Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Suriah merupakan salah satu negara yang terletak di Asia barat yang dipimpin oleh
Presiden Bashar Al-Assad dan pada saat ini sedang mengalami konflik bersenjata internal.
Pada tanggal 26 januari 2011 terjadi demonstrasi publik Suriah, dan berkembang menjadi
pemberontakan nasional. Para pengunjuk rasa menuntut pengunduran diri Presiden Bashar
Al-Assad, penggulingan pemerintahannya, dan mengakhiri hampir lima dekade pemerintahan
Partai Baath. Pemerintah Suriah mengerahkan Tentara nasional Suriah untuk memadamkan
pemberontakan tersebut. Pada awal tahun 2011 aksi-aksi demo mulai bermunculan secara
terus-menerus di Suriah, rakyat Suriah mulai menyuarakan tuntutannya untuk menghentikan
rezim Bashar Al-Assad. Aksi demo ini dibubarkan oleh tentara Suriah dan mengakibatkan
ditahannya beberapa demonstran. Bentrokan antara demonstran dan tentara Suriah pun
semakin sering terjadi. Pemerintah Suriah tidak segan-segan untuk menggunakan senjata api
bahkan tank untuk merepresif rakyat dan membungkan gerakan protes tersebut. Aksi represif
ini dahulu merupakan cara yang paling efektif untuk membungkam rakyat Suriah, namun
dimasa sekarang ini hanya memicu terjadinya demonstrasi-demonstrasi lain yang lebih
dahsyat. Aksi protes ini menuntut penghentian Rezim Bashar Al-Assad yang dianggap
sebagai diktator, diterapkannya sistem multipartai, dan juga kebebasan yang lebih bagi
rakyat, dan juga pemberhentian undang-undang darurat yang telah diterapkan sejak 1963.
Meski telah dilakukan upaya-upaya reformasi oleh Presiden Bashar Al-Assad, namun hal itu
dianggap tidak cukup dan terlambat. Kini rakyat Suriah hanya menginginkan penggulingan
rezim Bashar Al-Assad dan pengangkatan pemerintah yang sama sekali baru berdasarkan
pemilu yang demokratis. Kebrutalan rezim Al-Assad pun semakin menjadi-jadi, anak-anak

pun saat ini menjadi target kejahatan tentara-tentara Assad. Sejak bulan januari 2011 lalu
rezim Assad telah melancarkan operasi biadab dan serangan dahsyatnya terhadap rakyat
Suriah. Masyarakat digempur dengan tank-tank, bom, mortir dan tembakan dari pesawat
terbang. Ribuan penduduk yang tidak berdosa, tanpa senjata, dibunuh dirumah-rumah
mereka. Organisasi-organisasi kemanusiaan mengatakan, kini jumlah korban yang dibunuh
lebih dari 70.00 orang. Namun, diperkirakan jumlahnya lebih besar dari itu.
Menurut pemerintah Suriah bahwa aksi demonstrasi yang terjadi di Suriah merupakan
suatu aksi-aksi pengacau keamanan di Suriah yang didalangi oleh motif tertentu. Namun hal
tersebut tidak terbukti kebenarannya sampai sekarang ini karena hal tersebut merupakan
suatu opini publik yang dibuat oleh pemerintah Suriah untuk mengalihkan isu yang
sebenarnya dari konflik yang terjadi di Suriah. Dengan berjalannya waktu, aksi demonstrasi
yang dilakukan oleh rakyat Suriah akhirnya berkembnag menjadi suatu pemberontakan
nasional.
Aksi pemberontakan nasional tersebut terjadi karena adanya rasa ketidakpuasan dengan
sistem pemerintahan dengan sistem pemerintahan Presiden Bashar Al-Assad selama ini dan
juga keinginan dari rakyat Suriah untuk melakukan revolusi di Suriah. Aksi pemberontakan
nasional itu berujung pada terjadinya konflik bersenjata internal di Suriah. Dengan adanya
bentrokan yang terjadi terus menerus antara para demonstran dengan pemerintah Suriah
tersebut membuat rakyat Suriah semakin memberontak dan melawan pemerintah Suriah. Hal
ini menyebabkan rakyat Suriah mulai mengangkat senjata dan melakukan perlawanan
terhadap pemerintah Suriah. Aksi perlawanan dari rakyat Suriah pun sangat beragam, mulai
dari secara individu maupun kelompok. Namun seringkali pertempuran dimenangkan oleh
pasukan pemerintahan Suriah. Hal ini karena disebabkan karena perlawanan rakyat Suriah
cenderung masih bersifat individual dan tidak terorganisir dengan baik secara strategi dan
operasi militernya. Berdasarkan hal tersebut membuat rakyat Suriah akhirnya merasa perlu

untuk membentuk suatu kekuatan oposisi yang mampu menandingi kekuatan pasukan Suriah.
Oleh karena itu pada tanggal 29 juli 2011 dalam sebuah video yang dirilis di internet oleh
sekelompok desertir berseragam dari militer Suriah yang membelot dan para kelompokkelompok pemberontak kecil serta penduduk sipil yang turut mengangkat senjata bergabung
dalam suatu organisasi yang dibentuk bersama oleh mereka dengan nama tentara pembebasan
Suriah atau Free Syrian Army (FSA).
Demonstrasi massa yang menentang rezim Assad di Suriah dilatarbelakangi oleh
sejumlah faktor, seperti masalah meningkatnya harga barang kebutuhan, pencabutan subsidi,
pengangguran, demokrasi, pelanggaran kemanusiaan dan kebebasan, selain juga isu sektarian
yang memainkan peranan penting. Komposisi penduduk Suriah terdiri dari penganut sekte
Sunni yang merupakan mayoritas (74 %). Sekte Syiah Alawite berjumlah 12 %, Kristen 10 %
dan aliran Druze 3%. Meskipun Sunni merupakan mayoritas, namun pemerintahan
didominasi oleh kalangan Syiah. Konflik antar sekte kerap terjadi di Suriah. Dinasti al-Assad,
yang memegang tampuk pemerintahan merupakan penganut sekte Syiah yang kerap
melakukan represi kepada sekte lainnya. Akumulasi dari kompleksitas faktor diatas
menyebabkan terjadinya gelombang protes yang menuntut mundur Bashar al-Assad dan
meminta diakhirinya era partai Baath yang telah memerintah selama lima dekade.
Dunia internasional mengecam kebrutalan rezim Assad. Presiden Obama dan negaranegara sekutu meminta Assad untuk mundur. Mereka juga membekukan aset Assad di luar
negeri dan memutus hubungan diplomatik dengan Suriah untuk menekan rezim Assad. Liga
Arab menangguhkan keanggotaan Suriah. Keprihatinan komunitas internasional terkait
perkembangan di Suriah mendorong mereka menggelar forum Friends of Syria di Tunisia
pada 24 Februari. Negara-negara anggota forum hanya mengakui SNC (Syrian National
Council) sebagai representasi tunggal rakyat Suriah dan mengajak masyarakat internasional

untuk lebih bersuara dan mengambil langkah-langkah tegas untuk menghentikan


pertumpahan darah.
PBB sebagai representasi masyarakat internasional berusaha mengeluarkan resolusi yang
mengecam dan menjatuhkan sanksi kepada Suriah, namun rancangan tersebut diveto oleh
Rusia dan Cina. Kedua negara tersebut mengecam pemerintahan Assad namun menentang
dijatuhkannya sanksi lantaran dianggap dapat memperburuk situasi. Sebagai solusi dari krisis
yang semakin parah, PBB mengirimkan utusan khusus melalui Kofi Annan. Langkah Kofi
Annan sebagai utusan khusus PBB adalah menyiapkan proposal rencana perdamaian. Poinpoin di proposal tersebut terdiri dari 6 poin penting yang intinya adalah untuk menghentkan
kekerasan dan menggelar sebuah proses politik untuk menyerap apresiasi warga Suriah.
Namun langkah-langkah dunia internasional tersebut tidak berdampak positif dan Assad
malah melakukan pembantaian Houla yang menewaskan sekitar 100 orang. Perancis, Inggris,
Jerman, Italia, Spanyol, Kanada dan Australia mengusir diplomat senior Suriah sebagai
bentuk protes keras.
Karena konflik yang terjadi di Suriah semakin melebar DK PBB pada tanggal 21 April
2012 berdasarkan resolusi DK PBB no. 2043 melakukan intervensi dengan mengirimkan
sejumlah pasukan perdamaian yang sebagian besar ditempatkan di Dataran Tinggi Golan.
Pasukan perdamaian itu tergabung dalam UN Disengagement Observer Force (UNDOF).
Pasukan perdamaian PBB tersebut membantu pihak oposisi dan pemberontak yang telah
melakukan aliansi dan mendapatkan pengakuan secara internasional untuk melakukan
perlawananan terhadap pemerintah Presiden Bassar Al-Assad yang menolak untuk
mengundurkan diri dari kursi pemerintahan Suriah. Sementara pemerintah Rusia juga
melakukan intervensi dalam konflik tersebut. Resolusi yang dikeluarkan oleh DK PBB juga
memberikan kemudahan bagi Rusia untuk melakukan intervensi selain adanya permintaan

langsung yang dilakukan oleh perwakilan pemerintah Suriah yang telah memiliki hubungan
bilateral sejak era Uni Soviet.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi permasalahan diatas, maka Penulis merumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaimana bentuk keterlibatan Rusia dalam konflik yang terjadi di Suriah?
2. Apa kepentingan Rusia dibalik keterlibatannya dalam Konflik Suriah?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:


1. Untuk mengetahui sejauh mana keterlibatan Rusia dalam konflik yang terjadi di
Suriah
2. Untuk mengetahui kepentingan Rusia dibalik keterlibatannya dalam konflik yang
terjadi di Suriah.
1.3.2

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah:


a. Sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian program S-1 (strata satu) Jurusan
Hubungan Internasional Universitas Riau.
b. Sebagai sebuah pengaplikasian ilmu yang diperoleh untuk menambah ketajaman
dalam permasalahan berdasarkan teori-teori empiris.

c. Untuk memberikan pemahaman yang lebih mengenai konflik Suriah dan bagaimana
keterlibatan Rusia dalam konflik yang terjadi di Suriah.
1.4 Kerangka Teori
Beberapa konsep yang digunakan penulis dalam penelitian ini yaitu pernyataan dan pendapat
para ahli, serta teori yang berkaitan dengan objek penelitian. Pemakaian teori yang dijukan
penulis dimaksudkan sebagai pijakan awal bagi penelitian selanjutnya. Teori diartikan
sebagai suatu gagasan atau kerangka berfikir yang mengandung penjelasan, ramalan, atau
anjuran pada setiap bidang penelitian.1
Untuk menjelaskan bagaimana konflik Suriah memicu kekisruhan dan perdebatan dikalangan
anggota Dewan Keamanan PBB serta memunculkan Rusia dan Cina dalam kubu yang memveto resolusi DK PBB sehingga berdampak pada terhambatnya proses penyelesaian konflik
di Suriah, maka dibutuhkan sebuah konsep dan teori demi mendapatkan jawaban yang valid
dan logis dari penelitian ini. Dalam bagian ini, telah dikonsep beberapa teori yang salinbg
relevan, adapun teori yang digunakan adalah :
Teori Konflik
Menurut Wese Becker, konflik merupakan proses sosial dimana orang atau kelompok
manusia berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lain yang di sertai
dengan ancaman atau kekerasan.2
Dalam Bukunya International Politik, K.J Holsti mengemukakan bahwa Konflik yang
menimbulkan kekerasan yang terorganisir muncul dari suatu kombinasi khusus para pihak,

Jack C. Plano dan Robert E. Rigs, helena S. Robin. Kamus Analisis Politik. Jakarta : Rajawali Pers 1985

Wese Becker dalam Soejono Soekanto, Sosiologi : Suatu Pengantar, 1990, Hal. 107

pandangan yang berlawanan mengenai suatu isu, sikap bermusuhan, dan tipe tipe tindakan
diplomatik dan militer tertentu.3
Bentuk konflik biasanya teridentifikasikan oleh suatu kondisi oleh sekelompok
manusia, yang di dalamnya terdiri dari suku, etnis, budaya, agama, ekonomi, politik, sosial,
yang berbeda beda.
Sumber konflik sendiri terletak pada hubungan antara sistem-sistem negara-negara
kebangsaan

yang

dilandasi

oleh

konsep

egosentrisme,

yaitu

aspirasi

untuk

mempertahankan dan meningkatkan kekuatan serta kedudukan negara dalam hubungannya


dengan negara lain. Bila suatu negara terlalu berpegang teguh kepada pengakuan universal
atas kemerdekaan politiknya dan kebebasan memilih serta bertindak, ia akan menemui
dilemma karena ia pun harus menghormati kebebasan dan kemerdekaan yang sama dari
setiap negara lain. Akan tetapi sebenarnya tidak ada negara satu pun yang bisa mempercayai
negara lain, artinya keselamatan negara tergantung kepada usaha-usaha sendiri, karena itu
setiap negara harus bersikap hati-hati dalam memelihara hubungan dengan negara lain.4
Konflik Internal
Studi konflik internal mengemuka dalam dekade terakhir ini, terutama bersamaan
dengan makin maraknya konflik horizontal antar ras, etnis dan agama di dalam wilayah suatu
negara. Sangat ironis bahwa ketika konflik ideologi mewarnai era perang dingin telah mulai
mereda, konflik-konflik internal di dalam batas wilayah suatu wilayah dalam bentuk gerakan
separatis dan kerusuhan massal ternyata menelan korban manusia yang makin besar. Contoh,

K.J Holsti, Internasional Politic Terjemahan. M. Tahrir Azhary. Politik Internasional : Kerangka untuk
analisis, 1983
4

Drs. Dahlan Nasution, Dipl. IR. Politik internasional (konsep dan teori). PT. Gelora Aksara Pratama, Penerbit
ERLANGGA. Tahun 1991

pada tahun 1994 di Rwanda dalam kurun waktu hanya 3 bulan sekitar 800 ribu sampai 1 juta
manusia terbunuh, sebagian besar dari mereka adalah kelompok minoritas Tutsi.5
Menurut Michel E. Brown, menyebutkan beberapa alasan mengapa konflik internal
penting untuk dilakukan tidak hanya dalam studi ilmu politik tetapi juga dalam kurikulum
Hubungan Internasional, yaitu;
1. Pertama, konflik internal telah merebak ke banyak negara dan menimbulkan aksi-aksi
kekerasan.
2. Kedua, konflik internal telah menyengsarakan masyarakat yang menjadi korban yang
tidak berdaya akibat konflik, seperti pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan, dan
pengusiran.
3. Ketiga, konflik internal penting karena sering melibatkan negara-negara tetangga
sehingga bisa menimbulkan konflik perbatasan. Pengungsi yang menyeberang ke
negara tetangga atau pemberontakan yang mencari perlindungan ke negara tetangga
dapat menimbulkan permasalahan baru yang dapat memicu konflik bersenjata antar
negara yang bertetangga.
4. Keempat, konflik internal penting karena sering mengundang perhatian dan campur
tangan dari negara-negara besar yang terancam kepentingannya dan organisasi
internasional.6
Penyebab konflik internal
Menurut Edward Azar, menyebutkan ada 4 pra-kondisi yang mengarah pada terjadinya
atau pemicu konflik internal, yaitu :
5

Yulius P. Hermawan, Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional: Aktor, Isu dan Metodologi,
Yogyakarta, Graha Ilmu, 2007
6

Ibid, Hal. 78

1. Pertama, hubungan yang tidak harmonis antara kelompok identitas seperti suku,
agama dan budaya dengan pemerintah. Pemerintah cenderung tidak mengakui
eksistensi kelompok identitas tersebut dan bahkan berusaha mengeliminasinya demi
kepentingan dan keutuhan negara. Akibatnya, terjadi pertentangan terhadap kelompok
identitas tertentu dan mendorong para anggotanya untuk melakukan perlawanan
terhadap negara. Sebagai contoh, pemerintah Orde Baru telah mengancam eksistensi
kelompok identitas Aceh dan Papua sehingga mereka bangkit dan melakukan
perlawanan bersenjata terhadap pemerintah pusat.
2. Kedua, konflik juga dikaitkan dengan kenyataan bahwa pemerintah telah gagal dalam
memenuhi kebutuhan dasar kemanusiaan sehingga terjadi proses kemiskinan. Proses
secara ekonomi telah menciptakan kemiskinan sementara kekuatan ekonomi dan
politik dari pusat menikmati surplus ekonomi sebagai hasil eksploitasi SDA di daerahdaerah yang dilanda konflik. Seperti contoh, bagi rakyat Aceh dan Papua bahwa di
tengah kekayaan alam mereka yang berlimpah terdapat jumlah penduduk miskin yang
tergolong tinggi bila dibandingkan dengan daerah-daerah lain yang tidak memiliki
SDA.
3. Ketiga, sebab konflik internal berkaitan dengan karakteristik pemerintahan yang
otoriter dan mengabaikan aspirasi politik dari masyarakat. Dalam hal ini pemerintah
pusat menyakini asumsi bahwa kekuasaan yang terpusat (sentral) menjamin kontrol
yang efektif atas masyarakat. Bahkan kekuatan militer digunakan terhadap setiap
bentuk protes atau perlawanan terhadap pemerintahan yang otoriter. Pemerintah
daerah juga tidak dapat berfungsi sebagai alat perjuangan kepentingan masyarakat
daerah dikarenakan elit-elit daerah ikut menikmati eksploitasi SDA.

4. Keempat, konflik internal dikaitkan dengan International Linkages, yaitu sistem


ketergantungan yang terjadi antara negara dengan sistem ekonomi global dimana
pemerintah mengeluarkan kebijakan yang lebih memihak kekuatan modal asing
daripada kepentingan penduduk lokal. Misalnya, dalam rangka melindungi
kepentingan investor asing pemerintah rela menindas rakyatnya sendiri dan
mengabaikan hak-hak dasar mereka sebagai manusia7
Menurut Michel E. Brown, kompleksitas konflik internal tidak hanya dijelaskan hanya
oleh satu faktor atau variabel pada kebijakan atau perilaku elit pemimipin sebagai pemicu
terjadinya konflik di suatu daerah, bahwa faktor-faktor sruktural, politik, ekonomi, sosial,
budaya menjadikan suatu daerah rentan terhadap terjadinya konflik. Untuk itu Brown
membedakan underlying causes of conflict dari the proximate causes of conflict, secara lebih
lengkap lihat pada tabel.8
Tabel 1. Sebab-sebab utama dan sebab-sebab pemicu konflik internal
Sebab Utama (Underlying causes)

Sebab Pemicu (Proximate Causes)

Faktor Sturktural :

Faktor Struktural:

Negara yang lemah

Negara yang sedang runtuh/gagal

Kekhawatiran tentang keamanan

Perubahan perimbangan kekuatan militer

internal

Perubahan pola-pola demografis

Geografis etnis

Azar, E., The Management of Protracted Social Conflict: Theory & Cases, Aldershot, Dartmouth, 1990

Michael E. Brown, The International Dimensions of Internal Conflict, Cambridge: MIT Press 1996

Faktor politik

Lembaga Politik yang

Faktor Politik

Transisi politik

Ideologi eksklusif yang semakin

diskriminatif

Ideologi nasionalis yang ekslusif

Politik antar kelompok

Politik elit

berpengaruh

Persaingan antar kelompok yang semakin


tajam

Pertarungan kepemimpinan yang semakin


tajam

Faktor ekonomi/Sosial

Faktor Ekonomi /Sosial

Masalah ekonomi

Masalah ekonomi yang semakin parah

Sistem ekonomi yang

Ketimpangan ekonomi yang semakin

diskriminatif

Pembangunan ekonomi dan


modernisasi

Faktor Sosial Budaya

lebar

Pembangunan ekonomi dan modernisasi


yang semakin cepat

Pola diskriminasi budaya

Sejarah kelompok yang

Faktor sosial Budaya

Pola diskriminasi budaya yang semakin


kuat

bermasalah

Penghinaan etnis dan propaganda

Teori Kepentingan Nasional


Menurut Hans J. Morgenthau, Kepentingan nasional adalah kemampuan minimum
suatu negara untuk memlindungi dan mempertahankan identitas politik dan kulutral dari
gangguan negara lainnya. Dari tijauan tersebut, maka pemimpin negara menentukan
kebijakan spesifik terhadap negara lain atau dengan kata lain merupakan kekuatan yang
menjadi pilar utama dalam bidang politik nasional maupun internasional yang realistis dan
dipenuhi pertentangan untuk menanamkan pengaruhnya disuatu kawasan. Kepentingan
nasional menjadi berpengaruh bagi suatu negara untuk memnuhi kebutuhan politik,
sosial, maupun ekonomi dan untuk pertahanan keamanan. Secara umum negara yang
membawa kepentingan nasionalnya cenderung melakukan intervensi terhadap suatu
kawasan.9 Kepentingan nasional merupakan unsur yang sangat vital bagi suatu negara.
Unsur-unsur yang termasuk didalamnya antara lain:
a. Kedaulatan
b. Kelangsungan hidup bangsa dan negara
9

Morgenthau, H.J, In Defense of The National Interest: A Critical Examination of American Foreign Policy,
New York: University Press of America 1951

c. Kemerdekaan
d. Keutuhan wilayah
e. Keamanan Militer
f. Kesejahteraan ekonomi
Menurut konsep diatas intervensi yang dilakukan oleh Rusia dalam konflik
internal Suriah adalah untuk mempertahankan identitas politiknya di negara tersebut,
dimana Rusia telah menjalin kerjasama dalam berbagai bidang dengan pemerintahan
Suriah yang berkuasa.
Sedangkan menurut Donald E Nutcherlein, kepentingan nasional merupakan
kebutuhan

dan tujuan yang ingin dicapai suatu negara yang juga dipengaruhi oleh

lingkungan eksternal. Kelompok kepentingan nasional negara besar menurut Donald E


Nuchterlein:

Defence Interest: melindungi negara dan warga negara dari ancaman luar, juga
pertahanan sistem konstitusional.

Economic Interest: meningkatkan kesejahteraan ekonomi melalui hubungan


dengan negara lain dan memperluas eksistensi ekonomi dengan mempromosikan
produk-produk

ke

luar

negeri

(bilateral

atau

multilaeral) untuk menjamin

kepentingan ekonomi.

World Order Interest: kepentingan untuk membangun tata dunia di bidang


keamanan dan ekonomi. Bisa melalui kerjasama multilateral untuk kebaikan bersama
baik untuk mencapai perdamaian atau perdagangan bebas.

Ideology Interest: untuk melindungi dan menyebarkan sejumlah nilai dan


kepercayaan kepada pihak lain.
Berdasarkan pengertian kepentingan nasional diatas, intervensi yang dilakukan

oleh Rusia merupakan intervensi yang berdasarkan kepada kepentingan ekonomi Rusia
di Suriah. Kepentingan ekonomi Rusia yang berada di Suriah adalah adanya kerjasama
dalam bidang ekonomi yaitu kerjasama dalam perdagangan persenjataan Rusia dengan
pemerintah Suriah, dimana Rusia mengekspor persenjataan kepada pihak pemerintah
Suriah yang berkuasa.
Kepentingan yang relatif sama dan tetap diantara semua negara bangsa akan selalu
berkaitan erat dengan kemanan dan kesejahteraan. Kedua hal ini menjadi dasar dalam
merumuskan kepentimgan nasional dengan bertemunya kepentingan negara yang berbeda,
maka terciptalah hubungan yang bersifat kalaborasi baik berupa konflik maupun
kerjasama.

Berdasarkan

penjelasan

mengenai

kepentingan nasional diatas adalah

keterlibatan Rusia dalam konflik Suriah merupakan karena adanya kepentingan ekonomi
Rusia terhadap negara tersebut, yaitu adanya kerjasama dalam bidang ekonomi antara
pemerintah Rusia dengan Suriah.
1.5 Hipotesa
Hipotesa merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan,
yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka teoritis yang telah dijelaskan, maka
penulis menarik suatu hipotesis sebagai berikut: keterlibatan Rusia dalam konflik Suriah
adalah untuk memenuhi kepentingan nasionalnya dalam bentuk kerjasama ekonomi yang
terjalin antara pemerintah Rusia dengan Suriah.

1.6 Metodologi Penelitian


1.6.1

Metode Penulisan
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, dimana

penulis mencoba untuk menggambarkan suatu peristiwa dengan menjelaskan dasar atau
landasan sebagai alat untuk melakukan penelitian. Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh langsung dari
studi telaah pustaka dan browsing internet. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah telaah pustaka dan data-data yang digunakan dalam penelitian ini
juga adalah himpunan data yang diperoleh dari browsing di internet. Tekinik analisa data
yang digunakan adalah teknik content analysis yang diperoleh dari data sekunder. Dalam
penelitian

ini data

tersebut

tergolong

sebagai

data

kualitatif

sehingga

penulis

menggunakan metode penelitian kualitatif.


1.6.2

Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan adalah menghubungkan teori dengan data-data yang didapatkan
melalui riset perpustakaan (Library Research). Data-data tersebut didapatkan dari buku-buku,
jurnal, majalah, surat kabar, dan sumber lainnya (document analysis). Selain itu, penulis juga
menggunakan sarana internet dalam proses pengumpulan data yang berkaitan dan relevan
dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.
1.7 Definisi Konseptual
Definisi konseptual berguna untuk memberikan penjelasan terhadap masalah yang diteliti.
Pembahasan penelitian ini berdasarkan pada berbagai macam konsep yang akan mendukung
upaya penjelasan atas permasalahan yang diteliti. Pendefinisian konsep dilakukan untuk
untuk mengecilkan ruang lingkup permasalahan agar penelitian dapat dilakukan pengujian-

pengujian hipotesis yang diajukan sesuai dan dapat diterima dengan mudah. Penulis
menggunakan beberapa konsep dalam pembahasan ini, diantaranya :
Konflik adalah: hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang
memiliki, atau merasa memiliki, sasaran-sasaran yang tidak sejalan. Konflik merupakan suatu
kenyataan hidup yang tidak terhindarkan. Konflik terjadi ketika tujuan masyarakat tidak
berjalan sebagaimana mestinya dan seringkali konflik diselesaikan dengan jalan kekerasan10
Kepentingan Nasional adalah : kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai suatu negara
yang juga dipengaruhi oleh lingkungan eksternal.
1.8 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan serangkaian prosedur yang mendeskripsikan kegiatan
yang harus dilakukan apabila kita hendak mengetahui eksistensi empiris atau derajat
eksistensi suatu konsep untuk dijabarkan. Dengan demikian, definisi operasional merupakan
jembatan yang menghubungkan antara tingkat konseptual teoritis dengan tingkat
observational empiris. Definisi ini mengatakan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus
diamati untuk membawa fenomena yang definisikan itu kedalam jangakauan pengalaman
inderawi peneliti yang bersangkutan.
Berdasarkan hipotesis yang penulis kemukakan, maka penulis akan memberikan definisi
operasional sebagai berikut :
Konflik yang terjadi di Suriah berawal dari adanya keinginan warga Suriah untuk
membentuk

negara

Suriah

yang

lebih

demokratis.

Warga

Suriah

menginginkan

berakhirnya pemerintahan rezim Assad yang telah berkuasa sejak tahun 1962. Selama
masa pemerintahan Hafez Al Assad memimpin dengan sistem diktator dan cenderung
10

Hugh Miall at all, contempory Conflict Resolution, The Prevention, Management and
Transformation of Deadly Conflict, Polity Press, 1999

menggunakan tindakan kekerasan untuk menghilangkan segala bentuk ancaman yang


dapat mengancam posisinya dalam pemerintahan Suriah. Secara politik ada pembatasan
hak untuk menyampaikan pendapat warga negara Suriah terhadap pemerintahan yang
berkuasa.

Pembatasan

Emergency Law. Selama

hak

untuk menyampaikan pendapat tersebut terdapat pada

masa

kepemimpinan

Hafez

Al

Assad,

memberlakukan

Emergency Law atau undang-undang darurat. Pada 2 Desember 1962 pemerintah Suriah
dibawah kepemimpinan presiden Hafez Al Assad membuat sebuah Emergency Law.
Undang-undang ini merupakan sebuah aturan yang memberikan pembatasan terhadap
publikasi, menghalangi atau mencegah bentuk komunikasi masyarakat dalam bentuk
surat,

mencegah pertemuan publik, dan menangkap individuindividu yang berusaha

untuk mengancam keamanan negara dan keterlibatan umum dalam pemerintahan Suriah.
Setiap individu yang melakukan pelanggaran akan diadili dan mendapatkan hukuman
berdasarkan keputusan pengadilan militer yang terdapat dalam Emergency Law.
Ketika partai Baath pertama kali merebut kekuasaan, pada 8 Maret 1963 partai ini
membentuk sebuah dewan nasional yaitu National Revolutionary Comand Council
(NDCC) atau dewan perintah revolusioner nasional. Dewan ini bertugas untuk membantu
pemerintahan dibawah presiden Assad pertama. Setelah dewan ini resmi dibentuk kemudian
NDCC

mulai

diberlakukan

meskipun

undang-undang

tersebut

tidak

medapatkan

persetujuan dari para menteri dan parlemen Suriah, padahal semestinya undang-undang
tersebut hanya diberlakukan ketika terjadi peperangan atau stabilitas nasional Suriah tidak
stabil. Tetapi partai Baath tetap bersikeras untuk meratifikasi NDCC untuk mencegah
berkembangnya pemahaman nasionalis Arab dan sosialisme di Suriah.
Presiden Hafez Al Assad memimpin hingga tahun 2000. Berakhirnya kepemimpinan
Hafez bukan berarti berakhirnya kepemimpinan rezim Assad. Pada tanggal 3 Juni 2000

presiden Bashar Al Assad menggantikan posisi Hafez Al Assad sebagai pemimpin


regional partai Baath, dan pada 11 Juni 2000 parlemen Suriah menyatakan secara resmi
bahwa Bashar merupakan calon kandidat presiden yang didukung oleh partai tersebut.
Keputusan ini kemudian diratifikasi oleh parlemen Suriah pada 27 Juni 2000. Dalam
sebuah pemilihan umum yang diadakan pada 10 Juli 2000 Bashar AL Assad memenangkan
sekitar 97 % suara dalam pemilihan tersebut dan menetapkan Bashar Al Assad sebagai
presiden Suriah menggantikan posisi Hafez Al Assad Pemerintahan Bashar Al Assad tidak
memiliki legitimasi yang kuat seperti presiden sebelumnya. Karena banyak pihak yang
melakukan aksi protes dan banyaknya pejabat negara yang membelot dan memihak pada
kelompok

oposisi dan kelompok ekstrimis yang menginginkan berakhirnya rezim

pemerintahan Al Assad di Suriah. Sebelum diadakan pemilihan umum presiden Bashar


berjanji kepada warga Suriah bahwa sistem kepemimpinan Suriah tidak akan mempersulit
warga Suriah Sendiri, dan presiden Bashar Al Assad berjanji akan memimpin lebih
demokratis daripada pemimpin sebelumnya. Namun pada 8 Februari 2001 presiden
Bashar kembali menyatakan adanya pembatasan berpendapat yang boleh dilakukan oleh
pemerintah Suriah. Pembatasan ini menimbulkan suatu pergerakan reformasi yang dilakukan
oleh warga Suriah. Banyak terjadi demonstrasi di Suriah yang mengakibatkan lemahnya
pasar perdagangan negara tersebut. Karena banyaknya aksi demonstrasi pada 8 Oktober
2001 pemerintah Suriah melakukan penahanan terhadap dua anggota masyarakat yang
melakukan aksi pemberontakan berdasarkan ketentuan dalam EL.
Pada 9 Maret 2004 warga Suriah kembali melakukan demonstrasi di kota
Damaskus yang menuntut adanya reformasi politik dalam pemerintahan Suriah. 12
Maret kembali terjadi protes yang dilakukan oleh kelompok Kurdish dengan pemerintah
dengan tuntutan yang sama. Warga Suriah kembali melakukan demonstari pada 16

Oktober yang menuntut penghapusan Emergency Law. Tetapi pemerintah Suriah tidak
menanggapi permintaan untuk penghapusan EL.
Namun pada Februari 2006 Bashar merubah susunan kabinet dalam parlemen Suriah dari
sekitar 34 anggota parlemen, 15 diantara merupakan perwakilan baru yang dipilih diluar dari
anggota partai Baath. Tetapi tindakan tersebut tidak menyurutkan aksi demonstrasi yang
dilakukan oleh warga Suriah. Demonstrasi yang dilakukan oleh warga Suriah semakin besar
dengan melibatkan massa yang semakin banyak terlebih karena adanya peristiwa Arab
Rising di sebagian besar negara-negara di kawasan Timur Tengah. Arab Rising atau
Pemberontakan Arab adalah gerakan revolusi unjuk rasa dan protes yang terjadi di
negara-negara

Arab

sejak

18 Desember

2010.

Protes

ini

menggunakan

teknik

pemberontakan sipil dalam kampanye yang melibatkan serangan, demonstrasi, pawai, dan
pemanfaatan media sosial, seperti Facebook, Twitter, YouTube, dan Skype, untuk
mengorganisir, berkomunikasi,

dan

meningkatkan

kesadaran

terhadap

usaha-usaha

penekanan dan penyensoran Internet oleh pemerintah. Banyak unjuk rasa ditanggapi
keras oleh pihak berwajib, serta milisi dan pengunjuk rasa pro-pemerintah.
Konflik internal Suriah merupakan konflik yang terjadi antara pemerintah Suriah dengan
warga Suriah yang berkembang menjadi perang saudara semenjak konflik tersebut
mendapatkan dukungan dari opihak oposisi yang juga menginginkan berakhirnya rezim
pemerintahan Bashar Al Assad yang telah memerintah lebih dari empat dekade terakhir.
Konflik ini tidak hanya melibatkan pemerintah dan warga Suriah, konflik ini juga
melibatkan

beberapa negara

yang mengintervensi dimana negara-negara tersebut

mendukung kedua belah pihak yaitu pihak oposisi dan pemerintah Suriah.
Salah satu negara yang mengintervensi atau terlibat dalam konflik internal Suriah adalah
Rusia. Rusia merupakan salah satu negara yang memberikan dukungan terhadap

pemerintah Bashar untuk menghentikan aksi demonstrasi. Bentuk intervensi yang


diberikan kepada Suriah oleh pemerintah Rusia adalah merupakan bentuk intervensi secara
militer dan intervensi diplomatik. Keterlibatan Rusia dalam konflik internal Suriah
karena negara ini memiliki kepentingan dalam bidang ekonomi.
1.9 Ruang Lingkup Penelitian
Melihat permasalahan diatas memiliki cakupan luas, maka sudut pandang ditekankan oleh
penulis lebih menyangkut kepada kepentingan Rusia dalam keterlibatan negara tersebut
dalam konflik Suriah, yang dibatasi dari tahun 2011 (awal bermulanya revolusi Suriah)
sampai dengan 2014.
1.10

Sistematika Penulisan

Dalam memudahkan pemaparan mengenai penelitian ini, penulis membagi penjelasan


menjadi beberapa bagian dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab pertama ini merupakan pendahuluan dengan pembahasan yang mencakup: latar
belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka dasar teori, hipotesa,
metode penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : GAMBARAN UMUM NEGARA SURIAH
Bab ini berisi tentang Sejarah terbentuknya negara Suriah, kondisi sosial dan politik
Suriah, Perekonomian, dan bentuk kerjasama luar negeri Suriah dengan negara lain.
BAB III: KONFLIK SURIAH DAN POLITIK LUAR NEGERI RUSIA

Bab ini berisi tentang gambran konflik yang terjadi di Suriah, kebijakan politik luar
negeri Rusia dan Hubungan kerjasama bilateral yang terjalin antara pemerintah Rusia dan
Suriah.
BAB IV : KEPENTINGAN DIBALIK KETERLIBATAN RUSIA DALAM KONFLIK
SURIAH
Bab ini berisi tentang bentuk keterlibatan Rusia dalam Konflik Suriah, dan
kepentingan Rusia dibalik keterlibatannya dalam Konflik Suriah.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai