Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TUGAS AKHIR
Oleh:
Aloysius Dodi Setyobudi
133 94 080
Oleh:
Aloysius Dodi Setyobudi
133 94 080
Dibimbing oleh:
Dipl.-Ing.Ir. Nyoman Bangsing
Dr. Ir. IGN. Wiratmaja Puja
Oleh:
Aloysius Dodi Setyobudi
133 94 080
Disetujui oleh :
Pembimbing I
Pembimbing II
Kupersembahkan kepada
Mama-Papa dan Adik-adik tercinta,
Serta
Robertha Eka Woro A., AMK.
iii
ABSTRAK
Tugas akhir ini menawarkan satu alternatif untuk sistem suspensi aktif, dimana
sistem suspensi yang akan diteliti menggunakan peredam kejut dengan fluida yang
kekentalannya dapat dikontrol, yang dikenal dengan fluida elektrorheologi (FER).
FER bersifat reversible, yaitu dapat berubah dari mengalir bebas sampai menjadi
semi-padat bila padanya diberikan pengaruh medan listrik. Teknologi FER ini
memiliki keunggulan dibandingkan dengan teknologi konvensional, diantaranya
daya beban listrik maksimal yang diperlukan hanya kurang dari 4 Watt. Di samping
itu konstruksi perangkatnya relatif sederhana sehingga dapat menekan biaya
produksi.
Dalam penelitian ini dilakukan pemodelan terhadap peredam kejut FER (jenis
TXER-6) menggunakan pendekatan geometri pelat paralel dan cylindricalaxisymmetric 1-dimensi Newton. Dari jenis FER yang dipilih, dengan jarak antar
elektroda 0,5 mm dan panjang celah 63,5 mm, bila dikenakan medan listrik sebesar 4
kV/mm akan dihasilkan gaya redam maksimal sebesar 546,37 N. Pada saat tidak ada
medan listrik, perangkat ini akan menjadi seperti peredam kejut konvensional biasa.
Pada simulasi yang dilakukan, sebagai masukan sistem dipilih gangguan jalan
bump. Metoda yang dipilih dalam perancangan pengontrolnya adalah metoda kontrol
optimal. Pengujian sistem suspensi pasif menggunakan masukan jalan bump dengan
tinggi 0.04 m dan lebar bump 1.2 m ketika kecepatan kendaraan konstan 20 km/jam
selama 1.5 detik menghasilkan percepatan vertikal (rms) badan kendaraan sebesar
3,2527 m/s2, defleksi suspensi (rms) 0,01334 m, dan defleksi ban sebesar 0,00698 m
(rms). Pada kontrol optimal dengan umpan balik keadaan, sistem aktif dan FER,
masing-masing, akan menghasilkan perbaikan pada percepatan (rms) badan
kendaraan sebesar 74,34% (menjadi 0,8348 m/s2) dan 51,89% (1,5648 m/s2), defleksi
(rms) ruang suspensi sebesar 5,17% dan 2,19%, dan pada defleksi (rms) ban sebesar
66,39% dan 45,70%. Pada kontrol optimal yang menggunakan indeks performansi
yang melibatkan pengoptimalan perintah gaya kontrol, sistem aktif dan FER
memberikan hasil perbaikan pada percepatan vertikal (rms) badan kendaraan sebesar
27,69% (2,3520 m/s2), defleksi ruang suspensi sebesar 6,35% dan defleksi ban
sebesar 26,59%.
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Murah karena
atas Kuasa-Nya dan Kemurahan HatiNya-lah penulis akhirnya sanggup menuntaskan
laporan tugas akhir yang berjudul Simulasi dan Perancangan Sistem kontrol
Suspensi Semi Aktif Model Seperempat Kendaraan untuk melengkapi syarat
sebagai Sarjana Teknik Fisika ITB.
Penulisan laporan tugas akhir ini dapat tuntas karena peran serta besar dari
mereka yang berada di lingkungan penulis mulai dari tahun awal pengerjaan hingga
saat ini. Atas dorongan, dukungan, dan peranan mereka yang demikian besar bagi
penulis, pada pengantar laporan ini penulis hendak menyampaikan penghargaan dan
terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dipl.-Ing.Ir. Nyoman Bangsing, selaku dosen wali dan dosen pembimbing
utama, atas kesabaran dan kebesaran hatinya tetap mendukung penulis untuk
menuntaskan tugas akhir ini.
2. Bapak Dr. Ir. IGN Wiratmaja Puja, selaku dosen pembimbing kedua, yang telah
banyak memberikan inspirasi awal pada tugas akhir ini, juga atas kesabaran dan
kebesaran hatinya untuk tetap mendukung penulis hingga menuntaskan studinya.
3. Bapak Dr.-Ing. Parsaulian Siregar dan Bapak Dr.Ir. Nugraha, atas kesediaannya
untuk menjadi anggota tim penguji tugas akhir ini.
4. Bapak Dr.-Ing.Ir. Yul Y. Nazaruddin, MSc., DIC., yang telah bersedia menerima
kehadiran Bapak dan Ibu saya kala itu.
5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Teknik Fisika yang pernah menuangkan ilmu
yang dimiliki kepada penulis selama menempuh pendidikan.
6. Segenap staf TU dan Perpustakaan Teknik Fisika yang bersedia dengan rela
membantu kelancaran administrasi selama penulis membutuhkannya.
7. Teman-teman Teknik Fisika Angkatan 1994 yang telah berpencar menempuh
perjuangan atas dukungan moralnya.
8. Mbak Anjar dan seluruh penghuni GEMA, atas dukungan doanya.
9. Teman-teman penghuni Burung Gereja 2, maupun alumninya, karena tetap rajin
mengingatkan penulis untuk berjuang menuntaskan laporan ini dan bersedia
menemani siang dan malam.
10. Teman-teman penghuni mailing-list anakcantik@yahoogroups.com
v
11. Bapak Ir. Degus Rustianto, Ir. Bambang Sunarjo, Pak Purwadiyono dan Mbak
Useu Sopiah atas kesediaannya menerima penulis untuk bergabung di lingkungan
kerja di PT Solar Services Indonesia dan mengembangkan kemampuan dan
wawasan penulis.
12. Special thanks for Mr. Charles Lozinger, for your appreciation.
13. Mr. Ryuji Aizawa, Chief Researcher of Nippon Shokubai Co. Ltd., for your
kindness to sent us your TX-ER6 material sample. Thank you very much for the
future of the controllable fluids.
14. Dan terlebih kepada Mama dan Papa, yang dengan penuh kasih, bersedia tanpa
pernah lelah mengingatkan penulis untuk tetap berjuang dan berjuang tanpa
pernah putus asa, karena Tuhan Maha Murah bagi mereka yang selalu berjuang.
15. Sekali lagi dan selalu kepada Papa-Mama, Dik Rini dan Dik Niken, serta
tambatan hatiku Eka Woro, yang dengan penuh kasih dan cinta menemani,
mendampingi, membantu penuh pengorbanan demi terselesaikannya studi
penulis di jenjang S1 ini.
Sepatah dua patah kata dalam kata pengantar ini tidak akan cukup untuk
menggambarkan rasa syukur dan terima kasih penulis kepada semua pihak yang telah
berperan dan ada di dalam kehidupan penulis. Juga kemampuan saya mengingat satu
persatu pihak-pihak yang terlibat tidak akan dapat menghilangkan penghargaan saya
kepada mereka yang tidak sempat tersebutkan pada pengantar yang singkat ini.
Akhirnya semoga semua yang telah penulis alami selama proses pengerjaan
hingga selesainya pengerjaan laporan tugas akhir ini sedikitnya akan bermanfaat bagi
para pembaca dan civitas akademika ITB, khususnya bagi Jurusan Teknik Fisika.
vi
DAFTAR ISI
Judul ...............................................................................................................................i
Lembar Pengesahan .........................................................................................................ii
Abstrak ............................................................................................................................iii
Kata Pengantar ................................................................................................................iv
Daftar Isi ..........................................................................................................................vi
Daftar Gambar .................................................................................................................ix
Daftar Tabel .....................................................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1
1.2
Tujuan ...................................................................................................................3
1.3
1.4
1.5
2.4
2.4.1 Model Ruang Keadaan Sistem Suspensi Aktif Seperempat Kendaraan ...............19
2.5
2.6
vii
3.2
3.3
4.2
5.2
5.3
5.4
5.5
6.2
viii
Kesimpulan ...........................................................................................................92
7.2
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN A
LISTING PROGRAMS
SIMULINK MODEL
ix
DAFTAR GAMBAR
No.
Gambar
Deskripsi Gambar
Halaman
2.1
Perilaku (a) padatan dan (b) fluida, bila dikenakan gaya geser secara
konstan
2.2
2.3
2.5
2.6
Mekanisme Efek ER
15
2.7
18
2.8
19
2.9
22
3.1
26
3.3
29
3.4
32
3.5
40
3.6
43
51
2.4
3.2
3.7
3.8
3.9
3.10
5.1
5.2
5.3
10
14
28
50
53
54
61
62
63
DAFTAR GAMBAR
5.4
63
5.5
64
5.6
65, 66
70, 71
5.7
5.8
5.9
5.10
5.11
5.12
5.13
6.1
6.2
6.3
6.4
6.5
6.6
67
75
76, 77
78
79, 80
Gaya dari peredam FER (garis kontinu) dan gaya aktif umpan
balik keadaan penuh
Perbandingan tanggapan waktu sistem kontrol umpan balik
keadan penuh terhadap masukan jalan bump
Perbandingan tanggapan waktu sistem kontrol umpan balik
keluaran terhadap masukan jalan bump
Gaya dari peredam kejut FER dan gaya aktif umpan balik
keluaran
86
81
83
84, 85
87, 88
89,90
90
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR TABEL
No.
Tabel
Deskripsi Tabel
2.1
19
3.1
27
5.1
5.2
72
5.3
74
5.4
81
6.1
85
6.2
91
Halaman
68, 69
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Profil permukaan jalan yang tidak rata akan menyebabkan kenyamanan
berkendaraan
terganggu,
dimana
pengemudi/penumpang
kendaraan
akan
terguncang apabila kendaraan melewati jalan yang rusak dan berlubang di sanasini. Untuk mengurangi ataupun meredam pengaruh getaran/guncangan yang
dirasakan pengguna kendaraan maka diperlukan suatu sistem suspensi kendaraan.
Pada sistem suspensi konvensional atau suspensi pasif, komponen suspensi
hanya terdiri dari pegas dan peredam kejut. Suspensi jenis ini belum dilengkapi
kemampuan untuk selalu beradaptasi dengan perubahan profil permukaan jalan.
Di lain pihak masyarakat pengguna kendaraan menuntut perbaikan dalam hal
kenyamanan maupun keamanan dalam berkendaraan. Untuk memenuhi tuntutan
tersebut, maka banyak pihak mencoba untuk mengembangkan sistem suspensi
aktif. Sistem suspensi aktif tidak lain adalah sistem suspensi pasif, dimana
padanya telah ditambahkan elemen aktif, yang dapat berdefleksi/bergerak
sedemikian rupa, sehingga roda akan selalu mengikuti perubahan profil
permukaan jalan dan meminimalkan getaran/guncangan yang dirasakan pengguna
kendaraan dengan mempertahankan badan kendaraan pada ketinggian/level yang
tetap.
Sistem suspensi aktif biasanya terdiri dari aktuator linier (elemen aktif),
sensor getaran dan pengontrol elemen aktif. Mengingat daya yang diperlukan
dalam pengontrolan riil sistem suspensi aktif cukup besar maka elemen aktif yang
banyak dipilih adalah aktuator hidrolik. Namun perlu diingat bahwa elemen ini
harganya relatif mahal.
Oleh karena itu, pada tugas akhir ini dicoba dibahas salah satu komponen
alternatif pada sistem suspensi aktif, yaitu menggunakan peredam kejut dengan
fluida yang kekentalannya dapat dikontrol, seperti fluida elektro-rheologi (FER).
FER adalah fluida yang memiliki kemampuan dapat balik (reversible) untuk
berubah dari mengalir bebas menjadi fluida viskos linier sampai menjadi semipadat bila diberikan pengaruh medan listrik. Karakteristik bahan FER adalah
kompleks dan nonlinier karena adalah fungsi dari medan listrik, beban terpasang,
amplituda strain dan frekuensi eksitasi medan listrik.
Pada awalnya, peredam kejut yang akan digunakan dalam simulasi adalah
modifikasi dari peredam kejut konvensional jenis twin-tube atau floating-piston,
dengan memberikan tegangan listrik yang berbeda pada kedua pelat tabung yang
saling berhadapan agar resistansi aliran fluida dapat diatur. FER, yang diperoleh
dari pihak manufaktur, diisikan ke dalam peredam kejut hasil modifikasi tadi.
Peredam kejut ini akan terlebih dahulu diidentifikasi melalui model matematis dan
disimulasikan bersama dengan sistem kontrolnya menggunakan perangkat lunak,
kemudian barulah akan divalidasikan dengan mengambil data karakteristik
melalui eksperimen.
Peredam kejut berteknologi FER ini diharapkan memiliki keunggulankeunggulan yang berarti bila dibandingkan dengan penggunaan teknologi
konvensional dalam merancang peredam kejut aktif, diantaranya:
1.
2.
Konstruksi perangkat peredam kejutnya sederhana karena pengaruh sifat nonmekanik fluida elektro-rheologi. Hal ini potensial untuk mengurangi biaya
produksi dan meningkatkan kemampuan perangkat peredam kejut tersebut.
3.
Penelitian lebih lanjut setelah tugas akhir ini dinilai sangat strategis,
mengingat belum banyak instansi/perusahaan di dunia yang melakukan penelitian
di bidang ini, dan diharapkan akan memberikan kontribusi pada pengembangan
sistem suspensi aktif, terutama dalam industri otomotif di Indonesia. Untuk itu
dibutuhkan usaha yang berkesinambungan setahap demi setahap untuk
membangun pemahaman yang utuh dan menyeluruh tentang teknologi ini.
Tugas akhir ini hanyalah salah satu langkah awal kecil yang diharapkan
membawa khususnya Jurusan Teknik Fisika dan Institut Teknologi Bandung, pada
umumnya, sebagai perintis dalam bidang pengontrolan sistem suspensi aktif FER
di Indonesia.
1.2 TUJUAN
Adapun hasil yang ingin dicapai pada tugas akhir ini adalah:
1.
2.
Meningkatkan
faktor
kenyamanan,
hal
ini
dilakukan
dengan
II.
Dasar Teori, berisikan teori-teori yang mendasari tugas akhir ini, yaitu
Elektro-rheologi, Teori Getaran Mekanis, dan Teori Kontrol.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 KONSEP MEKANIKA FLUIDA[2]
Tugas Akhir ini tidak terlepas dari disiplin ilmu mekanika fluida. Beberapa
pengertian dasar mekanika fluida digunakan sebagai landasan pengembangan dan
pembahasan-pembahasan selanjutnya dalam pengerjaan Tugas Akhir ini.
2.1.1
DEFINISI FLUIDA
Fluida adalah substansi yang berubah bentuk (deform) secara kontinu bila
padanya dikenakan tekanan geser (shear/tangential stress) sekecil apapun. Fluida
meliputi fasa cair (liquid) dan gas. Perbedaan antara fluida dan padatan (solid) dapat
jelas terlihat dari perilakunya (behavior). Padatan berdeformasi jika dikenakan gaya
tekan permukaan tapi deformasinya tidak kontinu terhadap waktu.
Pada Gambar 2.1 diperlihatkan perbedaan perilaku padatan (Gbr. 2.1.a) dan
fluida (Gbr. 2.1.b) bila dikenakan gaya geser F secara konstan pada pelat bagian atas.
Pada Gbr. 2.1.a diperlihatkan bahwa selama batas elastis bahan padatan tidak
terlampaui, deformasi adalah sebanding dengan tekanan geser (shear stress) yang
dialaminya, = F A , dengan A adalah luas permukaan kontak dengan pelat.
Sedangkan pada Gbr. 2.1.b, ketika gaya F dikenakan pada pelat sebelah atas, elemen
fluida terus berdeformasi selama dikenakan gaya. Fluida yang kontak langsung
dengan pelat mempunyai kecepatan yang sama dengan pelat tersebut, dengan
anggapan tidak ada slip pada perbatasan pelat dan fluida. Bentuk elemen fluida,
untuk waktu berturutan t0<t1<t2, diperlihatkan oleh garis putus-putus.
F
t0 t
1
t2
t0 > t1 > t2
(a)
Gambar 2.1
(b)
Perilaku (a) padatan dan (b) fluida, bila dikenakan gaya geser secara konstan
2.1.2
FLUIDA NEWTON
Tanpa ada tekanan geser (atau mulai dari saat ini penulis sebut langsung dengan
shear stress), tidak akan terjadi deformasi fluida. Fluida dapat diklasifikasikan secara
umum berdasarkan hubungan antara shear stress yang dikenakan dan laju
l
M
M'
P'
Force, Fx
Velocity, u
Fluid element
y at time, t
Fluid element at
time, t + t
x
N
O
x
Gambar 2.2
deformasinya.
Pada Gambar 2.2 ditunjukkan deformasi elemen fluida di antara dua pelat tak
terbatas. Pelat atas bergerak pada kecepatan konstan, u, karena pengaruh
dikenakannya gaya F konstan seperti pada gambar. Shear stress yang dikenakan pada
elemen fluida diberikan oleh persamaan berikut:
Fx dFx
=
A y 0 A
dAy
y
yx = lim
(2.1)
dimana Ay adalah luas daerah kontak elemen fluida dengan pelat, dan Fx adalah
gaya yang diteruskan pelat kepada elemen fluida. yx menyatakan shear stress pada
bidang y dengan arah x. Pada selang waktu t, elemen fluida terdeformasi dari
kedudukan MNOP ke MNOP. Laju deformasinya adalah:
d
=
t 0 t
dt
(2.2)
Untuk menghitung shear stress, yx, pernyataan d/dt harus diganti dengan
besaran yang terukur. Jarak l antara titik M dan M adalah l = u t, atau untuk
sudut kecil l = y . Sehingga diperoleh persamaan:
u
=
, dan dengan
t y
(2.3)
8
Jadi, elemen fluida pada Gambar 2.2 jika dikenakan shear stress yx akan
mengalami laju deformasi (shear rate) sebesar du/dy. Fluida yang laju deformasinya
sebanding proporsional dengan shear stress atau menurut persamaan berikut:
yx
du
dy
(2.4)
digolongkan sebagai fluida Newton. Fluida Newton yang umum kita jumpai adalah
air dan udara. Bila pada beberapa macam fluida Newton dikenakan shear stress yang
sama besarnya, dan diperoleh laju deformasi yang berbeda maka fluida yang
memiliki resistansi yang lebih besar untuk berdeformasi (lebih sulit berdeformasi)
disebut lebih kental (viskositas lebih besar).
Konstanta proporsionalitas pada persamaan (2.4) adalah viskositas absolut
(dinamik), . Sehingga hukum viskositas Newton untuk aliran satu dimensi diberikan
seperti persamaan berikut: yx =
du
dy
(2.5)
Dimensi dan besaran untuk persamaan (2.5) seperti pada tabel berikut:
(shear stress)
du/dy (shear strain rate)
(absolute viscosity)
Dimensi
F/L2
1/t
Ft/L2
simbol SI
Pa (= N/m2)
1/s
Pa s (= N.s/m2)
2.1.3
Fluida non-Newton adalah fluida yang shear-stress dan laju deformasinya tidak
berbanding langsung secara proporsional. Cukup banyak fluida yang sering kita
temui adalah fluida non-Newton, salah satunya adalah pasta gigi. Pasta gigi berlaku
seperti fluida ketika ditekan keluar dari tabungnya. Tetapi pasta gigi tidak mengalir
keluar sendiri ketika tutup tabung dibuka. Karena terdapat ambang tekanan (yield
stress) dimana pasta gigi masih berlaku sebagai padatan. Dengan kata lain, definisi
fluida diatas hanya berlaku untuk material yang mempunyai yield stress sama dengan
nol. Fluida non-Newton umumnya mempunyai perilaku tergantung pada waktu
(time-dependent) ataupun tidak tergantung waktu (time-independent). Salah satu
contoh sifat tidak tergantung pada waktu dapat dilihat pada diagram rheologi
Shear stress,
Bingham
plastic
Pseudoplastic
Dilatant
Newtonian
Apparent viscosity,
Pseudoplastic
Dilatant
Newtonian
Deformation rate, du/dy
(a)
Gambar 2.3 (a) Shear stress, , dan (b) viskositas nyata (apparent), , sebagai
fungsi dari laju deformasi untuk aliran satu dimensi dari berbagai jenis
fluida non-Newton
Sedangkan hubungan antara yx dan du/dy untuk fluida time-independent untuk
aliran satu dimensi dinyatakan dalam persamaan:
yx
du
= k
dy
(2.6)
dimana n disebut index perilaku aliran (flow behavior index), dan k adalah index
konsistensi. Untuk n = 1 dan k = , persamaan ini menjadi persamaan viskositas
Newton. Untuk memastikan yx bertanda sama dengan du/dy, persamaan (2.6)
dituliskan dalam bentuk:
yx
du
=k
dy
n 1
Pernyataan = k du dy
du
du
=
dy
dy
n 1
(2.7)
besar fluida non-Newton memiliki viskositas nyata yang relatif lebih besar
dibandingkan dengan viskositas air.
Fluida yang viskositas nyatanya mengecil seiring meningkatnya laju deformasi
(n<1) disebut fluida pseudoplastic. Kebanyakan fluida non-Newton termasuk
kelompok ini, misalnya larutan polymer, suspensi koloid dan pulp kertas dalam air.
Jika viskositas nyatanya membesar terhadap peningkatan laju deformasi (n>1), fluida
tersebut disebut dilatant. Suspensi tepung pati dan pasir termasuk fluida dilatant.
10
Fluida yang memiliki sifat padatan hingga batas minimum tekanan ambang
(yield stress), y, dilewati dan kemudian mempunyai hubungan linier antara stress
dan laju deformasi, disebut sebagai Bingham plastic ideal. Persamaan shear stress
untuk Bingham plastic ideal diberikan oleh persamaan (2.8) berikut:
du
du
yx = y sgn + p
,
dy
dy
du
dy
= 0,
yx > y
(2.8a)
yx < y
(2.8b)
Suspensi tanah liat, lumpur sumur bor, dan pasta gigi adalah contoh fluida Bingham
plastic.
2.1.4
Aliran yang seluruhnya dibatasi permukaan solid disebut aliran internal. Aliran
internal yang bergerak dengan karakter struktur alir yang berlapis-lapis (laminae)
kemudian disebut aliran internal laminar. Pada aliran laminar ini tidak terjadi
pencampuran secara makroskopik antara lapisan-lapisan alir yang saling berdekatan.
Bila pada aliran laminar disuntikkan zat pewarna, lapisan tipis yang dibentuk zat
pewarna tersebut akan tetap terlihat sebagai garis-garis tunggal; tidak terjadi dispersi
zat pewarna selain difusi secara perlahan-lahan karena pergerakan molekul.
Untuk aliran incompressible melalui pipa, keadaan aliran (laminar atau
turbulent) ditentukan menggunakan nilai dari sebuah parameter tak berdimensi, yaitu
bilangan Reynolds, Re = V D , dengan adalah densitas fluida, V kecepatan
aliran rata-rata, D diameter pipa dan adalah viskositas fluida. Pada aliran yang
dibahas ini, aliran akan turbulent untuk bilangan Reynolds lebih besar dari 1400.
a
2
dy
yx
p
dx
Control volume
y
x
Gambar 2.4 Volume kontrol untuk analisis aliran laminar antara pelat paralel tak
terbatas stasioner
11
p
dydz ; dan
x 2
p dx
p+
dydz
x 2
Jika shear stress pada pusat elemen adalah yx maka gaya geser pada bagian sisi
bawah dan atas adalah:
d yx dy
dx dz ; dan
yx
dy 2
d dy
yx + yx
dx dz
dy 2
p d yx
+
=0
x
dy
atau
d yx
dy
p
x
(2.9)
Persamaan (2.9) harus berlaku untuk semua x dan y, untuk ini dibutuhkan
d yx
dy
p
= konstan
x
p
dan bila diintegrasikan menghasilkan: yx = y + c1
x
(2.10)
yang menunjukkan bahwa shear stress berubah secara linier terhadap y. Untuk fluida
Newton, shear stress diberikan oleh persamaan (2.5), lalu:
du p
= y + c1
dy x
1 p 2 c1
y + y + c2
2 x
(2.11)
12
Konstanta c1 dan c2 diperoleh dari syarat-syarat batas. Apabila pada y=0 dan y=a ,
1 p
u=0, maka c2=0 dan c1 = a
2 x
sehingga profil kecepatan:
u=
2
1 p 2
a 2 p y y
=
y
ay
2 x
2 x a a
(2.12)
(2.13)
(2.14a)
(2.14b)
Q
a 2 p
=
A
12 L
(2.14c)
13
2.2.1
Sejak abad 19, ilmuwan Duff (1896) dan Quinke (1897) sudah mulai
mempelajari respons elektro-rheologi walaupun belum mendapatkan perhatian
sebesar saat Winslow (1947) melakukan penelitian tentang fenomena elektro-viskos.
Winslow memperkenalkan konsep untuk mengontrol kekentalan dari fluida elektroviskos dengan menggunakan medan listrik. Daya tahan (resistansi) alir fluida itu
meningkat sebanding dengan medan listrik ketika dikenakan padanya medan listrik
AC sebesar 4 kV/mm. Beliau mengamati adanya struktur berserat yang terdiri dari
rantai-rantai partikel yang timbul teratur searah medan listrik yang dikenakan.
Winslow menyatakan hipotesanya bahwa rantai-rantai partikel yang terinduksi
medan listrik inilah yang meningkatkan kekentalan fluida. Peristiwa ini bahkan lebih
dikenal dengan nama efek Winslow.
Ketidakmampuan untuk mengontrol keadaan fluida dengan cepat dan tepat pada
awal pengenalan teknologi ini menyebabkan fluida elektro-rheologi sulit
memperoleh perhatian. Walaupun efek elektro-rheologi telah dikenal lebih dari 50
tahun, baru sekitar satu dekade terakhir para ilmuwan dan ahli rekayasa menoleh
kembali kepada teknologi material ini karena kebutuhan akan peredam kejut dan
suspensi aktif, serta semakin berkembangnya teknologi rekayasa smart material,
menunjukkan potensi penggunaan material fluida elektro-rheologi yang besar.
Bidang-bidang yang menjanjikan bagi pengembangan aplikasi teknologi ini antara
lain adalah peredaman getaran mekanik, menggantikan katup-katup dan aktuator
hidrolik pada pesawat terbang (aplikasi pada ruang angkasa), suspensi otomotif dan
peredam getaran pada bangunan tahan gempa.
2.2.2
14
15
terhadap aliran shear dan aliran tekanan, mengakibatkan terjadinya yield pada shear
stress (efek ER).
2.2.3
KARAKTERISTIK FER
16
17
(Gaya) = m&x&
(Torsi) = I&&
dimana :
(2.15a)
(2.15b)
m = massa
I = momen inersia
x = perpindahan pada arah gerak massa
= sudut rotasi dari momen inersia
Apabila suatu sistem gerakan memiliki n buah derajat kebebasan, maka akan
diperlukan n buah persamaan diferensial orde dua untuk menggambarkan sistem
tersebut. Persamaan gerak sistem selanjutnya dapat dinyatakan dalam bentuk matriks
sebagai berikut:
M&x& + Cx& + Kx = F
dimana :
(2.16)
M = matriks massa
= [mij]
C = matriks redaman
= [cij]
= [Fi]
i, j = 1, 2, 3,
Sistem yang memiliki n derajat kebebasan akan memiliki n buah frekuensi
alami. Frekuensi alami merupakan sifat yang tidak akan berubah walaupun
digunakan sistem koordinat yang berbeda untuk menggambarkan gerak sistem.
Penggunaan sistem koordinat yang berbeda akan menghasilkan matriks M, K, dan C
yang berbeda pula. Modus getar (mode of vibration) sistem akan berhubungan
dengan frekuensi alami tersebut. Modus getar sistem itu sendiri akan ditentukan oleh
kondisi awal sistem. Kondisi awal tertentu akan dapat menghasilkan sistem yang
bergetar pada salah satu frekuensi alaminya saja. Modus getar ini disebut sebagai
modus alami.
18
m1
k1
c
x2
m2
k2
x0
19
Simbol
m1
m2
k1
k2
C
Massa sprung
Massa unsprung
Konstanta pegas suspensi
Konstanta pegas model ban
Konstanta redaman peredam kejut
Satuan
Kg
Kg
N/m
N/m
Ns/m
2.4.1
m1
k1
c
x2
m2
k2
x0
20
&x&1 =
&x&2 =
k1
k
u
c
c
x& 2 +
x&1 +
x1 + 1 x2
m1
m1
m1
m1
m1
(2.17)
k
k1
k + k2
u
c
c
x& 2
x&1
x1 1
x2 +
+ 2 x0
m2 m2
m2
m2
m2
m2
(2.18)
Persamaan dinamika di atas dapat ditulis dalam bentuk vektor keadaan seperti
berikut:
c
m1
c
v& = m
2
1
di mana:
m1
c
m2
1
1
k1
k1
m1
m2
0
0
1
0
m1
0
k
1
2
m 2 u + w ;
m2 v +
0
0
0
0
1
0
0
(2.19 a)
v1 x&1
v x&
2
, dan w = x& 0
v = 2 =
v3 x1 x2
v 4 x 2 x 0
Bila percepatan massa sprung, defleksi ruang suspensi, dan defleksi ban adalah
besaran-besaran yang dapat diukur dari sistem tersebut, maka didapatkan vektor
keluaran sistem:
c
m1
y= 0
di mana:
m1
0
0
k1
1
0
m1
0 v +
m1
0 u ;
0
(2.19 b)
&x&1
y = x1 x2 .
x2 x0
21
menentukan hasil sistem kontrol menjadi linier, nonlinier, stasioner ataupun berubah
terhadap waktu. Perekayasa kontrol merumuskan index ini berdasarkan kebutuhan.
Suatu sistem kontrol dapat dinyatakan optimal bila nilai-nilai parameter yang
dipilih dapat menghasilkan IP terpilih bernilai minimum atau maksimum, tergantung
pada keadaan. Nilai-nilai parameter-parameter yang optimal tergantung langsung
pada IP yang dipilih. IP harus mampu memberikan kejelasan antara pengaturan
parameter yang optimal dan yang tidak optimal. IP juga harus menghasilkan sebuah
bilangan positif atau nol. Dan agar dapat digunakan pada sistem, IP harus merupakan
fungsi dari parameter-parameter sistem yang akan menghasilkan minimum atau
maksimum.
J = L(x, u) dt
0
k r1
u r
k12
k 22
.
.
.
kr2
.
.
.
.
.
.
k1n x1
k 2 n x 2
. .
. .
. .
k rn x n
Perancangan sistem kontrol optimal dan sistem regulator optimal yang berdasar pada
IP quadratic tersederhanakan dengan mencari elemen-elemen matriks K.
Indeks performansi quadratic:
J = (x * Qx + u * Ru ) dt
0
(2.20a)
dengan Q matriks Hermitian definit non-negatif atau matriks simetris riil, R matriks
Hermitian definit positif atau matriks simetris riil. Perlu dicatat bahwa IP quadratic
22
riil adalah IP quadratic kompleks (IP Hermitian) untuk kasus khusus. IP untuk sistem
yang memiliki vektor dan matriks riil dapat dituliskan dengan persamaan berikut:
I = x T Qx + u T Ru dt
0
(2.20b)
(2.21a)
y (t ) = Cx(t ) + Du(t )
(2.21b)
x& = Ax + Bu
-K
(2.22)
0 (x * Qx + x * K * RKx ) dt = 0
x * (Q + K*RK )x dt
(2.23)
23
x * (Q + K * RK)x =
d
(x * Px )
dt
(2.24)
(A BK ) * P + P (A BK )
= (Q + K * RK )
(2.26)
(2.27)
(2.28)
(2.29)
Matriks P pada persamaan (2.28) harus dapat memenuhi persamaan (2.26) atau
persamaan tereduksi ini:
A * P + PA PBR 1B * P + Q = 0
(2.30)
24
Q2
12
Q A
.
Rank
=n
.
.
1 n 1
Q 2 A
1
(2.31)
Keadaan rank dari matriks pada persamaan (2.31) yang sama dengan orde
system (n) adalah cukup untuk memeriksa kestabilan matriks (A BK).
Pendekatan lain untuk mendapatkan matriks penguatan umpan-balik optimal K:
1. Matriks P pada persamaan (2.26) dijadikan sebagai fungsi dari K.
2. Substitusi matriks P tersebut pada persamaan (2.27) sehingga IP menjadi fungsi
dari K.
3. Hitung elemen-elemen K sehingga IP terminimisasi. Minimisasi J terhadap
elemen-elemen kij dari K dapat diperoleh dengan mengeset J k ij sama dengan
nol dan menyelesaikannya untuk mendapatkan nilai optimal kij.
2.6.1
Penguatan optimum
dalam kasus seperti ini dapat dicari dengan metode yang sama seperti pada sub bab
sebelum ini.
Penguatan optimum akan didapatkan seperti pada persamaan (2.32).
= R 1 (B * P + N)
K
(2.32)
(2.33)
A = A B R 1 N
(2.34)
Q = Q N* R 1 N
(2.35)
Dari sini dapat dicoba cara lain untuk membuktikan penguatan tersebut. Sinyal
kontrol u dapat diambil seperti pada persamaan (2.36)
u = v R 1 N x
(2.36)
25
(2.37)
J = (x* Q x + x* N* u + u* N x + u* R u ) dt
(2.38)
IP pada persamaan (2.38) bila menggunakan persamaan (2.36) akan menjadi seperti
persamaan berikut ini:
) (
) (
x* Q x + x* N* v R 1 N x + v * x * N * R 1 N x + v * x * N * R 1 R v R 1 N x
= x* (Q N* R N ) x + v* Rv
(2.39)
(2.40)
diperoleh dari vektor kontrol yang menggunakan matriks K dari sub bab terdahulu.
Persamaan (2.41) berikut ini adalah vektor kontrol untuk mengoptimalkan persamaan
(2.40).
v= Kx
(2.41)
x
u = R 1 B * P R 1 N x = K
diberikan pada persamaan (2.32).
dengan K
(2.42)
26
BAB III
PEMODELAN SISTEM
Gambar 3.1 Shear stress terinduksi terhadap medan listrik pada laju geser
200/sec untuk TX-ER6[5]
Yield stress dinamik untuk fluida tersebut dapat didekati sebagai persamaan
polinom (derajat banyak). Setelah membandingkan beberapa orde pendekatan
kurva dengan memperhatikan besar residual norm, penulis mengambil pendekatan
polinom orde lima sehingga diperoleh fungsi medan listrik seperti berikut:
y ( E ) = a5 E 5 + a4 E 4 + a3 E 3 + a 2 E 2 + a1 E + a0
(3.1)
27
Tabel 3.1 Koefisien polinom Yield Stress sebagai fungsi dari Medan Listrik
AC 50 Hz
a0
2,7645
a1
40,2403
a2
27,5004
a3
51,9837
a4
13,3152
a5
1,2737
DC
11,0263
82,0472
237,9117
126,6655
38,7015
3,6857
28
4. Rugi-rugi tahanan gesek fluida yang keluar dan masuk celah saluran
diabaikan.
5. Yield stress dinamik dan viskositas plastik adalah hanya merupakan fungsi
dari tegangan listrik yang diaplikasikan. Dan hanya keduanya-lah properti dari
material yang diperhatikan.
6. Inersia fluida diabaikan.
7. Komponen-komponen peredam dianggap tidak bermassa.
8. Tekanan yang didapat dari gerakan piston berubah linier sepanjang celah
elektroda.
Sketsa gambar konsep peredam kejut FER[1] yang digunakan adalah seperti
berikut:
FR
d1
sekat
batang piston
fluida ER
saluran ER
sumber
V
tegangan
silinder luar
piston
silinder dalam
P1
d2
P2
d3
a
GAS
piston
mengambang
Gambar 3.2
Pada penurunan model matematis, reservoir gas seperti pada gambar konsep
tidaklah diperhitungkan. Reservoir gas, yang secara nalar diberi tekanan yang
29
lebih besar dari drop tekanan maksimum yang diperkirakan terjadi pada piston,
akan menaikkan tekanan total di dalam peredam kejut. Hal ini akan menghindari
terjadinya tekanan di sebelah atas piston lebih kecil dari tekanan atmosfer
sehingga mencegah terjadinya kavitasi selama kompresi dan mencegah udara
terambil masuk lewat sekat batang piston ke dalam.
Pada rancangan ini dikembangkan gaya redaman yang bergantung pada
kecepatan karena adanya drop tekanan sepanjang celah elektroda begitu piston
peredam dikenakan gaya.
dy
yx
Control volume
y
dx
Gambar 3.3
yx p
=
= konstan
dy
x
d p
=
= konstan
dy
L
(3.2)
p
y + c1
L
(3.3)
30
Persamaan (3.2) dan (3.3) ini adalah acuan awal analisis yang akan dilakukan
pada sub bab selanjutnya.
3.3.1
du
dy
(3.4)
dimana 0 adalah viskositas absolut (pada laju geser nol), yang dapat digunakan
sebagai pendekatan sifat FER saat tanpa ada medan listrik. Substitusikan (3.4) ke
(3.4) lalu diintegrasi untuk memperoleh profil kecepatan:
0
du p
=
y + c1
dy
L
u( y ) =
p 2 c1
y +
y + c2
0
20 L
(3.5)
ap
;
2L
c2 = 0
Profil kecepatan pada celah elektroda akan menjadi tampak seperti pada
persamaan (3.6).
u N ( y) =
p
(y 2 ay )
20 L
(3.6)
Dari prinsip kontinuitas, fluks volume yang melalui celah elektroda QN, harus
sama dengan fluks volume yang dipindahkan kepala piston, QP = A v0, dimana A
adalah luas penampang kepala piston dan v0 kecepatan piston.
lp
(
Q N = u N ( y ) l dy =
y 2 ay )
20 L 0
0
a
a 3l
QN =
p
12 0 L
(3.7)
31
dimana:
: kedalaman saluran
: panjang saluran
12 0 L
Av0
a 3l
F = C N v0
(3.8)
(3.9)
(3.10)
3.3.2
(3.11)
stress tertentu yang disebut yield stress. Keadaan pada tingkat stress ini biasanya
disebut keadaan pre-yield. Pada keadaan pre-yield ini, material kaku (rigid) dan
tidak mengalir. Ketika shear stress melampaui yield stress, material disebut berada
pada keadaan post-yield dan berlaku seperti fluida viskos. Atau dapat dikatakan
bahwa shear stress pada material harus melebihi yield stress dinamik sebelum
material dapat mengalir. Perilaku material ini dapat dilihat seperti pada Persamaan
(2.8).
Yield stress dinamik, y, diasumsikan semata-mata adalah fungsi polinom
dari medan listrik. Dan p adalah viskositas plastik dan diasumsikan tidak
bergantung pada besar medan listrik untuk menyederhanakan analisis. Aliran
Newton dapat dilihat sebagai kasus khusus dari aliran plastik Bingham dengan
yield stress dinamik sama dengan nol.
32
a2
Daerah 2
Daerah 3
a1
Daerah 1
Gambar 3.4
Profil kecepatan pada pelat elektroda parallel untuk plastik Bingham dengan
adanya gradien tekanan linier sepanjang sumbu x dapat dilihat pada gambar (3.4).
Profil aliran dibagi menjadi 3 daerah. Pada daerah pertama dan ketiga, shear
stress lebih besar dari yield stress, sehingga kedua daerah ini berada pada keadaan
post-yield. Daerah kedua adalah bersifat padat dan kaku karena shear stress
padanya lebih kecil dari pada yield stress. Daerah 2 disebut pada pre-yield dan
mengalami aliran padatan (plug). Masing-masing daerah akan dilihat tersendiri
profil kecepatannya.
Daerah 1 (post-yield): 0 < y < a1, > y , du dy > 0 , sehingga shear stress:
=y +
du
dy
(3.12)
du p
=
y + c1
dy
L
du p
=
y + c *1 ,
dy
L
dengan
c *1 = c1 y
(3.13)
dimana c*1 dan c2 dapat dihitung dari syarat-syarat batas di bawah ini:
u ( y = 0)
=0
du
dy
=0
y =a1
(3.14)
33
a1
p
L
c1 = y
a1
p
L
c2 = 0
Profil kecepatan pada daerah 1 akan menjadi seperti yang tertera pada persamaan
(3.15).
a
1 p
p
y,
u 1B ( y ) =
y2 + L
2 L
p 2
(y 2a1 y )
u 1B ( y ) =
2 L
atau
(3.15)
Q = u ( y ) 2y dy =
y 2a1 y 2 )dy
(
L
0
0
a1
B
1
a1
B
1
a1
p 1 4 2
5 p 4
3
(
Q =
a1
4 y 3 a1 y ) =
L
12 L
0
B
1
(3.16)
(3.17)
dimana up adalah kecepatan plug, dan shear stress tampak pada persamaan (3.18).
=
p
y + c1 ,
L
(3.18)
Pada batas-batas plug, shear stressnya adalah sama dengan yield stress FER.
( y = a1 ) = y
dan
( y = a2 ) = y
p
a1 + c1
L
y =
p
a 2 + c1
L
34
p
( a 2 a1 )
2L
(3.19)
Memecahkan persamaan di atas untuk mencari tebal plug, p = (a2 a1), dan
dengan mengingat bahwa p = F A pada kasus ini adalah negatif, maka akan
diperoleh persamaan (3.20).
a 2 a1 =
2 L y
p
2 LA y
F
=p
(3.20)
B
2
(3.21)
a1
du
dy
(3.22)
du p
y + c1
=
dy
L
du p
y + c **1
=
dy
L
(3.23)
p 2 c **1
y +
y + c3
2 L
(3.24)
=0
du
dy
=0
y =a2
p
a 2 , dan
L
35
c3
p 2 pa 2
p
(
a=
a +
a 2 + 2a 2 a )
L
2 L
2 L
u 3B ( y ) =
(3.25)
p
(
y 3 2a 2 y 2 + (2a 2 a a 2 )y ) dy
L a 2
a2
Q3B =
p
L
Q3B =
p
L
[(
Q3B =
p 1 4 1
( 4 a + 3 a2 a 3 + 12 a22 a 2 a23a + 125 a24 )
L
y 4 23 a 2 y 3 + (a 2 a 12 a 2 )y 2
1
4
1
4
a
a2
(3.26)
2 LA y
F
a1 = a 2
2 LA y
F
(3.27)
Persamaan lain dapat dibangun dari kecepatan plug, up, yang konstan:
u p = u1B ( a1 ) = u 3B ( a 2 ) = konstan
(3.28)
(3.29)
Dapat dilihat lagi bahwa kecepatan pada a1 adalah seperti pada persamaan (3.30):
u1B ( a1 ) =
p 2
p 2
(
a1 2a12 ) =
a1
2 L
2 L
(3.30)
36
p 2
p
p
a2
2a 22 +
a 2 + 2a 2 a
2 L
2 L
2 L
p 2
a 2 2a 2 a + a 2
=
2 L
u 3B (a 2 ) =
(3.31)
Menggunakan persamaan (3.30) dan (3.31), berarti (3.29) dapat dituliskan seperti
berikut:
p 2
p 2
a 2 2a 2 a + a 2 +
a1 = 0
2 L
2 L
p 2
a1 a 22 + 2a 2 a a 2 = 0
2 L
(3.32)
4 L2 A 2 y2
F
4 LA y
F
a 2 2a 2 a + a 2 = 0
4 L2 A2 y2 a 2 F
(3.33)
4 F LA y 2 F a
2
4 L2 A 2 y2 a 2 F
4 F LA y 2 F a
2
2 LA y
F
(3.34)
Begitu a1 dan a2 dapat dihitung maka profil kecepatan dapat diketahui dari
persamaan (3.15), (3.25) dan (3.28) sehingga didapatkan distribusi kecepatan pada
tiap daerah.
37
Kecepatan piston dapat dihitung dari fluks volume yang dipindahkan piston,
Qp, yang harus sama dengan fluks volume yang melalui celah elektroda, QB.
Qp = QB
(3.35)
(3.36)
dimana fluks volume masing-masing daerah dapat diketahui dari (3.16), (3.21)
dan (3.26). Kecepatan piston dapat dituliskan pada persamaan (3.37):
Q1B + Q2B + Q3B
v0 =
A
(3.37)
3.3.3
F
v0
(3.38)
12 0 L A
2L
v0
(E )
3
(a2 a1 ) y
a l
(3.39)
38
12 0 L A
2L
v0
y (E )
3
a l
a
(3.40)
d2 = 42,5
d3 = 46,6 L = 63,5
a = 0,5
12 0 L A
2L
v0
y (E )
3
a l
a
= 147,1836 mm;
= 63,5 mm;
= 0,125 mm3;
39
(3.41)
dimana
C N = 12 L A 2 0
) (a l )
3
dimana:
(3.42a)
sgn(v0 ) = 0,
1,
v0 > 0
v0 = 0
v0 < 0
(3.42b)
F adalah gaya yang diberikan oleh sistem dengan masukan kecepatan piston v0
dan yield stress y, yang merupakan fungsi polinom dari medan listrik DC.
Lengkapnya persamaan gaya dapat dituliskan kembali seperti berikut ini:
F = 2917,3532 v0 + 0,3603 (3,6857 E 5 + 38,7015 E 4 126,6655 E 3 + 237,9117 E 2
82,0472 E + 11,0263) sgn(v0 )
(3.42c)
dengan batasan pada E: 0 E 4 kV/mm .
E = 0:
(3.43a)
E maksimal = 4 kV/mm:
(3.43b)
40
0,3603
(3,6857 E 5 + 38,7015 E 4 126,6655 E 3 + 237,9117 E 2
v0
82,0472 E + 11,0263) sgn(v0 )
(3.42d)
Bila E = 0 kV/mm:
CE=0 = 2917,3532 +
E maksimal = 4 kV/mm:
CEmaks = 2917,3532 +
(3.43c)
546,3539
sgn(v0)
v0
(3.43d)
r
x
p, rx
dr
dx
dr
Annular
control
volume
Gambar 3.5 Volume kontrol untuk analisis aliran laminar penuh pada pipa
Persamaan kesetimbangan gaya pada kontrol volume tersebut adalah
u rx p
+
+ =
t
r
r x
(3.44)
41
secara linier sepanjang celah elektroda sehingga persamaan (3.44) dapat ditulis
sebagai berikut:
d p
+ =
dr r
L
(3.45)
3.4.1
du
= 0&
dr
(3.46)
dimana & adalah laju shear strain. Bila persamaan (3.46) disubstitusikan pada
persamaan (3.45):
0
d 2 u 0 du p
+
=
r dr
L
dr 2
(3.47)
Profil kecepatan pada celah sebagai fungsi jari-jari silinder dapat diperoleh
dengan mengintegrasi persamaan diatas:
u ( R) =
P 2
r + D1 ln r + D0
4 0 L
(3.48)
D1 dan D0 adalah konstanta integrasi yang diperoleh dari syarat batas peredam
kejut.
Kemudian dari Gambar 3.1 sebagai bentuk sketsa dan menggunakan syarat
batas:
u(R1) = 0
u(R2) = 0
volume
ln( R2 r )
P 2
2 ln( R1 r )
R12
r + R2
4 0 L
ln( R2 r )
ln( R2 R1 )
yang
melalui
celah
elektroda
(3.49)
diketahui
dengan
42
R2
Q = 2 r u (r ) d r
(3.50)
P A22 R1
=
8 0 L R2
1 (R1 R2 )
+
ln (R2 R1 )
(3.51)
dimana A2 = R22 .
Fluks volume yang melalui celah elektroda harus sama dengan fluks volume
yang dipindahkan oleh kepala piston, QP = A v0, dimana A luas kepala piston.
Lalu pemecahan gaya F peredam kejut adalah seperti berikut:
F = CNR v0,
(3.52)
(3.53)
A
= 8 L
A2
R
1
1
R2
1 (R1 R2 )
ln (R2 R1 )
(3.54)
Terlihat pada model ini bahwa gaya fluida Newton adalah hasil perkalian dari
viskositas absolut, 0, geometri peredam kejut, NR , dan kecepatan piston, v0.
Konstanta peredaman viskos dapat dimaksimalkan dengan menerapkan strategi
seperti berikut ini (1) memaksimalkan panjang elektroda, L; (2) mengurangi jarak
celah, atau memaksimalkan perbandingan luas A/A2; dan (3) memperbesar
viskositas, 0, fluida.
43
3.4.2
R2
Daerah 3
a
Daerah 2
Daerah 1
Rpo
p
Rpi
R1
r
x
Gambar 3.6
> y
(3.55a)
du
=0,
dr
< y
(3.55b)
disini y adalah yield stress dinamik dan diasumsikan sebagai fungsi polinom dari
medan listrik. adalah viskositas plastis dan diasumsikan independent terhadap
kuat medan listrik agar analisis kita menjadi lebih sederhana. Rpi dan Rpo pada
gambar menyatakan jari-jari dalam dan luar plug.
Selanjutnya akan diturunkan persamaan-persamaan pada ketiga daerah pada
gambar diatas satu-persatu.
Daerah 1 (post-yield): R1 < r < Rpi, > y , du dr > 0 , sehingga shear stress:
44
=y +
du
dr
(3.56)
(3.57)
d 2 u y du P
+
+
=
r
r dr
L
dr 2
(3.58)
P 2 y
r r + C1 ln(r ) + D1
4 L
(3.59)
dimana C1 dan D1 adalah konstanta yang dapat diperoleh dari syarat batas daerah
1, yaitu kecepatan alir pada dinding elektroda sama dengan nol, dan percepatan
alir pada titik temu antara fluida cair dan padat juga sama dengan nol karena plug
melaju dengan kecepatan konstan.
Syarat batas tersebut yang digambarkan pada persamaan di bawah ini:
u ( R1 ) = 0 , dan
du
dr
=0
r = R pi
Bila syarat batas itu diterapkan untuk mencari profil kecepatan, maka profil
kecepatan menjadi seperti pada persamaan (3.60) berikut ini:
u BR1 (r ) =
r y
r
P 2
2
2
r R1 2 R pi ln r R1 R pi ln
4 L
R1
R1
(3.60)
(3.61)
45
(r ) =
C
P
r+ 2
2L
r
(3.62)
dimana C2 adalah konstanta yang didapat dari syarat batas pada daerah ini. Pada
batas-batas plug, shear stress sama dengan yield stress bahan fluida. Syarat-syarat
batas tersebut dituliskan pada persamaan-persamaan di bawah ini:
(Rpi) = y,
(Rpo) = y,
dan
Bila syarat batas tersebut diterapkan pada persamaan (3.62) dan mengalikan
masing-masing persamaan dengan Rpi dan Rpo diperolehlah persamaan berikut:
y R pi =
P 2
R pi + C 2
2L
(3.63a)
y R po =
P 2
R po + C 2
2L
(3.63b)
P
(R pi R po )
2L
(3.64)
(3.65a)
P 2 L
karena P = F A adalah negatif pada kasus kita ini, maka tebal plug menjadi:
p =
2 L y
(3.65b)
Daerah 3 (post-yield): Rpo < r < R2 , > y , du dr < 0 , sehingga shear stress:
= y +
Persamaan
(3.66)
du
dr
dan
(3.66)
(3.57)
dimasukkan
ke
persamaan
(3.45),
lalu
46
u BR 3 (r ) =
P 2 y
r + r + C 3 ln(r ) + D3
4 L
(3.67)
C3 dan D3 juga adalah konstanta yang didapat dari syarat batas pada daerah ini.
Pada perbatasan dengan padatan, dimana r = Rpo, fluida geser mengalir pada
kecepatan plug konstan. Dan kecepatan pada batas dengan dinding luar harus
sama dengan nol. Syarat-syarat batas tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
du
dr
u ( R2 ) = 0 , dan
=0
r = R po
Bila syarat batas tersebut di atas diterapkan pada persamaan (3.67) akan
didapatkan profil kecepatan:
u BR 3 (r ) =
r
P 2
2
2
r R2 2 R po ln
4 L
R2
r
y
+ r R2 R po ln
R2
(3.68)
atau:
u p = u BR1 ( R pi ) = u BR 3 ( R po )
(3.69a)
u BR1 ( R pi ) u BR 3 ( R po ) = 0
(3.69b)
(3.70)
Fluks volume total yang melalui celah elektroda adalah sebagai berikut:
QBR = QBR1 + QBR2 + QBR3
(3.71)
47
QBR1 = u BR1 (r ) 2r dr
R pi
(3.72)
R1
QBR 2 =
R po
u BR 2 (r ) 2r dr
(3.73)
QBR 3 = u BR 3 (r ) 2r dr
(3.74)
R pi
R2
R po
R pi
P 2
2
2
2
4
3R pi R1 R pi R1 4 R pi ln
8 L
R1
y
R pi
2
2
3
(R pi R1 ) 7 R pi + R pi R1 2 R1 6 R pi ln
6
R1
2
QBR 2 = u p R po
R pi2
QBR 3 =
)(
(3.75)
(3.76)
R po
P
2
2
2
2
4
3R po + R2 R po R2 + 4 R po ln
8 L
R2
)(
y
R po
2
2
3
(R po R2 ) 7 R po + R po R2 2 R2 + 6 R po ln
6
R2
(3.77)
(3.78)
C BR = F v 0
(3.79)
dan
kemudian
48
dijumlahkan untuk mendapatkan fluks volume total yang melalui celah elektroda.
Setelah itu kecepatan kepala piston dapat dihitung dari persamaan (3.78) dan
peredaman viskos ekivalennya diketahui dari persamaan (3.79).
Catatan patut diberikan pada metodologi ini, yaitu bahwa metodologi ini
hanya berlaku sesaat (instantaneous), pada saat dikenakan gaya dengan besar
tertentu dan pada saat dikenakan medan listrik tertentu barulah kita dapat
menghitung tebal plug. Sasaran akhirnya adalah untuk mengetahui besar redaman
viskos ekivalennya. Metodologi pemecahan ini tidak dapat kita terapkan bila yang
diinginkan adalah besar harga koefisien redaman viskos ekivalennya dengan cara
memberikan tegangan tertentu (yield stress tertentu) terhadap input gaya acak.
Untuk hal yang demikian ini haruslah dibuat suatu tabel koefisien redaman viskos
sebagai hasil dari perhitungan pengenaan medan listrik pada saat diberikan
masukan gaya tertentu.
Pada input gaya tertentu bila dikehendaki peredam kejut yang memiliki
koefisien redaman viskos ekivalen tertentu dan memiliki respon sistem seperti
yang diinginkan dengan cara memberikan input medan listrik pada peredam kejut,
maka kita akan bergantung pada cara look-up table untuk mendapatkan hasil.
3.4.3
49
Pada saat tidak dikenakan medan listrik, untuk selanjutnya disebut keadaan
pasif, fluida berlaku sebagai fluida Newton dengan gaya F peredam kejut
diberikan oleh persamaan (3.52), dengan konstanta peredaman CNR dinyatakan
oleh persamaan (3.53) yang terdiri dari faktor viskositas absolut dan faktor
geometri peredam kejut, seperti pada persamaan (3.54). Bila digunakan
parameter-parameter tersebut, maka faktor geometri peredam kejut, NR , dapat
dihitung untuk kemudian memperoleh harga konstanta peredaman pasif CNR, yaitu
2901,8 N.s/m.
Pada saat aktif, dalam hal ini berarti saat dikenakan medan listrik, yield stress
dinamik FER adalah fungsi polinom berorde lima dari medan listrik E
sebagaimana diuraikan pada persamaan (3.40) dan tabel 3.1. Berikut dituliskan
kembali fungsi polinom tersebut untuk medan listrik DC:
y ( E ) = 3,686 E 5 + 38,702 E 4 126,666 E 3 + 237,912 E 2 82,047 E + 11,026
(3.80)
dengan batasan E pada 0 4 kV/mm, di mana y (0) = 11,026 Pa dan y (4
kV/mm) = 1516,3 Pa.
Selanjutnya peredam kejut FER ini dapat pula digambarkan oleh elemen
friksi yang di-parallel dengan peredam viskos seperti digambarkan persamaan
berikut ini:
F = 0 NR x& + f b sgn( x& )
(3.81)
di mana NR adalah koefisien geometri peredam kejut dan fb adalah gaya friksi
yang disebabkan kekakuan fluida karena adanya medan listrik. Komponen gaya
yang terakhir ini diperoleh dari keadaan pada persamaan (3.65) dengan
P = F A yang menghasilkan persamaan berikut ini:
fb =
2L A
y (E)
a
(3.82)
50
Bila disertakan batasan medan listrik seperti persamaan (3.80) di atas, dapat
diketahui minimum dan maksimumnya, dapat dilihat pada persamaan (3.83) di
bawah ini.
x
CNR
N,
(3.83a)
N.
(3.83b)
(3.84)
Patut dicatat bahwa pada model ini bila mana pada suatu titik kecepatan
piston sama dengan nol maka gaya pada elemen friksi sama dengan gaya yang
dikenakan pada sistem model ini.
51
x1
m1
k1
cmin + c(t)
x2
m2
k2
Gambar 3.8
x0
(3.85a)
(3.85b)
52
v1 x1 x 2
v x&
1
,
v = 2 =
v 3 x 2 x 0
&
v 4 x 2
w = x& 0
dan
(3.86a)
dan karena tidak semua komponen keadaan dapat diukur, anggaplah dipunyai
keluaran berupa percepatan massa sprung, defleksi ruang suspensi dan defleksi
ban. Matriks vektor keluaran dapat dinyatakan sebagai berikut:
&x&1
y = x1 x 2
x 2 x0
(3.86b)
(3.87a)
y = Cv + D[c(v 2 v 4 )]
(3.87b)
k1 m 2
1
c min m1
0
c min m 2
0
1 m
1
B=
,
0
1 m2
k1 m1
C = 1
0
0
0
0
k 2 m2
1
c min m1
;
1
c min m 2
0
0
G = ,
1
0
c min m1
0
0
0 c min m1
0
0 ;
1
0
1 m1
D = 0
0
(3.87c)
53
Diagram blok sistem tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 3.9
Bila
disertakan
koefisien
redaman
ekivalen
dari
peredam
kejut
elektrorheologi seperti yang tertera pada persamaan (3.42d), maka dapat diketahui
bahwa:
c min = 2917,3532 Ns/m,
c(t ) =
(3.88a)
0,3603
(3,6857 E 5 + 38,7015 E 4 126,6655 E 3 + 237,9117 E 2
v2 v4
82,0472 E + 11,0263) sgn(v 2 v 4 ) Ns/m (3.88b)
c (t) = 0,
(3.88c)
v0, kecepatan piston peredam kejut, dianggap sama dengan kecepatan defleksi
ruang suspensi, (v2 v4).
Peredam kejut FER dapat pula digambarkan oleh model Bingham seperti
pada gambar 3.7, sehingga sistem suspensi seperempat kendaraan akan tampak
seperti gambar 3.10.
Model tersebut menyerupai sistem suspensi semi aktif lainnya, di mana
komponen aktuator gayanya dalam kasus ini digantikan oleh elemen gaya friksi
Coulomb, yang merupakan fungsi dari yield stress fluida, yang adalah fungsi dari
medan listrik.
Persamaan gerak sistem pada gambar di atas adalah:
m1 &x&1 = k1 ( x1 x 2 ) c NR ( x&1 x& 2 ) f b sgn( x&1 x& 2 )
(3.89a)
(3.89b)
54
Model ini perlu diberi catatan penting, yaitu jika pada suatu titik kecepatan
yang didapat piston sama dengan nol maka gaya yang diberikan oleh elemen friksi
adalah sama dengan gaya yang dikenakan padanya.
x1
m1
k1
cNR
x2
m2
k2
Gambar 3.10
x0
Vektor keadaan dapat diambil seperti yang tertera pada persamaan (3.86) dan
bahwa cNR adalah koefisien redaman minimal, cmin, maka sistem ini dapat
dituliskan dalam persamaan ruang keadaan seperti berikut:
v& = A v + B [ f b sgn(v 2 v 4 )] + G w
(3.90a)
dan karena tidak semua keadaan dapat diukur maka dapat diambil keluaran berupa
percepatan massa sprung, defleksi ruang suspensi dan defleksi ban. Persamaan
ruang keadaan keluaran yang demikian adalah
y = C v + D [ f b sgn(v 2 v 4 )]
(3.90b)
55
BAB IV
PERANCANGAN SISTEM
KONTROL OPTIMAL
Penerapan kontrol optimal pada sistem suspensi semi aktif telah banyak
dilakukan. Ha dan Youn (1992)[2] meneliti penggunaan kontrol optimal dengan
preview untuk suspensi semi aktif pada seperempat kendaraan. Sonny Setiadi
(1996)[26] melakukan studi perancangan kontrol dengan metoda regulator optimal
untuk sistem suspensi aktif setengah kendaraan. Penelitian lain dilakukan oleh
Satriyo (1998) pada sistem suspensi semi aktif seperempat kendaraan.
Tugas akhir ini hendak mempelajari dan merancang suatu sistem kontrol
pada sistem suspensi yang menggunakan peredam kejut berfluida elektrorheologi.
Teori kontrol optimal akan dipergunakan untuk menurunkan suatu aturan kontrol
optimal (optimal control law). Aturan kontrol ini akan meminimalkan indeks
performansi yang melibatkan kenyamanan berkendaraan (ride comfort), roadholding, dan ruang defleksi suspensi.
56
I=
Indeks
1
2
2
1 (x1 x 2 ) + 2 (x 2 x 0 ) + 3 &x&12 dt
20
performansi
tersebut
melibatkan
(4.1)
variansi
dari
percepatan
(x1 x2 ) dan
Dengan
mengurangi variansi defleksi ban, yang merupakan komponen waktu gaya ban
terhadap jalan, akan menjaga ban tetap menempel dengan jalan sehingga akan
meningkatkan stabilitas. Dan menjaga supaya ruang gerak suspensi kecil adalah
penting untuk mengurangi kemungkinan suspensi terbentur bagian bawah badan
kendaraan karena keterbatasan ruang gerak suspensi.
KENDARAAN
DENGAN
PEREDAM
KEJUT
VARIABEL
Model sistem dapat dilihat pada persamaan gerak sistem suspensi, persamaan
(3.85a,b) bersama matriks keadaan, v, dan gangguan, w, sedangkan bentuk ruang
keadaan sistem telah dituliskan pada persamaan (3.87).
Bila persamaan tersebut digunakan dalam IP (persamaan 4.1) maka akan
diperoleh IP sebagai fungsi masukan dan variabel keadaan sistem seperti yang
dituliskan pada persamaan (4.2).
T
1
2
I = v T Qv + 2 v T N [(v 2 v 4 )c ]+ R [(v 2 v 4 )c ] dt
20
dengan matriks-matriks pembobot sebagai berikut:
(4.2)
57
3 k12 + 1 m12
1 3 k1c min
Q= 2
m1
0
3 k1c min
3 k1c min
2
3 c min
0
0
0
2 m12
2
3 c min
k1
3 c min
N= 2
,
m1 0
c min
R=
3 k1c min
3 c min2
2
3 c min
3
m12
4.2.1
t0 t T
(4.3)
di
atas
terhadap
syarat
pertidaksamaan
koefisien
redaman
c min c c max . Perlu ditekankan bahwa persamaan syarat kontrol diatas adalah
bersifat causal karena masukan kontrol pada sebarang waktu t hanya tergantung
pada informasi yang tersedia pada saat itu, khususnya pada keadaan yang lalu,
sekarang dan pada gangguan hingga saat t + tp. Selanjutnya untuk
menyederhanakan perancangan disini tp = 0, tidak tersedia waktu preview.
Diasumsikan lebih lanjut perubahan koefisien redaman terjadi secara seketika,
independen terhadap waktu.
Mengikuti persamaan (4.2) dan persamaan (4.3), gaya kontrol pada sistem
suspensi ini diberikan oleh persamaan (4.4).
u = c (v 2 v 4 )
(4.4)
58
(4.5)
dimana matriks-matriks A, B dan G sama dengan yang diberikan sub bab 3.5.
Indeks performansi sistem suspensi aktif diberikan oleh persamaan di bawah ini:
T
1
J = v T Q v + 2 v T N u + R u 2 dt
20
(4.6)
dengan Q, N dan R sama dengan yang tertera pada persamaan (4.2), yang mana
cmin adalah koefisien redaman peredam kejut pasif.
Jika pasangan (A, B) stabil yaitu bila matriks keterkontrolan n n berikut
memiliki rank sama dengan n, atau memiliki n vektor kolom yang independent.
[B AB K A n 1B]
dan jika matriks Q memenuhi keadaan sebagai berikut:
Q1 2
12
Q A
rank
=n
M
1 2 n 1
Q A
Pasangan matriks (A, Q) tersebut bila dapat teramati maka solusi kontrol, yang
mampu meminimalkan J pada (4.6), diperoleh sama dengan persamaan sebagai
berikut:
u 0 (t ) = R 1 N T + B T P v (t )
(4.7)
(4.8)
59
4.2.2
Persamaan hukum kontrol yang optimal telah didapat pada persamaan (4.7).
Secara intuitive terlihat bahwa gaya kontrol pada persamaan (4.4) untuk sistem
semi aktif haruslah dapat mengikuti gaya optimal untuk sistem aktif seperti yang
tertera pada persamaan (4.7), tanpa syarat batas.
Pemecahan yang mungkin dilakukan untuk memperoleh harga indeks
performansi yang optimal adalah dengan melakukan pengaturan terhadap c agar
dapat meminimalkan fungsi berikut:
L(c) = [c (v 2 v 4 ) u 0 ] 2
(4.9)
u0
u0
c max , maka c =
(v 2 v 4 )
v2 v4
(4.10a)
(2) Jika
u0
c min ,
v2 v4
maka c = cmin
(4.10b)
(3) Jika
u0
> c max ,
v2 v4
maka c = cmax
(4.10c)
0,3603
(3,6857 E 5 + 38,7015 E 4 126,6655 E 3 + 237,9117 E 2
v2 v4
82,0472 E + 11,0263) sgn(v 2 v 4 )
[ Ns/m ]
Persamaan terakhir ini akan membawa kita pada suatu pendekatan baru.
Sistem suspensi seperempat kendaraan dengan peredam kejut model Bingham
seperti pada Gambar 3.9 serupa dengan sistem suspensi aktif tetapi komponen
aktuator gayanya digantikan oleh elemen friksi Coulomb, yang dalam kasus pada
tugas akhir ini merupakan fungsi dari yield stress fluida. Yield stress fluida
peredam kejut ini sendiri dianggap semata-mata adalah fungsi dari medan listrik.
60
Gaya pengontrol sistem suspensi semi aktif pada persamaan (4.4) dapat pula
ditulis sebagai berikut:
u = f b sgn(v 2 v 4 )
(4.11)
(4.12)
dengan fb dibatasi oleh karakter fluida peredam kejut f min f b f maks . Di mana
f min = fb (Emin = 0 kV/mm) dan f max = fb (Emax = 4 kV/mm).
(4.32)
(4.33)
(4.34)
61
BAB V
SIMULASI MODEL FER
DAN SISTEM SUSPENSI SEMI AKTIF
MODEL SEPEREMPAT KENDARAAN
Listing program simulasi pada bab ini dapat dilihat pada Lampiran A.
5.1 SIMULASI MODEL PEREDAM KEJUT FER
Pertama-tama penulis melakukan simulasi model peredam kejut yang
dikembangkan pada Bab III Pemodelan Sistem, untuk melihat karakteristik FER
pada peredam kejut tersebut. Metodologi yang digunakan pada simulasi ini adalah
hasil yang dikembangkan pada sub bab 3.4 (pendekatan geometri 1 dimensi
Cylindrical Axisymmetric).
Gambar 5.1 berikut ini menampilkan profil ketebalan plug FER pada celah
peredam kejut dengan beban gaya yang bertambah. Pada pemberian medan listrik
konstan, penambahan beban gaya akan menyebabkan berkurangnya ketebalan
Gambar 5.1 Profil ketebalan plug berkurang ketika gaya bertambah untuk medan
listrik yang konstan: 1kV/mm; . 2 kV/mm; -- 3 kV/mm; 4 kV/mm.
62
Gambar 5.2 Profil ketebalan plug terhadap perubahan medan listrik ketika diberikan gaya
konstan: 100 N; . 500 N; -- 1000 N; 1500 N; .. 2000 N.
plug. Hal ini mengindikasikan bahwa koefisien redaman viskos ekivalen peredam
kejut juga berkurang. Dapat pula dikatakan dengan cara lain, yaitu bahwa pada
gaya konstan, penambahan besar medan listrik akan menyebabkan koefisien
redaman bertambah pula. Usaha memperbesar koefisien redaman peredam kejut
ini dibatasi oleh kekuatan dielektrik bahan FER yang digunakan, pada TXER6
medan listrik maksimal yang dapat diberikan adalah 4 kV/mm.
Peredam kejut hasil pemodelan mampu memberikan gaya maksimum sebesar
546,37 N pada medan listrik 4 kV/mm (dapat dilihat kembali persamaan (3.83)).
Gambar-gambar selanjutnya pada sub bab ini akan mengilustrasikan tentang
profil kecepatan terhadap pemberian medan listrik yang bertambah dari 0 4
kV/mm pada celah elektroda peredam kejut untuk mengantisipasi beberapa
tingkat beban gaya yang diberikan.
Pada aplikasi gaya 500 N (gambar 5.3), kecepatan alir FER pada celah
elektroda pada 4 kV/mm sama dengan nol, yang berarti fluida tidak mengalir dan
berlaku masih seperti padatan. Pada aplikasi gaya 600 N (gambar 5.4), kecepatan
fluida pada 4 kV/mm (kurva paling kiri, dekat sumbu y) sedikit lebih besar dari
nol dan mayoritas fluida berada pada keadaan padat dengan kecepatan konstan.
63
Hal tersebut menandakan bahwa beda tekanan pada peredam yang disebabkan
oleh gaya 600 N sudah melampaui (lebih besar dari) batas yield stress maksimal
FER pada 4 kV/mm untuk peredam kejut ini.
Gambar 5.3 Profil kecepatan pada celah elektroda dengan adanya gaya 500 N. Kurva
menunjukkan profil kecepatan pada saat dikenakan medan listrik 0 kV/mm; 1 kV/mm; 2
kV/mm; 3 kV/mm; 3,5 kV/mm, berturut-turut dari kanan ke kiri.
Gambar 5.4 Profil kecepatan pada celah elektroda dengan adanya gaya 600 N. Kurva
menunjukkan profil kecepatan pada saat dikenakan medan listrik 0 kV/mm; 1 kV/mm; 2
kV/mm; 3 kV/mm; 3,5 kV/mm; 4 kV/mm berturut-turut dari kanan ke kiri.
64
Gambar 5.5 Profil kecepatan pada celah elektroda dengan adanya gaya 1000 N. Kurva
menunjukkan profil kecepatan pada saat dikenakan medan listrik 4 kV/mm; 3,5 kV/mm; 3
kV/mm; 2 kV/mm; 1 kV/mm; 0 kV/mm berturut-turut dari kiri ke kanan.
Pada gambar 5.5, profil kecepatan pada 1 kV/mm dan 0 kV/mm didapatkan
hampir sekurva, yang berarti yield stress pada 1 kV/mm mendekati stress karena
gaya beban sebesar 1000 N itu.
Radius sebesar 0,0233 m pada ketiga gambar di atas adalah jari-jari luar
elektroda dalam, sedangkan 0,0238 m adalah jari-jari dalam elektroda luar
peredam kejut.
65
4
3
0
Gambar 5.6
66
4
3
0
Gambar 5.6
min
k1/m1 dan k2/m1 sangat menentukan karakteristik model karena akan menentukan
massa sprung yang kemudian akan menentukan harga konstanta-konstanta pegas,
yang berarti akan menentukan harga frekuensi pribadi model kendaraan.
Pemilihan cmin/m1 dimulai dari konfigurasi model yang didapatkan Saudara
Raymond Mudrig, yaitu menggunakan perbandingan parameter-parameter m1, m2,
k1, k2 dan cmin. cmin/m1 = 1,64 sehingga m1 = 1779 kg; k1/m1 = 245 sehingga k1 =
436.237 N/m; k2/m1= 2016 sehingga k2 = 3.586.896 N/m, dan kemudian m1/m2=
0.12 sehingga m2=213 kg. Konfigurasi tersebut memiliki respon frekuensi seperti
67
terlihat pada gambar 5.7 berikut. Pada gambar itu terlihat dua buah puncak yang
menandakan letak frekuensi pribadi sistem, yaitu masing-masing untuk massa
sprung dan massa unsprung.
Frekuensi pribadi massa sprung didapatkan pada 14,9 rad/sec, setara dengan
2,4 Hz, dan 127 rad/sec untuk massa unsprung, atau sama dengan 20,2 Hz.
Namun karena harga-harga konstanta pegas yang digunakan pada model ini
sangat besar, yang berarti pegas yang dipergunakan adalah sangat kaku, maka
patut dicoba harga perbandingan lain yang memberikan harga konstanta pegas
lebih kecil. Tetapi mengubah harga perbandingan konstanta pegas berarti
menggeser posisi frekuensi pribadi yang terjadi, sedangkan mengubah
perbandingan cmin/m1 akan mengubah bentuk puncak pada plot respon frekuensi.
Pada tabel 5.1 dapat dilihat beberapa konfigurasi perbandingan parameter lup
terbuka sistem. Penentuan frekuensi pribadi dilakukan dengan menerapkan
pendekatan persamaan di bawah ini:
k eq =
k1 k 2
m
k 2 + k1 1 + 2
m1
(5.1a)
68
fs =
1
2
k eq
fu =
1
2
k1 + k 2
m2
m1
(5.1b)
(5.1c)
Tanggapan frekuensi sistem suspensi pasif didapat bila input gaya u sama
dengan nol. Tanggapan frekuensi masing-masing konfigurasi tersebut dapat
diamati pada gambar 5.8. Pada konfigurasi yang mempunyai harga konstanta
pegas suspensi k1 10.000 N/m, atau lebih kecil dari itu, hanya dijumpai satu
puncak pada frekuensi di sekitar 18 rad/sec ( 3 Hz) yang menandakan bahwa
pegas suspensi tersebut relatif lunak terhadap massa sprung dan unsprung.
Pemilihan konfigurasi ini menginginkan didapatkannya dua puncak yang
masing-masing menandakan frekuensi pribadi untuk massa sprung dan massa
unsprung beserta harga-harga parameter massa dan konstanta pegas yang
mendekati harga-harga pada literatur referensi. Pada dasarnya konfigurasi model
dapat dipilih sebarang, namun agar dapat mendekati model sebenarnya perlulah
dicari harga parameter yang sesuai.
cmin/m1
10
20
10
20
M2/m1
0,125
0,125
0,125
0,125
0,125
0,125
k1/m1
200
200
200
30
30
30
k2/m1
2000
2000
2000
360
360
360
M1 (kg)
1451
290
145
1451
290
145
M2 (kg)
181
36
18
181
36
18
k1 (N/m)
290187
58037
29019
43528
8706
4352
k2 (N/m)
2901868
580374
290187
522336
104467
52234
13,4 [2,1]
13,4
13,4
5,3 [0,8]
5,3
5,3
132,7 [21,1]
132,7
132,7
55,9 [8,9]
55,9
55,9
69
cmin/m1
10
20
m2/m1
0,125
0,125
0,125
0,125
0,125
0,125
k1/m1
60
60
60
200
60
30
K2/m1
500
500
500
2000
500
360
m1
1451
290
145
484
484
484
m2
181
36
18
60,5
60,5
60,5
k1
87056
17411
8706
120911
29019
14509
k2
725467
145093
72547
967289
241822
174112
n [fs] sp
7,3 [1,2]
7,3 [1,2]
7,27 [1,2]
13,4 [2,1]
7,3 [1,2]
5,3 [0,8]
n [fu]unsp
66,9 [10,7]
66,9 [10,7]
66,9 [10,7]
132,7 [21,1]
66,9 [10,7]
55,9 [8,9]
Pada massa sprung, frekuensi pribadi yang lazimnya dijumpai adalah pada 1
3 Hz; dan frekuensi pribadi pada massa unsprung berada di antara 10 20 Hz.
Sedangkan konstanta pegas suspensi konvensional umumnya berada di sekitar
harga 20 kN/m dan konstanta pegas ban kurang lebih 200 kN/m. Dengan massa
sprung seperempat kendaraan antara 200 hingga 500 kg dan massa unsprung
antara 40 60 kg. Massa unsprung yang lebih tinggi membutuhkan konstanta
peredaman yang lebih tinggi pula.
Dari kedua belas konfigurasi parameter diatas, yang memiliki massa dan
konstanta pegas mendekati model umum seperempat kendaraan diatas adalah
konfigurasi H dan K. Frekuensi pribadi kedua model tersebut adalah 1,2 Hz (7,3
rad/sec) untuk massa sprung dan 10,7 Hz (66,9 rad/sec) untuk massa unsprung.
Penulis memilih konfigurasi model H karena harga konstanta pegas dan massanya
lebih mendekati referensi ( m1 250 kg; m2 50 kg; k 2 120 000 N/m ) dari pada
K.
70
Gambar 5.8
71
Gambar 5.8
Pada tabel 5.2 berikut diuraikan sekali lagi parameter model awal untuk
simulasi hasil rancangan sistem kontrol.
72
10
0,125
60
500
290
36
17411
145093
7,3 [1,2]
u rad/sec [fu
Hz]
66,9 [10,7]
sp_vel
us_def
us_vel
su_def
1.00000
-1.00000
sp_vel
-60.00000
-10.00000
10.00000
us_def
1.00000
us_vel
480.00000
80.00000 -4000.00000
-80.00000
b =
er_force
road_vel
su_def
sp_vel
-0.00345
us_def
-1.00000
us_vel
0.02757
su_def
sp_vel
us_def
us_vel
sp_acc
-60.00000
-10.00000
10.00000
su_def
1.00000
us_def
1.00000
c =
73
d =
er_force
road_vel
sp_acc
0.00345
su_def
us_def
Continuous-time system.
Dua masukan pada sistem kontrol ini adalah gaya kontrol dari peredam kejut
FER (er_force) dan masukan gangguan berupa kecepatan vertikal permukaan
jalan (road_vel).
600
600
0
100
0
0
2
100 0
600
100
,
0
100
0,2068
0,0345
,
N=
0
0,0345
R = 1,188 10 5
Q dan R adalah matriks-matriks simetris dan definit non-negatif. Aturanaturan kontrol yang diperoleh pada bab terdahulu, dan juga performansi lup
tertutup sistem, sebenarnya tergantung pada pemilihan konstanta pembobot 1 dan
2 yang tergantung pada perancang sistem itu.
Harga 1 yang terlalu kecil akan menyebabkan sistem over-damped dan
mempunyai tanggapan sistem yang lambat. Sedangkan memperbesar 1 tampak
akan menyebabkan sistem berosilasi (damping ratio menjadi lebih kecil), yang
secara nalar berarti mengurangi kenyamanan berkendara, tetap hal ini terlihat
meningkatkan (mempercepat) tanggapan sistem.
74
Tanggapan sistem terhadap masukan step dapat diamati pada gambar 5.9, 1
diambil terhadap 2 konstan (=10000). Berikut ini karakter dari tanggapan step
sistem. POS: persentase overshoot; Tr: waktu naik (rise time); Ts: waktu
penetapan (settling time) 2%; dan PeakTime: waktu puncak.
Tabel 5.3
POS
Tr
Ts
PeakTime
1
10
100
1000
10 000
1000 000
0
0,14424
5.0098
7.6134
126.3723
872.0914
1,82
1.34
0.665
0.215
0.005
0
2,415
1.865
1.775
0.92
0.515
1.12
2,5
2.34
1.22
0.52
0.02
0.005
2
1
10
100
1000
10 000
1000 000
POS
30.4315
30.3343
29.3943
22.4205
7.6134
5.198
Tr
0.02
0.02
0.02
0.025
0.215
0.53
Ts
1.77
1.77
1.67
1.27
0.92
1.45
PeakTime
0.42
0.42
0.42
0.42
0.52
0.99
Pada perubahan 2 dijumpai bahwa pada harga yang relatif kecil atau sama
dengan besar 1, sistem berosilasi dan mempunyai jejak yang hampir sama.
Namun pada harga 2 yang relatif lebih besar terhadap 1 jejak tanggapan
menunjukkan peningkatan rasio redaman. Tabel di atas menunjukkan tanggapan
sistem dengan perubahan 2 terhadap 1 konstan (=1000).
Parameter 1 sendiri adalah pembobot pada defleksi suspensi, dalam simulasi
sistem akan digunakan 1 sama dengan 1000, dan 2, pembobot untuk defleksi
ban, sama dengan 10000. Sedangkan 3 pada persamaan 4.2, yang adalah
pembobot percepatan massa sprung, diambil sama dengan satu.
75
1000
76
Gambar 5.10 Respon frekuensi sistem pasif (garis kontinu) dan sistem aktif
(garis putus-putus)
77
Gambar 5.10 Respon frekuensi sistem pasif (garis kontinu) dan sistem aktif
(garis putus-putus) (lanjutan)
Terlihat dari gambar bahwa sistem lup tertutup suspensi aktif secara umum
dapat menekan penguatan (gain) pada percepatan vertikal massa kendaraan, yang
berarti terjadi perbaikan kriteria kenyamanan. Sistem aktif melakukan perbaikan
tersebut dengan kompensasi penurunan pada kriteria keamanan seperti tampak
pada respon defleksi suspensi dan defleksi ban.
v
t ,
Y sin
y=
d
0,
(5.2)
78
dari jarak jalan bump d sama dengan 1.2 m untuk kecepatan kendaraan v sama
dengan 16.67 m/s untuk durasi simulasi 1,5 detik.
sistem aktif, sedangkan sistem pasif oleh garis kontinu. Sebagaimana konsisten
dengan hasil tanggapan frekuensi pada sub bab terdahulu, sistem aktif
memberikan hasil yang lebih baik dari pada sistem pasif pada faktor kenyamanan.
Dari jejak tanggapan waktu bump ini didapatkan harga rms percepatan vertikal
massa kendaraan, defleksi ruang suspensi dan defleksi ban pada sistem pasif
masing-masing sama dengan 3,9455 m/s2, 0,01197 m, dan 0,01470 m, sedangkan
pada sistem aktif masing-masing keluaran sistem tersebut menjadi 1,6178 m/s2,
0,02257 m, dan 0,02078 m. Berarti sistem aktif memberikan perbaikan pada
kenyamanan sebesar 58,99%, dengan kompensasi performansi ruang suspensi
menurun sebesar 88,49%, dan keamanan berkendaraan berkurang hingga 41,42%.
79
(a)
(b)
80
(c)
81
Gambar 5.13 Gaya dari Peredam FER (garis kontinu) dan gaya kontrol aktif
(garis putus-putus)
Harga-harga rms untuk masing-masing sistem beserta perbaikan sistem
terhadap sistem pasif dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 5.3
Defleksi
Suspensi
(m)
Defleksi
ban
(m)
Perbaikan (%)
Sistem Pasif
3,9455
0,01197
0,01470
1,6178
0,02257
0,02078
Sistem FER
3,6629
0,01364
0,01543
Gambar 5.12 dan gambar 5.13 memperlihatkan bahwa respon waktu defleksi
suspensi dan defleksi ban sistem aktif dan sistem FER memiliki harga yang lebih
tinggi dari pada sistem pasif.
terhadap masukan sinyal kontrol yang harus diikutinya. Hal ini berdampak pada
lebih kecilnya perbaikan pada kriteria kenyamanan dibandingkan dengan sistem
aktif, namun kompensasi yang lebih baik diberikan sistem FER pada kriteria
keamanan suspensi dan keamaan berkendaraan.
82
BAB VI
USAHA PERBAIKAN SISTEM KONTROL
6.1 INDEKS PERFORMANSI BARU
Dalam Bab IV Perancangan Sistem Kontrol, indeks performansi yang dipilih
tidak menyertakan usaha mengoptimalkan masukan gaya pengendali u pada
sistem suspensi. Gaya yang diperoleh oleh pengontrol sudah kita lihat pada sub
bab terdahulu, dimana perintah masukan gaya maksimal berada jauh di atas
kemampuan aktuator yang ada pada permasalahan ini.
Selanjutnya Indeks Performansi pada persamaan (6.1) akan melibatkan
masukan gaya kendali selain dari percepatan massa sprung (badan kendaraan),
defleksi ruang suspensi dan defleksi ban.
T
1
2
2
I = 1 (x1 x 2 ) + 2 (x 2 x0 ) + 3 &x&12 + 4 u 2 dt
20
(6.1)
IP ini dapat dinyatakan sebagai fungsi dari vektor keluaran y dalam bentuk
matriks sebagai berikut:
T
I=
1
y T Q y y + R u 2 dt
2 0
(6.2)
0
1
0
; R= ;
4
2
0
0
(6.3)
83
Hasil-hasil dari pengontrolan dengan IP baru ini dapat dilihat pada sub bab
berikut ini. Selanjutnya sistem kontrol yang menggunakan IP seperti pada
persamaan (6.2) akan disebut dengan sistem umpan balik keluaran, sedangkan
sistem pada bab V akan disebut sistem dengan umpan balik keadaan penuh.
Gambar 6.1
Gaya dari peredam FER (garis kontinu) dan Gaya aktif umpan
balik keluaran (garis putus-putus)
Tampak pada gambar di atas bahwa gaya maksimal yang diminta oleh sistem
kontrol aktif dengan IP baru tersebut lebih kecil dari pada gaya aktif maksimal
pada bab sebelumnya. Pada gambar 5.13, gaya maksimal sinyal kontrol adalah
2930,4 N, sedangkan pada gambar 6.1 harga maksimal sinyal kontrol yang
diminta oleh sistem aktif sama dengan 1055,2 N. Dengan demikian persentase
rasio kemampuan suspensi FER mengikuti sinyal kontrol aktif seperti pada
84
gambar 6.1 lebih besar, yaitu 51,78%, dibandingkan dengan sinyal kontrol pada
bab V, yang hanya sebesar 18,64%.
a.)
b.)
Gambar 6.2
85
c.)
Gambar 6.2
Pada gambar 6.2 di atas garis kontinu mewakili suspensi pasif, garis putusputus mewakili sistem suspensi aktif, dan garis titik-titik mewakili sistem suspensi
FER.
Tabel berikut menghitung harga rms tanggapan sistem yang diperoleh di atas.
Tabel 6.1
Defleksi
Suspensi
(m)
Defleksi
ban
(m)
Perbaikan (%)
Sistem Pasif
3,9455
0,01197
0,01470
3,6250
0,01441
0,01589
Sistem FER
3,6538
0,01349
0,01539
86
Gambar 6.3
Gaya dari peredam FER (garis kontinu) dan gaya aktif umpan
balik keadaan penuh (garis putus-putus)
87
a.)
b.)
Gambar 6.4
88
c.)
Gambar 6.4
Pada gambar 6.4, garis kontinu mewakili sistem pasif, sistem aktif penuh
dengan umpan balik keadaan penuh digambarkan oleh garis putus-putus, dan garis
titik-titik mewakili tanggapan sistem FER. Gambar 6.5 di bawah ini adalah
tanggapan sistem pasif (garis kontinu), aktif dengan umpan balik keluaran (garis
putus-putus), dan tanggapan sistem FER (garis titik-titik) terhadap sinyal aktif
umpan balik keluaran.
Pada gambar 6.5 tampak hanya dua jejak sistem. Hal ini terjadi karena sistem
aktif dengan umpan balik keluaran memberikan permintaan sinyal kontrol pada
peredam kejut FER yang dapat diberikan oleh peredam kejut FER ini seperti yang
digambarkan pada gambar 6.6. Harga RMS dari tanggapan sistem-sistem tersebut
dapat diamati pada tabel 6.2. Pada tabel ini terlihat bahwa harga RMS untuk
sistem aktif dengan umpan balik keluaran sama dengan harga RMS untuk sistem
FER yang menerima sinyal kontrol dari sistem aktif tersebut.
89
a.)
b.)
Gambar 6.5
90
c.)
Gambar 6.5
Gambar 6.6
Gaya dari peredam FER dan gaya aktif umpan balik keluaran
91
Tabel 6.2 Harga RMS dari tanggapan sistem dengan kecepatan kendaraan 20
km/jam terhadap masukan bump dengan tinggi 4 cm dan lebar 1,2 m
Sistem Pasif
State Feedback
FER State Feedback
Output Feedback
FER Output Feedback
Percepatan
(m/s2)
Defleksi
Suspensi (m)
Defleksi
ban (m)
Perbaikan (%)
3,2527
0,8348
1,5648
2,3520
2,3520
0,01334
0,01265
0,01305
0,01250
0,01250
0,00698
0,00234
0,00379
0,00512
0,00512
5,17
2,19
6,35
6,35
[74,34
[51,89
[27,69
[27,69
66,39]
45,70]
26,59]
26,59]
92
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 KESIMPULAN
Dari hasil pemodelan peredam FER dan simulasi sistem suspensi semi-aktif
yang menggunakan peredam FER dengan menggunakan metoda kontrol linearquadratic-regulator (LQR) optimal , dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pemodelan peredam kejut yang menggunakan fluida ER dengan pendekatan
geometri
pelat
paralel
1-dimensi
dapat
dianggap
memadai
untuk
yang
menggunakan
indeks
performansi
yang
melibatkan
93
DAFTAR PUSTAKA
BINGHAM
PLASTIC
BEHAVIOR
IN
SEMI-ACTIVE
Jr,
B.F.,
Dyke,
S.J.,
Sain,
M.K.,
Carlson.
J.D.,
C.J.,
STATE
FEEDBACK
CONTROL
OF
A.M.A.,
El-Tawwab,
A.M.A.,
Crolla,
D.A.,
ADAPTIVE
23. Ziemer, R.E., Tranter, W.H., and D.R. Fannin, SIGNALS AND SYSTEMS:
CONTINUOUS AND DISCRETE, 3rd Ed. New York: Macmillan Publishing,
Co., 1993
24. Ogata, Katsuhiko, SOLVING CONTROL ENGINEERING PROBLEMS
WITH MATLAB. Engelewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, Inc., 1994
25. The University of California, A CONTROL ALGORITHM UTILIZING
ELECTRO-RHEOLOGICAL
(ER)
FLUIDS
FOR
VIBRATION
PEREDAM
GETAR
MODEL
KENDARAAN
SETENGAH
SUSPENSI
AKTIF
MODEL
KENDARAAN
SETENGAH
A1
LAMPIRAN A
LISTING PROGRAMS
Berikut ini adalah listing program simulasi yang dilakukan petugas akhir.
A.1 M-FILE: txer6.m
% The Properties of TX-ER6 (R) Nippon Shokubai Co., Ltd., contains:
% Data Table of Induced Shear Stress under DC and AC 50Hz Electric Field
% at 200/sec Shear Rate (assumed constant for all condition)
% Description of Data Tables:
% EF
(c)1999
ty= [0.7
0.7; 1.296456353
3.889369058 5.834053587;
5.185825411 7.778738116;
6.482281763 9.723422645;
7.778738116 11.66810717;
9.075194468 13.6127917;
10.37165082 15.55747623;
LAMPIRAN A
LISTING PROGRAMS
A2
11.66810717 17.50216076;
12.96456353 19.44684529;
14.26101988 21.39152982;
15.55747623 23.33621435;
16.85393258 25.28089888;
28.65168539 27.22558341;
29.49438202 29.17026793;
30.33707865 31.11495246;
32.02247191 33.05963699;
33.70786517 35.00432152;
35.39325843 36.94900605;
42.13483146 38.89369058;
50.56179775 40.83837511;
55.61797753 42.78305964;
58.98876404 44.72774417;
63.20224719 46.67242869;
75.84269663 48.61711322;
84.26966292 50.56179775;
84.26966292 54.77528090;
88.48314607 58.98876404;
92.69662921 63.20224719;
101.1235955 67.41573034;
109.5505618 75.84269663;
117.9775281 84.26966292;
117.9775281 88.48314607;
126.4044944 92.69662921;
130.6179775 101.1235955;
134.8314607 109.5505618;
143.2584270 113.7640449;
151.6853933 117.9775281;
160.1123596 126.4044944;
168.5393258 130.6179775;
176.9662921 134.8314607;
193.8202247 143.2584270;
202.2471910 151.6853933;
210.6741573 160.1123596;
219.1011236 164.3258427;
235.9550562 172.7528090;
244.3820225 185.3932584;
252.8089888 193.8202247;
269.6629213 202.2471910;
282.3033708 210.6741573;
294.9438202 219.1011236;
303.3707865 227.5280899;
320.2247191 235.9550562;
337.0786517 248.5955056;
353.9325843 261.2359551;
370.7865169 269.6629213;
379.2134831 278.0898876;
387.6404494 286.5168539;
404.4943820 294.9438202;
412.9213483 307.5842697;
429.7752809 320.2247191;
446.6292135 328.6516854;
455.0561798 337.0786517;
471.9101124 345.5056180;
488.7640449 362.3595506;
505.6179775 370.7865169;
522.4719101 387.6404494;
539.3258427 404.4943820;
556.1797753 412.9213483;
573.0337079 421.3483146;
589.8876404 429.7752809;
606.741573
623.5955056 455.0561798;
648.8764045 471.9101124;
674.1573034 488.7640449;
691.0112360 497.1910112;
724.7191011 514.0449438;
741.5730337 526.6853933;
783.7078652 543.5393258;
800.5617978 564.6067416;
842.6966292 573.0337079;
872.1910112 589.8876404;
893.2584270 606.7415730;
926.9662921 623.5955056;
446.6292135;
LAMPIRAN A
LISTING PROGRAMS
A3
952.2471910 640.4494382;
977.5280899 657.3033708;
1019.662921 665.7303371;
1053.370787 682.5842697;
1087.078652 707.8651685;
1112.359551 724.7191011;
1146.067416 733.1460674;
1179.775281 758.4269663;
1213.483146 775.2808989;
1247.191011 792.1348315;
1272.471910 808.9887640;
1306.179775 825.8426966;
1339.887640 851.1235955;
1365.168539 867.9775281;
1398.876404 884.8314607;
1424.157303 901.6853933;
1491.573034 918.5393258;
1500
943.8202247];
LAMPIRAN A
LISTING PROGRAMS
A4
%% 4 order polynomial
%[aa1, sa1] = polyfit(EF, tydc, 4); %%for TX-ER6 under DC Electric field
%[bb1, sb1] = polyfit(EF, tyac, 4); %%for TX-ER6 under AC 50Hz Electric field
%aa1=abs(aa1); %%Makes polynomial coefficient positive
%% aa1= [1.8449
4.0684
43.2146
27.0725
+ ct * ty *sgn(speed)
LAMPIRAN A
LISTING PROGRAMS
A5
LAMPIRAN A
LISTING PROGRAMS
A6
-(pi*ty/(6*mu))*((rpi-R1)*(7*rpi^2+rpi*R1-2*R1^2)-...
6*rpi^3*log(rpi/R1));
for hi=1:length(ri)
r=ri(hi);
ubr1(:,hi)=dpa*(r^2-R1^2-2*rpi^2*log(r/R1))-(ty/mu)*(r-R1-...
rpi*log(r/R1));
end
% Velocity distribution & volume flux for region 2 (PLUG REGION)
rii=[rpi:0.0000001:rpo];
r=rpi;
%qbr2=dpa*(r^2-R1^2-2*rpi^2*log(r/R1))-(ty/mu)*(r-R1-rpi*log(r/R1)) ...
%
*pi*(rpo^2-rpi^2);
for hii=1:length(rii)
r=rpo;
%ubr2(:,hii)=dpa*(r^2-R1^2-2*rpi^2*log(r/R1))-(ty/mu)*(r-R1-...
%
rpi*log(r/R1));
ubr2(:,hii)=dpa*(r^2-R2^2-2*rpo^2*log(r/R2))+(ty/mu)*(r-R2-...
rpo*log(r/R2));
end
% Velocity distribution & volume flux for region 3
riii=[rpo:0.0000001:R2];
%qbr1=0.5*pi*dpa*((-3*rpo^2+R2^2)*(rpo^2-R2^2)+4*rpo^4*log(rpo/R2)) ...
%
%
+(pi*ty/(6*mu))*(-(rpo-R2)*(7*rpo^2+rpo*R2-...
2*R2^2)+6*rpo^3*log(rpo/R2));
for hiii=1:length(riii)
LAMPIRAN A
LISTING PROGRAMS
A7
r=riii(hiii);
ubr3(:,hiii)=dpa*(r^2-R2^2-2*rpo^2*log(r/R2))+(ty/mu)*(r-R2-...
rpo*log(r/R2));
end
LAMPIRAN A
LISTING PROGRAMS
A8
A.6 M-FILE:ermodel3.m
% This m file gives plug thickness versus applied force diagram
% under some electric field constants
% ------ inter active ----------------------------------------erdamp; clear tonr R;% load er damper geometric data
txer6; clear EF ty bb sb tyac tydc deltb; % load txer6 data
%EE=[0.5 1 2 2.5 3 4]; % for constant EE electric field
flag=0; %sign to begin looping
while(flag==0)
ef=input('Type electric field magnitude (0-4 kV/mm) : ');
ef=abs(ef);
if isempty(ef) ef=0;
else if ef>4
ef=4;
disp('Maximum allowed electric field is 4 kV/mm, your ef now: 4 kV/mm');
end
end
LAMPIRAN A
LISTING PROGRAMS
A9
[ty,delta]=polyval(aa,ef,sa);
ff=[1:1:1000];% varying applied force
dp=abs(ff)/AA;
% plug thickness,dop, as a function of applied force
dop=2000.*L.*ty./dp;
[hh,h]=size(dop);
for hi=1:h
if (dop(hi)>1000*a)
dop(hi)=1000*a;
end
end
plot(ff,dop,'-'); hold on;
xlabel('force (N)'); ylabel('plug thickness (mm)');
sat=input('Satisfy? (y/n)','s');if (sat=='y') flag=1; end; %End of looping
end
%end of file
-1; -k1/m1
-cmin/m1
0 0
1;
cmin/m2
-k2/m2 -cmin/m2];
k1/m2
B1=[0; -1/m1; 0;
1/m2];
B2=[0; 0;
0];
-1;
C2=[-k1/m1 -cmin/m1
1
cmin/m1;
cmin/m1;
0 0;
LAMPIRAN A
LISTING PROGRAMS
A10
1 0];
D1=[1/m1; 0; 0];
D2=[0;
0; 0];
%end of file
LAMPIRAN A
LISTING PROGRAMS
A11
electric field ef
umin=ct*polyval(aa,0);
umax=ct*polyval(aa,4);
%min force = 3.97313002642733;
%max force = 5.463709527096947e+002;
values
vel=sign(x2-x4);
switch vel
case 1
%umin<u0<umax,
LAMPIRAN A
LISTING PROGRAMS
A12
if (abs(u0)>umin)&(abs(u0)<umax)
fn=u0;
ef=efnew(abs(fn),ct,tydca,EF);
elseif (abs(u0)>0)&(abs(u0)<=umin)
fn=sign(u0)*umin;
ef=0;
elseif (abs(u0)>=umax)
fn=sign(u0)*umax;
ef=4;
end
case -1
%umin<u0<umax,
if (abs(u0)>umin)&(abs(u0)<umax)
fn=u0;
ef=-efnew(abs(fn),ct,tydca,EF);
elseif (abs(u0)>0)&(abs(u0)<=umin)
fn=sign(u0)*umin;
ef=0;
elseif (abs(u0)>=umax)
fn=sign(u0)*umax;
ef=-4;
end
case 0
fn=0;
end
% end of file
LAMPIRAN A
LISTING PROGRAMS
A13
%% specify the state space as an LTI object, and attach names to the
%% states, inputs, and outputs:
%states={'sudef' 'spvel' 'usdef' 'usvel'};
%inputs={'erforce' 'roadvel'};
%outputs={'spacc' 'sudef' 'usdef'};
%sys_er=ss(A,B,C,D,'statename',states,'inputname',inputs,'outputname',outputs
);
%% you can display this continuous-time model by typing: sys_er
%% our model has two inputs (er force, and road velocity), and three ouputs
%% (sprung acceleration, suspension deflection, and unsprung deflection).
********************************')
disp('
Uncontrollable or Unobservable')
disp('
disp('
********************************')
break
end
ro3*k1*cmin/(m1.^2)
0 -ro3*k1*cmin/m1.^2;
(ro3*cmin.^2)/m1.^2
0 -(ro3*cmin.^2)/m1.^2;
0
-(ro3*cmin.^2)/m1.^2
ro2
0;
0 (ro3*cmin.^2)/m1.^2];
LAMPIRAN A
LISTING PROGRAMS
A14
QN = Q - N*inv(R)*N';
QQ = QN.^0.5;
if (rank(ctrb(AN,B)) ~= mA) | (rank(obsv(AN,QQ)) ~= nA)
disp(' ')
disp('
***************************************')
disp('
Uncontrollable or Unobservable')
disp('
disp('
break
end
[K,Pa,clp]=lqr(A,B1,Q,R,N);
%% Thus far, we've got open-loop system matrices:
%% A, B1, C and D1 from carmodel.m, and weighting constants Q, N, R.
%% The open-loop matrices:
aol=A;
bol=B2;
col=C;
dol=D2;
%% The closed-loop regulator matrices are introduced below:
acl=A-B1*K;
bcl=B2;
ccl=C-D1*K;
dcl=D2;
%% New PI Equation
QQy=C'*Qy*C;
RRy=Ry+D1'*Qy*D1;
Ny=C'*Qy*D1;
LAMPIRAN A
LISTING PROGRAMS
A15
%Dn=D;
%Qn=Qy-N*inv(Ry)*N';
%Rn=Ry;
[Ky, Pay, clpy]=lqr(A,B1,QQy,RRy,Ny);
%% The new closed-loop matrices for output weighting are introduced below:
acly=A-B1*Ky;
bcly=B2;
ccly=C-D1*Ky;
dcly=D2;
% end of file
%%
------------------------------------
LAMPIRAN A
LISTING PROGRAMS
A16
%% ------------------------- WARNING !!! ----------------------------%% If your machine has a low memory resource,
%% Copy these lines to your clipboard first one line to another,
%% if your computer is having low memory resources.
%% Otherwise your figures will not displayed properly.
LAMPIRAN A
LISTING PROGRAMS
A17
%% ------------------------------------------------------------------close all;
%figure(1); title('Step response');
%subplot(221);
%plot(t,yq1,'r--'); hold on; title('Step response of body acceleration');
grid on
%plot(t,yp1,'r:'); hold on;
%plot(t,yqy1,'r-.');
%subplot(222);
%plot(t,yq2);hold on; title('Step response of suspension deflection');grid on
%subplot(223);
%plot(t,yq3); hold on;title('Step response of tyre deflection'); grid on
figure(2);
%subplot(221);
semilogx(w, moq1,'b-');hold on ;
semilogx(w,mcq1,'r--');hold on;title('Body acceleration'); grid on
semilogx(w,mcqy1,'r-.');
figure(3);
%subplot(222);
semilogx(w, moq2,'b-');hold on ;
semilogx(w,mcq2,'r--'); hold on; title('Suspension deflection'); grid on
semilogx(w,mcqy2,'r-.');
figure(4);%subplot(223);
semilogx(w, moq3,'b-'); hold on ;%title('Tyre deflection'); grid on
semilogx(w,mcq3,'r--'); hold on; title('Tyre deflection'); grid on
semilogx(w,mcqy3,'r-.');
%figure(5);
%plot(t,yq2,'r--');hold on; title('Step response of suspension deflection');
%grid on
%plot(t,yp2,':');
%subplot(221);
%semilogx(w,poq1); title('Body acceleration'); hold on ;grid on
%subplot(222);
%semilogx(w,poq2); title('Suspension deflection'); hold on ;grid on
%subplot(223);
%semilogx(w,poq3); hold on ;title('Tyre deflection'); grid on
%figure(6);
%subplot(221);
LAMPIRAN A
LISTING PROGRAMS
A18
LAMPIRAN A
LISTING PROGRAMS
B1
LAMPIRAN B
VARIASI PARAMETER PEREDAMAN
Berikut ini adalah koefisien redaman hasil dari perubahan pada jarak celah antar
elektroda dan perubahan panjang saluran celah.
Cnr: koefisien redaman dengan pendekatan geometri 1D Cylindrical Axisymmetric.
Cnp: koefisien redaman dengan pendekatan geometri 1D Pelat Parallel.
Tb: koefisien geometri pada gaya peredaman aktif (fb).
B.1 PERUBAHAN KOEFISIEN REDAMAN DENGAN JARAK CELAH
KONSTAN (= 2 mm)
% Perubahan koefisien redaman terhadap perubahan panjang.
Duct length (mm) | Cnr
Cnp
| Tb
0.0535
2444.8628
2444.8812
0.30359
0.0555
2536.2596
2536.2786
0.31493
0.0575
2627.6563
2627.6761
0.32628
0.0595
2719.0531
2719.0735
0.33763
0.0615
2810.4498
2810.4709
0.34898
0.0635
2901.8465
2901.8684
0.36033
0.0655
2993.2433
2993.2658
0.37168
0.0675
3084.64
3084.6632
0.38303
0.0695
3176.0368
3176.0606
0.39438
0.0715
3267.4335
3267.4581
0.40573
0.0735
3358.8303
3358.8555
0.41708
0.0755
3450.227
3450.2529
0.42842
0.0775
3541.6237
3541.6503
0.43977
0.0795
3633.0205
3633.0478
0.45112
0.0815
3724.4172
3724.4452
0.46247
0.0835
3815.814
3815.8426
0.47382
Cnr
Cnp
| Tb
0.0002
45632.2893
45341.693
0.90083
0.00025
23338.7816
23214.9468
0.72066
LAMPIRAN B
B2
0.0003
13491.8292
13434.5757
0.60055
0.00035
8487.2557
8460.2576
0.51476
0.0004
5679.7432
5667.7116
0.45041
0.00045
3984.8209
3980.615
0.40037
0.0005
2901.8465
2901.8684
0.36033
0.00055
2177.8849
2180.2166
0.32757
0.0006
1675.746
1679.322
0.30028
0.00065
1316.6225
1320.8322
0.27718
0.0007
1053.0452
1057.5322
0.25738
0.00075
855.2589
859.8128
0.24022
0.0008
703.9666
708.464
0.22521
Cn
| Tb');
[junk, ii]=size(LL);
for i=1:ii
cn=(12*LL(:,i)*AA^2*mu)/(a^3*le);%passive damping coef parallel plate approx.
ct=2*LL(:,i)*AA/a; %geometrical component of active damping coefficient
% Geometry coefficient for cylindrical approximation
tonr=8*pi*LL(:,i)*(AA/A2)^2 *inv(1-(R1/R2)^4-(((1-(R1/R2)^2)^2)/log(R2/R1)));
% Passive damping coefficient
cnr=mu*tonr;
cnri(i,:)=cnr;
LAMPIRAN B
B3
'num2str(ct)]);
disp('');
end
clear ii
Cn
Tb');
[junk, ii]=size(aa);
for i=1:ii
R2=R1+aa(:,i); % inner wall radius of outer electrode (m)
A2=pi.*R2^2; % outer electrode area (m^2)
cn=(12*AA^2*mu*L)/(aa(:,i)^3*le);%passive damping coef parallel plate approx.
ct = 2*L*AA/aa(:,i); % geometrical component of active damping coefficient
% Geometry coefficient for cylindrical approximation
tonr=8*pi*L*(AA/A2)^2 *inv(1-(R1/R2)^4-(((1-(R1/R2)^2)^2)/log(R2/R1)));
% Passive damping coefficient
cnr=mu*tonr;
cnri(i,:)=cnr;
disp([''num2str(aa(:,i))' 'num2str(cnr)' ' num2str(cn) '
' num2str(ct)]);
end
clear ii
% end of file
LAMPIRAN B
C1
t
Clock
Waktu
Sine Wave1
road
du/dt
Product
Derivative
yy1
Plant
+
Regulator
(Output Feedback)
Demux
yy2
yy3
Demux1
Step
yp1
Plant
Suspensi Pasif
Demux
yp2
run first:
carmodel.m
yp3
Demux
y1
Plant
+
Regulator
Demux
y2
y3
Demux2
y1a
K*u
Demux
y2a
D
K*u
1
s
B
Sum
y3a
Sum2
K*u
Demux4
C
K*u
K*u
G
uoper
uop
ER Damper
MATLAB
Function
-K
STATE WEIGHTED
CONTROLLER
K*u
Mux
Demux
yy1a
K*u
Demux
yy2a
D1
K*u
1
s
B1
Sum1
A1
K*u
yy3a
Sum3
Demux6
C1
K*u
K*u
G1
uopery
ER Damper1
MATLAB
Function
uopy
-K1
OUTPUT WEIGHTED
CONTROLLER
K*u
Mux
Demux