A. Definisi Asma
Asma adalah keadaan saluran napas yang mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan;
penyempitan ini bersifat sementara/reversible. Asma bronchial adalah suatu
penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap
berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas
yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun
hasil dari pengobatan (Ohrui dkk, 2008)
Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for
Asthma (GINA, 2010) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik
saluran nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil,
dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan mengi
berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk, khususnya pada malam
atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan
nafas yang luas namun bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel baik
secara spontan maupun dengan pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan
dengan hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan (GINA,
2010).
B. Epidemiologi Asma
Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita bergejala pada
umur 1 tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita asma gejala
pertamanya muncul sebelum umur 4-5 tahun. Sebagian besar anak yang
terkena kadang-kadang hanya mendapat serangan ringan sampai sedang, yang
relatif mudah ditangani. Sebagian kecil mengalami asma berat yang berlarutlarut, biasanya lebih banyak yang terus menerus dari pada yang musiman. Hal
menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat
terjadinya obtruksi terjebak tidak bisa diekspirasi, selanjutnya terjadi
peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF), dan pasien
akan bernafas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT).
Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran nafas tetap terbuka dan
pertukaaran gas berjalan lancar (Sundaru, 2006).
Gangguan yang berupa obstruksi saluran nafas dapat dinilai secara obyektif
dengan Volume Ekspirasi Paksa (VEP) atau Arus Puncak Ekspirasi (APE).
Sedangkan penurunan Kapasitas Vital Paksa (KVP) menggambarkan derajat
hiperinflasi paru. Penyempitan saluran nafas dapat terjadi baik pada di saluran
nafas yang besar, sedang maupun yang kecil. Gejala mengi menandakan ada
penyempitan di saluran nafas besar (Sundaru, 2006).
Manifestasi
penyumbatan
jalan
nafas
pada
asma
disebabkan
oleh
nonspesifik,
akan
adanya
jalan
nafas
yang
hiperaktif,
Gejala
Gejala <1x/minggu
Gejala Malam
2x sebulan
Faal Paru
VEP1 80% nilai
prediksi
serangan
Serangan singkat
terbaik
Variability APE
<20%
9
Persisten
Ringan
tapi <ix/hari
prediksi
APE 80% nilai
terbaik
Variability APE
>1x seminggu
20%-30%
VEP1 60-80%
Persisten
Sedang
Serangan
nilai prediksi
mengganggu
APE
nilai terbaik
Membutuhkan
Variability APE
bronkodilator tiap
>30%
60-80%
Persisten
hari
Gejala terus
Berat
menerus
nilai prediksi
Sering kambuh
Aktivitas fisik
terbaik
terbatas
Variability APE
Sering
VEP1 <60%
>30%
1.
2.
3.
4.
5.
PEMERIKSAAN FISIK
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat
normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah
mengi pada auskultasi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar
normal walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat
penyempitan jalan napas. Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran
napas, edema dan hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka sebagai
kompensasi penderita bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk
mengatasi menutupnya saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja pernapasan
dan menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi.
Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa.
Walaupun demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan
yang sangat berat, tetapi biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis,
gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan otot bantu napas
(PDPI, 2003).
FAAL PARU
Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi
mengenai asmanya , demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai
dispnea dan mengi; sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru
antara lain untuk menyamakan persepsi dokter dan penderita, dan parameter
11
objektif menilai berat asma. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai
(PDPI, 2003) :
1. Obstruksi jalan napas
2. Reversibiliti kelainan faal paru
3. Variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperes-ponsif
jalan napas
Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah
diterima secara luas (standar) dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan
spirometri dan arus puncak ekspirasi (APE) (PDPI, 2003).
a. Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasitas
vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui
prosedur yang standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada
kemampuan penderita sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas
dan kooperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil
nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable. Obstruksi
jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 <
80% nilai prediksi (PDPI, 2003).
Gambar 2. Spirometri
12
Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75%
13
x 100 %
1/2 (APE malam + APE pagi)
14
Bronkitis kronik
Keluhan sesak nafas disertai dengan batuk produktif yang terus
menerus selama 3 bulan dalam 2 tahun berturut turut.
15
Laringotrakeomalasia
Laringotrakeomalasia adalah kelainan yang disebabkan oleh
melemahnya struktur supraglotis dan dinding trakea, sehingga terjadi
kolaps dan obstruksi saluran napas yang menimbulkan gejala utama
berupa stridor. Kelainan ini dapat hadir sebagai laringomalasia atau
trakeomalasia saja.
Tumor
Keluhan sesak biasanya juga bertahan lama sama seperti tumor pada
dewasa. Hal ini disebabkan karena adanya penyempitan permanen
dari saluran pernafasan. Bunyi mengi juga akan terdengar setiap saat.
Bronkiolitis
Merupakan infeksi virus pada bronkiolus dan biasanya menyerang
anak dibawah usia 2 tahun
J.
16
tidak diperlukan)
Variasi harian APE kurang dari 20%
Nilai APE normal atau mendekati normal
Efek samping obat minimal (tidak ada)
Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat (PDPI, 2003).
Edukasi
Menilai dan monitor berat asma secara berkala
Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
Menetapkan pengobatan pada serangan akut
Kontrol secara teratur
Pola hidup sehat (PDPI, 2003).
17
Demikian pula penderita exercise induced asthma atau kambuh hanya bila
cuaca buruk, tetapi di luar pajanan pencetus tersebut gejala tidak ada dan faal
paru normal (PDPI, 2003).
Serangan berat umumnya jarang pada asma intermiten walaupun mungkin
terjadi. Bila terjadi serangan berat pada asma intermiten, selanjutnya
penderita diobati sebagai asma persisten sedang (PDPI, 2003).
Pengobatan yang lazim adalah agonis beta-2 kerja singkat hanya jika
dibutuhkan, atau sebelum exercise pada exercise-induced asthma, dengan
alternatif kromolin atau leukotriene modifiers; atau setelah pajanan alergen
dengan alternatif kromolin. Bila terjadi serangan, obat pilihan agonis beta-2
kerja singkat inhalasi, alternatif agonis beta-2 kerja singkat oral, kombinasi
teofilin kerja singkat dan agonis beta-2 kerja singkat oral atau antikolinergik
inhalasi. Jika dibutuhkan bronkodilator lebih dari sekali seminggu selama 3
bulan, maka sebaiknya penderita diperlakukan sebagai asma persisten ringan
(PDPI, 2003).
Asma Persisten Ringan
Penderita asma persisten ringan membutuhkan obat pengontrol setiap hari
untuk mengontrol asmanya dan mencegah agar asmanya tidak bertambah
bera; sehingga terapi utama pada asma persisten ringan adalah antiinflamasi
setiap hari dengan glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah. Dosis yang
dianjurkan 200-400 ug BD/ hari atau 100-250 ug FP/hari atau ekivalennya,
diberikan sekaligus atau terbagi 2 kali sehari (PDPI, 2003)
Terapi lain adalah bronkodilator (agonis beta-2 kerja singkat inhalasi) jika
dibutuhkan sebagai pelega, sebaiknya tidak lebih dari 3-4 kali sehari. Bila
penderita membutuhkan pelega/ bronkodilator lebih dari 4x/ sehari,
pertimbangkan kemungkinan beratnya asma meningkat menjadi tahapan
berikutnya (PDPI, 2003).
18
sehari.
Kadangkala
kontrol
lebih
tercapai
dengan
pemberian
19
tambahan
terapi
selain
kombinasi
terapi
yang
lazim
20
sekitar
Medikasi Pengontrol
Alternatif/Pilihan
Harian
Lain
Intermitten
-----Persisten Ringan Glukokortikosteroid
------Teofilin lepas
Alternatif
Lain
-----------
inhalasi (200-400 ug
lambat
BD/hari atau
Kromolin
ekivalennya)
Leukotriene
Persisten
Kombinasi inhalasi
Modifiers
Glukokortikostero Ditambah
Sedang
glukokortikosteroid
id inhalasi (400-
agonis beta-2
(400-800 ug BD/hari
800 ug BD atau
kerja lama
atau ekivalennya)
ekivalennya)
oral, atau
ditambah Teofilin
kerja lama
Ditambah
teofilin lepas
Glukokortikostero lambat
id inhalasi (400800 ug BD atau
ekivalennya)
ditambah agonis
beta-2 kerja lama
oral, atau
21
Glukokortikostero
id inhalasi dosis
tinggi (>800 ug
BD atau
ekivalennya) atau
Glukokortikostero
id inhalasi (400800 ug BD atau
ekivalennya)
ditambah
leukotriene
Persisten Berat
Kombinasi inhalasi
modifiers
Prednisolon/
glukokortikosteroid
metilprednisolon
ekivalennya) dan
10 mg
ditambah agonis
lama, ditambah 1 di
bawah ini:
oral, ditambah
- teofilin lepas
teofilin lepas
lambat
lambat
- leukotriene
modifiers
- glukokortikosteroid
oral
Semua tahapan : Bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling
tidak 3 bulan, kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal
mungkin dengan kondisi asma tetap terkontrol (PDPI, 2003).
22
Initial Assesment
Riwayat, pem.fisik (auskultasi, penggunaan otot bantu nafas, HR, RR, FEV1 atau PEF,
Saturasi Oksigen
Initial Treatment
Oksigen smapai saturasi oksigen >90%, inhalasi 2-agonist kerja cepat (1jam), sistemik
glukokortikosteroid, sedatif di kontraindikasikan
Re-Assesment setelah 1 jam
Pem.fisik (auskultasi, penggunaan otot bantu nafas, HR, RR, FEV1 atau PEF, Saturasi O2
23
(GINA, 2010).
Glukokortikosteroid inhalasi yang dapat digunakan pada penanganan Asma
Dewasa
Obat
Dosis Harian
Dosis Harian
Dosis Harian
Rendah (g)
Sedang (g)
Tinggi (g)
200-500
>500-1000
>1000-2000
100-250
>250-500
>500-1000
200-400
80-160
500-1000
>400-800
>160-320
>1000-2000
>8--0-1680
>320-1280
>2000
100-250
>250-500
>500-1000
200
400
>800
400-1000
>1000-2000
>2000
Dosis Harian
Dosis Harian
Dosis Harian
Rendah (g)
Sedang (g)
Tinggi (g)
100-200
>200-400
>400
100-200
250-500
80-160
500-750
>200-400
>500-1000
>160-320
>750-1250
>400
>1000
>320
>1250
100-200
>200-500
>500
100
>200
>400
400-800
>800-1200
>1200
Beclomethasone
dipropionate
CFC
Beclomethasone
dipropionate
HFA
Budesonide
Ciclesonide
Flunisolide
Fluticazone
propionate
Mumetasone
fuoat
Triamcinolone
acetonide
Anak-anak
Obat
Beclomethasone
dipropionate
Budesonide
Budesenide neb
Ciclesonide
Flunisolide
Fluticazone
propionate
Mumetasone
fuoat
Triamcinolone
acetonide
24
(GINA, 2010).
N. Kriteria rawat inap dan pemulangan pasien asma
Pasien dengan nilai FEV1 atau PEF pada pre-treatment kurang dari 20% atau
pasien dengan nilai FEV1 atau PEF pada post-treatment kurang dari 40%
merupakan indikasi untuk dilakukan rawat inap pada pasien asma. Pada
pasien dengan nilai FEV1 atau PEF pada post-treatment antara 40-60% dapat
dipulangkan namun dengan syarat harus diawasi secara adekuat. Sedangkan
pasien dengan nilai FEV1 atau PEF pada post-treatment lebih dari 60% dapat
langsung dipulangkan (GINA, 2010).
O. Klasifikasi berat serangan asma akut
Gejala dan
Ringan
Berat
Berjalan
Dapat tidur
Berbicara
Duduk
Istirahat
Duduk
Mengancam jiwa
-
Cara
telentang
1 kalimat
Beberapa
membungkuk
Kata demi
berbicara
Kesadaran
Mungkin
kata
Gelisah
kata
Gelisah
Mengantuk, gelisah,
RR
Nadi
gelisah
<20x/menit
<100x/menit
20-30x/menit
100-120x
>30x/menit
>120x menit
kesadaran menurun
Bradikardia
Pulsus
/menit
+/- 10-20
10 mmHg
-
mmHg
+
>25 mmHg
+
Kelelahan otot
Torakoabdominal
Tanda
Sesak napas
Posisi
paradoksus
Otot bantu
Keadaan
napas dan
paradoksal
retraksi
suprasternal
Mengi
APE
PaO2
PaCO2
SaO2
Akhir
Akhir
Inspirasi dan
ekspirasi
ekspirasi
ekspirasi
paksa
> 80 %
> 80 mmHg
< 45 mmHg
> 95 %
60-80 %
80-60 mmHg
< 45 mmHg
91-95 %
< 60%
< 60 mmHg
> 45 mmHg
< 90 %
Silent chest
25
(PDPI, 2003).
Pengobatan
Tempat Pengobatan
RINGAN
Terbaik :
Di rumah
Aktivitas normal
Inhalasi agonis -2
Alternatif :
Di praktek
dokter/klinik/puskesmas
2 dan teofilin
Terbaik:
UGD/RS
Nebulisasi agonis -2
Klinik
timbulkan gejala
tiap 4 jam
Praktek dokter
Alternatif :
Puskesmas
-Agonis -2 subkutan
-Aminofilin IV
-Adrenalin 1/1000 0,3
ml SK
Oksigen bila mungkin
Kortikosteroid sistemik
BERAT
Terbaik :
UGD/RS
Nebulisasi agonis -2
Klinik
tiap 4 jam
Alternnatif :
-Agonis -2 SK/IV
-Adrenalin 1/1000 0,3
ml SK
26
Aminofilin bolus
dilanjutkan drip
Oksigen
Kortikosteroid IV
MENGANCAM
UGD/RS
JIWA
berat
ICU
Kesadaran
Pertimbangkan intubasi
berubah/menurun
Gelisah
Sianosis
Gagal nafas
(PDPI, 2003).
Q. Prognosis Asma Bronchial
Sulit untuk meramalkan prognosis dari asma bronkial yang tidak disertai
komplikasi. Hal ini akan tergantung pula dari umur, pengobatan, lama
observasi dan definisi. Prognosis selanjutnya ditentukan banyak faktor. Dari
kepustakaan didapatkan bahwa asma pada anak menetap sampai dewasa
sekitar 26% - 78% (Suyono, 2006).
Umumnya, lebih muda umur permulaan timbulnya asma, prognosis lebih
baik, kecuali kalau mulai pada umur kurang dari 2 tahun. Adanya riwayat
dermatitis atopik yang kemudian disusul dengan rinitis alergik, akan
memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk menetapnya asma sampai
usia dewasa. Asma yang mulai timbul pada usia lanjut biasanya berat dan
sukar ditanggulangi. Smith menemukan 50% dari penderitanya mulai
menderita asma sewaktu anak. Karena itu asma pada anak harus diobati dan
jangan ditunggu serta diharapkan akan hilang sendiri. Komplikasi pada asma
terutama infeksi dan dapat pula mengakibatkan kematian (Suyono,2006).
27
DAFTAR PUSTAKA
28
29