Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
Sejak masa lalu manusia telah menghadapi bencana alam yang berulang kali
melenyapkan populasi mereka. Pada zaman dahulu, manusia sangat rentan akan dampak bencana
alam dikarenakan keyakinan bahwa bencana alam adalah hukuman dan simbol kemarahan dewadewa. Semua peradaban kuno menghubungkan lingkungan tempat tinggal mereka dengan dewa
atau tuhan yang dianggap manusia dapat memberikan kemakmuran maupun kehancuran. Kata
bencana dalam Bahasa Inggris "disaster" berasal dari kata Bahasa Latin "dis" yang bermakna
"buruk" atau "kemalangan" dan "aster" yang bermakna "dari bintang-bintang". Kedua kata
tersebut jika dikombinasikan akan menghasilkan arti "kemalangan yang terjadi di bawah
bintang", yang berasal dari keyakinan bahwa bintang dapat memprediksi suatu kejadian
termasuk peristiwa yang buruk.
Bencana alam adalah suatu peristiwa alam yang mengakibatkan dampak besar bagi
populasi manusia. Peristiwa alam dapat berupa banjir, letusan gunung berapi, gempa bumi,
tsunami, tanah longsor, badai salju, kekeringan, hujan es, gelombang panas, hurricane, badai
tropis, topan, tornado, kebakaran liar dan wabah penyakit. Beberapa bencana alam terjadi tidak
secara alami. Contohnya adalah kelaparan, yaitu kekurangan bahan pangan dalam jumlah besar
yang disebabkan oleh kombinasi faktor manusia dan alam. Dua jenis bencana alam yang
diakibatkan dari luar angkasa jarang mempengaruhi manusia, seperti asteroid dan badai
matahari.
Bencana alam dapat mengakibatkan dampak yang merusak pada bidang ekonomi, sosial
dan lingkungan. Kerusakan infrastruktur dapat mengganggu aktivitas sosial, dampak dalam
bidang sosial mencakup kematian, luka-luka, sakit, hilangnya tempat tinggal dan kekacauan
komunitas, sementara kerusakan lingkungan dapat mencakup hancurnya hutan yang melindungi
daratan. Salah satu bencana alam yang paling menimbulkan dampak paling besar, misalnya
gempa bumi, selama 5 abad terakhir, telah menyebabkan lebih dari 5 juta orang tewas, 20 kali
lebih banyak daripada korban gunung meletus. Dalam hitungan detik dan menit, jumlah
besar luka-luka yang sebagian besar tidak menyebabkan kematian, membutuhkan pertolongan
1

medis segera dari fasilitas kesehatan yang seringkali tidak siap, rusak, runtuh karena gempa.
Bencana seperti tanah longsor pun dapat memakan korban yang signifikan pada komunitas
manusia karena mencakup suatu wilayah tanpa ada peringatan terlebih dahulu dan dapat dipicu
oleh bencana alam lain terutama gempa bumi, letusan gunung berapi, hujan lebat atau topan.
Manusia dianggap tidak berdaya pada bencana alam, bahkan sejak awal peradabannya.
Ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen darurat menyebabkan kerugian
dalam bidang keuangan, struktural dan korban jiwa. Kerugian yang dihasilkan tergantung pada
kemampuan manusia untuk mencegah dan menghindari bencana serta daya tahannya. Menurut
Bankoff (2003): "Bencana muncul bila bertemu dengan ketidakberdayaan". Artinya adalah
aktivitas alam yang berbahaya dapat berubah menjadi bencana alam apabila manusia tidak
memiliki daya tahan yang kuat.
Penanggulangan bencana alam atau mitigasi adalah upaya berkelanjutan untuk
mengurangi dampak bencana terhadap manusia dan harta benda. Lebih sedikit orang dan
komunitas yang akan terkena dampak bencana alam dengan menggerakan program ini.
Perbedaan tingkat bencana yang dapat merusak dapat diatasi dengan menggerakan program
mitigasi yang berbeda-beda sesuai dengan sifat masing-masing bencana alam.

Persiapan

menghadapi bencana alam termasuk semua aktivitas yang dilakukan sebelum terdeteksinya
tanda-tanda bencana agar bisa memfasilitasi pemakaian sumber daya alam yang tersedia,
meminta bantuan dan serta rencana rehabilitasi dalam cara dan kemungkinan yang paling baik.
Kesiapan menghadapi bencana alam dimulai dari level komunitas local. Jika sumber daya lokal
kurang mencukupi, maka daerah tersebut dapat meminta bantuan ke tingkat nasional dan
internasional.
Pada wilayah-wilayah yang memiliki tingkat bahaya tinggi ("hazard"), memiliki
kerentanan / kerawanan ("vulnerability'"), bencana alam tidak memberi dampak yang luas jika
masyarakat setempat memiliki ketahanan terhadap bencana ("disaster resilience"). Konsep
ketahanan bencana merupakan valuasi kemampuan sistem dan infrastruktur-infrastruktur untuk
mendeteksi, mencegah dan menangani tantangan-tantangan serius dari bencana alam. Sistem ini
memperkuat daerah rawan bencana yang memiliki jumlah penduduk yang besar.
Bagaimana dengan bencana alam di Indonesia dan penanggulangannya?
2

Indonesia merupakan negara yang sangat rawan dengan bencana alam seperti gempa
bumi, tsunami, letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir dan angin puting beliung. Sekitar
13% gunung berapi dunia yang berada di kepulauan Indonesia berpotensi menimbulkan bencana
alam dengan intensitas dan kekuatan yang berbeda-beda.

Gempa bumi dan tsunami Samudra

Hindia pada tahun 2004 yang memakan banyak korban jiwa di Provinsi Aceh (NAD)
dan Sumatera Utara memaksa diadakannya upaya cepat untuk mendidik masyarakat agar dapat
mempersiapkan diri dengan baik untuk menghadapi bencana alam. Namun, upaya yang
dilaksanakan tidak efektif karena persiapan menghadapi bencana alam belum menjadi mata
pelajaran pokok dalam kurikulum di Indonesia. Materi-materi pendidikan yang berhubungan
dengan bencana alam juga tidak banyak.
Laporan Bencana Asia Pasifik 2010 menyatakan bahwa masyarakat di kawasan Asia
Pasifik 4 kali lebih rentan terkena dampak bencana alam dibanding masyarakat di
wilayah Afrika dan 25 kali lebih rentan daripada di Amerika Utara dan Eropa. Laporan PBB
tersebut memperkirakan bahwa lebih dari 18 juta jiwa terkena dampak bencana alam di
Indonesia dari tahun 1980 sampai 2009. Dari laporan yang sama Indonesia mendapat peringkat 4
sebagai salah satu negara yang paling rentan terkena dampak bencana alam di Asia Pasifik dari
tahun 1980-2009. Laporan Penilaian Global Tahun 2009 pada Reduksi Resiko Bencana juga
memberikan peringkat yang tinggi untuk Indonesia pada level pengaruh bencana terhadap
manusia peringkat 3 dari 153 untuk gempa bumi dan 1 dari 265 untuk tsunami.
Walaupun perkembangan manajemen bencana di Indonesia meningkat pesat sejak
bencana tsunami tahun 2004, berbagai bencana alam yang terjadi selanjutnya menunjukkan
diperlukannya perbaikan yang lebih signifikan. Daerah-daerah yang rentan bencana alam masih
lemah dalam aplikasi sistem peringatan dini, kewasapadaan resiko bencana dan kecakapan
manajemen bencana. Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia yang dimulai tahun 2005, masih
dalam tahap pengembangan.
Menurut kebijakan pemerintah Indonesia, para pejabat daerah dan provinsi diharuskan
berada di garis depan dalam manajemen bencana alam. Sementara Badan Nasional
Penanggulangan Bencana dan tentara dapat membantu pada saat yang dibutuhkan. Namun,
kebijakan tersebut belum menciptakan perubahan sistematis di tingkat lokal. Badan
3

penanggulangan bencana daerah direncanakan di semua provinsi namun baru didirikan di 18


daerah. Selain itu, kelemahan manajemen bencana di Indonesia salah satunya dikarenakan
kurangnya sumber daya dan kecakapan pemerintah daerah yang masih bergantung
kepada pemerintah pusat.
Makalah ini disusun dengan tujuan memberikan paduan praktis dasar-dasar pengetahuan
pembuatan peta jalur evakuasi di daerah rawan tsunami berbasis ilmu pengetahuan. Diharapkan
dalam jangka panjang, daerah-daerah yang rawan terhadap bencana tsunami dapat membuat peta
jalur evakuasi secara mandiri sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing. Sasaran
dari pedoman ini adalah meningkatkan pengetahuan bagaimana merancang peta jalur evakuasi
dan tersedianya peta jalur evakuasi serta tempat evakuasi. Dengan tersedianya peta jalur
evakuasi diharapkan masyarakat dapat secara terarah berevakuasi mengikuti jalur yang sudah
diketahui, menuju tempat evakuasi yang sudah disepakati sehingga akan lebih memudahkan
pemerintah atau lembaga yang terkait dalam pemberian bantuan, pencacatan dan pemulihan baik
secara fisik maupun psikologis.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Peta Bencana Wilayah Banda Aceh

2.2 Peta Evakuasi Bencana Wilayah Banda Aceh (Jeulingke-Tungkop)

2.3 Problema-problema pada jalur evakuasi bencana beserta solusinya


2.3.1 Jalan di depan Cafe Rawa Sakti

Problem: Kapasitas ruas jalan pada jalan tersebut tidak sesuai dengan kapasitas pengguna jalan
yang akan di lalui pada saat evakuasi bencana.
Solusi: Untuk jalan tersebut adalah mempelebar ruas jalannya, karena jalan ini sangat vital
perannya pada saat evakuasi bencana
2.3.2 Bundaran Simpang Mesra

Problem: Pada saat terjadi bencana otomatis pengguna jalan akan semakin padat saat terjadinya
evakuasi dengan arus lalu lintas yang dari arah tibang akan melaju lurus ke tungkop atau zona
7

aman dan arus lalu lintas dari arah kantor gubernur akan membelok di bundaran sp. mesra
kemudian menuju ke tungkop, hal tersebut akan mengakibatkan konflik berbaur dan akan
berakibat pada menjadi lambat proses evakuasinya.
Solusi: Harus ada satu jalan lain untuk arus lalu lintas dari arah kantor gubernur agar tidak
berbaur dengan arus lalu lintas dari arah tibang sehingga pada saat proses evakuasi tidak
terhambat.

2.3.3 Median jalan sebelum jembatan lamnyong

Problem: Median jalan (permanen) di jalan tersebut akan mengganggu proses evakuasi menuju
ke arah Ulee Kareng atau Blang Bintang.
Solusi: Median jalan pada persimpangan jalan tersebut harus dibuka dan diganti dengan median
jalan sementara (warna orange), agar pada saat terjadi bencana dapat mempercepat terjadinya
proses evakuasi.
2.3.4 Jembatan Lamnyong

Problem: Proses evakuasi saat terjadinya bencana akan terkendala karena adanya median jalan
pada jembatan yang akan menjadikan ruas jembatan tersebut semakin kecil, walau tanpa median
jalan pun ruas jalan di jembatan lamnyong tersebut termasuk kecil.
Solusinya: Alangkah baiknya jika pada jembatan tersebut tidak ada median jalannya dan ruas
jalan pada jembatan tersebut diperbesar, karena jembatan ini mempunyai peran penting pada saat
proses evakuasi bencana.
2.3.5 Simpang Bersinyal pada turunan jembatan Lamnyong

Problem: Adanya simpang bersinyal pada turunan setelah jembatan Lamnyong akan
menghambat terjadinya proses evakuasi, walau pada saat tidak terjadi bencana pun pada arus lalu
9

lintas sehari-hari juga dengan adanya simpang bersinyal tersebut mengakibatkan kemacetan yang
parah pada setiap harinya pada jam-jam sibuk.
Solusi: Simpang tersebut sebaiknya tidak dijadikan simpang bersinyal, cukup dengan bundaran
saja dan ruas pada jalan tersebut harus diperlebar untuk mempermudah proses evakuasi.

2.3.6 Jalan Teuku Nyak Arief arah Darussalam

Problem: Jalan tersebut sangat tidak layak untuk dijadikan jalur evakuasi bencana, karena ruas
jalan tersebut sulit dilalui pada saat terjadi proses evakuasi bencana akibat lebarnya yang terlalu
kecil.
Solusi: Ruas jalan tersebut diperlebar, dengan catatan tidak mengganggu pertokoaan yang ada di
sekitar jalan tersebut.

2.3.7 Jalan di dalam Universitas Syiah Kuala

10

Problem: Jalan tersebut sebenarnya tidak boleh dijadikan jalur pada saat terjadi evakuasi
bencana, karena jalan tersebut berada di dalam sebuah Universitas. Maka dari itu ruas-ruas jalan
di dalam kampus ini rata-rata tidak lebar. Tapi untuk menuju daerah aman (Tungkop) jalur
tercepat ialah melalui jalan ini. Maka timbullah dilemma untuk menjadikan jalan ini sebagai jalur
evakuasi atau tidak
Solusi: Mencari jalan alternative lain untuk mencapai daerah aman. Namun bila tidak ada dapat
digunakan jalan ini sebagai jalur evakuasi, dikarenakan prinsip evakuasi ialah membawa semua
orang ke tempat aman secepatnya dan seefektif mungkin

2.4 Model jaringan jalan wilayah Banda Aceh


Model jaringan jalan di wilayah Banda Aceh ini mengikuti pola jaringan jalan radial,
dimana pusat dari jaringan jalan tersebut ialah Mesjid Raya Baiturrahman. Pola jaringan jalan
seperti ini mengharuskan semua pengguna jalan bila ingin berpergian ke suatu tempat pasti akan
melalui pusat kota tersebut. Namun sekarang tidak semua jalan di Banda Aceh harus melewati
pusat kota dulu sebelum mencapai daerah tujuan, sudah ada beberapa jalan alternatif memotong
ke daerah tujuan yang memungkinkan pengguna jalan dapat sampai ke tujuan dengan cepat dan
11

aman. Keuntungan dari pola jaringan jalan ini dalam proses evakuasi bencana ialah
mempermudah
dikarenakan

proses
bagian

pengevakuasian
pusat

kotanya

merupakan daerah kegiatan utama sekaligus


tempat

pertahanan

terakhir dari suatu

kekuasaan, punya keteraturan geometris,


serta jalan besar menjari dari titik pusat dan
membentuk asterisk shaped pattern.

2.5 Perencanaan fasilitas jalur evakuasi berkaitan dengan jarak dan waktu
Fasilitas-fasilitas seperti penujuk arah perlu
diberikan

agar

mempermudah

kemana

masyarakat harus meengevakuasikan dirinya.


Selain itu perlu dibangun gedung evakuasi di
daerah yang rawan bencana dan bila dilakukan
proses evakuasi, masayarakat di daerah tersebut
tidak akan sampai ke daerah aman. Maka dari
itu, gedung evakuasi tersebut diperlukan pada
daerah-daerah seperti itu.
Selain pemberian fasilitas-fasilitas, kepada masyarakat perlu juga diperlukan edukasi agar
mereka mengetahui hal apa saja yang dapat mereka lakukan saat proses pengevakuasian
bencana. Metode-metode tadi diberikan akan proses pengevakuasian dapat berjalan dengan
cepat dan lancar. Karena itu jalur evakuasi harus dibuat sependek mungkin agar evakuasi dari
daerah terdampak ke daerah aman dapat memakan waktu yang singkat. Jadi jarak dan waktu
menjadi pertimbangan yang penting dalam merencanakan fasilitas-fasilitas dan jalur
evakuasi.

12

13

BAB III
KESIMPULAN

Penanggulangan bencana alam atau mitigasi adalah upaya berkelanjutan untuk


mengurangi dampak bencana terhadap manusia dan harta benda. Lebih sedikit orang dan
komunitas yang akan terkena dampak bencana alam dengan menggerakan program ini.

Persiapan menghadapi bencana alam termasuk semua aktivitas yang dilakukan sebelum
terdeteksinya tanda-tanda bencana agar bisa memfasilitasi pemakaian sumber daya
alam yang tersedia, meminta bantuan dan serta rencana rehabilitasi dalam cara dan
kemungkinan yang paling baik. Kesiapan menghadapi bencana alam dimulai dari level
komunitas local. Jika sumber daya lokal kurang mencukupi, maka daerah tersebut dapat
meminta bantuan ke tingkat nasional dan internasional.

Peta Bencana dan Peta Evakuasi dibuat untuk memberikan informasi-informasi kepada
masyarakat agar mereka mengetahui daerah-daerah mana yang rawan bencana dan
daerah-daerah mana yang aman dari bencana, dan juga agar mereka mengetahui kemana
mereka akan melarikan diri bila terjadi bencana serta jalur mana yang harus mereka
ambil sehingga dapat dengan cepat sampai ke daerah aman.

Problema pada jalan yang akan dijadikan sebagai jalur evakuasi harus diperhitungkan dan
dipertimbangkan dengan memberikan solusi seefektif mungkin, agar bila terjadi bencana
proses evakuasinya dapat berjalan dengan lancar tanpa ada hambatan

14

DAFTAR PUSTAKA
Foto diambil langsung di lapangan pada tanggal 18 april 2014
Http://id.wikipedia.org/wiki/Bencana_alam (diakses 18 april 2014)
Https://www.google.com/maps/place/Jeulingke/@5.5759669,95.345673,15z/data=!3m1!4b1!
4m2!3m1!1s0x30403703c72fdda9:0xddc4f9a2441e86b1 (diakses 18 april 2014)

15

Anda mungkin juga menyukai