Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang


Persalinan merupakan hal yang sangat di tunggu oleh ibu hamil. Tapi
dalam persalinan dan setelah melahirkan adalah suatu yang sangat rawan bagi ibu
untuk mengalami perdarahan yang begitu hebat dan perdarahan tersebut adalah
salah satu faktor tertinggi penyebab kematian pada ibu. Tingginya Angka
Kematian Ibu merupakan masalah besar yang terjadi dalam bidang kesehatan.
Angka kematian ibu di Indonesia masih tertinggi d ASEAN dan Indonesia.
Perdarahan yang terjadi pada ibu diantaranya diakibatkan oleh terhambatnya
kelahiran plasenta melebihi dari 30 menit. Hal ini di akibatkan karena
tertinggalnya sebagian sisa plsenta di dalam uterus ibu karena perlekatan yang
begitu erat.1
Lepasnya plasenta tidak terjadi bersamaan sehingga sebagian masih
melekat pada tempat implantasinya. Menyebabkan terganggunya kontraksi otot
uterus sehingga sebagian pembuluh darah tetap terbuka serta menimbulkan
perdarahan.ini lah yang disebut dengan retensio plasenta.1,2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Plasenta


Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15
sampai 20 cm dan tebal lebih kurang 2.5 cm. beratnya rata-rata 500 gram. Talipusat berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis).
Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16 minggu
dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar, maka
plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu vili
koriales yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal
dari desidua basalis.3
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries
yang berada di desidua basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan
70-80 mmHg seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai
chorionic plate, pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi
semua vili koriales dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke venavena di desidua.3,4
Plasenta berfungsi: sebagai alat yang memberi makanan pada janin,
mengeluarkan sisa metabolisme janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2,
membentuk hormon, serta penyalur berbagai antibodi ke janin.3

Gambar 2.1. Plasenta


2.2 Pengertian
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahriran plasenta selama
setengah jam setelah kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio
plasenta (habitual retensio plasenta). Plasenta harus dikeluarkan karena dapat
menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi sebagai benda mati, dapat terjadi
plasenta inkarserata, dapat terjadi polip plasenta dan terjadi degerasi ganas korio
karsioma. Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka
uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan
perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus
berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.4
Plasenta tertahan jika tidak dilahirkan dalam 30 menit setelah janin lahir.
Plasenta mungkin terlepas tetapi terperangkap oleh seviks, terlepas sebagian,
secara patologis melekat (plasenta akreta, inkreta, percreta).4

Retensio plasenta adalah plasenta yang tidak terpisah dan menimbulkan


hemorrhage yang tidak tampak, dan juga disadari pada lamanya waktu yang
berlalu antara kelahiran bayi dan keluarnya plasenta yang diharapkan.beberapa
ahli klinik menangiani setelah 5 menit, kebanyakan bidan akan menunggu satu
setengah jam bagi plasenta untuk keluar sebelum menyebutnya untuk tertahan.5
2.3 Etiologi
Etiologi dasar meliputi :4
a. Faktor maternal
1) Gravida berusia lanjut
2) Multiparitas
b. Faktor uterus
1) Bekas sectio caesaria
2) Bekas pembedahan uterus
3) Anorrali dan uterus
4) Tidak efektif kontraksi uterus
5) Pembentukan kontraksi ringan
6) Bekas curetage uterus, yang terutama dilakukan setelah abortus
7) Bekas pengeluaran plasenta secara manual
8) Bekas endometritis
c. Faktor plasenta
1) Plasenta previa
2) Implantasi corneal
3) Plasenta akreta
4) Kelainan bentuk plasenta

2.4 Jenis retensio plasenta


Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta
sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.1,3,4
Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
memasuki sebagian lapisan miometrium. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot
korion plasenta hingga mencapai/memasuki miometrium. Plasenta perkreta adalah
implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai
lapisan serosa dinding uterus .
Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,
disebabkan oleh konstruksi ostium uteri.1,4
Sebab-sebabnya plasenta belum lahir bisa oleh karena :
plasenta belum lepas dari dinding uterus; atau

plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan. Apabila plasenta belum
lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas sebagian, terjadi
perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta
belum lepas dari dinding uterus karena:
o Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta
adhesiva);
o Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis
menembus desidua sampai miometrium- sampai di bawah
peritoneum (plasenta akreta-perkreta).
o Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum
keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau
karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran
konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya
plasenta (inkarserasio plasenta).

2.5 Patofisiologi plasenta


Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi
dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan.
Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih
pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu,
miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran
juga mengecil. Pengecian mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat
perlekatan plasenta.4,5
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang
tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang
ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi
jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat
di uterus berada di antara seratserat otot miometrium yang saling bersilangan.

Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini
mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.5
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan
pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang
mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4
fase, yaitu:
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas
tempat
2. plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
3. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat
plasenta melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
4. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan
pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom
yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya
plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan
otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang
mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya
sobek di lapisan spongiosa.
5. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta
bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah
kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan
bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan
akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal
ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan
ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu
menit dari tempat implantasinya. Tanda-tanda lepasnya plasenta
adalah sering ada pancaran darah yang mendadak, uterus menjadi
globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah
abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina,
serta tali pusat yang keluar lebih panjang. Sesudah plasenta terpisah
dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding
uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim
atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini

oleh adanya tekanan interabdominal. Namun, wanita yang berbaring


dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta
secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk
menyempurnakan persalinan kala tinggi. Metode yang biasa
dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi uterus,
bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat.
2.6 Gejala Klinis
Gejala yang selalu ada adalah plasenta belum lahir dalam 30 menit,
perdarahan segera, kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang-kadang timbul yaitu
tali pusat putus akibat retraksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan
lanjutan. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta), gejala yang selalu ada yaitu
plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dan
perdarahan segera. Gejala yang kadang-kadang timbul uterus berkontraksi baik
tetapi tinggi fundus tidak berkurang. Penilaian retensio plasenta harus dilakukan
dengan benar karena ini menentukan sikap pada saat bidan akan mengambil
keputusan untuk melakukan manual plasenta.6
2.7 Diagnosis
Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta
informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta
riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang
dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah
bayi dilahirkan. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam
kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.6
Ada pun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain,
Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan
hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada
keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.6,7
Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time
(PT) dan activated Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana
dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk
menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.7

2.8 Tatalaksana Retensio Plasenta


Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:8,9
a) Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter
yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida
isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan).
Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi
darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan
darah.
b) Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat
atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
c) Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan
dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
d) Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta.
Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan
kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah
persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi,
perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
e) Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat
dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta.
Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding
rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
f) Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
g) Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk
pencegahan infeksi sekunder.
Adapun langkah-langkah melakukan manual plasenta dijelaskan secara rinci
sebagai berikut,3
-

Persetujuan Tindakan Medik


Persiapan Sebelum Tindakan
o Pasien
Cairan dan selang infus sudah terpasang. Perut
bawah dan lipat paha sudah dibersihkan
dengan air dan sabun

Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi


Siapkan kain alas bokong, sarung kaki dan

penutup perut bawah


Larutan antiseptik (providon lodin 10%)
Oksigen dengan regulator
Medikamentosa:
Analgetik (Pethidin 1-2 mg/ kg BB,
ketamin Hcl 0,5 mg/ kg BB, tramadol 1-2

mg/ kg BB)
Sedativa (Diazepam 19 mg)
Atropin sulfas 0,25- 0,50 mg/ ml
Utrotonika (oksitosin, ergometrin,

prostagladin)
Set infus
o Penolong (Operator dan Asisten)
Baju kamar tindakan, pelapis plastik, masker

dan kacamata pelindung: 3 set


Sarung tangan DTT/ steril : sebaiknya sarung
tangan panjang
Alas kaki (sepatu/boot karet) : 3 pasang
Instrumen :
Kocher : 2, semprit 5 ml dan jarum suntik

No. 23 G
Mangkok logam (wadah plasenta) : 1
Kateter karet dan penampang air kemih :

1
Benang kromik 2/0 : 1 rol
Set partus: 1 set

Pencegahan Infeksi Sebelum Tindakan


Tindakan Penetrasi Ke Kavum Uteri
o Instruksikan asisten untuk memberikan sedatif dan
analgetik melalui karet infus
o Lakukan kateterisasi kandung kemih (lihat prosedur
kateterisasi kandung kemih)
Pastikan kateter masuk ke dalam kandung
kemih dengan benar

Cabut kateter setelah kandung kemih

dikosongkan
o Jepit tali pusat dengan kocher kemudian tegangkan
tali pusat sejajar lantai
o Secara obstetrik memasukkan satu tangan
(punggung tangan ke bawah) ke dalam vagina
dengan menelusuri tali pusat bagian bawah
o Setelah tangan mencapai pembukaan serviks, minta
asisten untuk memegang kocher, kemudian tangan
lain penolong manahan fundus uteri.
o Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan
dalam ke kavum uteri sehingga mencapai tempat
implantasi plasenta
Buka tangan obstetrik menjadi seperti memberi salam (ibu
-

jari merapat ke pangkal jari telunjuk)


Melepas Plasenta Dari Dinding Uterus
o Tentukan implement asi plasenta, temukan tepi
plasenta yang paling bawah.
Bila berada dibelakang, tali pusat tetap di
sebelah atas. Bila di bagian depan, pindahkan
tangan ke bagian depan tali pusat dengan

punggung tangan menghadap ke atas.


Bila plasenta di bagian belakang, lepaskan
plasenta dari tempat implementasinya dengan
jalan menyelipkan ujung jari di antara plasenta
dan dinding uterus, dengan punggung tangan

menghadap ke dinding dalam uterus.


Bila plasenta di bagian depan, lakukan hal yang
sama (punggung tangan pada dinding kavum
uteri) tetapi tali pusat berada di bawah telapak

tangan kanan
o Kemudian gerakkan tangan kanan ke kiri dan kanan
sambil bergeser ke kranial sehingga semua
permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan.

Catatan : Sambil melakukan tindakan, perhatikan keadaan


ibu (pasien), lakukan penanganan yang sesuai bila terjadi
penyulit
-

Mengeluarkan plasenta
o Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri,
lakukan eksplorasi ulangan untuk memastikan tidak
ada bagian plasenta yang masih melekat pada
dinding uterus.
o Pindahkan tangan luar ke supra simfisis untuk
menahan uterus pada saat plasenta dikeluarkan.
o Instruksikan asisten yang memegang kocher untuk
menarik tali pusat sambil tangan dalam menarik
plasenta ke luar (hindari percikan darah)
o Letakkan plasenta ke dalam tempat yang telah
disediakan
o Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan
luar) ke doroskranial setelah plasenta lahir,
perhatikan kontraksi uterus dan jumlah perdarahan
yang keluar.

Dekontaminasi Pancatindakan
Cuci Tangan Pascatindakan
Perawatan Pascatindakan
o Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan
tindakan dan intruksi apabila masih diperlukan
o Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan di
dalam kolom yang tersedia
o Buat konstruksi pengobatan lanjutan dan hal hal
penting untuk dipantau
o Beritahukan pada pasien dan keluarganya bahwa
tindakan telah selesai tapi pasien masih memerlukan
perawatan

o Jelaskan pada petugas perawatan apa yang masih


diperlukan, lama perawatan dan apa yang perlu
dilaporkan.
2.9 Komplikasi
Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya :9
a. Perdarahan
Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit pelepasan
hingga kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat
b.

luka tidak menutup.


Infeksi
Karena sebagai benda mati yang tertinggal didalam rahim meingkatkan
pertumbuhan bakteri dibantu dengan pot dentre dari tempat perlekatan

c.
d.

plasenta.
Terjadi polip plasenta sebagai masa proliferative yang mengalami infeksi
sekunder dan nekrosis.
Terjadi degenerasi (keganasan) koriokarsinoma
Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat
berubah menjadi patologik (displastik-dikariotik) dan akhirnya menjadi
karsinoma invasive, proses keganasan akan berjalan terus. Sel ini tampak
abnormal tetapi tidak ganas.. Karena itu beberapa perubahan abnormal
merupakan keadaan pre kanker, yang bisa berubah menjadi kanker.7,8

2.10

Prognosis
Prognosis tergantung dari lamanya, jumlah darah yang hilang, keadaan

sebelumnya serta efektifitas terapi. Diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat


sangat penting.8,9

BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama

: Surawati

Umur

: 22 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Suku/ Bangsa

: Batak/ Indonesia

Agama

: Kristen

Alamat

: Jl. Tanjung Sari Pasar IV, Medan

Status

: Menikah

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Nomor MR

: 00.60.64.65

Tanggal Masuk : 25 Juni 2014


Anamnesis
Keluhan Utama

: Ari-ari tidak lahir

Telaah

: Hal ini dialami pasien 31/2 jam yang lalu sebelum masuk
RS HAM. Sebelumnya pasien melahirkan anak ke-2 di
rumah bidan dan ditolong oleh bidan. Berat badan lahir
anak 3500 gr. 1 jam setelah melahirkan, ari-ari masih tidak
lahir. Kemudian, bidan menyarankan pasien untuk dibawa
ke RS HAM. Riwayat ari-ari tidak lahir pada persalinan
sebelumnya tidak dijumpai.

RPT

: (-)

RPO

: tidak jelas

HPHT

: ? 9 2013

TTP

: ? 6 2014

ANC

: Bidan, 3x

Riwayat Persalinan:
1. Perempuan, 3000 gr, aterm, PSP, bidan, rumah bidan, 8 bulan, meninggal.
2. Laki-laki, 3500 gr, aterm, PSP, bidan, rumah bidan, 31/2 jam yang lalu,
sehat.
Status Presens:
Sens

: compos mentis

Anemia

: (+)

TD

: 100/50 mmHg

Ikterik

: (-)

HR

: 110 x/i

Sianosis

: (-)

RR

: 20 x/i

Dyspnea

: (-)

: 37,0oC

Edema

: (-)

Pemeriksaan Fisik:
Kepala : Mata

: Konjungtiva palpebra inferior pucat +/+, sklera ikterik -/Pupil isokor, diameter pupil 3 mm/ 3 mm
Refleks cahaya +/+

T/H/M
Leher

: Dalam batas normal

: Pembesaran KGB (-)

Thoraks : Inspeksi

: Simetris Fusiformis

Palpasi

: Stem Fremitus kanan = kiri

Perkusi

: Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : SP: vesikuler / vesikuler


ST: -/Abdomen : Inspeksi
Palpasi

: Simetris, distensi (-)


: Soepel, massa (-), nyeri tekan (-)

Perkusi

: Timpani

Auskultasi : Peristaltik (+) normal


Ekstremitas : Superior: fraktur -/- , edema -/Inferior : fraktur -/- , edema (+) pada punggung kaki kanan sampai
bagian bawah lutut kanan
Genitalia

: Perempuan

Status Obstetrikus:
Abdomen

: Soepel

TFU

: 2 jari di bawah pusat

Perdarahan per vaginam

: (+)

BAK

: (+) normal

BAB

: (+) normal

Inspekulo

: Tampak tali pusat pada introitus vagina

Pemeriksaan Laboratorium:
Pemeriksaan

Hasil

Hb

3,40 g/dL

Ht

11,60 %

Leukosit

34.090 / mm3

Trombosit

256.000 / mm3

PT

17,6 (13,50)

aPTT

33,8 (28,2)

TT

17,2 (18,5)

INR

1,37

Natrium

122 mEq/L

Kalium

3,6 mEq/L

Klorida

96 mEq/L

Ureum

10,0 mg/dL

Kreatinin

0,90 mg/dL

KGD ad random

108,00 mg/dL

Diagnosis:
Retensio Plasenta
Terapi:
-

Pasang Double IV line IVFD NaCl 0,9 % 30 gtt/i dan IVFD RL 30 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam

Rencana:
-

Manual Plasenta
Perbaikan KU anemia transfusi
transfusi PRC : (10-3,4) x 50 x 4 : 1320 cc : 8 bag PRC @175 cc

Tanggal

26-06-2014

Lemas (+)

27-06-3014

Lemas (-)

28-06-2014

Lemas (-)

29-06-2014

Lemas (-)

Kesadaran: CM
TD: 120/50 mmHg
HR: 76 x/i
RR: 20 x/i
T: 37,0o C
SL: abdomen soepel,
peristaltik
(+)
normal
TFU: 3 jari bawah
pusat, kontraksi kuat
P/V: (-)
Kesadaran: CM
TD: 120/70 mmHg
HR: 82 x/i
RR: 20 x/i
T: 36,7o C
SL: abdomen soepel,
peristaltik
(+)
normal
TFU: 3 jari bawah
pusat, kontraksi kuat
P/V: (-)
Kesadaran: CM
TD: 130/70 mmHg
HR: 84 x/i
RR: 20 x/i
T: 36,9o C
SL: abdomen soepel,
peristaltik
(+)
normal
TFU: 3 jari bawah
pusat, kontraksi kuat
P/V: (-)
Hb/Ht/Leu/Tr/Eri:
10,50/ 31,70/ 12,94/
196/ 3,55
Kesadaran: CM
TD: 120/80 mmHg
HR: 76 x/i

P
Terapi
Post Manual - Cefadroxil 2 x 150 mg
Plasenta
a/i - Asam mefenamat 3x1
Retensio
- Vit. B comp 2x1
Plasenta
+ - Melanjutkan transfusi
NH1
PRC

Post Manual
Plasenta
a/i
Retensio
Plasenta
+
NH2

- Cefadroxil 2 x 150 mg
- Asam mefenamat 3x1
- Vit. B comp 2x1
- Melanjutkan transfusi
PRC

Post Manual - Cefadroxil 2 x 150 mg


Plasenta
a/i - Asam mefenamat 3x1
Retensio
- Vit. B comp 2x1
Plasenta
+
NH3

Post Manual - Cefadroxil 2 x 150 mg


Plasenta
a/i - Asam mefenamat 3x1
Retensio
- Vit. B comp 2x1

RR: 20 x/i
Plasenta
o
T: 37,0 C
NH4
SL: abdomen soepel,
peristaltik
(+)
normal
TFU: 3 jari bawah
pusat, kontraksi kuat
P/V: (-)

+ - Pasien PBJ

BAB IV
KESIMPULAN

Retensi plasenta merupakan penyebab signifikan morbiditas dan


kematian pada ibu terutama akibat perdarahan yang terkait, serta komplikasi lain
yang berkaitan dengan pelepasan plasenta tersebut. Perawatan antenatal yang
optimal, penolong persalinan yang terampil selama persalinan dan penyediaan
layanan perawatan obstetrik darurat akan membantu dalam hal mengurangi
insiden dan keparahan dari retensi plasenta.
Dari laporan kasus di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa :
Untuk asuhan antenatal belum sesuai standar, Ny. S hanya memeriksakan
kehamilannya 3 kali selama masa kehamilan, di mana standar
pemeriksaan kehamilan minimal 4x selama masa kehamilan yaitu, 1x
pada trimester pertama, 1x pada trimester kedua dan 2x pada trimester
ketiga.
Perbaikan keadaan umum Ny. S dengan pemberian resusitasi cairan,
transfusi darah, analgetik, serta antibiotik telah tepat dilakukan namun
tetap perlu diberikan drips oksitosin 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer
laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) untuk mempertahankan kontraksi
uterus dan agen sedatif untuk persiapan manual plasenta dan setelah
tindakan manual plasenta telah selesai, perlu pemberian ergometrin 0,2
mg IV untuk mencegah perdarahan post partum.

DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, Gary. 2006. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta: EGC
2. Rustam, Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta: EGC.
3. Prawirohardjo, Sarwono.2010.Pelayanan Kesehatan Maternal.Edisi 1.
Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
4. Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta : PT.
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
5. Varney, Helen. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4 Vol 2.
Jakarta : EGC.
6. Depkes RI, 2006, Pelatihan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi
Dasar, Depkes RI, Jakarta
7. Manuaba. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan. EGC. Jakarta
8. Saifudin, Abdul Bari dkk 2002 Buku Panduan Praktis
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan

Pelayanan

Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. Jakarta.
9. Wiknjosastro, Hanifa. dkk. 2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka

Sarwono prawirohardjo. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai