Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bertahun-tahun lamanya, dunia pendidikan kita terpasung di atas tungku
kekuasaan rezim Orde Baru yang serba represif dan otoriter. Pendidikan tidak
diarahkan untuk memanusiakan manusia secara utuh dan paripurna, tetapi
lebih diorientasikan untuk mempertahankan kepentingan kekuasaan semata.
Dengan dalih mengejar pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa, nilainilai

akhlak,

budi

perkerti,

dan kemanusiaan terabaikan. Pendidikan

karakter yang notabene bisa dioptimalkan sebagai media yang strategis untuk
mengembangkan,

menyuburkan,

budi dan kemanusiaanjustru

dan

dikebiri

mengakarkan
dan

nilai-nilai keluhuran

disingkirkan

melalui

proses

pendidikan yang serba indoktrinatif dan instruksional. Selama mengikuti


proses pendidikan, anak-anak bangsa di negeri ini hanya sekadar menjadi objek
dan tong sampah ilmu pengetahuan yang serba pendiam dan penurut. Mereka
kehilangan daya kreatif dan sikap kritis, sehingga gagal memahami dan
memiliki sikap empati terhadap persoalan-persoalan kebangsaan.
Akibat pasungan atmosfer dunia pendidikan yang serba indoktrinatif dan
instruksional, para keluaran pendidikan memang menjadi sosok yang cerdas,
tetapi

kebal

nuraninya; hipokrit dan

mau

menang

sendiri.

Nilai-

nilai moral, budaya, dan keluhuran budi yang seharusnya mengakar dan
membumi dalam ranah pendidikan kita, disadari atau tidak, telah terbonsai dan
tenggelam dalam hiruk-pikuk peradaban yang cenderung menghamba pada
kekuatan konsumtivisme, materialisme, dan hedonisme. Prosespenghambaan
pada nilai-nilai pragmatis yang secara diametral kurang sinergis dengan nilainilai luhur baku telah melahirkan generasi masa depan yang mengalami split
personality; sebuah kepribadian terbelah yang menggambarkan situasi
ambivalen dan gamang dalam menentukan perilaku dan pranata hidup yang
sesuai dengan kesejatian dirinya. Anak-anak yang tengah gencar memburu
ilmu di bangku pendidikan masih memiliki keyakinan terhadap keagungan dan

kemuliaan nilai-nilai budaya, moral, danbudi pekerti, tetapi keyakinan mereka


tidak diperkukuh oleh situasisosial yang sehat dan kondusif.
Para mahasiswa memiliki keyakinan bahwa kekerasan bukanlah cara yang
tepat untuk menyelesaikan masalah seperti apa yang mereka dapatkan di
bangku persekolahan ataupun kuliah. Namun, kenyataan sosial menunjukkan
secara riil bahwa kekerasan telah menjadi budaya massal dan masif
sebagaimana yang mereka lihat dalam kehidupan sehari-hari, baik yang mereka
alami sendiri maupun yang mereka saksikan melalui tayangan TV. Jika kondisi
split personality semacam itu tidak segera teratasi, maka anak-anak masa
depan negeri ini cenderung akan memilih jalan praktis yang bisa dijadikan
sebagai modus untuk menyalurkan naluri agresivitas mereka. Tak ayal
lagi, kekerasan pun benar-benar akan menjadibudaya baru di kalangan remajapelajar kita setiap kali dihadapkan pada situasi krusial dan masalah yang rumit
sekaligus kompleks. Budaya kekerasan baru yang mereka bangun akan terus
terekam dalam memori dan kepribadian mereka dan akan terbawa hingga kelak
mereka dewasa.
Sungguh, situasi yang kurang kondusif seperti itu jelas akan berdampak pada
desain

peradaban

bangsa

jangka

panjang. Budaya kekerasan, korupsi,

manipulasi, vandalisme, dan berbagai bentuk perilaku anomali sosial lainnya


cenderung akan menjadi wabah yang membadai dalam kehidupan seharihari. Oleh karena itu, harus ada upaya serius untuk memutus mata
rantai budaya kekerasan dan perilaku anomali sosial lainnya agar tidak terusmenerus mewaris dari generasi ke generasi. Dalam konteks demikian, sungguh
tepat apabila dunia pendidikan yang diyakini sebagai kawah candradimuka
peradaban didesain ulang agar pendidikan karakter benar-benar menjadi entry
point yang akan membawa peradaban bangsa menjadi lebih terhormat,
bermartabat, dan berbudaya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pendidikan karakter itu?
2. Mengapa mahasiswa memerlukan pendidikan karakter?
3. Adakah relevansi sastra dengan pendidikan karakter?

4. Bagaimana cara membangun karakter mahasiswa melalui apresiasi karya


sastra berupa puisi?
5. Karakter apa saja yang dapat dibentuk melalui apresiasi puisi?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui makna pendidikan karakter.
2. Dapat mengetahui arti penting pendidikan karakter bagi mahasiswa.
3. Mengetahui hubungan sastra dengan pendidikan karakter
4. Mengetahui cara membentuk karakter mahasiswa melalui apresiasi puisi.
5. Mengetahui karakter yang dapat dibentuk melalui apresiasi puisi.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi mahasiswa
a. Mengerti akan pentingnya pendidikan karakter
b. Menghargai bentuk karya sastra berupa puisi
c. Menambah minat untuk mempelajari karya sastra berupa puisi.
2. Bagi instansi ( perguruan tinggi)
a. Sebagai bahan acuan dalam upaya meningkatkan pendidikan
karakter bagi mahasiswa.
b. Sebagai bahan pertimbangan dalam upaya untuk mengurangi
karakter yang buruk pada mahasiswa.
3. Bagi pembaca
a. Mengerti pentingnya pendidikan karakter
b. Menambah minat untuk mempelajari dan melestarikan karya
sastra

BAB II
PEMBAHASAN
Di dalam bab ini penulis akan mencoba menjawab permasalahanpermasalahan yang ada pada uraian sebelumnya. Pembahasan penulis disini
tentunya merupakan pembahasan yang sangat singkat dan sekilas saja. Namun
demikian penulis berharap semoga dengan pembahasan singkat ini selanjutnya
kita akan melanjutkan pembahasan serupa dengan lebih tuntas dan mendetail.

Pembahasan berikut ini hanya berkisar pada usaha menjawab pertanyaanpertanyaan tentang pengertian pendidikan karakter, arti penting pendidikan
karakter bagi mahasiswa, relevansi antara sastra dan drama, cara membangun
karakter mahasiswa melalui apresiasi karya sastra berupa puisi dan karakter apa
saja yang bisa di bentuk melalui apresiasi puisi ini.
a. Pengertian pendidikan karakter
Kata karakter berasal dari bahasa Yunani to mark yang berarti menandai dan
memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk
tindakan atau tingkah laku. Kata pendidikan berasal dari bahasa Latin
Pedagogi, yaitu dari kata paid artinya anak dan agogos artinya
membimbing. Jadi, istilah pedagogi dapat diartikan sebagai ilmu dan seni
mengajar anak. Oleh karena itu, pendidikan karakter merupakan suatu sistem
penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan
nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai the deliberate
use of all dimensions of school life to foster optimal character development.
Pengertian karakter menurut pusat bahasa Depdiknas adalah
bawaan ,Hati , jiwa , kepribadian ,budi pekerti , perilaku
,personalitas,sifat, tabiat, tempramen ,watak Adapun berkarakter
adalah Berkepribadian , berperilaku,bersifat , bermartabat, dan
berwatak
Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu
kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi
(motivations), dan keterampilan (skills).
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan
makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak
yang bertujuan untuk membentuk pribadi anak, supaya menjadi
manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik.
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat ditegaskan bahwa pendidikan
karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan

secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai


perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa,
diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang
terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan
berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan
adat istiadat.
b. Arti Penting Pendidikan Karakter Bagi Mahasiswa
Pendidikan karakter sangat baik diterapkan, terutama bagi seorang
mahasiswa. Dengan adanya pendidikan karakter yang diterapkan secara
sistematis dan berkelanjutan, seorang mahasiswa akan menjadi cerdas
emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan
seorang mahasiswa dalam menyongsong masa depan, karena seseorang akan
lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan,
termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Selain itu, pendidikan
karakter adalah kunci keberhasilan individu.
Karakter tersebut diharapkan menjadi

kepribadian

utuh

yang

mencerminkan keselarasan dan keharmonisan dari olah HATI (kejujuran dan


rasa tanggung jawab), PIKIR (kecerdasan), RAGA (kesehatan dan
kebersihan), serta RASA (kepedulian) dan KARSA (keahlian dan kreativitas).
Pendidikan karakter sebenarnya sangat mendasar, bukan hanya mahasiswa
saja yang harus menerima pendidikan karakter, di rumah, di sekolah dasar,
dan di lingkungan di mana kita tinggal tanpa sadar kita sudah menerima
pendidikan yang pada nantinya dapat membentuk karakter pada diri kita.
Jadi bagi mahasiswa, sangat penting untuk mendapatkan pendidikan
karakter, hal ini bertujuan untuk memperkuat akhlak dan sifat terpuji bagi
peserta didik (dalam hal ini mahasiswa). Karena kepandaian di bidang
pendidikan saja belum cukup tanpa bekal moral dan karakter yang kuat. Agar
saat mahasiswa terjun di masyarakat nanti tidak terjadi penyalahgunaan ilmu
yang

di

pelajari

selama

sekolah.

Seperti kita lihat sekarang ini, dimana orang-orang pandai malah


menyalahgunakan kepandaiannya untuk melakukan tindak pidana seperti
korupsi atau menjadi teroris. Kalau saja mereka memiliki karakter dan budi

pekerti yang kuat, tentu hal itu tidak akan terjadi. Jadi untuk alasan
kebaikanlah maka perlu di tekankan pentingnya pendidikan karakter bagi
mahasiswa. Selain itu juga karena mahasiswa merupakan generasi penerus
bangsa yang menjadi tumpuan dan harapan bangsa untuk mengisi
kemerdekaan selanjutnya. Jadi mahasiswa harus memiliki karakter yang baik.
Maka dari itu pendidikan karakter sangat penting bagi para mahasiswa.
c. Relevansi sastra dan pendidikan karakter
Sastra secara etimologis berasal dari kata sas dan tra. Akar kata sasberarti mendidik, mengajar, memberikan instruksi, sedangkan akhiran tra
menunjuk pada alat. Jadi, sastra secara etimologis berarti alat untuk mendidik,
alat untuk mengajar, dan alat untuk memberi petunjuk. Oleh karena itu,
sastra pada masa lampau bersifat edukatif (mendidik).
Banyak hal yang dapat diperoleh dari sastra. Tjokrowinoto (Haryadi, 1994)
memperkenalkan istilah pancaguna untuk menjelaskan manfaat sastra
lama, yaitu
(1) mempertebal pendidikan agama dan budi pekerti,
(2) meningkatkan rasa cinta tanah air,
(3) memahami pengorbanan pahlawan bangsa,
(4) menambah pengetahuan sejarah,
(5) mawan diri dan menghibur.

Haryadi (1994) mengemukakan sembilan manfaat yang dapat diambil dari


sastra lama, yaitu

1. dapat perperan sebagai hiburan dan media pendidikan,


2. isinya dapat menumbuhkan kecintaan, kebanggaan berbangsa dan
hormat pada leluhur,
3. isinya dapat memperluas wawasan tentang kepercayaan, adat-istiadat,
dan peradaban bangsa,
4.

pergelarannya dapat menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan,

5. proses penciptaannya menumbuhkan jiwa kreatif, responsif, dan


dinamis,
6. sumber inspirasi bagi penciptaan bentuk seni yang lain,
7. proses penciptaannya merupakan contoh tentang cara kerja yang
tekun, profesional, dan rendah hati,
8. pergelarannya memberikan teladan kerja sama yang kompak dan
harmonis,
9. pengaruh asing yang ada di dalamnya memberi gambaran tentang tata
pergaulan dan pandangan hidup yang luas.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa sastra sangat relevan dengan pendidikan


karakter. Karya sastra sarat dengan nilai-nilai pendidikan akhlak seperti
dikehendaki dalam pendidikan karakter. Cerita rakyat Bawang Putih
Bawang Merah mengandung nilai pendidikan tentang kemanusiaan. Cerita
binatang Pelanduk Jenaka mengandung pendidikan tentang harga diri, sikap
kritis, dan protes sosial. Sementara itu, bentuk puisi seperti pepatah, pantun,
dan bidal penuh dengan nilai pendidikan.

d. Peran sastra dalam pembentukan karakter bangsa


Sastra dapat dilihat dari berbagai aspek. Dari aspek isi, jelas bahwa karya
sastra sebagai karya imajinatif tidak lepas dari realitas. Karya sastra
merupakan cermin zaman. Berbagai hal yang terjadi pada suatu waktu, baik
positif

maupun

negatif

direspon

oleh

pengarang.

Dalam

proses

penciptaannya, pengarang akan melihat fenomena-fenomena yang terjadi di


masyarakat itu secara kritis, kemudian mereka mengungkapkannya dalam
bentuk yang imajinatif.
Fungsi sastra adalah dulce et utile, artinya indah dan bermanfaat. Dari aspek
gubahan, sastra disusun dalam bentuk, yang apik dan menarik sehingga
membuat orang senang membaca, mendengar, melihat, dan menikmatinya.
Sementara itu, dari aspek isi ternyata karya sastra sangat bermanfaat. Di
dalamnya terdapat nilai-nilai

pendidikan moral yang berguna untuk

menanamkan pendidikan karakter.


Pembelajaran sastra diarahkan pada tumbuhnya sikap apresiatif terhadap
karya sastra, yaitu sikap menghargai karya sastra. Dalam pembelajaran sastra
ditanamkan tentang pengetahuan karya sastra (kognitif), ditumbuhkan
kecintaan terhadap karya sastra (afektif) , dan dilatih keterampilan
menghasilkan karya sastra (psikomotor). Kegiatan apresiatif sastra dilakukan
melalui kegiatan
1. reseptif seperti membaca dan mendengarkan karya sastra, menonton
pementasan karya sastra,
2. produktif, seperti mengarang, bercerita, dan mementaskan karya
sastra,

3. dokumentatif, misalnya mengumpulkan puisi, cerpen, membuat


kliping tentang infomasi kegiatan sastra.
Pada kegiatan apresiasi sastra pikiran, perasaan, dan kemampuan motorik
dilatih dan dikembangkan. Melalui kegiatan semacam itu pikiran menjadi
kritis, perasaan menjadi peka dan halus, memampuan motorik terlatih. Semua
itu merupakan modal dasar yang sangat berarti dalam pengembangan
pendidikan karakter.
Ketika seseorang membaca, mendengarkan, atau menonton pikiran dan
perasaan diasah. Mereka harus memahami karya karya sastra secara kritis
dan komprehensif, menangkap tema dan amanat yang terdapat di dalamnya
dan memanfaatkannya. Bersamaan dengan kerja pikiran itu, kepekaan
perasaan diasah sehingga condong pada tokoh protogonis dengan
karakternya yang baik dan menolak tokoh antagonis yang berkarakter jahat.
Ketika seseorang menciptakan karya sastra, pikiran kritisnya dikembangkan,
imajinasinya dituntun ke arah yang positif sebab ia sadar karya sastra harus
indah dan bermanfaat. Penulis akan menuangkan imajinasinya sesuai dengan
kaidah genre sastra yang dipilihnya. Ia akan memilih diksi, menyusun dalam
bentuk kalimat, menggunakan gaya bahasa yang tepat, dan sebagainya.
Sementara

itu,

pada

benak

pengarang

terbersit

keinginan

untuk

menyampaikan amanat, menanamkan nilai-nilai moral, baik melalui karakter


tokoh, perilaku tokoh, ataupun dialog. Dalam penulisan karya sastra
orisinalitas

sangat

diutamakan.

Pengarang

berusaha

akan

berusaha

menghindari penjiplakan apalagi plariarisme. Dengan demikian, nilai-nilai


kejujuran sangat dihargai dalam karang- mengarang.
Dokumentasi sebagai bagian dari kegiatan apresiasi sastra sangat besar
sumbangannya terhadap pendidikan karakter. Tidak semua siswa ternyata
mampu dan mau mendokumentasikan karyanya dan mengkliping karya orang
lain. Pembuatan dokumentasi dan kliping memerlukan ketekuman dan

kecermatan. Mereka harus banyak membaca, kemudian memilih bacaan yang


pantas didokumentaikan dan dikliping. Pembuat dokumentasi dan kliping
pada umumnya adalah manusia-manusia yang berpikir masa depan.
e. Cara membentuk karakter melalui apresiasi sastra berupa puisi
Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengembangkan, menyuburkan,
dan

mengakarkan pendidikan

mengoptimalkan pembelajaran apresiasi

karakter adalah
sastra di bangku

kuliah.

Melalui pembelajaran apresiasi sastra yang optimal, mahasiswa akan dibawa


pada situasi pembelajaran yang memungkinkan mereka untuk menafsirkan,
menilai, menemukan, dan mengkonstruksi materi ajar yang mereka terima
sesuai dengan pengalaman belajar yang mereka temukan. Mahasiswa tidak
diperlakukan sebagai objek dan tong sampah ilmu pengetahuan yang hanya
menerima suapan mentah dan kering dari sang guru/dosen, tetapi benar-benar
otonom dan mandiri sebagai subjek didik yang memiliki kebebasan dalam
bercurah pikir, berpendapat, berprakarsa, dan berinisiatif, sehingga talenta
dan potensi mereka tidak terkebiri dan termarginalkan.
Salah satu materi pembelajaran apresiasi sastra yang penting dan strategis
untuk menumbuhkembangkan pendidikan karakter adalah puisi.
Melalui pembelajaran apresiasi puisi yang optimal, mahasiswa secara tidak
langsung akan mendapatkan nutrisi dan gizi batin yang akan mampu
memberikan imbas positif terhadap perkembangan kepribadian dan karakter
mereka. Dengan puisi, hati dan perasaan para mahasiswa akan terlibat secara
intens dan emosional ke dalam teks puisi yang mereka pelajari, sehingga
kepekaan nurani mereka menjadi lebih tersentuh dan terasah. Dengan cara
demikian, tanpa melalui pola instruksional dan indoktrinasi yang monoton
dan membosankan, mahasiswa secara tidak langsung akan belajar mengenal,
memahami, dan menghayati berbagai macam nilai kehidupan, untuk
selanjutnya mereka aplikasikan dalam ranah kehidupan nyata sehari-hari.
f. Karakter yang dapat dibentuk melalui apresiasi puisi

Ada 10 karakter yang bisa dikembangkan melalui pembelajaran apresiasi


puisi, di antaranya :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

cinta Tuhan,
bertanggung jawab, mempunyai amanah, berdisiplinan, dan mandiri,
bersikap jujur,
bersikap hormat dan santun,
mempunyai rasa kasih sayang dan peduli;
percaya diri, kreatif, dan pantang menyerah,
mempunyai rasa keadilan dan sikap kepemimpinan, dan mampu kerja

sama
8. baik, rendah hati, dan mengampuni,
9. mempunyai toleransi dan cinta damai; dan
10. integritas dan konsistensi.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter
merupakan upaya-upaya yang di rancang dan di laksanakan secara
sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku
manusia yang berhubungan dengan tuhan yang maha esa,diri sendiri
,sesama manusia , lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam
pikiran ,sikap, perasaan ,perkataan ,perbuatan berdasarkan norma-norma
agama , hukum ,tata krama , budaya, dan adat- istiadat.
Salah

satu

menyuburkan,

upaya

yang

dan

bisa

dilakukan

untuk

mengakarkan pendidikan

mengoptimalkan pembelajaran apresiasi


Melalui pembelajaran apresiasi sastra yang

mengembangkan,
karakter adalah

sastra di bangku
optimal,

mahasiswa

kuliah.
akan

dibawa pada situasi pembelajaran yang memungkinkan mereka untuk


menafsirkan, menilai, menemukan, dan mengkonstruksi materi ajar yang
mereka terima sesuai dengan pengalaman belajar yang mereka temukan.

Melalui pembelajaran apresiasi puisi yang optimal, mahasiswa secara tidak


langsung akan mendapatkan nutrisi dan gizi batin yang akan mampu
memberikan imbas positif terhadap perkembangan kepribadian dan karakter
mereka. Dengan puisi, hati dan perasaan para mahasiswa akan terlibat
secara intens dan emosional ke dalam teks puisi yang mereka pelajari,
sehingga kepekaan nurani mereka menjadi lebih tersentuh dan terasah.
karakter yang bisa dikembangkan melalui pembelajaran apresiasi puisi, di
antaranya :
1.
2.
3.
4.
5.

cinta Tuhan,
bertanggung jawab, mempunyai amanah, berdisiplinan, dan mandiri,
bersikap jujur,
bersikap hormat dan santun,
mempunyai rasa kasih sayang dan peduli;

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat disarankan bahwa :
1. Pendidikan karakter sebaiknya harus ditanamkan sejak kecil pada anak agar
karakter-karakter baik dapat bertumbuh dalam dirinya.
2. Lingkungan sekolah yang positif dapat membantu seorang siswa dalam
membangun karakternya. Oleh arena itu, pihak sekolah hendaknya
menciptakan lingkungan sekolah yang positif.
3. Sebaiknya, guru sebagai orang tua siswa di sekolah dapat menanamkan
pendidikan karakter kepada mereka dengan cara memberi teladan dan
disiplin tentang pendididkan karakter yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Suyanto.

2009.

Urgensi

Pendidikan Karakter.

http://

www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/web/pages/urgensi.html.
Zuchdi, Darmiyati. 2011. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan Praktik.
Zuhlan, Najib. 2011. Pendidikan Berbasis Karakter. Surabaya: JePe Press Media
Utama.

Anda mungkin juga menyukai