Sebelum berintraksi dengan pasien ada baiknya kita harus mengetahui prinsip prinsip dalam berkomunikasi, supaya tujuan yang kita inginkan tercapai terhadap
klien kita.
Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen
(1995) dalam Purba (2003) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulis dan
non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.
Komunikasi Verbal
Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit
kata-kata yang digunakan makin kecil keniungkinan teijadinya kerancuan.
Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya
dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk
dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan
pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana.
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan,
sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat
dalam suatu kata. Kata serius dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati
kematian, tetapi perawat akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan
keadaan yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan keperawat
harus hati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan,
terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi
klien.
Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang
menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi.
Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat
dapat menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat
harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula
komunikasi verbal akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan
dengan minat dan kebutuhan klien.
Humor
Komunikasi Tertulis
v Lengkap
v Ringkas
v Pertimbangan
v Konkrit
v Jelas
v Sopan
v Benar
* Dokumentasi historis, misalnya surat dalam arsip lama yang digali kembali
untuk mengetahui perkembangan masa lampau.
* Pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat perintah, surat
pengangkatan.
* Bentuk dan isi surat tidak dapat di ubah bila telah dikirimkan
Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan katakata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan
kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang
disampaikan klien mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi asuhan
keperawatan, karena isyarat non verbal menambah arti terhadap pesan verbal.
Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan
keperawatan.
Morris (1977) dalam Liliweni (2004) membagi pesan non verbal sebagai berikut:
Kinesik
Kinesik adalah pesan non verbal yang diimplementasikan dalam bentuk bahasa
isyarat tubuh atau anggota tubuh. Perhatikan bahwa dalam pengalihan informasi
mengenai kesehatan, para penyuluh tidak saja menggunakan kata-kata secara
verbal tetapi juga memperkuat pesan-pesan itu dengan bahasa isyarat untuk
mengatakan suatu penyakit yang berbahaya, obat yang mujarab, cara memakai
kondom, cara mengaduk obat, dan lain-lain.
Proksemik
Proksemik yaitn bahasa non verbal yang ditunjukkan oleh ruang dan jarak
antara individu dengan orang lain waktu berkomunikasi atau antara individu
dengan objek.
Haptik
Haptik seringkali disebut zero proxemics, artinya tidak ada lagi jarak di antara
dua orang waktu berkomunikasi. Atas dasar itu maka ada ahli kumunikasi non
verbal yang mengatakan haptik itu sama dengan menepuk-nepuk, meraba-raba,
memegang, mengelus dan mencubit. Haptik mengkomunikasikan relasi anda
dengan seseorang.
Paralinguistik
Artifak
Acapkali anda mempunyai kesan tertentu terhadap tampilan fisik tubuh dari
lawan bicara anda. Kita sering menilai seseorang mulai dari warna kulitnya, tipe
tubuh (atletis, kurus, ceking, bungkuk, gemuk, gendut, dan lain-lain). Tipe tubuh
itu merupakan cap atau warna yang kita berikan kepada orang itu. Salah satu
Ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik yaitu
sebagai berikut: (Arwani, 2003 : 54).
Ikhlas (Genuiness)
Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien barus bisa diterima dan
pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akan memberikan
bantuan kepada pasien untuk mengkomunikasikan kondisinya secara tepat.
Empati (Empathy)
Hangat (Warmth)
Orientasi (Orientation)
Pada fase ini hubungan yang terjadi masih dangkal dan komunikasi yang terjadi
bersifat penggalian informasi antara perawat dan pasien. Fase ini dicirikan oleh
lima kegiatan pokok yaitu testing, building trust, identification of problems and
goals, clarification of roles dan contract formation.
Kerja (Working)
Pada fase ini perawat dituntut untuk bekerja keras untuk memenuhi tujuan yang
telah ditetapkan pada fase orientasi. Bekerja sama dengan pasien untuk
berdiskusi tentang masalah-masalah yang merintangi pencapaian tujuan. Fase
ini terdiri dari dua kegiatan pokok yaitu menyatukan proses komunikasi dengan
tindakan perawatan dan membangun suasana yang mendukung untuk proses
perubahan.
Penyelesaian (Termination)
Paa fase ini perawat mendorong pasien untuk memberikan penilaian atas tujuan
telah dicapai, agar tujuan yang tercapai adalah kondisi yang saling
menguntungkan dan memuaskan. Kegiatan pada fase ini adalah penilaian
pencapaian tujuan dan perpisahan (Arwani, 2003 61).
* Perkembangan.
* Persepsi.
* Nilai.
* Emosi.
* Jenis Kelamin.
* Pengetahuan.
* Lingkungan.
* Jarak.
* CitraDiri.
* Kondisi Fisik
3. Penderita gangguan jiwa cenderung sehat secara fisik, penderita penyakit fisik
bisa saja jiwanya sehat tetapi bisa juga ikut terganggu.
Ada beberapa trik ketika harus berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa :
3. Pada pasien menarik diri sering libatkan dalam aktivitas atau kegiatan yang
bersama sama, ajari dan contohkan cara berkenalan dan berbincang dengan
klien lain, beri penjelasan manfaat berhubungan dengan orang lain dan
akibatnya jika dia tidak mau berhubungan dll.
4. Pasien perilaku kekerasan, khusus pada pasien perilaku kekerasan maka harus
direduksi atau ditenangkan dengan obat obatan sebelum kita support dengan
terapi terapi lain, jika pasien masih mudah mengamuk maka perawat dan
pasien lain bisa menjadi korban.
MANAJEMEN KRISIS
Managemen krisis adalah sebuah situasi kegawat daruratan pada klien penderita
gangguan jiwa, rata - rata pasien yang masuk dalam kategori managemen krisis
adalah pasien yang mengalami kondisi labil, terjadi pada pasien baru, pasien
yang mengalami kekambuhan, pasien dengan regimen terapeutik tidak efektif,
pasien amuk, pasien gaduh gelisah, pasien putus obat dan beberapa penyebab
lain.
Sebenarnya ada begitu banyak gejala dari pasien krisis ini tetapi, beberapa hal
diatas hanya sebagai representasi dari sebuah situasi krisis pada klien gangguan
jiwa.
Managemen krisis dapat terjadi setiap saat dan setiap waktu, sehingga
monitoring pada beberapa pasien - pasien tertentu layak menjadi sebuah
pertimbangan, sebelum akhirnya timbul korban dari situasi labil pada klien
tersebut.
Pengobatan secara medis dilakukan guna menjaga kesehatan para pasien secara
fisik. Sedangkan pengobatan yang dilakukan dengan cara non-medis ini
dilakukan dengan cara pengobatan terapi. Didalam terapi peranan perawat
merupakan salah satu faktor penting didalam proses penyembuhan para
pasiennya. Hal ini disebabkan oleh faktor komunikasi yang lebih dominan
dilakukan oleh para perawat. Kegiatan pengobatan itu dimulai dengan interaksi
kepada pasien untuk mencari bantuan psikologis dan perawat menyusun
interaksi dengan mempergunakan dasar psikologis itu untuk membantu pasien
dalam meningkatkan kemampuan meningkatkan diri dalam kehidupannya
dengan mengubah pikiran, perasaan, dan tindakannya. Pesan psikoterapi dari
perawatlah yang membawa pengaruh positif berupa ketenangan (bersifat
dukungan) untuk kesembuhan pasien gangguan jiwa. Hasil yang ditimbulkan
akibat suatu proses yang telah dilakukan oleh perawat diharapkan menimbulkan
suatu akibat, efek, atau hasil yang terjadi pada penerima sesuai dengan
keinginan sumber atau tujuan dari komunikasi psikoterapi itu sendiri.
Berdasarkan fenomena di atas yang membuat penulis tertarik dan sekaligus juga
sebagai tujuan penelitian menggambarkan komunikasi psikoterapi yang
dilakukan perawat dalam pengobatan pasien gangguan jiwa yang berada di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung. Metode yang penulis gunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sedangkan teknik
pengumpulan data dalam studi ini adalah dengan observasi dan wawancara
mendalam (Indepth Interview) yang dipandu dengan pedoman wawancara.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan proses pengobatan pasien gangguan jiwa
yang dilakukan perawat dengan komunikasi psikoterapi di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provinsi Lampung pada dasarnya komunikasi psikoterapi merupakan
metode yang paling efektif dalam melaksanakan pengobatan bagi pasien
gangguan jiwa. Serta, untuk mendukung proses penyembuhan pasien gangguan
jiwa dibutuhkan hubungan kerjasama, pengertian dan saling membutuhkan
antara perawat dan pasien gangguan jiwa selama melakukan pengobatan dan
rehabilitasi untuk mendukung dalam proses penyembuhan pasien gangguan jiwa
yang meliputi, perlakuan perawat terhadap pasien gangguan jiwa, bimbingan
dan pendekatan terhadap pasien gangguan jiwa, dan evaluasi dari hasil
pelaksanaan komunikasi psikoterapi dalam proses pengobatan pasien gangguan
jiwa. Selanjutnya, komunikasi antar pribadi yang dilakukan oleh perawat kepada
pasien gangguan jiwa juga menggambarkan adanya sikap keterbukaan atau
sikap membuka diri. Selain itu, kemampuan ketrampilan kognitif dan
keterampilan tindakan sangat diperlukan perawat dalam menyampaikan pesan
kesehatan pada saat melaksankan tugas.