Raden patah adalah seorang berdarah campuran china dan jawa yang lahir di Palembang
pada tahun 1455. Ia merupakan pendiri sekaligus raja pertama kerajaan demak yang merupakan
kerajaan islam pertama di tanah jawa. Raden patah dikenal dengan banyak nama dan gelar antara
lain Jin Bun, Pate Rodim, Tan Eng Hwa, Dan Aryo Timur. Raden patah merupakan silsilah anak
dari Raja Brawijaya sendiri dengan selir china bernama Siu Ban Ci. Raja Brawijaya sendiri
merupakan raja terkhir dari kerajaan majapahit yang memerintah sejak tahun 1408 hingga 1501.
Hubungan antara Raja Brawijaya dengan selirnya ini membuat Ratu Dwarawati, isteri brawijaya
cemburu. Karena kecemburuannya itu, Raja dipaksa untuk membuang selir itu agar tidak tetap
tinggal di istana. Meski tengah hamil besar, Siu Ban Ci terpaksa harus angkat kaki menuju
Palembang untuk tinggal di anak Brawijaya yang merupakan bupati Palembang masa itu, yakni
Arya Damar. Setelah melahirkan Raden Patah, Siu Ban Ci kemudian menikah dengan anak
tirinya sendiri yang tak lain adalah Arya Damar. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai seorang
putra bernama Raden Kusen.
Seiring berjalannya waktu, Raden Patah tumbuh dewasa. Di masa itu, ia diminta
menggantikan ayah tirinya menjadi bupati Palembang, namun dengan berbagai alasan ia
menolaknya. Ia memilih kabur dan pergi kembali ke Tanah Jawa. Kepergiannya itu kemudian
disusul oleh adik tirinya setelah beberapa bulan kemudian. Baik Raden Patah dan Raden Kusen,
keduanya pergi ke Jawa dan menolak menjadi bupati tidak lain adalah karena ingin
memperdalam ilmu agama Islam. Islam kala itu memang tengah mengalami perkembangan pesat
di tanah air. Mereka berdua belajar ke Sunan Ampel di Surabaya.
Setelah beberapa tahun mengaji, Raden Kusen kemudian kembali ke kerajaan kakeknya,
yakni Brawijaya di Majapahit, sedangkan Raden Patah malah menuju Jawa Tengah untuk
membuka hutan Glagah Wangi dan menjadikannya sebagai tempat syiar Islam dengan
mendirikan pesantren. Seiring berjalan sang waktu, Raden Kusen kini telah menetap di kerajaan
Majapahit dan telah diangkat sebagai adipati. Bersamaan dengan itu, pesantren yang didirikan
Raden Patah pun berkembang dengan pesat dan maju. Mengingat kemajuan pesantren tersebut,
Raja Brawijaya yang tak lain adalah ayah dari Raden Patah khawatir jika pesantren tersebut akan
digunakan oleh Raden Patah sebagai alat untuk melakukan pemberontakan. Untuk menghindari
hal itu, Raja Brawijaya pun menyuruh cucunya, yang tak lain adalah adik tiri dari Raden Patah
Raden Kusen, untuk mengundang Raden Patah.
Sesampainya di Istana, Raja Brawijaya sangat-sangat kagum dengan sosok Raden Patah
yang sangat sederhana, santun, berwibawa, dan berbudi. Brawijaya pun sangat senang
melihat anak dari selirnya itu memiliki kepribadian kuat. Menyadari hal itu, Brawijaya pun
mengangkat Raden Patah sebagai bupati Glagah Wangi. Tak berselang lama, Raden Patah pun
merubah nama Glagah Wangi menjadi Demak dan menetapkan ibukotanya di Bintara. Di bawah
pimpinan Raden Patah, Demak berkembang sangat pesat dan menjadi pusat penyebaran agama
Islam di tanah Jawa.
Perang antara Demak dan Kerajaan Majapahit dikisahkan di dalam Babad Jawi. Dalam
babad tersebut, diketahui bahwa Sunan Ampel pernah berpesan pada Raden Patah untuk tidak
memberontak ke kerajaan Majapahit, karena bagaimanapun Raja Brawijaya adalah ayahnya
sendiri meski berbeda agama. Pesan itu bertahan dan digubris oleh Raden Patah selama Sunan
Ampel hidup. Namun setelah sunan Ampel wafat, pesan itu terpaksa harus diingkari karena
beberapa hal. Secara terpaksa Raden Patah pun memberontak pada kerajaan Majapahit, dan Raja
Brawijaya meningal pada pemberontakan itu. Semenjak pemberontakan itu, kerajaan Demak
semakin berkembang pesat. Kerajaan tersebut menjadi pusat perkembangan agama islam dipulau
Jawa dan menjadi kerajaan islam pertama di Jawa. Beberapa bangunan bukti kemajuan kerajaan
demak masih dapat kita jumpai saat ini, contohnya Masjid Agung Demak yang pada 1479
diresmikan oleh Raden Patah Sendiri.
Raden Patah mempunyai 3 istri yang antara lain: Putri Sunan Ampel yang kemudian
melahirkan Raden Surya dan Raden Trenggana. Kedua anak dari isteri pertama ini secara
berurutan kemudian naik takhta. Raden Surya bergelar Pangeran Sabrang Lor dan Raden
Trenggana bergelar Sultan Trenggana. Seorang putri dari Randu Sanga yang kemudian
melahirkan Raden Kanduruwan yang pada pemerintahan Sultan Trenggana berjasa dalam
menaklukkan Sumenep, Madura. Putri bupati Jipang yang kemudian melahirkan Raden Kikin
dan Ratu Mas Nyowo.
Raden Patah meninggal pada usia 63 tahun karena sakit yang dideritanya. Ia dimakamkan
tidak jauh dari masjid Agung Demak dan hingga saat ini makam raden patah tersebut masih tetap
terawat dengan baik dan ramai dikunjungi banyak orang.