Anda di halaman 1dari 14

POLITIK DAN KEBIJAKAN

PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA


ERA REFORMASI

Makalah
Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah: Politik dan Kebijakan Pendidikan Islam di Indonesia
Dosen Pengampu: Prof.Dr.H.Hamruni, M.Si

Oleh :
Ahmad Arif Rohman Izzudin (1420411007)

KONSENTERASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
TAHUN 2014

POLITIK DAN KEBIJAKAN


PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA ERA REFORMASI
I. PENDAHULUAN
Jatuhnya rezim Soeharto yang kemudian digantikan Habibie sebagai tanda
masa transisi dari pemerintahan Orde Baru menuju Reformasi. Pemerintahan
Soeharto yang dianggap sudah tidak dapat diharapkan lagi untuk membawa
rakyat Indonesia kearah kehidupan yang demokratis, aman, damai, tertib,
sejahtera lahir dan batin. Pemerintahan Soeharto dianggap telah menutup keran
demokrasi dengan menggunakan Angkatan Bersenjata yang bertindak represif,
melakukan monopoli, dan sentralisasi pada semua aspek kehidupan, membiarkan
merajalelanya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), memperbesar
ketergantungan negara pada utang luar negeri, memberikan peluang yang terlalu
besar kepada China dan pihak asing untuk menguasai asset negara. Pemerintahan
Presiden Soeharto dianggap tidak berdaya lagi dalam mengatasi berbagai masalah
tersebut, dan karenanya perlu diganti oleh pemerintahan yang baru yang lebih
reformis.1
Demikian pula dengan konsep pendidikan yang diterapkan di Indonesia. Ia
amat dipengaruhi oleh berbagai kebijakan politik pemerintahan, perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan dan perubahan masyarakat, adat
istiadat, kebudayaan dan lain sebagainya.
Kebijakan-kebijakan pemerintah, mulai dari pemerintahan kolonial, awal
dan pasca kemerdekaan hingga masuknya Orde Baru terkesan meng anak
tirikan, mengisolasi bahkan hampir saja menghapuskan sistem pendidikan Islam
hanya karena alasan Indonesia bukanlah negara Islam. Namun berkat semangat
juang yang tinggi dari tokoh-tokoh pendidikan Islam, akhirnya berbagai kebijakan
tersebut mampu diredam untuk sebuah tujuan ideal yang tertuang dalam UU
Republik Indonesia No 20 Tahun 2003, yaitu Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
1 Prof.Dr.H.Abuddin Nata, M.A, Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta: Raja Grafindo, 2011) hal.348

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.2
II. RUMUSAN MASALAH
A. Apa pengertian Reformasi?
B. Bagaimana transisi kebijakan pendidikan di Indonesia dari Praproklamasi
hingga era reformasi?
C. Bagaimana bentuk-bentuk kebijakan politik era Reformasi?
D. Bagaimana keadaan pendidikan era Reformasi?
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Reformasi
Secara harfiah reformasi adalah membentuk atau menata kembali. Yakni
mengatur dan menertibkan sesuatu yang kacau balau, yang didalamnya
terdapat kegiatan menambah, mengganti, mengurangi, dan memperbarui.
Adapun dalam arti yang lazim digunakan di Indonesia, era Reformasi adalah
masa pemerintahan yang dimulai sejak jatuhnya pemerintahan Orde Baru
pada tahun 1998, oleh sebuah gerakan massa yang sudah tidak terbendung
lagi. Dari sejak itu sampai dengan sekarang, disebut sebagai era Reformasi.3
B. Transisi Kebijakan Pendidikan di Indonesia Sejak Praproklamasi Reformasi
Pendidikan di Indonesia, meskipun secara yuridis formal, kebijakan dan
perundang-undangannya dibentuk setelah kemerdekaan, memiliki akar
historis dan perjuangan yang panjang sejak era kolonial, bahkan prakolonial,
yang secara langsung atau tidak telah mewarnai corak dan proses
pengambilan keputusan atau policy pendidikan pasca penjajahan. Oleh sebab
itu untuk mengetahui latar belakang dan kondisi pendidikan nasional
sekarang, tidak bisa diabaikan begitu saja perubahan-perubahan kebijakan
pendidikan yang terjadi sebelumnya. Dalam perspektif ke depan, kebijakan
2http://mualiminrajasentani.blogspot.com/2013/11/kebijakan-politik-pendidikan-era_9510.html
diakses pada tanggal 28 Oktober 2014
3 Prof.Dr.H.Abuddin Nata, M.A, Sejarah Pendidikan Islam, hal.347

pendidikan nasional juga perlu memperhatikan akar historis dan


perkembangan implementasi atas kebijakan terdahulu.
Mencermati perkembangan pendidikan nasional di masa lalu ini amat
berat dalam beberapa hal: pertama, untuk mengetahui kondisi pendidikan
beserta social-setting yang mempengaruhinya saat itu; kedua, untuk
mengetahui pergeseran pendidikan dari masa praproklamasi hingga kini,
sehingga diketahui apa yang telah berubah dan yang tidak berubah, serta
respons masyarakat atas kebijakan pendidikan yang diberlakukan; ketiga,
untuk dapat diprediksikan arah pendidikan nasional masa depan berbasis akar
budaya dan wawasan kebangsaan.4
Interval waktu sejak praproklamasi hingga Reformasi dimaksud kemudian
disistematisasikan dalam beberapa periodisasi sebagai berikut: periode
pertama, masa perjuangan, yakni masa pergerakan nasional, imperialisme
hingga kemerdekaan. Dalam hal ini difokuskan sejak masa pendudukan
Jepang sampai Kemerdekaan: 1942-1945. Selama periode ini dikaji
perubahan-perubahan kebijakan pendidikan, teruatama bila dibandingkan
dengan masa kolonial Belanda. Periode kedua, masa awal kemerdekaan atau
Orde Lama, tahun 1945 sampai terbentuknya secara yuridis-formal UndangUndang RI No.4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran
di sekolah hingga berakhirnya Orde Lama pada tahun 1965. Dan periode
ketiga, masa pembangunan atau Orde Baru, diawali dengan berakhirnya
periode kedua sampai 1994, yang ditandai dengan keberadaan kurikulum
1994, dan era Reformasi sejak 1998 sampai diberlakukannya Kurikulum
Berbasis Kompetensi pada 2004.5
C. Kebijakan Politik Pemerintahan Era Reformasi

4 Abd.Rachman Assegaf, Politik Pendidikan Nasional Pergeseran Kebijakan Pendidikan Agama


Islam dari Praproklamasi ke Reformasi , (Yogyakarta: Kurnia Kalam, 2005), hal.15
5 Dalam Abd.Rachman Assegaf, Politik Pendidikan Nasional ada keterangan: Periodisai ini
merupakan perpaduan dari periodisasi yang dibuat oleh Sodiq A. Kuntoro, Menelusuri
Perkembangan Pendidikan Nasional di Indonesia: Peran Pendidikan Bagi Integritas Bangsa dalam
Pidato Pengukuhan Guru Besar (Yogyakarta: IKIP, 1997), h.1-2 dan Wardiman Djojonegoro dkk,
Lima Puluh Tahun Perkembangan Pendidikan di Indonesia (Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1995), h.vii-viii

Kebijakan pemerintah era Reformasi dimaksudkan pada upaya mengatasi


masalah-masalah yang timbul pada masa Orde Baru yang dianggap sudah
tidak lagi berpihak pada masyarakat.
Beberapa masalah itu, antara lain:
1. Memberikan peluang yang lebih luas kepada masyarakat untuk
mengekspresikan kebebasannya, atau yang lebih dikenal dengan
menumbuhkan praktik demokrasi dalam politik, ekonomi, pendidikan, dan
hokum. Peluang ini perlu diberikan kepada masyarakat karena di zaman
Orde Baru sebagaimana disebutkan diatas bersifat otoriter, dictator,
monoloyalitas, dan represif.
2. Memberikan kebebasan kepada daerah untuk mengatur wewenangnya
dalam penyelenggaraan pemerintahan melalui Undang-Undang No.23
Tahun 2003 tentang otonomi daerah. Kebijakan ini ditempuh karena pada
masa pemerintahan Orde Baru menempuh pendekatan yang bersifat
sentralistik, yang segala masalah harus ditentukan dan menunggu petunjuk
dari pusat. Pendekatan sentralistik ini banyak mengandung kelemahan,
karena disamping memakan waktu dan biaya yang tinggi sebagai akibat
dari birokrasi yang terlampau panjang, juga kurang memberikan peluang
kepada pemerintah daerah untuk berinovasi dan berkreasi, serta mengatasi
masalah dengan cepat dan tepat, serta sesuai dengan aspirasi yang
berkembang di daerah tersebut.
3. Mengembalikan peran dan fungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ABRI) kepada tugas utamanya sebagai alat Negara, dan bukan alat
penguasa, serta harus bekerja secara professional. Keterwakilan ABRI di
DPR/MPR dengan system jatah harus dihapus, yakni kalau ABRI ingin
jadi anggota DPR/MPR harus melepaskan tugasnya sementara di ABRI
dan ikut dalam pemilihan umum. Selain itu ABRI juga melepaskan diri
dalam bidang politik, dan bisnis yang bukan menjadi tugas utamanya.
4. Menyelenggarakan pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi
dan nepotisme (KKN), dengan cara membentuk Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

5. Membebaskan Pegawai Negeri Sipil dari kegiatan politik, dan menjadikan


Korpri sebagai organisasi pegawai negeri yang professional, mandiri, dan
lepas dari pengaruh intervensi dan pengendalian Golkar.
6. Menciptakan suasana yang aman, tertib, adil, dan sejahtera, dengan
menciptakan berbagai lapangan kerja. Bagi masyarakat.
7. Membebaskan Negara dari utang luar negeri yang melebihi kemampuan
untuk membayarnya.
8. Mengembalikan kedaulatan kepada rakyat dengan cara menyelenggarakan
pemilihan presiden, wakil presiden, gubernur, bupati dan walikota secara
langsung oleh masyarakat. Peranan partai dalam hal ini hanya
mengusulkan nama-namanya saja, sedangkan pemilihannya bukan lagi
oleh DPR/MPR dan DPRD, melainkan secara langsung oleh masyarakat
melalui sebuah kepanitiaan pemilihan umum (KPU) dan diawasi oleh
Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu).
Dengan adanya berbagai kebijakan politik Pemerintah era Reformasi
tersebut, kehidupan masyarakat Indonesia mengalami perubahan yang sangat
signifikan pada segala bidang kehidupan dibandingkan dengan kehidupan
pada masa sebelumnya yaitu Pemerintahan Orde Baru. Menjadi angin segar
bagi seluruh lapisan masyarakat dengan dibukakannya pintu demokrasi yang
bebas. Peran media komunikasi (mass media) dan lembaga penyiaran menjadi
lebih maksimal dan optimal, berbagai kebijakan yang dianggap kurang
mencerminkan keadilan dan merugikan masyarakat dapat diperbincangkan
dan diperdebatkan secara terbuka dan transparan.
Demikian juga bagi pelanggaran-pelanggaran hukum dan hak asasi
manusia ditindak secara tegas sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
D. Keadaan Pendidikan Islam Era Reformasi
Sejalan dengan berbagai kebijakan pada era Reformasi, telah
menimbulkan keadaan pendidikan Islam yang secara umum keadaanya jauh
lebih baik dari keadaan pendidikan pada masa pemerintah Orde Baru.
Keadaan pendidikan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut: 6
6 Prof.Dr.H.Abuddin Nata, M.A, Sejarah Pendidikan Islam, hal.347

1. Kebijakan tentang pemantapan pendidikan Islam sebagai bagian dari


sistem pendidikan nasional. Upaya ini dilakukan melalui penyempurnaan
undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 menjadi Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jika pada UndangUndang Nomor 2 Tahun 1989, hanya menyebutkan madrasah saja yang
masuk ke dalam sistem pendidikan nasional, maka pada Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 yang masuk ke dalam sistem pendidikan nasional
termasuk pesantren, mahad Ali, Raudhatul Athfal (Taman Kanak-Kanak),
dan Majelis Taklim. Dengan masuknya ke dalam sistem pendidikan
nasional ini, maka selain eksistensi dan fungsi pendidikan Islam semakin
diakui, juga semakin menghilangkan kesan diskriminasi dan dikotomi.
2. Kebijakan tentang peningkatan anggaran pendidikan Islam. Kebijakan ini
misalnya terlihat pada ditetapkannya anggaran pendidikan sebanyak 20%
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang didalamnya
termasuk gaji guru dan dosen, biaya operasional pendidikan, pemberian
beasiswa bagi mahasiswa yang kuarang mampu, pengadaan buku gratis,
pengadaan infrastruktur, sarana prasarana, media pembelajaran,
peningkatan sumber daya manusia bagi lembaga pendidikan yang
bernaung dibawah Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan
Nasional.
3. Program wajib belajar Sembilan tahun, yakni bahwa setiap anak Indonesia
wajib memiliki pendidikan minimal sampai dengan tamat sekolah lanjutan
pertama, yakni SMP atau Tsanawiyah. Program wajib belajar ini bukan
hanya berlaku bagi anak-anak yang belajar di lembaga pendidikan yang
berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan Nasional, melainkan
juga bagi anak-anak yang berada di bawah naungan Kementerian Agama.
4. Penyelenggaraan sekolah bertaraf nasional (SBN), internasional (SBI),
yaitu pendidikan yang seluruh komponen pendidikannya menggunakan
standar nasional dan internasional. Visi, misi, tujuan, kurikulum, proses
belajar mengajar, sarana prasarana, manajemen pengelolaan, evaluasi dan
lainnya harus berstandar nasional dan internasional.

5. Kebijakan sertifikasi guru dan dosen bagi semua guru dan dosen baik
negeri maupun swasta, baik guru umum maupun guru agama, baik guru
yang berada dibawah Kementerian Pendidikan Nasional maupun guru yang
berada di bawah Kementerian Agama. Program ini terkait erat dengan
program peningkatan mutu yang bertolak dari peningkatan mutu tenaga
guru dan dosen sebagai tenaga professional.
6. Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK/tahun 2004) dan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP/tahun 2006) Melalui
kurikulum ini para peserta didik dituntut tidak hanya menguasai materi
pelajaran (subject matter) sebagaimana yang ditekankan pada kurikulum
1999. Melainkan dituntut untuk memiliki pengalaman proses mendapatkan
pengetahuan tersebut, seperti membaca buku, memahami, menyimpulkan,
mengumpulkan data, mendiskusikan, menjawab pertanyaan, melaksanakan
tugas, memecahkan masalah, dan menganalisa.
7. Pengembang pendekatan pembelajaran yang tidak hanya berpusat pada
guru (teacher centris) melalui kegiatan teaching, melainkan juga berpusat
pada murid (student centris) melalui kegiatan learning (belajar) dan
research (meneliti) dalam suasana yang partisipatif, inovatif, aktif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan (PAIKEM).
8. Penerapan manajemen yang berorientasi pada pemberian pelayanan yang
baik dan memuaskan kepada para pelanggan (to give good service and
satisfaction for all customers) sebagaimana yang terdapat pada konsep
Total Quality Management (TQM).
9. Kebijakan mengubah nomenklatur dan sifat madrasah menjadi sekolah
umum yang berciri khas keagamaan. Dengan cirri ini maka madrasah
menjadi sekolah umum plus, karena di madrasah (Ibtidaiyah, Tsanawiyah,
dan Aliyah) ini, selain para siswa memperoleh pelajaran umum
sebagaimana terdapat pada sekolah umum seperti SD, SMP, dan SMU.
E. Kultur Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi
Alvin Tofler dalam bukunya The Third Wave (1980) berpendapat tentang
peradaban manusia, yaitu: (1) peradaban yang dibawa oleh penemuan

pertanian, (2) peradaban yang diciptakan dan dikembangkan oleh revolusi


industri, dan (3) peradaban baru yang tengah digerakan oleh revolusi
informasi dan komunikasi. Perubahan terbesar yang diakibatkan oleh
gelombang ketiga adalah terjadinya pergeseran yang mendasar dalam sikap
dan tingkah laku masyarakat. Salah satu ciri utama kehidupan di masa
sekarang dan masa yang akan datang adalah cepatnya terjadi perubahan yang
terjadi dalam kehidupan manusia. Banyak paradigman yang digunakan untuk
menata kehidupan, baik kehidupan individual maupun kehidupan organisasi
yang pada waktu yang lalu sudah mapan, kini menjadi ketinggalan zaman.7
Reformasi merupakan istilah yang amat populer pada masa krisis dan
menjadi kata kunci dalam membenahi seluruh tatanan hidup berbangsa dan
bernegara di tanah air tercinta ini, termasuk reformasi dibidang pendidikan.
Secara konstitusional ditetapkan bahwa negara Indonesia berdasarkan pada
agama. Artinya, bahwa negara Indonesia melindungi dan menghargai
kehidupan beragama dari seluruh warga negara Indonesia.
Bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat global akan memasuki
abad yang penuh dengan persaingan bebas. Oleh kerana itulah kecenderungan
masa kini akan ditandai oleh ledakan pengetahuan dan ledakan informasi.
Reformasi pendidikan merupakan hukum alam yang akan mencari jalannya
sendiri, khususnya memasuki masa millennium ketiga yang mengglobal dan
sangat ketat dengan persaingan. Dengan adanya sumber daya manusia yang
unggul dalam penguasaan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi, maka
bangsa Indonesia akan dapat mengerakkan sektor- sektor industri secara
efisien dan produktif serta mampu bersaing di pasar dunia..
Dalam konteks ke-Indonesiaan, sebagai salah satu desakan arus reformasi,
perubahan paradigma dari sentralisasi menjadi desentralisasi memberikan
tantangan tersendiri bagi aspek kehidupan, tak terkecuali dunia kependidikan.
Pada era globalisasi seperti ini, pendidikan harus melakukan reformasi dan
inovasi dalam proses belajar mengajar secara terus menerus.

Umiarso, Haris Fathoni Makmur, Pendidikan Islam Dan Krisis Moralisme Masyarakat
Modern Membangun Pendidikan Islam Monokhotomik-Holistik, (Jogjakarta: Ircisod,2010), hal.177

Oleh karena itu, dalam era globalisasi saat ini sektor pendidikan perlu
difungsikan sebagai ujung tombak untuk mempersiapkan sumber daya
manusia dan sumber daya bangsa agar memiliki unggulan kompetetif dalam
berbangsa dan dan bernegara ditengah-tengah kehidupan dunia yang semakin
global. Maka keterkaitan antara proses pendidikan dan kehidupan politik
dalam arti bahwa pendidikan tidak terlepas dari politik dan politik itu sendiri
adalah pendidikan. Pendidikan adalah metode yang paling fundamental di
dalam kemajuan sosial dan reformasi.
Proses pendidikan yang berakar dari kebudayaan, berbeda dengan praksis
pendidikan yang terjadi dewasa ini yang cenderung mengalienasikan proses
pendidikan dari kebudayaan. Kita memerlukan suatu perubahan paradigma
[paradigma shift] dari pendidikan untuk menghadapi proses globalisasi dan
menata kembali kehidupan masyarakat Indonesia. Cita-cita era reformasi tidak
lain ialah membangun suatu masyarakat madani Indonesia, oleh karena itu,
arah perubahan paradigma baru pendidikan Islam diarahkan untuk
terbentuknya masyarakat madani Indonesia tersebut.
Arah perubahan paradigma pendidikan dari paradigma lama ke paradigma
baru, terdapat berbagai aspek mendasar dari upaya perubahan tersebut, yaitu,
Pertama, paradigma lama terlihat upaya pendidikan lebih cenderung pada :
sentralistik, kebijakan lebih bersifat top down, orientasi pengembangan
pendidikan lebih bersifat parsial, karena pendidikan didisain untuk sektor
pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik dan keamanan, serta teknologi
perakitan. Peran pemerintah sangat dominan dalam kebijakan pendidikan, dan
lemahnya peran institusi pendidikan dan institusi non-sekolah. Kedua,
paradigma baru, orientasi pendidikan pada: disentralistik, kebijakan
pendidikan bersifat bottom up, orientasi pengembangan pendidikan lebih
bersifat holistik; artinya pendidikan ditekankan pada pengembangan
kesadaran untuk bersatu dalam kemajemukan budaya, kemajemukan berpikir,
menjunjung tinggi nilai moral, kemanusiaan dan agama, kesadaran kreatif,
produktif, dan kesadaran hukum. Meningkatnya peran serta masyarakat secara
kualitatif dan kuantitatif dalam upaya pengembangan pendidikan,
pemberdayaan institusi masyarakat, seperti keluarga, LSM, pesantren, dunia

10

usaha, lembaga-lembaga kerja, dan pelatihan, dalam upaya pengelolaan dan


pengembangan pendidikan, yang diorientasikan kepada terbentuknya
masyarakat nadani Indonesia.8
IV. ANALISIS & KESIMPULAN
Era Reformasi adalah masa pemerintahan yang dimulai sejak jatuhnya
pemerintahan Orde Baru pada tahun 1998, oleh sebuah gerakan massa yang sudah
tidak terbendung lagi dari sejak itu sampai dengan sekarang.
Walaupun pada era Reformasi banyak kebijakan yang menguntungkan bagi
keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan Islam, toh sampai sekarang ini
masih kita jumpai bentuk-bentuk ketimpangan yang masih mendiskriditkan bagi
sebagian lembaga pendidikan Islam di Indonesia.
Praktik KKN yang terorganisir dengan baik dari pusat sampai tingkat
bawah yang terjadi pada Kementerian Agama, yang seharusnya bisa
menjadi tolak ukur dan contoh bagi pendidikan Islam yang ada di bawah
naungannya.
Kesejahteraan tenaga pendidik yang masih setengah hati, sehingga hal ini
menghambat bagi pencapaian prestasi peserta didik.
Keterserapan anggaran 20% untuk pendidikan belum sepenuhnya terserap
sampai tingkat bawah (lembaga pendidikan). Hal ini menandakan masih
adanya pemangkasan-pemangkasan anggaran dengan kata lain masih
banyak yang dikorupsi oleh birokrasi pemerintahan.
Kurikulum yang berdampak pada pengurangan jam mata pelajaran agama
Islam beserta rumpun-rumpunya. Tentunya menjadi kerugian bagi
lembaga pendidikan yang berbasis agama (Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan
Aliyah)
Kebijakan pemerintah era Reformasi dimaksudkan pada upaya mengatasi
masalah-masalah yang timbul pada masa Orde Baru yang dianggap sudah tidak
lagi berpihak pada masyarakat, antara lain:
8 http://sobrimoh.blogspot.com/2013/02/pendidikan-islam-pada-masa-reformasi.html diakses pada
tanggal 28 Oktober 2014

11

1. Memberikan peluang yang lebih luas kepada masyarakat untuk


mengekspresikan kebebasannya.
2. Memberikan kebebasan kepada daerah untuk mengatur wewenangnya
dalam penyelenggaraan pemerintahan melalui Undang-Undang No.23
Tahun 2003 tentang otonomi daerah.
3. Mengembalikan peran dan fungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ABRI) kepada tugas utamanya sebagai alat Negara.
4. Menyelenggarakan pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi
dan nepotisme (KKN), dengan cara membentuk Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
5. Membebaskan Pegawai Negeri Sipil dari kegiatan politik.
6. Menciptakan suasana yang aman, tertib, adil, dan sejahtera, dengan
menciptakan berbagai lapangan kerja bagi masyarakat.
7. Membebaskan Negara dari utang luar negeri yang melebihi kemampuan
untuk membayarnya.
8. Mengembalikan kedaulatan kepada rakyat dengan cara menyelenggarakan
pemilihan secara langsung oleh masyarakat melalui sebuah kepanitiaan
pemilihan umum (KPU) dan diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilu
(Panwaslu).
Keadaan pendidikan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Kebijakan tentang pemantapan pendidikan Islam sebagai bagian dari
sistem pendidikan nasional.
2. Kebijakan tentang peningkatan anggaran pendidikan Islam.
3. Program wajib belajar Sembilan tahun.
4. Penyelenggaraan sekolah bertaraf nasional (SBN), internasional (SBI).
5. Kebijakan sertifikasi guru dan dosen.
6. Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK/tahun 2004) dan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP/tahun 2006).
7. Pengembang pendekatan pembelajaran yang tidak hanya berpusat pada
guru (teacher centris) melalui kegiatan teaching, melainkan juga berpusat
pada murid (student centris) melalui kegiatan learning (belajar) dan

12

research (meneliti) dalam suasana yang partisipatif, inovatif, aktif, kreatif,


efektif, dan menyenangkan (PAIKEM).
8. Penerapan manajemen yang berorientasi pada pemberian pelayanan yang
baik dan memuaskan kepada para pelanggan.
9. Kebijakan mengubah nomenklatur dan sifat madrasah menjadi sekolah
umum yang berciri khas keagamaan.
V. PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat saya presentasikan, kritik dan saran yang
konstruktif sangat kami harapkan untuk perbaikan dalam penyusunan makalahmakalah selanjutnya.
Sekian dari kami, semoga dapat bermanfaat untuk menambah wawasan serta
khazanah keilmuan kita dalam Politik dan Kebijakan Pendidikan Islam di
Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, M.A, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Raja
Grafindo, 2011
Abd.Rachman Assegaf, Politik Pendidikan Nasional Pergeseran
Kebijakan Pendidikan Agama Islam dari Praproklamasi ke
Reformasi , (Yogyakarta: Kurnia Kalam, 2005)
Umiarso, Haris Fathoni Makmur, Pendidikan Islam Dan Krisis
Moralisme Masyarakat Modern Membangun Pendidikan Islam
Monokhotomik-Holistik, (Jogjakarta: Ircisod,2010)
http://mualiminrajasentani.blogspot.com/2013/11/kebijakan-politikpendidikan-era_9510.html diakses pada tanggal 28 Oktober
2014

13

http://sobrimoh.blogspot.com/2013/02/pendidikan-islam-pada-masareformasi.html diakses pada tanggal 28 Oktober 2014

14

Anda mungkin juga menyukai