STATUS PASIEN
Pasien menderita penyakit Hipertensi sejak 1 tahun yang lalu dan terkontrol
Riwayat Kebiasaan :
Pasien sudah berhenti merokok sejak 14 tahun yang lalu dan tidak
mengkonsumsi alkohol.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
GCS
: 15
Berat badan
: 69 kg
Tinggi badan
: 170 cm
Tanda-tanda vital
:
TD : 140/80 mmHg
Nadi : 68x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,7OC
STATUS GENERALIS
Kepala
: normocephali, tidak ada deformitas
Mata
: Conjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil isokhor
Telinga
Hidung
Mulut
sianosis
Leher
Thorax
:
Paru :
Inspeksi
dalam
terdapat retraksi
Palpasi
: Fremitus taktil kanan sama dengan kiri
Perkusi
: Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : bunyi nafas vesicular +/+, ronki -/-, wheezing -/Jantung :
Inspeksi
: ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: ictus cordis teraba pada ICS V linea
midclavicularis
Perkusi
sinistra
Inspeksi
dalam
Bleeding time
Clotting time
Hasil
14,2 g/dL
43,0 %
5.500/L
343.000/ L
28,1 U/L
26,3 U/L
148,1 mmol/L
4,14 Meq
8,4 mmol/L
114,9 mmol/L
24,6 mg/dL
1,39 mg/dL
102 mg/dl
130
9
b. Radiologi
Anestesi Spinal Pasien BPH dan Hipertensi | Stase Anestesi
RSUD Sukabumi
FK Universitas Muhammadiyah Jakarta- Januari 2014
Rontgen Thorax:
Tidak tampak kardiomegali
Tidak tampak KP aktif
c. EKG
Sinus rythm
PENGOBATAN YANG TELAH DIBERIKAN
Saat pemeriksaan, pasien sudah minum Amlodipin 5 mg 1x1,
terakhir minum sore hari pukul 16.00 wib, pasien juga sudah
terpasang Infus RL.
DIAGNOSA KLINIS
Benign Prostate Hyperplasia dan Hipertensi
KESIMPULAN
Status fisik ASA II
INSTRUKSI PREOPERATIVE
-
Tekanan Darah
Nadi
Pernapasan
Suhu
:
:
:
:
Saturasi O2
: 98%
: BPH
: BPH
2. Jenis pembedahan
: Cystoscopy TURP
180/100 mmHg
91 kali per menit
24 x/menit
36,7o C
3. Mulai anestesi
: 10.30 WIB
4. Mulai operasi
: 10.40 WIB
5. Jenis anesthesi
: Spinal Anestesi
6. Premedikasi dengan
1. Medikasi
:
Anestesi Spinal Pasien BPH dan Hipertensi | Stase Anestesi
RSUD Sukabumi
FK Universitas Muhammadiyah Jakarta- Januari 2014
1. Bupivacain Spinal 15 mg
2.Ephedrine 5 mg + 5 mg
: O2 3,0 L/mnt
: - Spinal ; L3 / L4, jarum spinal G-26
Teknik anestesi
- LCS ( + ) jernih
- darah ( - )
- Respirasi
: Spontan
- Posisi
: Supine
: 1. RL 100 cc
2. RL ( Velchrome 50 mg + Asam Traneksamat
500 mg ) 500 cc
3. RL 300 cc
7.
Selesai operasi
: 11.30 WIB
8.
Perdarahan
: 200 cc
9.
Urin tampung
: 300 ml
10.
Kebutuhan cairan
maintenance:
BB = 69 kg
10 kg I
: 10 x 4 cc/kgBB/jam
10 kg II : 10 x 2 cc/kgBB/jam
20 cc/jam
Sisanya: 49 x 1 cc/kgBB/jam
49 cc/jam
Total
40cc/jam
109
cc/jam
Durante operasi
Puasa
: 8 jam x maintenance
: 8 jam x 109 cc/jam
: 872 cc
Stress operasi
: Operasi sedang
: 6 cc/kg BB/jam
: 6 cc x 69/jam
: 414 cc/jam
Pemberian cairan
Jam I
Perdarahan
: 200 cc
Urin output
: 300 cc
: RL I
= 100 ml
RL 2 = 500 ml
RL 3 = 300 ml
Total
Jadi sisa kebutuhan
900 ml
: 1459 ml 900 ml
: 559 ml
20x/menit
Suhu
: Afebris
SpO2
: 98%
Kesan
: Baik
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ANESTESI SPINAL
Anestesi spinal (intratekal, intradural, subdural, subarachboid) ialah
pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid.
Kelebihan utama tehnik ini adalah kemudahan dalam tindakan, peralatan yang
minimal, efek samping yang minimal pada biokimia darah, menjaga level optimal dari
analisa gas darah, pasien tetap sadar selama operasi dan menjaga jalan nafas, serta
membutuhkan penanganan post operatif dan analgesia yang minimal.
Indikasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Pasien menolak
Infeksi pada tempat suntikan
Hipovolemia berat, syok
Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan
Tekanan intrakranial meninggi
Fasilitas resusitasi minim
Kurang pengalaman/tanpa didampingi konsultan anestesi
DEFINISI
Kelenjar prostate adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami
pembesaran, organ ini membuntu uretra pars prostatika dan menyebabkan
terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli, sehingga dapat disimpulkan
bahwa BPH (Benign Prostate Hypertrophy) adalah hyperplasia kelenjar
periuretra yang mendesak jaringan prostate yang asli ke perifer dan menjadi
simpai bedah. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang
dewasa 20 gram.
II.
PENYEBAB
Penyebab BPH belum diketahui secara pasti, kemungkinan karena faktor
umur dan hormone androgen. Ada beberapa teori yang mengemukakan tentang
BPH, diantaranya :
Teori Dehidrotestosteron
III. PATOFISIOLOGI
Pembesaran prostate menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika
dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikan. Untuk dapat mengluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih
kuat guna melawan tahanan itu.
Perubahan
struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada
saluran kencing sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang
dahulu dikenal dengan gejala prostatismus.
Tekanan intravesikal yang tinggi keseluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks
vesiko ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus menerus akan mengakibatkan
hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
IV.
GAMBARAN KLINIK
Obstruksi prostate dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih
Pertanyaan
Pancaran
0
Normal
Mengedan saat
berkemih
Harus menunggu
saat akan kencing
BAK terputus-putus
BAK tidak lampias
Tidak
Inkontensia
Kencing sulit untuk
1
Berubahubah
Tidak ada
4
Menetes
Ya
Tidak
Tidak
Tidak tahu
3
Lemah
Ya
Berubahubah
Ringan
Ya
Ya
1x
Ya
Sedang
Berat
> 1x
ditunda
Kencing malam hari
Kencing siang hari
0-1
> 3 jam
sekali
2
Tiap 2-3
jam sekali
3-4
Setiap 1-2
jam sekali
>4
< 1 jam
sekali
Pemeriksaan Laboratorium
Analisa urine dan pemeriksaan mikroskopik urine penting untuk
melihat adanya sel leukosit, bakteri, infeksi. Pemeriksaan laboratorium seperti
elektrolit, ureum, creatinin, merupakan informasi dasar untuk mengetahui fungsi
ginjal dan status metabolik. Pemeriksaan PSA (Prostate Spesifik Antigen)
sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau deteksi dini keganasan. Nilai PSA
< 4 ng/ml berarti tidak perlu biopsi, nilai PSA 4-10 ng/ml perlu dihitung PSAD
(Prostate Spesific Antigen Density). Bila PSAD > 0.15 atau nilai PSA > 10
ng/ml biopsi prostat.
Pemeriksaan Radiologis
Anestesi Spinal Pasien BPH dan Hipertensi | Stase Anestesi
RSUD Sukabumi
FK Universitas Muhammadiyah Jakarta- Januari 2014
Observasi
Observasi biasa dilakukan pada pasien dengan kelihan ringan (skor
Madsen Iversen 9). Setiap 3 bulan dilakukan kontrol keluhan (sistem skor),
sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.
Terapi Medikamentosa
a.
Penghambat adregenik
Obat-obatan yang sering dipakai diantaranya prazosin, duxazosin,
terazosin, afluzosin atau yang lebih selektif tamsulosin. ( 1a).
Penggunaan -1-adrenergik secara selektif mengurangi obstruksi pada
buli-buli tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Efek samping yang timbul
adalah pusing-pusing, capek, sumbatan hidung, rasa lemah.
b.
c.
Fitoterafi
Terapi Bedah
Penyelesaian masalah pasien hiperplasia prostat jangka panjang yang
paling baik saat ini adalah pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau
terapi non invasif lainnya membutuhkan jangka waktu yang sangat lama untuk
melihat hasil terapi.
Obstruksi kelenjar prostat akan menyebabkan gejala obstruksi dan miksi
yang tidak lampias. Hal ini dapat dikerjakan dengan cara operasi terbuka,
reseksi prostat transuretra (TURP), atau insisi prostat transuretra (TUIP atau
BNI). Pembedahan direkomendasikan pada pasien-pasien BPH yang: (1) tidak
menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa, (2) mengalami retensi
urine, (3) infeksi saluran kemih berulang, (4) hematuria, (5) gagal ginjal, dan (6)
timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih
bagian bawah.
1. Pembedahan terbuka
Anestesi Spinal Pasien BPH dan Hipertensi | Stase Anestesi
RSUD Sukabumi
FK Universitas Muhammadiyah Jakarta- Januari 2014
2. Pembedahan Endourologi
Saat ini tindakan TURP merupakan operasi paling banyak dikerjakan
di seluruh dunia. Operasi ini lebih disenangi karena tidak diperlukan insisi
pada kulit perut, masa perawatan lebih cepat, dan memberikan hasil yang tidak
banyak berbeda dengan tindakan operasi terbuka. Pembedahan endourologi
transuretra dapat dilakukan dengan memakai tenaga elektrik TURP
Anestesi Spinal Pasien BPH dan Hipertensi | Stase Anestesi
RSUD Sukabumi
FK Universitas Muhammadiyah Jakarta- Januari 2014
BAB III
ANALISIS MASALAH
A. Pre-Operatif
Pasien datang dengan keluhan miksi tidak lancar sejak kemarin.
Pasien diputuskan dirawat di bangsal aster. Setelah keadaan umum pasien
membaik, pasien dipersiapkan untuk operasi tanggal 30 Desember 2013.
Sebelum dilakukan operasi, dilakukan pemeriksaan pre-op yang
meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk
menentukan status fisik ASA & risk. Diputuskan kondisi fisik pasien
termasuk ASA II (pasien geriatri dan penderita hipertensi), serta ditentukan
rencana jenis anestesi yang dilakukan yaitu regional anestesi dengan teknik
SubArachoid Block.
Pasien yang akan menjalani operasi prostattectomy umumnya
adalah pasien geriatri, untuk itu penting dilakukan evaluasi ketat terhadap
fungsi kardiovaskuler, respirasi dan ginjal. Pasien-pasien ini dilaporkan
mempunyai prevalensi yang cukup tinggi untuk mengalami gangguan
kardiovaskular dan respirasi, hal lain yang perlu diperhatikan pada
pembedahan ini adalah darah harus selalu tersedia karena perdarahan prostat
dapat sangat sulit dikontrol, terutama pada pasien yang kelenjar prostatnya >
40 gram.
Jenis anastesi yang dipilih adalah regional anastesi cara spinal.
Anastesi regional baik spinal maupun epidural dengan blok saraf setinggi
T10 memberikan efek anastesi yang memuaskan dan kondisi operasi yang
optimal bagi prostattectomy. Dibanding dengan general anastesi, regional
anastesi dapat menurunkan insidens terjadinya post-operative venous
trombosis.
Pre-medikal yang diberikan adalah Ondancentron 4 mg dan
Ranitidin 50 mg. Diketahui bahwa Ondancentron adalah suatu antagonis
reseptor serotonin 5-HT3 selektif yang dapat mengantagonis efek emetik,
sehingga dapat mencegah
aliran
ion,
meningkatkan
ambang
eksitasi
elektron,
BAB IV
PENUTUP
1. Pada pasien ini dipilih regional anestesi dengan teknik spinal karena memberikan
efek anestesi yang lebih baik dan memberikan kondisi yaang lebih optimal bagi
prostattektomy.
2. Obat-obatan yang digunakan dalam operasi ini merupakan obat-obat yang
dianggap rasional dengan efek yang paling optimal yang bisa diberikan pada
pasien geriatri mengingat penurunan fungsi organ yang terjadi kelompok pasien
ini dan penyakit hipertensi yang diderita pasien. Premedikasi ondansentron 4 mg
untuk menimbulkan kenyamanan pasien. Medikasi : Bupivakain spinal 15 mg
(sebagai obat anestesi spinal), ephedrine dan atropin sulfat untuk menjaga
tekanan darah, dan nadi pasien agar tetap stabil, karena pasien merupakan
penderita hipertensi, maka sesuai anjuran JNC7, tekanan darah harus
dipertahankan 140/90mmHg, dan diberikan ketorolac 30 mg sebagai analgetik.
3. Penurunan fungsi organ yang terjadi pada pasien-pasien geriatri antara lain :
a. Kardiovaskular :
Penurunan
elastisitas
c. Ginjal
e. System syaraf
f. Muskuloskeletal
: Atrofi kulit
Gangguan sendi lebih mudah terjadi akibat
positioning pada operasi.
DAFTAR PUSTAKA
Latief, A, Said, dkk. 2009. PETUNJUK PRAKTIS Anestesiologi, edisi
kedua (Anestesi Spinal). Jakarta : Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intensif FKUI
Morgan, G, Edward, et al. 2006. Clinical Anesthesiology, 4th edition
(Anesthesia for Patients with Endocrine Disease) by the
McGraw-Hill Companies, Inc.
Purnomo, Basuki. Dasar-dasar urologi. Sagung seto, Jakarta. 2007
Staf Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Anestesiologi. FKUI,
Jakarta. 1989.
Wim de jong. Buku ajar Ilmu Bedah / Editor, R Sjamsuhidajat,. Edisi 2, Jakarta :
EGC. 2004.