OBAT
OBAT
Umumnya semua obat yang bekerja pada SSP menimbulkan efeknya dengan mengubah sejumlah
tahapan dalam hantaran kimia sinap (tergantung kerja transmitter)
1.3 OBAT PERANGSANG SISTEM SARAF PUSAT
Obat Perangsang Sistem Saraf Pusat antara lain :
1. AMFETAMIN
Indikasi : untuk narkolepsi, gangguan penurunan perhatian
Efek samping : Euforia dan kesiagaan, tidak dapat tidur, gelisah, tremor, iritabilitas dan
beberapa masalah kardiovaskuler (Tachicardia, palpitasi, aritmia, dll)
Farmakokinetik : waktu paruh 4-30 jam, diekskresikan lebih cepat pada urin asam daripada urin
basa
Reaksi yang merugikan : menimbulkan efek- efek yang buruk pada sistem saraf pusat,
kardiovaskuler, gastroinstestinal, dan endokrin.
dosis : Dewasa : 5-20 mg
Anak > 6 th : 2,5-5 mg/hari
2. METILFENIDAT
Indikasi : pengobatan depresi mental, pengobatan keracunan depresan SSP, syndrom
hiperkinetik pada anak
Efek samping : insomnia, mual, iritabilitas, nyeri abdomen, nyeri kepala, Tachicardia
Kontraindikasi : hipertiroidisme, penyakit ginjal.
Farmakokinetik : diabsorbsikan melalui saluran cerna dan diekskresikan melalui urin, dan waktu
paruh plasma antara 1-2 jam
Farmakodinamik : mula- mula :0,5 1 jam P : 1 3 jam, L : 4-8 jam.
Reaksi yang merugikan : takikardia, palpitasi, meningkatkan hiperaktivitas.
dosis pemberian :
Anak : 0.25 mg/kgBB/hr
Dewasa : 10 mg 3x/hr
3. KAFEIN
Indikasi : menghilangkan rasa kantuk, menimbulkan daya pikir yang cepat, perangsang pusat
pernafasan dan fasomotor, untuk merangsang pernafasan pada apnea bayi prematur
Efek samping : sukar tidur, gelisah, tremor, tachicardia, pernafasan lebih cepat
Kontraindikasi : diabetes, kegemukan, hiperlipidemia, gangguan migren, sering gelisah (anxious
).
Farmakokinetik : kafein didistribusikan keseluruh tubuh dan diabsorbsikan dengan cepat setelah
pemberian, waktu paruh 3-7 jam, diekskresikan melalui urin
Reaksi yang merugikan : dalam jumlah yang lebih dari 500 mg akan mempengaruhi SSP dan
jantung.
Dosis pemberian : apnea pada bayi : 2.5-5 mg/kgBB/hr, keracunan obat depresan : 0.5-1 gr
kafein Na-Benzoat (Intramuskuler)
4. NIKETAMID
Indikasi : merangsang pusat pernafasan
Efek samping : pada dosis berlebihan menimbulkan kejang
Farmakokinetik : diabsorbsi dari segala tempat pemberian tapi lebih efektif dari IV
Dosis : 1-3 ml untuk perangsang pernafasan
5. DOKSAPRAM
Indikasi : perangsang pernafasan
Efek samping : hipertensi, tachicardia, aritmia, otot kaku, muntah
Farmakokinetik : mempunyai masa kerja singkat dalam SSP
Dosis : 0.5-1.5 mg/kgBB secara IV
1.4 JENIS OBAT OBAT SISTEM SARAF PUSAT DAN MEKANISME KERJANYA
1. Obat Anestetik :
Obat anestetik adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam bermacanmacam tindakan operasi.
a). Anestetik Lokal : Obat yang merintangi secara reversible penerusan impuls-impuls syaraf ke
SSP (susunan syaraf pusat) pada kegunaan lokal dengan demikian dapat menghilangkan rasa
nyeri, gatal-gatal, panas atau dingin.
Penggunaan
Anestetik lokal umumnya digunakan secara parenteral misalnya pembedahan kecil dimana
pemakaian anestetik umum tidak dibutuhkan. Anestetik local dibagi menjadi 3 jenis :
1. anestetik permukaan, digunakan secara local untu melawan rasa nyeri dan gatal, misalnya
larutan atau tablet hisap untuk menghilangkan rasa nyeri di mulut atau leher, tetes mata untuk
mengukur tekana okuler mata atau mengeluarkan benda asing di mata, salep untuk menghilangkan
rasa nyeri akibat luka bakar dan suppositoria untuk penderita ambient/ wasir.
2. Anestetik filtrasi yaitu suntikan yang diberikan ditempat yang dibius ujung-ujung sarafnya,
misalnya pada daerah kulit dan gusi
3.
Anestetik blok atau penyaluran saraf yaitu dengan penyuntikan disuatu tempat dimana banyak
saraf terkumpul sehingga mencapai daerah anestesi yang luas misalnya pada pergelangan tangan
atau kaki.
Obat obat anestetik local umumnya yang dipakai adalah garam kloridanya yang mudah larut
dalam air.
Persyaratan anestetik local
Anestetik local dikatakan ideal apabila memiliki beberapa persyaratan sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e. mula kerja dan daya kerjanya singkat untuk jangka waktu cukup lama
f. larut dalam air dengan menghasilakan larutan yang stabil dan tahan pemanasan
Efek samping
Eek samping dari pengguna anestetik local terjadi akibat khasiat dari kardiodepresifnya ( menekan
fungsi jantung ), mengakibatkan hipersensitasi berupa dermatitis alergi.
Penggolongan
Secara kimiawi anestetik local dibagi 3 kelompok yaitu :
1.
2.
b). Anestetika Umum : Obat yang dapat menimbulkan suatu keadaan depresi pada pusat-pusat
syaraf tertentu yang bersifat reversible, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan.
Beberapa syarat penting yang harus dipenuhi oleh suatu anestetik umum :
1.berbau enak dan tidak merangsang selaput lender
2. mula kerja cepat tanpa efek samping
3. sadar kembalinya tanpa kejang
4. berkhasiat analgetik baik dengan melemaskan otot-otot seluruhnya
5. Tidak menambah pendarahan kapiler selama waktu pembedahan
Efek samping
Hampir semua anestetik inhalasi mengakibatkan sejumlah efek samping yang terpenting
diantaranya adalah :
Menekan pernafasa, paling kecil pada N2O, eter dan trikloretiken
Mengurangi kontraksi jantung, terutama haloten dan metoksifluran yang paling ringan pada
eter
Merusak hati, oleh karena sudah tidak digunakan lagi seperti senyawa klor
Merusak ginjal, khususnya metoksifluran
Penggolongan
Menurut penggunaannya anestetik umum digolongkan menjadi 2 yaitu:
1. Anestetik injeksi, contohnya diazepam, barbital ultra short acting ( thiopental dan
heksobarbital )
2. Anestetik inhalasi diberikan sebagai uap melalui saluran pernafasan. Contohnya eter, dll.
Sediaan, indikasi, kontra indikasi dan efek samping
1. Dinitrogen monoksida
Indikasi : anestesi inhalasi
2. Enfluran
Indikasi
: anestesi inhalasi ( untuk pasien yang tidak tahan eter)
Efek samping : menekan pernafasan, gelisah, dan mual
3. Halotan
Indikasi
:anestesi inhalasi
Efek samping : menekan pernafasan, aritmia, dan hipotensi
3. Droperidol
Indikasi
: anestesi inhalasi
4. Eter
Indikasi
: anestesi inhalasi
Efek samping : merangsang mukosa saluran pernafasan
5. Ketamin hidroklorida
Indikasi
: anestesi inhalasi
Efek samping : menekan pernafasan (dosis tinggi ), halusinasi dan tekanan darah naik.
6. Tiopental
Indikasi
: anestesi injeksi pada pembedahan kecil seperti di mulut
Kontra indikasi : insufiensi sirkulasi jantung dan hipertensi
Efek samping : menekan pernafasan
Efek samping
Kebanyakan obat tidur memberikan efek samping umum yng mirip dengan morfin antara lain :
a. Depresi pernafasan, terutama pada dosis tinggi, contihnya flurazepam, kloralhidrat, dan
paraldehida.
b. Tekanan darah menurun, contohnya golongan barbiturate.
c. Hang-over, yaitu efek sisa pada keesokan harinya seperti mual, perasaan ringan di kepala
dan pikiran kacau, contohnya golongan benzodiazepine dan barbiturat.
d. Berakumulasi di jaringan lemak karena umumnya hipnotik bersifat lipofil.
Penggolongan
Secara kimiawi, obat-obat hipnotik digolongkan sebagai berikut :
1. Golongan barbiturate, seperti fenobarbital, butobarbital, siklobarbital, heksobarbital,dll.
2. Golongan benzodiazepine, seperti flurazepam, nitrazepam, flunitrazepam dan triazolam.
3. Golongan alcohol dan aldehida, seperti klralhidrat dan turunannya serta paraldehida.
4. Golongan bromide, seperti garam bromide ( kalium, natrium, dan ammonium ) dan turunan
ure seperti karbromal dan bromisoval.
5. Golongan lain, seperti senyawa piperindindion (glutetimida ) dan metaqualon.
Obat generik, indikasi, kontra indikasi, dan efek samping
1. Diazepam
Indikasi
: hipnotika dan sedative, anti konvulsi, relaksasi, relaksasi otot dan anti ansietas
(obat epilepsi).
2. Nitrazepam
Indikasi
: seperti indikasi diazepam
Efek samping : pada pengguanaan lama terjadi kumulasi dengan efek sisa (hang over ),
gangguan koordinasi dan melantur.
3. Flunitrazepam
Indikasi
: hipnotik, sedatif, anestetik premedikasi operasi.
Efek samping : amnesia (hilang ingatan )
4. Kloral hidrat
Indikasi
: hipnotika dan sedatif
Efek samping: merusak mukosa lambung usus dan ketagihan
5. Luminal
Indikasi
: sedative, epilepsy, tetanus, dan keracunan strikhnin.
4. Obat Antikonvulsan
Obat mencegah & mengobati bangkitan epilepsi.
Contoh
:
Diazepam,
Fenitoin,Fenobarbital,
Karbamazepin,
Klonazepam.
Atas kerja farmakologisnya, analgetik dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu:
1.
Analgetik Perifer (non narkotik), analgetik ini tidak dipengaruhi system saraf pusat.
Semua analgetik perifer memiliki khasiat sebagai anti piretik yaitu menurunkan suhu. Terdiri dari
obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral.
Penggolongan:
Berdasarkan rumus kimianya analgetik perifer digolongkan menjadi :
1. Golongan salisilat
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin. Obat ini diindikasikan
untuk sakit kepala, neri otot, demam. Sebagai contoh aspirin dosis kecil digunakan untuk
pencegahan thrombosis koroner dan cerebral.
Asetosal adalah analgetik antipirentik dan anti inflamasi yang sangat luas digunakan dan
digolongkan dalam obat bebas. Efek sampingnya yaitu perangsangan bahkan dapat
menyebabkan iritasi lambung dan saluran cerna.
2. Golongan para aminofenol
Terdiri dari fenasetin dan asetaminofen (parasetamol ). Efek samping golongan ini serupa denga
salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sedang, dan dapat menurunkan suhu
tubuh dalam keadaan demam, dengan mekanisme efek sentral. Efek samping dari parasetamol
dan kombinasinya pada penggunaan dosis besar atau jangka lama dapat menyebabkan kerusakan
hati.
3. Golongan pirazolon(dipiron)
Dipiron sebagai analgetik antipirentik, karena efek inflamasinya lemah. Efek samping semua
derivate pirazolon dapat menyebabkan agranulositosis, anemia aplastik dan trombositopenia.
4. Golongan antranilat
Digunakan sebagai analgetik karena sebagai anti inflamasi kurang efektif dibandingkan dengan
aspirin. Efek samping seperti gejala iritasi mukosa lambung dan gangguan saluran cerna sering
timbul.
Penggunaan :
Obat-obat ini mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri tanpa memengaruhi SSP atau
menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan ketagihan. Kebanyakan zat ini juga berdaya
antipiretis dan/atau antiradang. Oleh karena itu tidak hanya digunakan sebagai obat antinyeri,
melainkan juga pada demam (infeksi virus/kuman, selesma, pilek) dan peradangan seperti
rematik dan encok.
Efek samping :
Yang paling umum adalah gangguan lambung-usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal
dan juga reaksi alergi kulit. Efek-efek samping ini terutama terjadi pada penggunaan lama atau
dalam dosis tinggi. Oleh karena itu penggunaan anal-getika secara kontinu tidak dianjurkan.
2. Analgetik Narkotik, Khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti fraktur dan
kanker.
Nyeri pada kanker umumnya diobati menurut suatu skema bertingkat empat, yaitu:
1.
Obat perifer (non Opioid) peroral atau rectal; parasetamol, asetosal.
2.
Obat perifer bersama kodein atau tramadol.
3.
4.
Indikasi
: nyeri sedang sampai berat
Kontra indikasi: depresi pernafasan akut, alkoholisme akut, penyakit perut akut
Efek samping : mual, muntah, konstipasi, ketergantungan/indiksi over dosis
Nalorfin, Nalokson
Adalah antagonis morfin, bekerja meniadakan semua khasiat morfin dan bersifat analgetik.
Khusus digunakan pada kasus overdosis atau intoksikasi obat-obat analgetik narkotik.
7. Antipiretik
adalah
zat-zat
yg
dapat
mengurangi
suhu
tubuh.
8.
Obat Antimigrain
Obat yang mengobati penyakit berciri serangan-serangan berkala dari nyeri hebat pada satu sisi.
12. Neuroleptika
Obat yang dapat menekan fungsi-fungsi psikis (jiwa) tertentu tanpa menekan fungsi-fungsi umum
seperti berfikir dan berkelakuan normal. Obat ini digunakan pada gangguan (infusiensi) cerebral
seperti mudah lupa, kurang konsentrasi dan vertigo. Gejalanya dapat berupa kelemahan ingatan
jangka pendek dan konsentrasi, vertigo, kuping berdengung, jari-jari dingin, dan depresi.
Penggolongan
1. Golongan hidantoin, adalah obat utama yang digunakan pada hamper semua jenis epilepsi.
Contoh fenitoin.
2. Golongan barbiturat, sangat efektif sebagi anti konvulsi, paling sering digunakan pada serangan
grand mal. Contoh fenobarbital dan piramidon.
3. Golongan karbamazepin, senyawa trisiklis ini berkhasiat antidepresif dan anti konvulsif.
4. Golongan benzodiazepine, memiliki khasiat relaksasi otot, hipnotika dan antikonvulsiv yang
termasuk golongan ini adalah desmetildiazepam yang aktif,klorazepam, klobazepam.
5. Golongan asam valproat, terutama efektif untuk terapi epilepsy umum tetapi kurang efektif
terhadap serangan psikomotor. Efek anti konvulsi asam valproat didasarkan meningkatkan kadar
asam gama amino butirat acid.
Obat generik, indikasi, kontra indikasi, efek samping
1. Fenitoin
Indikasi
Penobarbital
Indikasi
Mabuk jalan
Mabuk kehamilan
3. Mual atau muntah yang disebabkan penyakit tertentu seperti pada pengobatan dengan radiasi
atau obat-obat sitostatik.
Penggolongan
1. Anti histamin
Efek samping anti histamine ini adalah mengantuk. Anti histamine yang dipaki adalah sinarizin,
dimenhidrinat, dan prometazin, toklat.
2.
Dopamin blokersinarizin
3.
Antagonis serotonin
Bermanfaat pada pasien mual, muntah yang berkaitan dengan obat-obatan sitostatika.
Obat generic, indikasi, kontra indikasi, efek samping
1. Sinarizin
Indikasi
: kelainan vestibuler seperti vertilago, tinnitus, mual dan muntah.
Kontra indikasi : kehamilan/ menyusui, hipotensi, dan serangan asma
Efek samping : gejala ekstra pyramidal, mengantuk, sakit kepala
2. Dimenhidrinat
Indikasi
: mual, muntah, vertigo, mabuk perjalanan dan kelainan labirin
Kontra indikasi : serangan asma akut, gagal jantung dan kehamilan
Efek samping : mengantuk dan gangguan psikomotor
3. Klorpromazin HCl
Indikasi
: mual dan muntah
Kontra indikasi : gangguan hati dan ginjal
Efek samping : mengantuk, gejala ekstra piramidal
4. Perfenazin
Indikasi
: mual dan muntah berat
Kontra indikasi : gangguan hati dan ginjal
Efek samping : mengantuk, gejala ekstra piramidal
5. Proklorperazin
Indikasi
: mual dan muntah akibat gangguan pada labirin
Kontra indikasi : gangguan hati dan ginjal
Efek samping : mengantuk, gejala ekstra piramidal
6. Trifluoperazin
Indikasi
:mual dan muntah berat
Kontra indikasi : gangguan hati dan ginjal
Efek samping : mengantuk, gejala ekstra piramidal
15. Obat Parkinson (penyakit gemetaran )
Obat yang digunakan untuk mengobati penyakit Parkison yang ditandai dengan gejala tremor, kaku
otot,gangguan gaya berjalan, gannguan kognitif, persepsi, dan daya ingat. Penyakit ini terjadi akibat
proses degenerasi yang progresif dan sel-sel otak sehingga menyebabkan terjadinya defisiensi
neurotransmitter yaitu dopamin.
3. Levodopa
Levodopa terutama efektif terhadap hipokinesia dan kekakuan, sedangkan terhadap tremor
umumnya kurang efektif dibandingkan dengan antikolinergik.
Indikasi
: parkinsonisme bukan karena obat
Kontra indikasi : glukoma, penyakit psikiatri berat
Efek samping :anoreksia, mual, muntah, insomnia
4.
Bromokriptin
Bekerja sebagai antagonis dopamine, obat ini semula digunakan pada pasien-pasien parkison
hanya dimana efek-efek dopa berkurang setelah beberapa tahun dan efeknyapun menjadi singkat,
bersamaan dengan lebih seringnya terjadi efek samping.
Indikasi
: parkinsonisme
Efek samping :gangguan lambung usus, pada dosis tinggi halusinasi, gangguan psikomotor dll.
5. Amantadine
Obat anti influenza ini secara kebetulan ditemukan daya anti parkisonnya.
Efek samping : lebih ringan dari levodopa, pada dosis biasa tidak sring terjadi antara lain mulut
kering, gangguan penglihatan, hipotensi ortostatik, kadang-kadang terjadi udema mata kaki.
Mekanisme kerja melalui memperbanyak pelepasan dari ujung-ujung saraf.
http://yunekawati-sistemsarafpusat.blogspot.com/
DAFTAR PUSTAKA
1. Kee, Joyce L dan Hayes, Evelyn R:farmakologi, pendekatan proses keperawatan: EGC,
Jakarta.1996
2. Tan, Hoan, Tjay dan Raharja, Kirana: obat-obat penting, edisi keempat:1991
3. Muschleir, emst, dinamika obat, edisi kelima, penerbit ITB, Bandung: 1991
4. Purwanto, SL dan Istiantoro, Yati. 1992. DOI(Data Obat DiIndonesia). Jakarta: PT. Grafindian
Jaya.
5. Katzung, Bertram G.2002. Farmakologi Dasar Dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika.
6. Kee, Joyce L dan Hayes, Evelyn R.1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta :EGC.
Obat ini bereaksi secara langsung dengan reseptor asetilkolin. Telah disebut sebelumnya bahwa
reseptor asetilkolin ada 2 yaitu asetilkolin nikotinik dan asetilkolin muskarinik. Oleh sebab itu
obat-obatan pada agonis kolinergik langsung ini bereaksi pada 2 tempat yaitu sebagai 1) Agonis
Muskarinik dan 2) Agonis Nikotinik.
a.
Agonis Muskarinik
Obat golongan ini dibedakan menjadi 2 yaitu obat golongan ester dan alkaloid (menyerupai
basa).
>>Obat golongan ester
Pada obat golongan ester ini merupakan senyawa ester dari neurotransmitter asetilkolin,
oleh karena itu obat golongan ini strukturnya mirip dengan asetilkolin. Oleh karena itu obat
golongan ini juga dapat dimetabolisme oleh enzim asetilkolinesterase. Contoh obat golongan
ester ini adalah Metakolin, betanekol, dan Karbakol. Metakolin dan Betanekol mempunyai
spesifitas hanya pada reseptor muskarinik. Jika karbakol mempunyai spesifitas pada kedua
reseptor
(muskarinik
dan
nikotinik).
>> Obat golongan alkaloid
Pada obat golongan ini strukturnya tidak mirip dengan asetilkolin, maka obat golongan
ini tidak dapat dimetabolisme oleh enzim asetilkolinesterase. Contoh obat golongan ini adalah
Pilokarpin. Obat ini hanya mempunyai spesifitas pada reseptor asetilkolin muskarinik.
Pada dasarnya obat-obat agonis kolinergik ini didasarkan pada tipe reseptornya. Yaitu :
# Reseptor M1 : Bekerja pada sistem syaraf pusat, sistem syaraf perifer, dan sel parietal
lambung.
# Reseptor M2 : Bekerja pada organ jantung.
# Reseptor M3 : Berefek eksitatori, otot polos sistem pencernaan, mata, pembuluh darah,
dan kalenjar eksokrin
Berdasarkan tersebut maka efek samping obat-obatan yang bekerja pada agonis
kolinergik ini mengikuti pada resetornya, contonya pada reseptor tipe M3 maka efek samping
yang ditimbulkan bisa saja peningkatan kontraksi saluran pencernaan.
b. Agonis Nikotinik
Sesuai dengan namanya maka obat ini bekerja pada reseptor asetilkolin nikotinik. Obat
ini dapat mempengaruhi pada siste syaraf somatik atau neuromuscular junction. Contoh
senyawanya adalah nikotin, lobelin, epibatidin, dll. Nikotin dal lobelin didapatkan dari isolasi
dari tanaman tembakau dan senyawa ini dapat digunakan untuk orang yang kecanduan merokok.
2. Inhibitor Kolinesterase
Pada bagian sistem syaraf otonom terdapat suatu enzim yang sangat penting yaitu Asetilkolin
asetil hidrolase (AchE) atau biasa disebut dengan asetilkolinesterase. Enzim ini ditemukan pada
celah syaraf kolinergik, neuromuscular junction, dan darah. Enzim ini sangat penting karena
berfungsi untuk memecah asetilkolin menjadi asetat dan kolin. Obat dalam hal ini bereaksi
dengan menghambat enzim kolinesterase pada celah sinaptik. Sedangkan obat-obatannya beraksi
dengan 2 tipe, yaitu sebagai Inhibitor reversibel dan sebagai Inhibitor Ireversibel.
a.
Inhibitor Reversibel
Obat ini dapat berinteraksi secara kompetitif dengan sisi aktif enzim AChE dan dapat
terbalikkan / reversibel. Obat pada golongan ini bersifat larut air. Contoh obat-obatan yang
bersifat inhibitor reversibel ini adalah Edroponium. Obat ini bereaksi dengan cepat yang
diberikan secara intravena untuk diagnosa penyakit Myastenia gravis. Pada penderita Myastenia
gravis jika diberikan Edroponium maka akan meningkatkan kekuatan otot skeletal.
b. Inhibitor Irreversibel
Obat ini berinteraksi dengan sisi sktif enzim AchE dan bersifat tak terbalikkan dan
biasanya senyawa golongan ini bersifat larut dalam lipid sehingga dapat menembus barrier darah
otak. Obat ini bereaksi dengan memfosforilasi enzim AchE sehingga mengakibatkan inaktivasi
enzim tersebut. Senyawa yang bersifat sebagai Inhibitor Irreversibel ini contohnya yaitu
Malation, golongan insektisida dan golongan pestisida (organophosphat). Jika suatu inhibitor
irreversibel ini bereaksi terhadap enzim asetilkolinesterase maka enzim ini tidak aktif sehingga
tidak dapat memecah asetilkolin menjadi asetat dan kolin dan mengakibatkan penumpukan. Obat
yang dapat digunakan adalah Pralidoksim. Obat ini bereaksi dengan menarik kuat Inhibitor
Irreversibel dari sisi aktif enzim agar enzim tersebut aktif kembali. Tetapi penggunakaan
pralidoksim pada pasien keracunan organophosphat harus dilakukan pada waktu yang cepat,
karena dalam waktu beberapa jam setelah keracunan organofospat, enzim terfosforilasi atau
kehilangan gugus alkil atau alkoksi sehingga menyebabkan atbil dan lebih resisten terhadap
pralidoksim.
B. Antagonis Kolinergik
Aktifitas obat antagonis berarti melawan, yaitu melawan dari aksi neurotransmitter :
asetilkolin. Secara definitif berarti obat yang menghambat atau mengurangi aktifitas dari
asetilkolin atau persyarafan kolinergik. Istilah lain dari antagonis kolinergik ini yaitu Kolinolitik.
Obat golongan ini aksinya yaitu mengeblok kanal ion, sebagai inhibitor kompetitif pada reseptor
muskarinik, dan sebagai inhibittor pada reseptor nikotinik dan muskarinik. Disini akan lebih
dijelaskan pada obat-obatan yang bereaksi sebagai antagonis pada reseptor muskarinik.
Obat yang bereaksi sebagai antagonis muskarinik mempunyai aktivitas dalam
menghambat secara kompetitif pada reseptor asetilkolin muskarinik. Secara struktural, obat-obat
ini bersifat seperti asetilkolin, yaitu mempunyai struktur seperti asetilkolin tetapi bagian gugus
asetil pada asetilkolin diganti dengan gugus aromatik. Obat ini pada dasarnya yaitu berikatan
dengan reseptor tetapi tidak menimbulkan efek, jadi mempunyai harga =0 meskipun
mempunyai afinitas terhadap reseptor.
Contoh senyawa alami yang bereaksi dengan hal ini adalah Atropin dan Hyosin. Atropin
bersifat larut dalam lipid sehingga mudah untuk diabsorpsi dan dapat menembut barrier darah
otak. Atropin ini dapat digunakan pada kasus keracunan organophospat. Yaitu berinteraksi
dengan mengeblok kelebihan asetilkolin pada reseptor muskarinik, tetapi tidak pada reseptor
nikotinik. Selain itu atropin dapat digunakan untuk penderita asma yaitu dengan relaksasi
bronkus. Hyosin atau dinamakan juga dengan Scopolamin dapat digunakan pada pengobatan
Motion Sickness.
C. Agonis Adrenergik
Agonis adrenergik merupakan obat yang memacu atau meningkatkan syaraf adrenergik.
Oleh karena itu obat-obat yang bekerja secara agonis adrenergik ini beraksi menyerupai
neurotransmitternya, yaitu nor-adrenalin. Agonis adrenergik juga dinamakan dengan
Adrenomimetik. Obat-obat yang bekerja dengan cara ini bereaksi dengan reseptor adrenergik,
yaitu reseptor adrenergik & reseptor adrenergik . Reseptor sendiri terdapat 2 tipe, dan
reseptor juga terdapat 2 tipe yang digunakan obat-obat golongan ini untuk berinteraksi. Efek
aktivasi dari kedua jenis reseptor ini dapat dilihat pada bagian berikut :
1.
Reseptor 1 berada pada otot polos pembuluh darah. Jadi efek yang dihasilkan bila suatu agonis
berinteraksi dengan reseptor ini adalah kontraksi otot pembuluh darah.
2. Reseptor 2 terdapat pada sel syaraf bagian postganglion simpatik. Aktivasi oleh agonis
mengakibatkan penghambatan pelepasan neurotransmitter nor-adrenalin pada ujung syaraf
simpatik.
3. Reseptor 1 terdapat pada otot jantung. Aktivasi oleh suatu agonis menyebabkan peningkatan
frekuensi dan denyut jantung.
4. Reseptor 2 terdapat pada otot polos uterus dan bagian pernafasan. Aktivasi oleh agonis
menyebabkan relaksasi otot polos uterus ataupun relaksasi bronkus pada pernafasan.
Obat-obat yang bekerja berdasarkan agonis adrenergik ini dibedakan menjadi 2 yaitu agonis
secara langsung dan agonis yang bekerja secara langsung. Hal ini dibedakan hanya pada interaksi
dengan reseptornya.
Reseptor 1 : obat-obat sebagai agonis 1 contohnya yaitu Oksimetazolin & Fenilefrin. Kedua
obat ini berinteraksi dengan reseptor 1 yang menyebabkan kontraksi pembuluh darah.
b. Reseptor 2 : Obat sebagai agonis 2 contohnya yaitu Klonidin. Obat ini berinteraksi dengan
reseptor 2 dan mengakibatkan penghambatan pelepasan nor-epinefrin oleh ujung syaraf
simpatik yang kemudian menyebabkan penurunan tekanan darah.
c.
Reseptor 1 : Reseptor ini kebanyakan berada pada jantung. Obat sebagai agonis 1 contohnya
adalah Dobutamin. Obat ini setelah berinteraksi dengan reseptornya akan menghasilkan efek
yaitu meningkatkan frekuensi dan denyut jantung.
d. Reseptor 2 : Reseptor ini terdapat pada otot polos uterus dan pada bagian pernafasan. Obat
sebagai agonis 2 contohnya adalah Terbutalin. Obat ini dapat merelaksasi otot polos bronkus
sehingga dapat digunakan unutk terapi asma.
Obat golongan ini bekerja dengan meningkatkan kadar nor-epinefrin pada celah sinaptik.
Peningkatan kadar nor-epinefrin ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : 1) Dengan melepaskan
cadangan nor-epinefrin pada vesikel 2)Dengan menghambat re-uptake nor epinefrin menuju ke
ujung syaraf. Oleh karena itu obat-obat yang bekerja secara tidak langsung ini dibedakan 2
macam berdasarkan kedua cara tadi
Pada cara pertama, obat-obat akan memacu ujung syaraf untuk melepaskan cadangan norepinefrin, hasilnya yaitu konsentrasi nor-epinefrin pada celah sinaptik akan meningkat. Contoh
obatnya yaitu Amfetamin, Efedrin, dan Fenilpropanolamin.
Cara kedua didasarkan bahwa obat-obatan tertentu bekerja dengan menghambat pelepasan
kembali atau bisa disebut dengan re-uptake nor-epinefrin kembali menuju ke ujung syaraf,
sehingga mengakibatkan konsentrasi nor-epinefrin pada celah sinaptik meningkat. Contoh
obatnya yaitu Imipramin dan Desimpramin. Perlu diketahui bahwa jika konsentrasi nor-epinefrin
pada syaraf sedikit maka akan menyebabkan kondisi depresi, maka obat-obat yang bekerja
secara tidak langsung ini dapat digunakan untuk menangani kasus seperti ini.
D. Antagonis Adrenergik
Antagonis adrenergik merupakan obat-obat yang kerjanya yaitu menghambat kerja atau
efek dari neurotransmitter utama yaitu nor-epinefrin. Obat golongan ini dapat juga disebut
dengan Adrenolitik. Penghambatan efek dari obat-obat ini kebanyakan dengan cara mengeblok
reseptor adrenergik, maka dapat juga disebut dengan Blocker. Obat-obatannya dapat dibagi
berdasarkan kerja terhadap reseptornya.
a.
1 Blocker
Obat ini bekerja dengan cara mengeblok reseptor adrenergik tipe 1. Reseptor ini berada
kebanyakan pada otot polos pembuluh darah. Reseptor ini sebenarnya jika berikatan dengan
agonis maka akan mengakibatkan kontraksi pembuluh darah, tetapi jika diberikan obat golongan
1 Blocker maka akan bereaksi sebaliknya yaitu penurunan tekanan darah. Contoh obatnya yaitu
Prasozin dan Terasozin. Umumnya obat-obatan golongan ini digunakan untuk terapi hipertensi.
b. 2 Blocker
Obat ini bekerja dengan cara mengeblok reseptor 2. Reseptor ini jika berinteraksi dengan suatu
agonis maka akan mengakibatkan penghambatan pelepasan nor-epinefrin pada ujung syaraf.
Obat golongan ini jarang digunakan pada klinik. Contoh obatnya yaitu Yohimbin yang digunakan
untuk terapi gangguan ereksi.
c.
d. 1 Blocker
Obat golongan ini mengakibatkan penurunan frekuensi dan denyut jantung, karena reseptor ini
berada dalam otot jantung. Contoh obatnya yaitu asebutolol, betaksolol, metoprolol, dll.
e.
2 Blocker
Obat ini setelah bereaksi dengan menghambat aktivitas reseptor tersebut oleh suatu agonis. Obat
ini mempunyai efek yaitu kontriksi saluran pernafasan. Contoh obatnya yaitu propanolol, tetapi
reseptor ini bekerja secara tidak selektif, yaitu dapat mengeblok pada kedua reseptor.
Sebenarnya masih banyak lagi obat yang bekerja sebagai antagonis adrenergik ini, seperti
obat yang menghambat sintesis nor-epinefrin, obat yang menghambat penyimpanan norepinefrin, dan obat yang menghambat pelepasan nor-epinefrin.
http://duniafarmasi212.blogspot.com/2013/01/obat-obat-pada-syaraf-otonom.html