risiko
penularan HIV telah diperkirakan sekitar 0,3% (95% CI = 0,2%
-0.5%) setelah terkena paparan perkutan darah yang terinfeksi
HIV dan setelah terkena paparan mukosa membran, sekitar
0,09% (95% CI = 0,006% -0.5%) (CDC Report, 2002). Tren ini
lebih rendah dari risiko tertular penyakit menular lainnya setelah
terpapar misalnya risiko untuk hepatitis B adalah 10% sampai
20%.
Faktor-faktor yang berkaitan dengan persepsi kerja yang berisiko
HIV:
-

Pengalaman melakukan perawatan terhadap penyakit AIDS


Pengetahuan tentang model transmisi dari penyakit HIV/AIDS
Kenyamanan dengan pasien AIDS
Kondisi kerja

Pesatnya penyebaran epidemi HIV telah menyebabkan


perawat dan tenaga profesional kesehatan lainnya menghadapi
HIV / AIDS dan menolak melakukan perawatan pada pasien HIV /
AIDS yang tidak diterima/ unacceptable (Friedland 1995).
Program

pelatihan

menyebabkan

pendidikan

menurunnya

rasa

dan
takut

pekerjaan
dan

telah

pengetahuan

memadai mengenai penularan HIV / AIDS. Untuk perencanaan


dan evaluasi asuhan keperawatan, perlu kebenaran tentang
penyakit diidentifikasi (Unwakwe 2000). Stigma sosial adalah
faktor lain yang mempengaruhi sikap perawat dalam melakukan
kontak dengan pasien HIV / AIDS.
Beberapa studi mengidentifikasi kurangnya pengetahuan
mempengaruhi hasil perawatan untuk pasien dengan HIV / AIDS.
Basis/ dasar pengetahuan yang tepat tentang HIV / AIDS dengan
pemahaman yang cukup tentang kebutuhan pasien dapat
membantu meringankan rasa takut dan kecemasan yang terkait
dengan

kepedulian

pasien

yang

menderita

HIV

AIDS.

Pengetahuan yang tepat dan persepsi dapat meningkatkan


kualitas perawatan bagi pasien (Lohrmann et al. 2000).
Kekurangan :
1. Penelitian

ini

merupakan

studi

literatur

dimana

hanya

membahas topik penelitian melalui referensi2 terkait yang


didapat dari luar negara penulis, yaitu Malaysia, sehingga tidak
dapat mencerminkan keadaan yang sebenarnya dinegara asal
penulis.
2. Penulis hanya menulis insiden yang terjadi pada perawat,
sedangkan mahasiswa keparawatan yang praktik di pusat-pusat
layanan kesehatan kurang dibahas.
Kelebihan :
1. Dalam jurnal ini peneliti membandingkan sikap antar tenaga
kesehatan dalam merawat pasien HIV, serta tingkatan dan
kedudukannya, misalnya antara perawat, dokter dan pekerja
laboratorium ternyata yang lebih respect atau memiliki sikap

positif pada pasien HIV/AIDS adalah pekerja laboratoriam.


Kemudian perawat D3 lebih memiliki sikap positif dalam
merawat pasien HIV/AIDS.
2. Peneliti dalam jurnal ini menggunakan banyak referensi atau
sumber penelitian sebelumnya untuk membandingkan dan
untuk mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh pada sikap
dan pengetahuan tenaga kesehatan khususnya perawat dalam
menangani dan merawat pasien HIV/AIDS.
3. Jurnal ini sudah menjelaskan secara rinci faktor yang dapat
mempengaruhi

pengetahuan

dan

sikap

perawat

dalam

menangani pasien HIV/AIDS seperti ketakutan akan penularan


virus HIV, pengalaman bekerja, paparan pekerjaan sehingga
perawat menolak untuk kontak langsung dengan pasien HIV,
serta dilihat juga dari aspek tingkatan pengetahuan dan
kedudukan dari seorang tenaga kesehatan yang berpengaruh
dalam tingkat pengetahuan akan HIV/AIDS.
4. Dalam jurnal ini peneliti juga telah menjelaskan solusi untuk
menangani pengetahuan yang kurang dan sikap yang kurang
baik dalam merawat pasien HIV/AIDS yaitu dengan program
pelatihan kerja salah satunya melalui workshop kemudian
program pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan perawat.
APLIKASI HASIL PENELITIAN PADA SETTING PELAYANAN DI
INDONESIA:
Dari beberapa studi menyebutkan bahwa perawat yang memiliki dasar
pengetahuan yang tepat tentang HIV / AIDS dengan pemahaman yang
cukup tentang kebutuhan pasien serta memiliki sikap yang positif
dapat membantu meringankan rasa takut dan kecemasan yang terkait
dengan kepedulian pasien yang menderita HIV / AIDS. Maka, secara
aplikatif hal tersebut dapat diterapkan di Indonesia yaitu dengan
melakukan/

mengadakan

program-program

pelatihan

pendidikan

kesehatan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan HIV/AIDS


kepada perawat dan petugas medis lainnya dimana pelatihan-pelatihan
tersebut juga diharapkan dapat menurunkan rasa takut dan dapat
meningkatkan pengetahuan adekuat mengenai penularan HIV / AIDS.

Anda mungkin juga menyukai