Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Allah Taala telah memberikan berbagai nikmat-Nya kepada kita semua yang tentunya harus
kita syukuri dengan cara: yang pertama, kita meyakini dalam hati bahwa nikmat-nikmat
tersebut datangnya dari Allah semata, yang merupakan karunia-Nya yang diberikan kepada
kita; yang kedua, mengucapkan rasa syukur kepada-Nya melalui lisan-lisan kita dengan cara
memuji-Nya; dan yang ketiga, mempergunakannya sesuai dengan apa yang Allah kehendaki.
Di antara nikmat-nikmat yang Allah berikan kepada kita adalah harta dan sehatnya anggota
badan seperti lisan, tangan, kaki dan lainnya. Semua nikmat itu harus kita gunakan untuk
ketaatan kepada Allah dengan cara menginfakkan harta yang kita miliki di jalan kebenaran,
membiasakan lisan kita untuk senantiasa berdzikir kepada-Nya dengan dzikir-dzikir yang
telah diajarkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam haditsnya yang shahih,
mengucapkan ucapan yang baik, beramar maruf nahi munkar dan sebagainya.

B.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka kami merumuskan beberapa hal yang akan
dibahas pada makalah ini, yaitu :
1.

Apa pengertian dari berkompetisi?

2.

Apa pengertian kebaikan?

3.
Bagaimana penjelasan perintah Allah SWT dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah:148
serta Hadist Nabi untuk berkompetisi dalam berbuat kebaikan.

C.

Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :


1.
Agar kita mengetahui dan memahami perintah Allah SWT maupun hadist Nabi yang
memerintahkan kita untuk berkompetisi dalam berbuat kebaikan.
2.
Untuk mengingatkan kita agar senantiasa berbuat kebaikan, kapanpun dan
dimanapun.

BAB II
PEMBAHASAN

A.

Pengertian Berkompetisi

Kompetisi adalah kata kerja intransitive yang berarti tidak membutuhkan objek sebagai
korban kecuali ditambah dengan pasangan kata lain seperti against (melawan), over (atas),
atau with (dengan). Tambahan itu pilihan hidup dan bisa disesuaikan dengan kepentingan
keadaan menurut versi tertentu.
Menurut Deaux, Dane dan Wrightsman (1993), kompetisi adalah aktivitas mencapai tujuan
dengan cara mengalahkan orang lain atau kelompok. Individu atau kelompok memilih untuk
bekerja sama atau berkompetisi tergantung dari struktur reward dalam suatu situasi.
Menurut Chaplin (1999), kompetisi adalah saling mengatasi dan berjuang antara dua
individu, atau antara beberapa kelompok untuk memperebutkan objek yang sama.

B.

Pengertian Kebaikan

Secara umum kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan dan menjadi tujuan
manusia. Tingkah laku manusia adalah baik dan benar, jika tingkah laku tersebut menuju
kesempuranan manusia. Kebaikan disebut nilai(value), apabila kebaikan itu bagi seseorang
menjadi kebaikan yang konkrit.Manusia menentukan tingkah lakunya untuk tujuan dan
memilih jalanyang ditempuh. Pertama kali yang timbul dalam jiwa adalah tujuan itu,
dalampelaksanaanya yang pertama diperlukan adalah jalan-jalan itu. Jalan yangditempuh
mendapatkan nilai dari tujuan akhir.Manusia harus mempunyai tujuan akhir untuk arah
hidupnya.
Tujuan harus ada, supaya manusia dapat menentukan tindakan pertama. Jika tidak,manusia
akan hidup secara serampangan. Tetapi bisa juga orang mengatakanhidup secara
serampangan menjadi tujuan hidupnya.Akan tetapi dengan begitu manusia tidak akan sampai
kepada kesempurnaan kebaikan selaras dengan derajat manusia.Untuk setiap manusia, hanya
terdapat satu tujuan akhir. Seluruh manusiamempunyai sifat serupa dalam usaha hidupnya,
yaitu menuntut kesempurnaan.Tujuan akhir selamanya merupakan kebaikan tertinggi, baik
manusia itu mencarinya dengan kesenangan atau tidak.

Tingkah laku atau perbuatan menjadi baik dalam arti akhlak, apabila membimbing manusia
ke arah tujuan akhir, yaitu dengan melakukan perbuatan yang membuatnya baik sebagai
manusia
Berdasarkan norma susila, kebaikan atau keburukan perbuatan manusiadapat dipandang
melalui beberapa cara, yaitu :
a)

Objektif, keadaan perseorangan tidak dipandang.

b)

Subjektif, keadaan perseorangan diperhitungkan.

c)

Batiniah, berasal dari dalam perbuatan sendiri (kebatinan, intrinsic)

d)
Lahiriah, berasal dari perintah atau larangan Hukum Positif
(ekstrinsik)Perbuatan yang sendirinya jahat tidak dapat menjadi baik atau netralkarena alasan
atau keadaan. Biarpun mungkin taraf keburukannya dapat berubahsedikit sedikit, orang tidak
boleh berbuat jahat untuk mencapai kebaikan.Perbuatan yang baik, tumbuh dalam
kebaikannya, karena kebaikan alasandan keadaannya. Suatu alasan atau keadaan yang jahat
sekali, telah cukup untuk menjahatkan perbuatan. Kalau kejahatan itu sedikit, maka kebaikan
perbuatanhanya akan dikurangi.Perbuatan netral memproleh kesusilaannya, karena alasan dan
keadaannya.Jika ada beberapa keadaan, baik dan jahat, sedang perbuatan itu sendiri ada baik
atau netral dipergunakan.

C.
Berkompetisi dalam Kebaikan Sesuai Perintah Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah:148
dan Hadist Nabi

Berlomba dalam menggapai dunia bukan hal yang asing lagi di tengah kita untuk masuk
perguruan tinggi terkemuka kita dapat menyaksikan sendiri bagaimana setiap orang ingin
dapat yang terdepan. Cita-citanya bagaimana bisa mendapat penghidupan yang bahagia
kelak,namun amat jarang kita perhatikan orang-orang berlomba dalam hal akhirat.
Sedikit orang yang mendapat rahmat Allah yang mungkin sadar akan hal ini. Cobalah saja
perhatikan bagaimana orang-orang lebih senang menghafal berbagai tembangan nyanyian
daripada menghafalkan Al Quran Al Karim. Bahkan lebih senang menjadi nomor satu dalam
hal tembangan, lagu apa saja yang dihafal, daripada menjadi nomor satu dalam menghafalkan
Kalamullah.
Di dalam shalat jamaah pun, kita dapat saksikan sendiri bagaimana ada yang sampai
menyerahkan shaf terdepan pada orang lain. Silahkan, Bapak saja yang di depan, ujar
seseorang. Akhirat diberikan pada orang lain. Padahal shaf terdepan adalah shaf utama
dibanding yang di belakangnya bagi kaum pria.

Demikianlah karena tidak paham dalam hal menjadi nomor satu dalam kebaikan akhirat
sehingga rela jadi yang terbelakang.
Ayat yang patut direnungkan bersama pada kesempatan kali ini adalah firman Allah Taala
dalam Surat Al-Baqarah 148 :

Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka
berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah
akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu.( Q.S Al- Baqarah : 148 ).[1]

Isi kandungan ayat diatas adalah :


Setiap umat mempunyai kiblat, umat Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail menghadap ke kabah,
Bani Israil dan orang-orang Yahudi menghadap ke Baitul Maqdis, dan Allah telah
memerintahkan supaya kaum muslimin menghadap kabah dalam shalat. Oleh karena itu,
hendaknya kaum muslimin bersatu, bekerja dengan giat, beramal, bertobat dan berlombalomba dalam berbuat kebajikan dan tidak menjadi fitnah atau cemooh dari orang-orang yang
ingkar sebagai penghambat..
Allah akan menghimpun seluruh manusia untuk dihitung dan diberi balasan atas segala amal
perbuatannya. Allah maha kuasa atas segala sesuatu dan tidak ada yang dapat
melemahkannya untuk mengumpulkan seluruh manusia pada hari pembalasan. Kemuliaan
manusia bisa kita pahami dari iman dan amal saleh atau kebaikannya dalam bersikap dan
bertingkah laku di mana pun dia berada dan dalam keadaan bagaimanapun situasi dan
kondisinya. Itu sebabnya semakin banyak perbuatan baik yg dilakukannya maka akan
semakin mulia harkat dan martabatnya di hadapan Allah SWT.
Memahami ilmu kebaikan bagi seorang muslim tiap amal yang dilakukannya tentu harus
didasari pada ilmu semakin banyak ilmu yg dimiliki dipahami dan dikuasai insya Allah akan
makin banyak amal yang bisa dilakukannya sedangkan makin sedikit pemahaman atau ilmu
seseorang akan semakin sedikit juga amal yg bisa dilakukannya apalagi belum tentu orang yg
mempunyai ilmu secara otomatis bisa mengamalkannya. Ini berarti seseorang akan semakin
terangsang untuk melakukan kebaikan manakala dia memahami ilmu tentang kebaikan itu.
Paling tidak ada dua kriteria tentang kebaikan yang diterima oleh Allah SWT. Pertama ikhlas
dalam beramal yakni,Pertama ,melakukan suatu amal dengan niat semata-mata ikhlas krna
Allah SWT atau tidak riya dalam arti mengharap pujian dari selain Allah SWT. Karena itu

dalam hadis yg terkenal Rasulullah saw bersabda yang artinya Sesungguhnya amal itu
sangat tergantung pada niatnya.
Kedua melakukan kebaikan itu secara benar hal ini krna meskipun niat seseorang sudah baik
bila dalam melakukan amal dengan cara yg tidak baik maka hal itu tetap tidak bisa diterima
oleh Allah SWT karen ini termasuk bagian dari mencari selain Islam sebagai agama hidupnya
yang jelas-jelas akan ditolak Allah SWT sebagaimana yg sudah disebutkan pada QS 2:148 di
atas.
Akhirnya menjadi jelas bagi kita bahwa hidup ini harus kita jalani untuk mengabdi kepada
Allah SWT yang terwujud salah satunya dalam bentuk melakukan kebaikan dan masingmasing orang harus berusaha melakukan kebaikan sebanyak mungkin sebagai bentuk
kongkret dari perwujudan kehidupan yg baik di dunia dan ini pula yang akan menjadi bekal
bagi manusia dalam menjalani kehidupannya di akhirat kelak.
Selain itu, terdapat juga hadist yang bunyinya sebagai berikut :

" :

:

."



.
Bersegeralah kalian untuk melakukan amal shaleh, karena akan terjadi bencana yang
menyerupai malam yan gelap gulita, yaitu seseorang di waktu pagi dia beriman tetapi pada
waktu sore dia kafir, atau pada waktu sore ia beriman tetapi pada waktu paginya ia kafir, dia
rela menukar agamanya dengan sedikit keuntungan dunia.[2]

BAB III
PENUTUP

A.

Kesimpulan

Dari penjabaran diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa manusia tak lepas dari sebuah dosa.
Dimanapun kita berada pasti kita sering melakukan dosa setiap harinya ,entah kita sadari atau
tidak.Apabila kita ingin berbuat baik kepada orang lain.Terkadang kita salah mengerti dengan
keadaan orang tersebut sehingga terjadi salah paham diantara sesama.
Dimanapun kaki ini menginjak dan dimanapun nafas ini masih menghembus, jalankanlah
perintah berlomba-lombalah dalam kebaikan sesuai dengan maksud yang ada. Berikanlah
yang terbaik untuk sesama dan pahami bagaimana keadaannya terlebih dahulu agar kita

terhindar dari rasa kesalahpahaman antar sesama serta tidak ada yang dirugikan atas semua
tindakan baik kita.

B.

Saran

Berbuat kebaikan jelas diperintahkan oleh Allah SWT. Perintah untuk berlomba-lomba dalam
berbuat kebaikan, dapat kita temukan dalam Al-Quran maupun Al-Hadist.

DAFTAR PUSTAKA

Liston Haposan Subrian. 2010. Pengertian Kebaikan Secara Etika. (online). Diakses pada
tanggal 25 Februari 1014 .pada pukul 09.27 WIB.
http://www.scribd.com/doc/64042435/1/A-Pengertian-Kebaikan-Secara-Etika

Arif Sobaruddin. 2012. Pengertian kompetisi. (online). Diakses Pada tanggal 25 Februari
2014 pada pukul 09.27 WIB.
http://www.bisosial.com/2012/11/pengertian-konpetisi.html

Muhammad Nasruddin Hasan. 2010. Berlomba-Lomba dalam Kebaikan. (online). Diakses


pada tanggal 25 Februari 2014 pada pukul 09.27 WIB.
http://referensiislam.blogspot.com/2011/06/berlomba-lomba-dalamkebaikan.html

Muhammad Haryono. 2011. Meneguhkan Iman (2). (online). Diakses pada tanggal 25
Februari 2014 pukul 10: WIB
http://muhammadmaryono.wordpress.com/author/muhammadmaryono/page/4
/

Yanuar Firdaus. Al-Baqarah : 148. Al Quran Online. (Online). Diakses pada tanggal 25
Februari 2014 pukul 10:00WIB
http://quran.ittelkom.ac.id/?sid=2&aid=148&pid=arabicid

[1] Yanuar Firdaus. Al-Baqarah : 148 . Al Quran Online, diakses dari


http://quran.ittelkom.ac.id/?sid=2&aid=148&pid=arabicid pada tanggal 25 Februari 2014
pukul 10:00WIB
[2] Muhammad Maryono. Meneguhkan Iman (2). Arsip Kategori : Kuliah Subuh, diakses
dari http://muhammadmaryono.wordpress.com/author/muhammadmaryono/page/4/ pada
tanggal 25 Februari 2014 pukul 10:00WIB

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN BERKOMPETISI
Kompetisi adalah kata kerja intransitive yang berarti tidak membutuhkan objek sebagai
korban kecuali ditambah dengan pasangan kata lain seperti against (melawan), over (atas),
atau with (dengan). Tambahan itu pilihan hidup dan bisa disesuaikan dengan kepentingan
keadaan menurut versi tertentu.
Menurut Deaux, Dane dan Wrightsman (1993), kompetisi adalah aktivitas mencapai tujuan
dengan cara mengalahkan orang lain atau kelompok. Individu atau kelompok memilih untuk
bekerja sama atau berkompetisi tergantung dari struktur reward dalam suatu situasi.
Menurut Chaplin (1999), kompetisi adalah saling mengatasi dan berjuang antara dua
individu, atau antara beberapa kelompok untuk memperebutkan objek yang sama.
B. PENGERTIAN KEBAIKAN
Secara umum kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan dan menjadi tujuan
manusia. Tingkah laku manusia adalah baik dan benar, jika tingkah laku tersebut menuju
kesempuranan manusia. Kebaikan disebut nilai(value), apabila kebaikan itu bagi seseorang
menjadi kebaikan yang konkrit.Manusia menentukan tingkah lakunya untuk tujuan dan
memilih jalanyang ditempuh. Pertama kali yang timbul dalam jiwa adalah tujuan itu,
dalampelaksanaanya yang pertama diperlukan adalah jalan-jalan itu. Jalan yangditempuh
mendapatkan nilai dari tujuan akhir.Manusia harus mempunyai tujuan akhir untuk arah
hidupnya.
Tujuan harus ada, supaya manusia dapat menentukan tindakan pertama. Jika tidak,manusia
akan hidup secara serampangan. Tetapi bisa juga orang mengatakanhidup secara
serampangan menjadi tujuan hidupnya.Akan tetapi dengan begitu manusia tidak akan sampai
kepada kesempurnaan kebaikan selaras dengan derajat manusia.Untuk setiap manusia, hanya
terdapat satu tujuan akhir. Seluruh manusiamempunyai sifat serupa dalam usaha hidupnya,
yaitu menuntut kesempurnaan.Tujuan akhir selamanya merupakan kebaikan tertinggi, baik
manusia itu mencarinya dengan kesenangan atau tidak.
Tingkah laku atau perbuatan menjadi baik dalam arti akhlak, apabila membimbing manusia
ke arah tujuan akhir, yaitu dengan melakukan perbuatan yang membuatnya baik sebagai
manusia
C. LAFAL , ARTI DAN KANDUNGAN AYAT-AYAT TENTANG KOMPETISI DALAM
KEBAIKAN
1. Surat Al-Baqarah : 148
1) Lafal dan Arti

Artinya :
Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka
berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah
akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu.( Q.S Al-Baqarah : 148 )
2) Arti kata dan Identifikasi tajwid
1) Arti kata
No
Lafadz
Arti

1.

Dan bagi tiap tiap ( umat )


2.

Kiblat
3.

Ia
4.

Menghadap kepadanya

5.

Maka berlomba lombalah kamu

6.

Kepada kebaikan
7.

Dimana saja
8.

Kamu berada
9.

Menghadapkan / mengumpulkan

10.

Dengan / padamu Allah
11.

Semua / sekalian

12.
Sesungguhnya Allah
13.

Atas segala
14.

Ssuatu
15.

Maha kuasa
2) Penerapan hukum tajwid
N
Lafal Bacaan
Cara Membaca
Sebab
o
1.
Idghom
Walikulliw wijhatun Ada tanwin
bighunnah (suara nun tanwin
kasrah pada
masuk kesuara wau huruf lam ber
dengan dengung
temu dengan
ditahan kira kira dua huruf wau
ketukan )
2.
Idhar halqi Wijhatun hua
Ada tanwin
( dibaca jelas dengan dlomah pada
satu ketukan )
huruf ta bertemu dengan
huruf ha
3.

Mad tabi'i Muwalliihaa


Ada ya sukun
( dibaca panjang 2 ke didahului harotukan baik wasal
kat kasroh dan
maupun waqaf )
alif di dahului
harakat fathah
4.
-mad layin Al khairat
Ada yak sukun
(dibacalunak)
didahu lui
- idhar
harakat fathah
qamariyah Alkhairat (dibaca
Alif lam berjelas)
temu dengan
huruf kho atau
huruf qamariah
yang harus
dibaca jelas
5.
Mad tabi 'i Takuu nuu
Ada wau sukun
( dibaca panjang dua dida hului

6.

7.

ketukan baik wasal /


waqaf
Lam
Bikumullahu ( lam
tafkhim
pada lafal Allah
bibaca tebal )
Mad iwad Jami 'aa ( dibaca
panjang dua ketukan )

harakat dlomah
Lafal jalalah
didahului
harakat dlomah
Ada fathah
tanwin ber- tem
u dengan waqaf

3) Kandungan Isi
Setiap umat mempunyai kiblat. Umat Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail menghadap ke kabah,
Bani Israil dan orang-orang Yahudi menghadap ke Baitul Maqdis, dan Allah telah
memerintahkan supaya kaum muslimin menghadap kabah dalam shalat. Alloh subhaanahu
wa taaal memberikan ketentuan bagi setiap umat manusia dalam beribadah kepada-Nya
dengan menunjuk arah kiblat yang telah ditentukan. Manusia yang taat dan patuh terhadap
perintah Alloh, tentu akan melaksanakan dengan penuh taqwa, sedangkan orang yang ingkar
akan mencari dan membuat arah kiblat sendiei sesuai dengan keinginnanya.
Allah akan menghimpun seluruh manusia untuk dihitung dan diberi balasan atas
segala alam perbuatannya. Allah maha kuasa atas segala sesuatu dan tidak ada yang dapat
melemahkannya untuk mengumpulkan seluruh manusia pada hari pembalasan. Allah
subhaanahu wa taaala akan dapat menilai dan melihat hamba-hamba-Nya yang patuh dan
taat, demikian juga melihat hamba-hamba-Nya yang melanggar dan meninggalkan perintahNya. Manusia yang selalu berbuat ketaatan Allah akan membalasnya dengan pahala dan
surga, adapun manusia yang lalai dan meninggalkan perintah Allah maka tempatnya adalah
neraka yang apinya selalu menyala-nyala.
Berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan berarti menaati dan patuh untuk menjalankan
perintah Allah dan menjauhi larangannya dengan semangat yang tinggi. Perbuatan baik
sekecil apapun pasti akan mendapat balasannya, demikian juga perbuatan buruk atau jahat
sekecil apapun akan mendapat balasan yang adil dan setimpal. Tidak ada satupun manusia di
hari kiamat yang dapat meloloskan diri dari pengadilan Allah subhaanahu wa taaala.
4) Gambaran Surat Al Baqarah : 148
a) Setiap umat mempunyai kiblat sendiri-sendiri ( umat Islam kiblatnya Ka;bah, umat Yahudi
kiblatnya Baitul Maqdis)
b) Setiap manusia supaya menggunakan akal dan kemampuan untuk berfastabaqul khairat
c) Umat islam tidak boleh malas dalam beramal ( baik untuk diri sendiri / orang lain )
d) Setiap orang kelak akan dikumpulkan dan akan dihisab maka harus berhati hati setiap
melakukan sesuatu
5) Perilaku yang mencerminkan Surat Al Baqarah : 148
a) Bersikap jujur
b) Mencintai kebaikan
c) Menyadari bahwa hanya amal baik yang akan menjadi bekal kehidupan akherat
d) Tetap berpegang teguh terhadap keyakinan dalam beragama islam
e) berhati hati setiap melakukan sesuatu pekerjaan ( karena setiap pekerjaan akan dimintai
pertanggung jawaban )
f) setiap melakukan sesuatu hendaknya mempunyai arah tujuan yang jelas ( yaitu mencari ridlo
Allah)
g) banyak berlomba dalam kebaikan , yang kebaikan itu macamnya banyak sekali .
2. Surat Al Faathir : 32
1) Lafal dan Arti





(:

Artinya :
Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hambahamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara
mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat
kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar
2) Arti kata dan identifikasi Tajwid
No
Lafadz
Arti
1.

Kemudian
2.

Kami wariskan
3.

Kitab

4.

Orang orang yang

5.

Kami pilih

6.

Diantara hamba hamba kami
7.

Maka diantara mereka
8.

Zalim / aniaya

9.

Pada dirinya sendiri


10.

Dan diantara mereka
11.


Pertengahan
12

Dan diantara mereka
13

Mendahului

14

Dengan berbuat kebaikan

16

Dengan izin Allah
17

Demikian itu
18

Ia / adalah

19

Karunia

20

Yang besar
3) Penerapan hukum tajwid dalam surat Fathir ayat 32
No
1

Lafal

Bacaan
Alif lam
qamariyah

Cara Membaca
Al kitaba
( lam takrif dibaca jelas
dan terang )
Idhar halqi Min 'ibadina
( nun sukun dibaca jelas
dengan satu ketukan )
Mad tabi'i Faminhum
( nun sukun dibaca jelas
dengan satu ketukan )
Idhar
Faninhum dlolimun
syafawi
( mim di baca jelas
dengan merapatkan

Sebab
Ada lam takrif
bertemu deng-an
huruf kaf
Ada nun subertemu de-ngan
huruf 'ain
Ada nun su- kun
bertemu dengan
huruf ha
Ada mim su-kun
bertemu dengan
huruf dho

Idghom
bilaghu
nah

Idghom
mimi

bibir satu ketukan )


Dholimul linafsihi
Ada tanwin dlomah
( suara tanwin masuk / pada huruf mim
lebur pada suara lam
bertemu de-ngan
tanpa dengung )
huruf lam
Waminhumm
Ada mim sukun
muqta- sidun
berte mu dengan
( suara mim sukun masuk huruf mim
ke suara mim ber- harakat
dihadapannya
mendengung yang keluar
dari pangkal hidung tiga
ketukan )
Saabiqumbil khairat
Ada tanwin
( suara tanwin menjadi dlomah bermim tatkala menghadapi temu dengan huruf
huruf ba /sengau keluar ba
dari pangkal hidung )

4)
Kandungan isi
Surat ini adalah surat ke 35 dalam Al Quran yang berisikan 45 ayat. Tergolong surat
makiyah maka isi ayat ini lebih kepada menerangkan tentang tingkatan-tingkatan seorang
muslim dalam mengamalkan kitab (Al Quran). Di ayat ini disebutkan tiga golongan yang
menerima kitab.
Berdasarkan Surat dan ayat di atas Ibnu Taimiyyah membagi manusia ke dalam tiga derajat
kedudukan manusia yaitu :
a) Golongan Dhoolimun li nafsih, yaitu golongan yang selalu mendholimi dan menganiaya diri
sendiri. Mereka merupakan golongan yang durhaka kepada Allah, dengan meninggalkan
perintah-Nya dan mengerjakan larangan-Nya. Mereka yang menzalimi diri sendiri, yaitu
mereka yang tidak menggunkan Al Quran sebagai pedoman hidup. Tandanya, mereka selalu
berbuat kesalahan dan kejahatan. Antara kebaikan dan kejahatan lebih banyak kejahatannya
b) Golongan Mukhtasid, ialah golongan dari kelompok manusia yang derajatnya berada pada
pertengahan , bersifat cermat dan senantiasa berhati-hati dengan melaksanakan kewajiban
dan menjauhi larangan-larangan-Nya Orang yang semacam ini kebaikan dan keburukannya
kadang seimbang. Kadang mereka banyak berbuat baik, tetapi banyak pula berbuat salah.
c) Golongan Sabiqun bil khoirot, ialah golongan dari manusia yang senantiasa aktif
dalam melakukan kebaikan yang wajib dan mengerjakan amalan-amalan yang sunat. Hidupnya istiqomah dan
menjauhi perkara-perkara yang syubhat dan ragu-ragu dalam kehidupan sehari-hari. Mereka yang beruntung,
yaitu mereka yang dengan izin Allah berbuat kebaikan. Hidupnya senantiasa dihiasi oleh amal shaleh.

Nilai amal shaleh sangat erat kaitannya dengan iman. Amal yang tidak didasari dengan iman
(bukan karena Allah) tidak dapat memberikan pahala kepada kita walaupun sebesar langit dan
bumi sehingga amalan yang kita lakukan tidak akan mendapat nilai di sisi Allah. Al Quran
dalam hal ini antara lain menyatakan sebagai berikut:
1. orang yang mati dalam kekafiran (tidak bertobat) tidak akan diterima amalannya
2. orang-orang yang musyrik akan dihapus amalannya
3. amal perbuatan orang kafir akan sia-sia
4. orang kafir akan ditimpakan siksa di dunia dan di akhirat
5. orang kafir dan musyrik akan dimasukkan ke dalam neraka
6. orang yang tidak beriman kepada akhirat hanya mendapatkan kehidupan di dunia saja.

b)

5) Gambaran Surat Al-Faathir : 32


a)
Allah mewariskan Al Qur an kepada hamba hambanya yang terpilih
Dalam Al Qur an Allah menggolongkan hamba hamba Nya ( terkait dengan Al Qur 'an
sebagai pegangan hidup) yaitu

e)
a)
c)

D.

artinya dlolim terhadap dirinya sendiri


artinya orang yang seimbang

c)
antara perbuatan baik dan buruk ( golongan ini akan ditempatkan di Araf yaitu
tempat antara surga dan neraka , lalu dengan izin dan kasih sayang Allah mereka akan
dimasukkan ke surga )
d)
- : artinya orang yang terus menerus melakukan kebaikan
Dari ketiga golongan tersebut diatas maka golongan yang ketigalah golongan yang akan
mendapat keberuntungan ( yaitu surga 'adn )
6) Perilaku yang mencerminkan Surat Al- Faathir : 32
Menerima Al Qur 'an dengan sepenuh hatidan menjadikan Al Qur an sebagai
pegangan hidup
b)
Menjalankan semua ajaran yang ada didalam Al Qur 'an
Cepat cepat melakukan perintah baik yang wajib maupun yang sunat , serta cepat cepat
meninggalkan larangan baik yang haram maupun yang makruh
d) Selalu berkompetisi dalam ibadah ( tidak pernah berhenti )
e)
Menghindari perbuatan dlolim ( aniaya)
f)
Selalu mencari pahala dengan melakukan amal kebaikan
PENJELASAN MAKNA SECARA UMUM AYAT-AYAT TENTANG KOMPETISI
DALAM KEBAIKAN
Berlomba dalam menggapai dunia bukan hal yang asing lagi di tengah kita. Untuk masuk
perguruan tinggi terkemuka, kita dapat menyaksikan sendiri bagaimana setiap orang ingin
dapat yang terdepan. Cita-citanya bagaimana bisa mendapat penghidupan yang bahagia
kelak. Namun amat jarang kita perhatikan orang-orang berlomba dalam hal akhirat. Sedikit
orang yang mendapat rahmat Allah yang mungkin sadar akan hal ini. Kalau kitaperhatikan
bagaimana orang-orang lebih senang menghafal berbagai tembangan nyanyian daripada
menghafalkan Al Quran Al Karim. Bahkan lebih senang menjadi nomor satu dalam hal
tembangan, lagu apa saja yang dihafal, daripada menjadi nomor satu dalam menghafalkan
Kalamullah. Di dalam shalat jamaah pun, kita dapat saksikan sendiri bagaimana ada yang
sampai menyerahkan shaf terdepan pada orang lain. Akhirat diberikan pada orang lain(?).
Padahal shaf terdepan adalah shaf utama dibanding yang di belakangnya bagi kaum pria.
Demikianlah karena tidak paham dalam hal menjadi nomor satu dalam kebaikan akhirat
sehingga rela jadi yang terbelakang.Ayat yang patut direnungkan bersama pada kesempatan
kali ini adalah firman Allah Taala,







Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabbmu dan surga yang
lebarnya selebar langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada
Allah dan rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS. Al Hadiid: 21)
Ada beberapa faedah yang bisa kita petik dari ayat di atas.
1. Faedah pertama.
Dalam ayat ini begitu jelas bahwa Allah memerintahkan berlomba-lomba untuk meraih
ampunan dan surga-Nya.Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, Berlombalah menjadi

yang terdepan dalam beramal sholih yang menyebabkan datangnya ampunan dari Rabb
kalian, serta bertaubatlah atas maksiat yang kalian perbuat.[1] Syaikh As
Sadi rahimahullah mengatakan, Allah memerintahkan untuk berlomba-lomba dalam
meraih ampunan Allah, ridho-Nya, dan surga-Nya. Ini semua bisa diraih jika seseorang
melakukan sebab untuk mendapatkan ampunan dengan melakukan taubat yang tulus,
istighfar yang manfaat, menjauh dari dosa dan jalan-jalannya. Sedangkan berlomba untuk
meraih ridho Allah dilakukan dengan melakukan amalan sholih dan semangat menggapai
ridho Allah selamanya (bukan sesaat). Bentuh dari menggapai ridho Allah tadi adalah dengan
berbuat ihsan (berbuat baik) dalam beribadah kepada Sang Khaliq dan berbuat ihsan dalam
bermuamalah dengan sesama makhluk dari segala segi.[2]
2. Faedah kedua.
Dalam masalah akhirat seharusnya seseorang berlomba untuk menjadi yang terdepan. Inilah
yang diisyaratkan dalam ayat lainnya,

Berlomba-lombalah dalam kebaikan (QS. Al Baqarah: 148).

Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba. (QS. Al Muthoffifin: 26).
Artinya, untuk meraih berbagai nikmat di surga, seharusnya setiap berlomba-lomba.Ibnu
Rajab Al Hambali rahimahullah menerangkan, Para sahabat memahami bahwa mereka
harus saling berlomba untuk meraih kemuliaan di surga. Mereka berusaha menjadi terdepan
untuk menggapai derajat yang mulia tersebut. Oleh karena itu, jika di antara mereka melihat
orang lain mendahului mereka dalam beramal, mereka pun bersedih karena telah kalah dalam
hal itu. Inilah bukti bahwa mereka untuk menjadi yang terdepan.[3] Hasan Al
Bashri rahimahullah mengatakan, Jika engkau melihat orang lain mengunggulimu dalam hal
dunia, maka kalahkanlah ia dalam hal akhirat.Wuhaib bin Al
Ward rahimahullahmengatakan, Jika engkau mampu tidak ada yang bisa mengalahkanmu
dalam hal akhirat, maka lakukanlah.Sebagian salaf mengatakan, Jika engkau mendengar
ada yang lebih taat pada Allah darimu, seharusnya engkau bersedih karena telah kalah dalam
hal ini.[4]
3. Faedah ketiga.
Bagaimanakah luasnya surga? Lihatlah keterangan dalam ayat selanjutnya,



Dan surga yang lebarnya selebar langit dan bumi. Asy
Syaukani rahimahullah mengatakan, Jika lebar surga saja selebar langit dan bumi. Lantas
bagaimanakah lagi dengan panjangnya.[5] Demikianlah luasnya surga. Namun sedikit yang
mengetahui hal ini, sehingga lihatlah sendiri bagaimana dunia begitu dikejar dibanding
akhirat. Padahal jauh sekali antara kenikmatan surga dibanding dunia. Disebutkan dalam
sebuah hadits, dari Sahl bin Saad As Saidi, Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda,


Satu bagian kecil nikmat di surga lebih baik dari dunia dan seisinya.[6] Seharusnya
kenikmatan di surga lebih semangat kita raih.
4. Faedah keempat.
Modal surga adalah dengan beriman pada Allah dan Rasul-Nya. Iman yang dimaksud di sini
mencakup iman yang pokok (ushulud diin) dan iman yang di luar pokok agama (furu).
[7] Dari sini, berarti bukan hanya ushulud diin saja yang wajib diimani. Namun pada perkara
yang di luar pokok agama jika telah sampai ilmunya pada kita, wajib pula diimani.
Contohnya, kita punya kewajiban beriman pada hari akhir secara umum. Namun jika datang
ilmu mengenai perinciannya seperti di antara tanda datangnya kiamat adalah munculnya
Dajjal, maka ini juga patut diimani.

1.
2.
3.
4.

5. Faedah kelima
Seseorang tidaklah memasuki surga melainkan dengan rahmat Allah.[8] Sebagaimana pula
disebutkan dalam hadits,
.





Sesungguhnya Abu Hurairah berkata, ia mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda, Amal seseorang tidak akan memasukkan seseorang ke dalam surga.
Engkau juga tidak wahai Rasulullah?, tanya beberapa sahabat. Beliau menjawab, Aku
pun tidak. Itu semua hanyalah karena karunia dan rahmat Allah.[9]
Sedangkan firman Allah Taala,





Surga yang lebarnya selebar langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang
beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Mungkin ayat ini dapat dipahami bahwa
seseorang memasuki surga karena amalannya yaitu beriman pada Allah dan Rasul-Nya.
Bagaimana mengkompromikannya?.Ada beberapa penjelasan para ulama mengenai hal ini:
Yang dimaksud seseorang tidak masuk surga dengan amalnya adalah peniadaan masuk surga
karena amalan.
Amalan itu sendiri tidak bisa memasukkan orang ke dalam surga. Kalau bukan karena karunia
dan rahmat Allah, tentu tidak akan bisa memasukinya. Bahkan adanya amalan juga karena
sebab rahmat Allah bagi hamba-Nya.
Amalan hanyalah sebab tingginya derajat seseorang di surga, namun bukan sebab seseorang
masuk ke dalam surga.
Amalan yang dilakukan hamba sama sekali tidak bisa mengganti surga yang Allah beri. Itulah
yang dimaksud, seseorang tidak memasuki surga dengan amalannya. Maksudnya ia tidak bisa
ganti surga dengan amalannya. Sedangkan yang memasukkan seseorang ke dalam surga
hanyalah rahmat dan karunia Allah.[10]
6. Faedah keenam.
Beriman dan beramal sholih, itu adalah karunia dan anugerah dari Allah Taala. Muhammad
bin Ali Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, Seorang hamba dilebihkan dari yang
lainnya sesuai dengan kehendak Allah. Tidak ada yang mungkin dapat menghalangi
pemberian Allah dan tidak mungkin ada yang dapat memberi apa yang Allah halangi.
Ketahuilah bahwa kebaikan seluruhnya berada di tangan-Nya. Allahlah yang benar-benar
Maha Mulia, Maha Pemberi dan tidak kikir.[11]
BAB III
PENUTUP
Berlomba-lomba dalam kebaikan dan ketaatan kepada Allah ternyata bukanlah hal yang
mustahil dan aneh bagi orang-orang yang telah merasakan manisnya iman. Bahkan ini
merupakan bentuk rahmat yang agung dan taufik dari Allah yang memudahkan mereka
untuk merasakan indahnya surga dunia yang hakiki, agar mereka semakin termotivasi dan
bersemangat mengejar tingginya kenikmatan surga di akhirat nanti.
Imam ibnul Qayyim berkata: Maha suci (Allah ) yang memperlihatkan kepada hambahamba-Nya (yang shaleh) surga-Nya (di dunia) sebelum (mereka) bertemu dengan-Nya (di
akhirat kelak), dan Dia membukakan untuk mereka pintu-pintu surga-Nya di negeri (tempat)
beramal (dunia), sehingga mereka bisa merasakan kesejukan dan keharumannya, yang itu
(semua) menjadikan mereka (termotivasi untuk) mencurahkan (semua) kemampuan mereka
untuk meraihnya dan berlomba-lomba mendapatkannya[12]
DAFTAR PUSTAKA

Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhis Sholihin, Salim bin Ied Al Hilali, Dar Ibnil Jauzi, cetakan
pertama, 1430 H, 3
Fathul Qodir, Asy Syaukani, Mawqi At Tafasir
Maalimut Tanzil, Al Baghowi, Dar Thoyyibah, cetakan keempat, 1417 H, 8
Lathoif Al Maarif, Ibnu Rajab Al Hambali, Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, 1428 H
Taisirul Alam wa tafshiril Karimir- Rahman
Liston Haposan Subrian. 2010. Pengertian Kebaikan Secara Etika. (online). Diakses pada
tanggal 6 November 2014 .pada pukul 09.27 WIB.
http://www.scribd.com/doc/64042435/1/A-Pengertian-Kebaikan-Secara-Etika
Arif Sobaruddin. 2012. Pengertian kompetisi. (online). Diakses Pada tanggal 6
November 2014 pada pukul 09.27 WIB.
http://www.bisosial.com/2012/11/pengertian-konpetisi.html
Muhammad Nasruddin Hasan. 2010. Berlomba-Lomba dalam Kebaikan. (online). Diakses
pada tanggal 6 November 2014 pada pukul 09.27 WIB.
http://referensiislam.blogspot.com/2011/06/berlomba-lomba-dalam-kebaikan.html
Muhammad Haryono. 2011. Meneguhkan Iman (2). (online). Diakses pada tanggal 6
November 2014 pukul 10: 00WIB
http://muhammadmaryono.wordpress.com/author/muhammadmaryono/page/4/

[1] Fathul Qodir, Asy Syaukani, Mawqi At Tafasir, 7/156.


[2] Fathul Qodir, Asy Syaukani, Mawqi At Tafasir, 7/156.
[3] Lathoif Al Maarif, Ibnu Rajab Al Hambali, Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, 1428
H, hal. 428.
[4] Lathoif Al Maarif, Ibnu Rajab Al Hambali, Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, 1428
H, hal. 428.
[5] Fathul Qodir, 7/156.
[6] HR. Bukhari no. 3250.
[7] Taisir Al Karimir Rahman, hal. 841
[8] Maalimut Tanzil, Al Baghowi, Dar Thoyyibah, cetakan keempat, 1417 H, 8/40
[9] HR. Bukhari no. 5673 dan Muslim no. 2816.
[10] Disarikan dari Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhis Sholihin, Salim bin Ied Al Hilali, Dar
Ibnil Jauzi, cetakan pertama, 1430 H, 3/18-19
[11] Fathul Qodir, 7/157.
[12] Kitab al-Waabilush shayyib (hal. 70).

Anda mungkin juga menyukai