Anda di halaman 1dari 6

STRATEGI PENGHEMATAN

ENERGI TERHADAP
BANGUNAN ARSITEKTUR
NUSANTARA
SAINS & TEKNOLOGI ARSITEKTUR 1

SARAH NUR WIDYANINGTIYAS


1351010018

ANALISA STRATEGI PENGHEMATAN ENERGI


BANGUNAN ARSITEKTUR NUSANTARA
RUMAH ADAT DI KAMPUNG NAGA, TASIKMALAYA, JAWA BARAT

A. ARSITEKTUR HEMAT ENERGI


Arsitektur hemat energi adalah arsitektur yang berlandaskan pada pemikiran
meminimalkan penggunaan energi tanpa membatasi atau merubah fungsi bangunan,
kenyamanan maupun produktivitas penghuninya dengan memanfaatkan sains dan teknologi
mutakhir secara aktif.
Mengoptimalkan sistem tata udara tata cahaya, integrasi antara sistem tata udara
buatan-alamiah, sistem tata cahaya buatan-alamiah serta sinergi antara metode pasif dan aktif
dengan material dan insturumen hemat energi. Credoform follows function bergeser
menjadi form follows

energy yang berdasarkan

pada prinsip

konservasi

energi (non-

renewable resources). Para pelopor arsitektur ini yakni Norman Fostern, Ingenhoven Overdiek &
partners.

B. ANALISA
Pada dasarnya seluruh bangunan arsitektur
nusantara merupakan bangunan-bangunan yang
memikirkan strategi penghematan energi dan juga
strategi dalam menangani iklim yang ada di
Indonesia. Jadi tidak terlalu sulit untuk memilih
objek yang ingin di analisa. Dalam hal ini saya
memilih rumah adat yang ada di Kampung Naga,
Tasikmalaya.

Kampung Naga, salah satu permukiman tradisional rakyat Parahyangan. Berarsitektur


adaptif, menyelarasi lingkungannya. Terletak di lembah subur, di kabupaten Tasikmalaya, Jawa
Barat. Dusun ini dibatasi hutan, sawah, dan aliran sungai Ciwulan. Di capai setelah menuruni
300 anak tangga yang berkelok menuju lembah.
Rumah dan bangunan di Kampung Naga berjumlah 105 buah, tertata rapi dalam pola
mengelompok dan tanah lapang di tengah. Tanah lapang merupakan pusat aktivitas sosial dan
ritual masyarakat, sekaligus tempat orientasi. Di sekitarnya ada masjid, balai pertemuan dan
beberapa rumah penduduk. Di tempat yang lebih tinggi, sebelah barat kampung, terdapat Bumi
Ageung dan rumah kuncen ( kepala adat ). Semua bangunan diletakkan memanjang ke arah barat
timur, sehingga kampung seakan terlihat menghadap ke sungai Ciwulan yang berfungsi sebagai
area servis penduduk. Dekat sungai, dalam kampung, terdapat kolam-kolam ( balong ) dan
beberapa pancuran air.
Rumah adat yang ada di kampung Naga ini berbentuk rumah panggung dengan kolong
setinggi 40 60 cm dari tanah. Selain untuk pengatur suhu dan kelembaban, kolong difungsikan
sebagai tempat penyimpanan alat pertanian, kayu bakar serta kandang ternak. Rumah persegi
panjang ini dibangun diatas tanah berkontur teras-teras yang diperkuat dengan sengked/ turap
batu.
Bentuk rumah panggung
terkait kepercayaan warga Naga
bahwa dunia terbagi menjadi
dunia bawah, tengah, dan atas.
Dunia
pusat

tengah
alam

manusia
Tempat

melambangkan
semesta

sebagai
tinggal

dengan
pusatnya.
manusia

ditengah, dengan tiang sebagai penopang yang tak boleh menyentuh tanah, sehingga diletakkan
diatas tatapakan/ umpak batu.
Jenis konstruksi dan atap yang digunakan sangat genial dalam memecahkan iklim
setempat. Struktur tiang dan umpak membuat bangunan adaptif terhadap gempa dan kontur
3

tanah. Umpak juga mencegah tiang kayu lapuk terkena kelembaban tanah dan serangan serangga
tanah.
Ventilasi diatur agar rumah tetap kering dan
sejuk, mengimbangi kondisi iklim tropis. Bentuk atap
pelana rumah adat Kampung Naga disebut suhunan
panjang atau suhunan julang ngapak yang terbuat dari
ijuk. Selain kedap air, atap juga menjaga kehangatan
rumah saat malam, karena teritis antar rumah yang
nyaris bersentuhan itu membentuk lorong yang
mengurangi

masuknya

angin.

Berdasarkan

kepercayaan bahwa manusia tak boleh menentang kodrat alam, maka pada ujung timur dan barat
atap, sesuai arah edar matahari, diletakkan dekorasi cagak gunting atau capit hurang untuk
menghindari malapetaka.
Dinding rumah terbuat dari bambu yang dianyam (bilik). Jenis anyaman sasag paling
banyak digunakan karena kuat dan tahan lama. Anyaman bercelah tersebut terutama dipakai
untuk dinding dan pintu dapur, sesuai ketentuan adat. Untuk keperluan bahan baku bilik,
penduduk yang hamper seluruhnya pengrajin bambu, menanam bambu disekitar kampung dan
hutan.
Pembangunan rumah adat Kampung Naga menggunakan material yang berasal dari alam
dan diambil dengan cara dan waktu tertentu, dan juga masih menggunakan tradisi adat yang
dijaga dengan baik. Material alam dipilih untuk menghormati alam. Penggunaan material selain
material yang dianggap tabu dan menentang hokum alam.
Rumah Naga dibuat dengan bahan-bahan yang terbuat dari berbagai bahan alami lokal
seperti kayu, bambu, ijuk, dan datum tepus, yang kekuatan dan dan ketahanannya telah teruji
oleh alam. Sedikitnya polusi yang dihasilkan, ringannya beban bahan bangunan yang harus
ditopang, dan efisiennya biaya dalam jangka panjang adalah nilai tambah dari bahan-bahan yg
digunakan tersebut.

Untuk kehidupan sehari-hari seperti


memasak, mencuci, dan pencahayaan masih
menggunakan alat dan bahan yang tradisional
yang tentunya hemat energi. Seperti memasak
masih menggunakan kayu bakar dan tungku,
mencuci masih menggunakan air yang ada di
sumur

(dengan

menimba)

sehingga

tidak

diperlukan energi listrik untuk mengalirkan air,


kemudian untuk pencahayaan juga masih sangat tradisional seperti masih menggunakan lampu
oblik atau lampu tempel yang tidak perlu menggunakan energi listrik.

C. KESIMPULAN
Jadi, strategi penghematan energi yang terdapat pada rumah adat yang ada di Kampung
Naga, Tasikmalaya ini diantaranya adalah :
1. Jenis konstruksi dan atap yang digunakan sangat genial dalam memecahkan iklim
setempat. Struktur tiang dan umpak membuat bangunan adaptif terhadap gempa dan
kontur tanah.
2. Bentuk atap pelana rumah adat Kampung Naga yang kedap air, atap juga menjaga
kehangatan rumah saat malam, karena teritis antar rumah yang nyaris bersentuhan itu
membentuk lorong yang mengurangi masuknya angin.
3. Ventilasi jendelanya dibuat tetap kering dan sejuk agar ruangan yang ada di dalamnya
juga ikut sejuk dan mengurangi penggunaan energi seperti kipas angin.
4. Penggunaan material-material yang alami seperti bambu, kayu, ijuk, dsb juga
merupakan strategi penghematan energi.
5. Memasak menggunakan tungku, mencuci dengan air dari sungai, dan pencahayaan
yang berasal dari lampu tempel merupakan salah satu upaya penghematan energi.

Anda mungkin juga menyukai