Anda di halaman 1dari 24

Al-Hamdulillah.

Pertama, bisa dipahami dari pertanyaan tersebut bahwa kemungkaran perbuatan tersebut
karena keberadaan asal patung itu adalah orang kafir. Artinya, bila itu dibuat sebagai patung
dari orang muslim, itu boleh. Yang demikian itu adalah keliru. Segala bentuk patung benda
bernyawa adalah haram. Tidak ada bedanya antara patung yang dibuat meniru jasad orang
muslim atau kafir, semuanya sama haramnya. Akan tetapi membuat patung orang kafir itu
lebih haram lagi, karena di situ terkumpul dua bentuk keburukan; keburukan membuat
patung, dan keburukan mengagungkan orang kafir.
Berikut ini rincian persoalan haramnya patung dan monumen.
1. Persoalan membuat patung, tidak berhenti hanya sekedar sebagai persoalan fikih saja,
tetapi berlanjut sampai pada persoalan aqidah. Karena Allah lah yang hanya memiliki
kekhususan untuk menciptakan makhluk-Nya dengan bentuk yang terbaik. Melukis (atau
mematung) berarti upaya meniru ciptaan Allah. Masalah ini juga berkaitan dengan akidah
dari sisi bahwa terkadang patung-patung itu menjadi sesembahan selain Allah. Di antara
buktinya adalah bahwa membentuk makhluk itu adalah perbuatan Allah Ta'ala adalah dalildalil berikut:
a. Firman Allah:
"Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya.." (QS. Ali
Imran : 6)
Demikian juga firman Allah:
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu,
kemudian Kami katakan kepada para malaikat:"Bersujudlah kamu kepada Adam".." (QS. AlA'raaf : 11)
Juga firman Allah:
"Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang
Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik.." (QS. Al-Hasyr : 24)
Juga firman Allah:
"Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Rabbmu
Yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan
menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang, dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia
menyusun tubuhmu.." (QS. Al-Infithaar (6-8)
Seluruh ayat diatas menetapkan akidah yang tidak diragukan lagi bahwa membuat bentuk
makhluk adalah merupakan hak Rabb sebagai Pencipta dan Pemberi bentuk. Tidak ada hak
bagi seseorang untuk bersikap lancang berusaha menandingi Allah dalam mencipta dan
membentuk.
b. Dari Aisyah Ummul Mukminin, Ummu Habibah dan Ummu Salamah menyebutkan
tentang gereja yang pernah mereka lihat di Habasyah. Di dalamnya terdapat berbagai lukisan.
Mereka menceritakannya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda: "Kebiasaan orang-orang seperti mereka, apabila ada salah di
antara mereka yang meninggal dunia, akan mereka dirikan masjid di atas kuburan mereka,

lalu mereka buat lukisan-lukisan tersebut. Mereka adalah sejahat-jahatnya makhluk di sisi
Allah di Hari Kiamat nanti." (HR. Al-Bukhari 416 dan Muslim 528)
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata:
"Hadits tersebut mengandung pengharaman terhadap lukisan." (Fathul Baari I : 525)
An-Nawawi berkata:
"Para ulama, termasuk sahabat-sahabat kami menyatakan bahwa melukis banda-benda hidup
hukumnya adalah haram seharam-haramnya; termasuk kategori dosa besar, karena sudah
terkena ancaman yang disebutkan dalam banyak hadits. Tidak ada bedanya antara gambar
yang bukan hiasan atau yang berupa hiasan, membuatnya tetap haram hukumnya, kapan dan
di manapun juga. Karena itu merupakan sikap meniru-niru ciptaan Allah Ta'ala. Tak juga
beda antara gambar di kaus, karpet, uang logam maupun kertas, cawan, dinding dan yang
lainnya. Adapun menggambar pepohonan, pelana unta dan sejenisnya yang tidak
mengandung benda-benda bernyawa, hukumnya tidak haram. Demikianlah hukum dari
melukis benda hidup." Lihat Syarah Muslim (XIV : 81)
c. Dari Said bin Abul Hasan diriwayatkan bahwa ia menceritakan: Saya pernah duduk dalam
majelis Ibnu Abbas Radhiallahu 'anhuma. Tiba-tiba datang seorang lelaki bertanya: "Wahai
Abu Abbas! Saya ini orang yang kerjanya cuma dengan cara ini. Saya seorang pelukis." Ibnu
Abbas Radhiallahu 'anhuma menjawab: "Saya hanya akan memberitahukan kepadamu apa
yang kudengar dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Aku pernah mendengar beliau
bersabda: "Barangsiapa yang melukis gambar, pasti akan disiksa oleh Allah sampai ia mampu
meniupkan ruh ke dalam gambar-gambar tersebut. Padahal ia tidak akan mampu meniupkan
ruh tersebut selamanya." Serta merta lelaki tadi merangkak dengan susah payah, wajahnya
memucat. Maka Ibnu Abbas berkata: "Kalau kamu masih membandel, silakan kamu
menggambar pepohonan dan segala sesuatu yang tidak bernyawa." HR. Al-Bukhari (2112)
dan Muslim (2110)
d. Dari Abdullah bin Mas'ud Radhiallahu 'anhu diriwayatkan bahwa ia menceritakan: Aku
pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Sesungguhnya orang yang paling berat siksanya di Hari Kiamat nanti adalah para pelukis."
HR. Al-Bukhari (5606) dan Muslim (2109)
e. Dari Abdullah bin Amru bin Aash Radhiallahu 'anhu diriwayatkan bahwa ia menceritakan
bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda: "Sesungguhnya orangorang yang membuat lukisan ini akan disiksa di hari kiamat nanti, lalu diperintahkan kepada
mereka: "Hidupkan apa yang kalian ciptakan itu." HR. Al-Bukhari (5607) dan Muslim
(2108).
f. Dari Abu Hurairah Radhiallahu 'anhu diriwayatkan bahwa ia pernah masuk ke Al-Madinah.
Tiba-tiba ia lihat di bagian atas kota tersebut terdapat lukisan. Maka ia berkata: Aku pernah
mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (menceritakan firman Allah):
"Tidak ada yang lebih zhalim dari orang yang menciptakan sesuatu meniru ciptaan-Ku. Coba
mereka coba menciptakan biji-bijian atau sebiji dzarrah!" HR. Al-Bukhari (5609) dan Muslim
(2111).
Iman An-Nawawi menyatakan: "Sabda beliau: "Coba mereka coba menciptakan biji-bijian
atau sebiji dzarrah!" arti: coba mereka menciptakan biji dzarrah yang bernyawa dan

beraktivitas sendiri sebagaimana yang diciptakan oleh Allah. Demikian juga, coba mereka
menciptakan biji gandum dan sejenisnya yang memiliki rasa, dapat dimakan, ditanam dan
tumbuh, serta memiliki segala kriteria yang terdapat dalam biji gandum dan berbagai jenis
biji-bijian lain yang diciptakan oleh Allah. Perintah itu untuk menunjukkan ketidakmampuan
manusia melakukannya sebagaimana dijelaskan sebelumnya." Lihat Syarah Muslim oleh AnNawawi (XIV : 90). Karena yang mampu menciptakan biji-bijian yang hidup dari
sebelumnya tidak ada hanyalah Allah Subhanahu wa Ta'ala.
g. Dari Abu Jahfah diriwayatkan bahwa ia menceritakan: Rasulullah melarang menjual anjing
dan darah, melarang orang membuat tato atau dibuatkan tato, melarang orang yang memberi
dan memakan riba, dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga melaknat para pelukis
(benda hidup)." HR. Al-Bukhari (1980).
2. Syariat Islam telah memerintahkan berhala-berhala untuk dihancurkan dan
dibumihanguskan, bukan dibuat dan dilestarikan. Dalil yang membuktikan hal itu adalah
sebagai berikut:
a. Dari Abdullah bin Mas'ud diriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
pernah masuk kota Mekkah. Kala itu disekitar Ka'bah terdapat tiga ratus enam puluh patung.
Beliau langsung menusuk patung-patung itu dengan kayu seraya bersabda: "Telah datang
kebenaran, dan hancurlah kebatilan.." HR. Al-Bukhari (2346) dan Muslim (1781).
b. Dari Abul Hayyaz Al-Asadi diriwayatkan bahwa ia menceritakan: Ali bin Abi Thalib
Radhiallahu 'anhu pernah berkata: Aku akan mengutusmu sebagaimana dahulu Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengutusku. Tugasmu adalah: setiap kali engkau
mendapatkan patung, hendaknya engkau menghancurkannya. Dan setiap engkau
mendapatkan kuburan yang ditinggikan, hendaknya engkau meratakannya dengan tanah."
Dalam riwayat lain: "Dan setiap engkau mendapatkan lukisan benda hidup, hendaknya
engkaupun menghancurkannya." (HR. Al-Muslim (969).
Ibnul Qayyim menandaskan: "Tamatsil dalam bahasa Arab adalah jamak dari kata timsal,
yakni gambar tiga dimensi (patung dan sejenisnya)." Lihat Al-Fawa-id hal. 196.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan: "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
memerintahkan segala gambar tiga dimensi yakni patung dari orang mati, atau patung yang
dibangun di atas kuburan agar dihancurkan, karena keduanya dapat menimbulkan
kemusyrikan." (Majmu' Al-Fatawa 462 : 17)
3. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengancam orang yang memiliki lukisan benda
hidup agar tidak memasukkannya ke dalam rumah. Beliau menyebutkan dosa-dosa akibat
perbuatan tersebut, serta kebaikan yang hilang karena keberadaan lukisan tersebut. Di antara
dalil-dalilnya:
a. Dari Abu Thalhah diriwayatkan bahwa ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya para malaikat itu tidak akan masuk
rumah yang di dalamnya ada anjing atau lukisan benda hidup." HR. Al-Bukhari (3053) dan
Muslim (2106).
b. Dari Aisyah Ummul Mukminin Radhiallahu 'anha bahwa ia menceritakan pernah membeli
sebuah bantal yang ada gambarnya. Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
melihatnya, beliau langsung berdiri saja di depan pintu rumahnya dan tidak mau masuk.
Aisyah bisa melihat ketidaksenangan di wajah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka

ia bertanya: "Wahai Rasulullah! Aku bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan kepada
Rasul-Nya. Dosa apakah gerangan yang telah kulakukan?" Beliau Shallallahu 'alaihi wa
sallam menjawab: "Dari mana engkau dapatkan bantal ini?" Aisyah menjawab: "Aku yang
membelinya untuk engkau gunakan duduk-duduk dan bersandar." Maka Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersaba: "Sesungguhnya orang-orang yang melukis benda-benda
hidup ini akan disiksa di Hari Kiamat nanti. Dikatakan kepada mereka: "Coba kalian
hidupkan lukisan-lukisan yang kalian buat itu!" Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
melanjutkan: "Sesungguhnya rumah yang ada gambar semacam itu tidak akan dimasuki oleh
para malaikat." HR. Al-Bukhari (1999) dan Muslim (2107).
4. Membuat lukisan termasuk jalan yang menghantarkan kepada perbuatan syirik. Karena
perbuatan syirik itu dimulai dengan penghormatan terhadap gambar atau lukisan tersebut,
terutama dengan sedikitnya ilmu, atau bahkan tanpa ilmu sama sekali. Di antara dalilnya
adalah:
a. Dari Ibnu Abbas Radhiallahu 'anhuma diriwayatkan bahwa beliau menceritakan: "Berhalaberhala yang dahulu ada di kalangan umat Nabi Nuh, akhirnya berpindah ke negeri Arab pada
masa selanjutnya. Adapun berhala Wudd, ada di Daumatul Jandal. Berhala Suwaa', ada di
kalangan Bani Hudzail. Sementara Yaghuts ada di kalangan Bani Ghatthaf di daerah Jauf di
Saba. Ya'uq adalah milik Bani Hamdaan. Sementara berhala Nashr menjadi milik Humair,
dari keluarga Dzil Kilaa'. Mereka pada asalnya adalah orang-orang shalih dari umat Nabi
Nuh. Setelah mereka meninggal dunia, syetan membisikkan kepada kaumnya agar membuat
patung mereka di majelis-majelis yang biasa mereka hadiri, menamakan patung-patung itu
dengan nama mereka. Merekapun mengerjakan apa yang dibisikkan oleh syetan tersebut.
Pada awalnya, patung-patung itu tidaklah disembah. Tetapi setelah mereka meninggal dunia
pula, ilmu tentang perkara itupun sudah tidak diketahui lagi, akhirnya patung-patung itupun
disembah. (HR. Al-Bukhari 4636)
Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah menegaskan: "Demikian juga halnya dengan Al-Laata. Sebab
ia disembah adalah pengaggungan terhadap kuburan orang yang dianggap shalih yang
menjadi kebiasaan di kala itu." Lihat Iqtidhaa-ush Shiratil Mustaqiem II : 333. Beliau
melanjutkan: "Sebab ini (yakni pengagungan)yang akhirnya menjadi alasan syariat melarang
membuat patung. Itulah yang telah menjerumuskan banyak umat ke dalam syirik besar, atau
syirik yang lebih kecil dari itu." Shiratil Mustaqiem II : 334)
Ibnul Qayyim -Rahimahullah-- menjelaskan tentang permainan syetan terhadap orang-orang
Nashrani: "Syetan mempermainkan mereka sehingga mereka mau membuat lukisan-lukisan
di gereja-gereja mereka. Tidak akan kita dapatkan di gereja mereka yang manapun yang tidak
terdapat lukisan Maryam, Masih, Georgea, Petrus dan yang lainnya dari kalangan yang
menurut mereka adalah orang-orang suci. Kebanyakan mereka akhirnya bersujud kepada
lukisan-lukisan tersebut, meminta doa kepada mereka selain juga kepada Allah. Melalui jalan
Aleksanderia, telah ditulis sepucuk surat kepada Raja Romawi yang menjelaskan alasan
kenapa mereka bersujud kepada lukisan-lukisan tersebut. Mereka mengisahkan bahwa Allah
pernah memerintahkan Nabi Musa untuk membuat lukisan Sarwis di kuburan Az-Zaman.
Sulaiman bin Dawud ketika membuat semacam candi, juga membuat gambar Sarwis dari
emas, lalu beliau pasang dalam candi tersebut." Dalam surat yang sama disebutkan:
"Permisalan dari perbuatan ini adalah seperti seorang raja yang menulis surat kepada para
bawahannya. Si bawahan mengambil surat tersebut, menciumnya dan meletakkanya di
dinding, lalu ia berdiri menghormatinya. Penghormatan itu bukanlah untuk kertas tersebut,
juga bukan untuk tinta pada kertas itu, tetapi untuk sang raja. Demikian juga sujud kepada
lukisan itu bukanlah penghormatan terhadap warna dan cat lukisan tersebut, tetapi kepada

pemilik nama yang tergambar pada lukisan itu." Padahal dengan cara itu pulalah, terjadi
berbagai penyembahan berhala yang ada." Ighatsatul Lahfaan (II : 292)
Ibnul Qayyim juga menyatakan: "Kebanyakan syirik yang terjadi di tengah umat berasal dari
lukisan-lukisan dan kuburan-kuburan itu." Zadul Ma'aad III : 458)
5. Dari ayat-ayat dan hadits-hadits terdahulu terbukti bahwa alasan diharamkannnya lukisan
itu ada tiga:
Pertama: Meniru ciptaan Allah.
Kedua: Meniru perbuatan orang-orang kafir.
Ketiga: Merupakan sarana pengagungan yang akhirnya menjerumuskan kepada perbuatan
syirik.
Dari semua penjelasan terdahulu juga terbukti diharamkannya membuat patung, baik itu
patung orang muslim atau kafir. Orang yang membuatnya berarti telah berusaha meniru
ciptaan Allah. Ia berhak mendapatkan laknat. Kita memohon kepada Allah keselamatan dan
hidayah. Semoga shalawat dan salam dilimpahkan oleh Allah kepada Nabi kita Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam.
http://islamqa.info/id/ref/7222
Terdapat sekian hadis yang berkaitan dengan soal gambar-menggambar yang
menyatakan, antara lain, "Siapa yang membuat patung atau gambar di dunia,
maka di hari kemudian dia akan dituntut untuk memberinya nyawa. Namun dia
tidak mungkin berhasil" (HR Bukhari dan Muslim, melalui Ibnu 'Abbas).
Pada kali lain, Ibnu 'Abbas meriwayatkan, "Setiap penggambar atau pematung di
neraka. Dijadikan bagi setiap gambar atau patung yang dibuatnya jiwa, yang
akan menyiksanya di neraka." Ibnu 'Abbas melanjutkan dengan berkata, "Kalau
engkau harus menggambar atau mematung (karena tidak ada pekerjaan
selainnya yang dapat engkau lakukan) maka buatlah pohon atau sesuatu yang
tidak bernyawa" (HR Bukhari dan Muslim).
Hadis-hadis ini dan semacamnya dipahami oleh sementara ulama secara
tekstual, dan dengan demikian mereka mengharamkan patung bahkan gambar
makhluk bernyawa walau terdapat di kain, baju, bantal, dan semacamnya. Yang
mereka kecualikan hanya boneka, sebagai mainan anak-anak.
Akan tetapi ada juga ulama yang memahaminya secara kontekstual. Menurut
mereka, patung dan semacamnya diharamkan Nabi Muhammad SAW karena,
ketika itu, masyarakat Arab masih menyembah patung, atau paling tidak
suasana penyembahannya masih berakar dalam jiwa sebagian masyarakat.
Akan Tetapi, kalau dalam suatu masyarakat, patung tidak disembah atau tidak
dikhawatirkan lagi untuk disembah, maka, tentunya, larangan tersebut tidak
berlaku lagi. Bukankahkata merekahukum selalu dikaitkan dengan motifnya,
sehingga kalau motifnya sudah tidak ada, maka ketetapan hukumnya pun
berubah? Demikian, wallahu a'lam.

(M Quraish Shihab)
(Qur'an and Answer merupakan kerja sama detikcom dengan www.alifmagz.com)
http://ramadan.detik.com/read/2011/08/17/121904/1705325/1254/melukis-danmemahat-dalam-islam

Syeikh Yusuf al Qaradhawi mengatakan bahwa hukum dari gambar-gambar dan lukisanlukisan seni yang dilukis di lembaran-lembaran seperti kertas, pakaian, gordin, dinding,
lantai, uang dan sebagainya adalah tidak jelas, kecuali setelah kita ketahui gambar itu sendiri
untuk tujuan apa? Dimana dia diletakkan? Bagaimana dia dibuat? Dan apa tujuan pelukisnya?
Apabila lukisan seni itu untuk sesuatu yang disembah selain Allahseperti Al Masih bagi
orang-orang Nasrani dan sapi bagi orang-orang Hindudan sebagainya, maka orang yang
melukisnya dengan maksud dan tujuan seperti ini tidak lain adalah kafir yang menyebarkan
kekafiran dan kesesatan, dan hal ini berlaku baginya ancaman yang keras dari Rasulullah
saw, Sesungguhnya orang yang paling keras siksanya pada hari kiamat ialah para pelukis
(HR. Muslim)
Ath Thabari mengatakan bahwa yang dimaksud di sini adalah orang yang melukis sesuatu
yang disembah selain Allah sedang dia mengetahui dan sengaja. Dengan demikian menjadi
kafir. Adapun orang yang melukis dengan tidak bermaksud seperti itu maka dia telah
melakukan dosa dengan sebab menggambar itu saja.
Hal yang hampir sama adalah orang yang menggambar sesuatu yang tidak disembah, tetapi
bermaksud menandingi ciptaan Allah, yakni dia beranggapan bahwa dia dapat membuat dan
menciptakan model terbaru sebagaimana Allah swt. Maka dengan tujuan seperti ini berarti
dia telah keluar dari tujuan agama tauhid, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits
Qudsi, Siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang hendak menciptakan seperti
ciptaan-Ku? Oleh karena itu cobalah dia membuat biji atau atom.
Diantara seni gambar yang diharamkan ialah melukis atau menggambar orang yang disucikan
dalam konteks keagamaan atau diagung-agungkan secara keduniaan :
1. Gambar para nabi, malaikat dan orang-orang shaleh seperti Nabi Ibrahim, Ishaq, Maryam
dan lainnya.
2. Gambar para raja, pemimpin, seniman, hal ini lebih kecil dosanya dari yang pertama.
Namun dosanya menjadi lebih besar jika yang dilukisnya adalah orang kafir, zhalim atau
fasiq.
Adapun gambar-gambar atau lukisan-lukisan yang tidak bernyawa, seperti : tumbuhan,
pohon, laut, kapal, gunung, matahari, bulan, bintang dan sebagainya maka tidaklah berdosa
bagi orang yang menggambar atau melukisnya.

Apabila ia adalah gambar-gambar bernyawa namun tidak untuk disucikan, diagungkan atau
menandingi ciptaan Allahsebatas untuk keindahan sajamaka ini tidak diharamkan. Dan
tentang hal ini terdapat dalam sejumlah hadits shahih.
Imam Muslim meriwayatkan didalam shahih-nya dari Busr bin Said dari Zaid bin Khalid dari
Abu Thalhah bahwa Rasulullah saw bersabda, Sesungguhnya malaikat tidak akan masuk
kedalam rumah yang didalamnya terdapat lukisan.
Busr berkata, Sesudah itu Zaid jatuh sakit, lalu kami menjenguknya. Tiba-tiba di pintunya
terdapat gordin yang ada lukisannya. Lantas aku bertanya kepada Ubaidillah bin al Khaulani,
anak tiri Maimunah, Istri Rasulullah saw (yang sedang bersama Zaid),Bukankah Zaid telah
memberitahukan kepada kita tentang gambar pada hari pertama ? Ubaidilah menjawab,
Apakah engkau tidak mendengar ketika dia berkata, Kecuali lukisan pada kain.
Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya dari Utbah bahwa dia pernah menjenguk Abu
Thalhah al Anshari, lalu didapatkannya Sahl bin Hanif (seorang sahabat yang lain) sedang
berada di sisinya. Kemudian Abu Thalhah meminta untuk melepas kain hamparan (seprei)
yang ada diabawahnya karena ada gambarnya. Kemudian Sahl bertanya kepadanya,
Mengapa engkau lepas? dia menjawab,karena ada gambarnya. Sedangkan Nabi saw
bersabda mengenai hal ini sebagaimana engkau telah mengetahuinya. Sahl
berkata,Bukankah beliau yang bersabda, Kecuali lukisan yang ada pada kain? Abu
Thalhah menjawab,Ya, tapi dengan melepas seprei ini hatiku lebih senang. Tirmidzi
berkata, Ini adalah hadits hasan shahih.
Kedua hadits ini menunjukkan bahwa yang diharamkan adalah gambar yang berbodi
atau biasa disebut dengan patung. Adapun gambar-gambar atau lukisan-lukisan di
papan, pakaian, lantai, tembok dan sebagainya maka tidak terdapat nash yang shahih
dan sharih (jelas dan tegas) yang mengharamkannya.
Memang ada beberapa hadits shahih dimana Rasulullah saw hanya menunjukkan
ketidaksenangannya saja terhadap gambar semacam ini karena menyerupai gaya hidup orang
yang suka bermewah-mewahan dan gemar dengan sesuatu yang rendah nilainya, seperti
hadits yang diceritakan oleh Aisyah bahwa Rasulullah saw keluar dalam salah satu
peperangan, lalu saya membuat gordin (yang ada gambarnya) lantas saya tutupkan pada
pintu. Ketika beliau datang dan melihat gordin, saya melihat tanda kebencian di wajah beliau,
lantas beliau melepas gordin itu dan kain itu disobek atau dipotongnya seraya
berkata,Sesungguhnya Allah tidak menuyuruh kita mengenakan pakaian pada batu dan
tanah. Aisyah berkata,Lalu kami potong dan kami buat dua buah bantal, dan kami isi dengan
sabut, dan beliau tidak mencela tindakan saya tersebut.
Hukum Fotografi

Syeikh Yusuf al Qaradhawi menganggap bahwa fotografi merupakan hal baru dan belum ada
pada masa Rasulullah saw ataupun Ulama Salaf, lalu apakah bisa disamakan dengan hukum
menggambar dan melukis?
Pihak yang membatasi keharamannya pada gambar berbodi tidak mempermasalahkan
fotografi ini sama sekali, apalagi jika gambarnya tidak utuh. Akan tetapi pihak lain
mempersoalkan, apakah fotografi ini dapat dikiaskan dengan menggambar menggunakan
kuas ? atau apakah illat (alasan) yang ditetapkan beberapa hadits tentang akan disiksanya
para pelukisyaitu karena hendak menandingi ciptaan Allahitu dapat diberlakukan pada
fotografi ? Sebagaimana dikatakan oleh para ahli ushul fiqih, apabila illat-nya tidak ada maka
malul (yang dihukumi) pun tidak ada.
Syeikh al Qaradhawi mengutip fatwa yang disampaikan Syeikh Bukhait, Mufti Mesir
didalam risalahnya yang menjawab tentang permasalahan ini dengan mengatakan bahwa
pengambilan fotografiyakni menahan bayangan dengan menggunakan sarana yang sudah
dikenal di kalangan orang-orang yang berprofesi demikiansama sekali tidak termasuk
gambar yang dilarang. Karena menggambar yang dilarang itu adalah mewujudkan dan
menciptakan gambar yang belum diwujudkan dan diciptakan sebelumnya, sehingga bisa
menandingi makhluk ciptaan Allah. Sedangkan tindakan ini tidak terdapat dalam
pengambilan gambar melalui alat fotografi (tustel) tersebut.
Demikianlah, meskipun ada orang yang cenderung bersikap ketat dalam semua masalah
gambar, dan membenci semua jenisnya, termasuk fotografi. Tetapi tidak diragukan lagi
adanya rukhshah (keringanan) pada gambar atau foto yang diperlukan dan untuk
kemaslahatan, seperti foto kartu jati diri, paspor, foto identitas dan lainnya yang tidak
dimaksudkan untuk diagung-agungkan atau dikhawatirkan merusak akidah. Karena
kebutuhan terhadap foto-foto ini lebih besar dan lebih penting daripada sekedar membuat
lukisan pada kain yang dikecualikan Nabi saw. (sumber : Halal dan Haram)
http://qorryfelt1.wordpress.com/2012/03/19/hukum-membuat-menggambarmelukis-dan-memajang-gambar-makhluk-bernyawa-dalam-islam/

Pada dasarnya para ulama sepakat bahwa hukum menggambar makhluk bernyawa adalah
haram. Banyak riwayat yang menuturkan tentang larangan menggambar makhluk bernyawa,
baik binatang maupun manusia. Sedangkan hukum menggambar makhluk yang tidak
bernyawa, misalnya tetumbuhan dan pepohonan adalah mubah.
Berikut ini akan kami ketengahkan riwayat-riwayat yang melarang kaum muslim
menggambar makhluk bernyawa.
Dari Ibnu, dia berkata, Rasulullah Saw bersabda, Barangsiapa menggambar suatu gambar
dari sesuatu yang bernyawa di dunia, maka dia akan diminta untuk meniupkan ruh kepada
gambarnya itu kelak di hari akhir, sedangkan dia tidak kuasa untuk meniupklannya. [HR.
Bukhari].

Rasulullah Saw bersabda, Sesungguhnya diantara manusia yang paling besar siksanya
pada hari kiamat adalah orang-orang yang menggambar gambar-gambar yang bernyawa.
(lihat Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, bab Tashwiir).
Diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwa seorang laki-laki dateng kepada Ibnu Abbas, lalu
katanya, Sesungguhnya aku menggambar gambar-gambar ini dan aku menyukainya. Ibnu
Abbas segera berkata kepada orang itu, Mendekatlah kepadaku. Lalu, orang itu segera
mendekat kepadanya. Selanjutnya, Ibnu Abbas mengulang-ulang perkataannya itu, dan
orang itu mendekat kepadanya. Setelah dekat, Ibnu Abbas meletakkan tangannya di atas
kepala orang tersebut dan berkata, Aku beritahukan kepadamu apa yang pernah aku dengar.
Aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda, Setiap orang yang menggambar akan
dimasukkan ke neraka, dan dijadikan baginya untuk setiap gambarnya itu nyawa, lalu
gambar itu akan menyiksanya di dalam neraka Jahanam. Ibnu Abbas berkata lagi, Bila
engkau tetap hendak menggambar, maka gambarlah pohon dan apa yang tidak bernyawa.
[HR. Muslim].
Dari Ali ra, ia berkata, Rasulullah Saw sedang melawat jenazah, lalu beliau berkata,
Siapakah diantara kamu yang mau pergi ke Madinah, maka janganlah ia membiarkan satu
berhala pun kecuali dia menghancurkannya, tidak satupun kuburan kecuali dia ratakan
dengan tanah, dan tidak satupun gambar kecuali dia melumurinya? Seorang laki-laki
berkata, Saya, wahai Rasulullah. Ali berkata, Penduduk Madinah merasa takut dan orang
itu berangkat, kemudian kembali lagi. Lelaki itu berkata, Wahai Rasulullah, tidak aku
biarkan satu berhala pun kecuali aku hancurkan, tidak satupun kuburan kecuali aku ratakan,
dan tidak satu pun gambar kecuali aku lumuri. Rasulullah bersabda, Barangsiapa kembali
lagi membuat sesuatu dari yang demikian ini, maka berarti dia telah kafir terhadap apa yang
diturunkan kepada Muhammad Saw. [HR. Ahmad dengan isnad hasan].
Larangan menggambar gambar di sini mencakup semua gambar yang bernyawa, baik gambar
itu timbul maupun tidak, sempurna atau tidak, dan distilir maupun tidak. Seluruh gambar
yang mencitrakan makhluk bernyawa, baik lengkap, setengah, kemungkinan bisa hidup atau
tidak, distilir (digayakan), maupun dalam bentuk karikatur adalah haram. Syaikh Taqiyuddin
an-Nabhani dalam kitab al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz 2, menyatakan, bahwa gambar
yang dimaksud di dalam riwayat-riwayat di atas adalah semua gambar yang mencitrakan
makhluk bernyawa, baik lengkap, setengah, kemungkinan bisa hidup atau tidak, maupun
distilir atau tidak. Semuanya terkena larangan hadits-hadits di atas (Syaikh Taqiyuddin anNabhani, al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz 2, bab Tashwiir).
Larangan yang terkandung di dalam nash-nash di atas juga tidak mengandung illat.
Larangan menggambar makhluk bernyawa bukan karena alasan gambar itu sempurna atau
tidak. Larangan itu juga tidak berhubungan dengan apakah gambar tersebut mungkin bisa
hidup atau tidak, distilir maupun tidak. Semua gambar makhluk hidup walaupun tidak
lengkap hukumnya tetap haram.

Walhasil, gambar manusia dalam bentuk karikatur, komik, maupun batik yang distilir adalah
haram, tanpa ada keraguan sedikitpun. Semua gambar makhluk bernyawa baik digambar
secara gaya natural, surealik, kubik, maupun gaya-gaya yang lain adalah haram. Demikian
juga, gambar potongan kepala, tangan manusia, sayap burung dan sebagainya adalah haram.
Untuk itu, menggambar komik Sailormoon, Dragon Ball, Ninja Boy, Kunfu Boy, Samurai X,
dan lain sebagainya adalah perbuatan haram.
Sedangkan proses mendapatkan gambar-gambar yang diperoleh dari proses bukan
menggambar, misalnya dengan cara sablon, cetak, maupun fotografi, printing dan lain
sebagainya, bukanlah aktivitas yang diharamkan. Sebab, fakta menggambar dengan tangan
secara langsung dengan media tangan, kuas, mouse dan sebagainya (aktivitas yang haram),
berbeda dengan fakta mencetak maupun fotografi. Oleh karena itu, mencetak maupun
fotografi bukan tashwir, sehingga tidak berlaku hukum tashwir. Atas dasar itu stiker
bergambar manusia yang diperoleh dari proses cetak maupun printing tidak terkena larangan
hadits-hadits di atas.
Gambar Untuk Anak Kecil
Adapun menggambar makhluk bernyawa yang diperuntukkan untuk anak kecil hukumnya
adalah mubah. Kebolehannya diqiyaskan dengan kebolehan membuat patung untuk boneka
dan mainan anak-anak.
Diriwayatkan dari Aisyah, dia berkata, Aku bermain-main dengan mainan yang berupa
anak-anakan (boneka). Kadang-kadang Rasulullah Saw mengunjungiku, sedangkan di sisiku
terdapat anak-anak perempuan. Apabila Rasulullah Saw dateng, mereka keluar dan bila
beliau pergi mereka datang lagi. [HR. Bukhari dan Abu Dawud].
Dari Aisyah dituturkan bahwa, Rasulullah Saw datang kepadanya sepulang beliau dari
perang Tabuk atau Khaibar, sedangkan di rak Aisyah terdapat tirai. Lalu bertiuplah angin
yang menyingkap tirai itu, sehingga terlihatlah mainan boneka anak-anakannya Aisyah.
Beliau berkata, Apa ini wahai Aisyah? Aisyah menjawab, Ini adalah anak-anakanku
Beliau melihat diantara anak-anakanku itu sebuah kuda-kudaan kayu yang mempunyai dua
sayap. Beliau berkata, Apakah ini yang aku lihat ada di tengah-tengahnya? Aisyah
menjawab, Kuda-kudaan. Beliau bertanya, Apa yang ada pada kuda-kuda ini? Airyah
menjawab, Dua sayap. Beliau berkata, Kuda mempunyai dua sayap? Aisyah berkata,
Tidakkah engkau mendengar bahwa Sulaiman mempunyai kuda yang bersayap banyak?
Aisyah berkata, Maka tertawalah Rasulullah Saw sampai kelihatan gigi-gigi taring beliau.
[HR. Abu Dawud dan Nasai].
Riwayat-riwayat ini menyatakan dengan jelas, bahwa boneka baik yang terbuat dari kayu
maupun benda-benda yang lain boleh diperuntukkan untuk anak-anak. Dari sini kita bisa
memahami bahwa membuat boneka manusia, maupun binatang yang diperuntukkan bagi
anak-anak bukanlah sesuatu yang terlarang. Demikian juga membuat gambar yang
diperuntukkan bagi anak-anak juga bukan sesuatu yang diharamkan oleh syara. Ibnu Hazm

berkata, Diperbolehkan bagi anak-anak bermain-main dengan gambar dan tidak dihalalkan
bagi selain mereka. Gambar itu haram dan tidak dihalalkan bagi selain mereka (anak-anak).
Gambar itu diharamkan kecuali gambar untuk mainan anak-anak ini dan gambar yang ada
pada baju. (lihat Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah). Wallahu Alam bi al-Shawab.
(www.konsultasi-islam.com)
http://konsultasi.wordpress.com/2007/01/18/hukum-menggambar-makhlukbernyawa/
2.3.8 Lukisan dan Ukiran

Demikianlah pendirian Islam terhadap gambar yang bertubuh, yakni yang sekarang dikenal
dengan patung atau monumen. Tetapi bagaimanakah hukumnya gambar-gambar dan lukisanlukisan seni yang dilukis di lembaran-lembaran, seperti kertas, pakaian, dinding, lantai, uang
dan sebagainya itu?
Jawabnya: Bahwa hukumnya tidak jelas, kecuali kita harus melihat gambar itu sendiri untuk
tujuan apa? Di mana dia itu diletakkan? Bagaimana diperbuatnya? Dan apa tujuan pelukisnya
itu?
Kalau lukisan seni itu berbentuk sesuatu yang disembah selain Allah, seperti gambar alMasih bagi orang-orang Kristen atau sapi bagi orang-orang Hindu dan sebagainya, maka bagi
si pelukisnya untuk tujuan-tujuan di atas, tidak lain dia adalah menyiarkan kekufuran dan
kesesatan. Dalam hal ini berlakulah baginya ancaman Nabi yang begitu keras:
"Sesungguhnya orang yang paling berat siksaannya nanti di hari kiamat ialah
orang-orang yang menggambar." (Riwayat Muslim)

Imam Thabari berkata: "Yang dimaksud dalam hadis ini, yaitu orang-orang yang
menggambar sesuatu yang disembah selain Allah, sedangkan dia mengetahui dan sengaja.
Orang yang berbuat demikian adalah kufur. Tetapi kalau tidak ada maksud seperti di atas,
maka dia tergolong orang yang berdosa sebab menggambar saja."
Yang seperti ini ialah orang yang menggantungkan gambar-gambar tersebut untuk
dikuduskan. Perbuatan seperti ini tidak pantas dilakukan oleh seorang muslim, kecuali kalau
agama Islam itu dibuang di belakang punggungnya.
Dan yang lebih mendekati persoalan ini ialah orang yang melukis sesuatu yang tidak biasa
disembah, tetapi dengan maksud untuk menandingi ciptaan Allah. Yakni dia beranggapan,
bahwa dia dapat membuat dan menciptakan jenis terbaru seperti ciptaan Allah. Orang yang
melukis dengan tujuan seperti itu jelas telah keluar dari agama Tauhid. Terhadap orang ini
berlakulah hadis Nabi yang mengatakan:
"Sesungguhnya orang yang paling berat siksaannya ialah orang-orang yang
menandingi ciptaan Allah." (Riwayat Muslim)

Persoalan ini tergantung pada niat si pelukisnya itu sendiri.


Barangkali hadis ini dapat diperkuat dengan hadis yang mengatakan:
"Siapakah orang yang lebih berbuat zalim selain orang yang bekerja membuat
seperti pembuatanku? Oleh karena itu cobalah mereka membuat biji atau
zarrah." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Allah mengungkapkan firmanNya di sini dengan kata-kata "dzahaba yakhluqu kakhalqi" (dia
bekerja untuk membuat seperti pembuatanku), ini menunjukkan adanya suatu kesengajaan
untuk menandingi dan menentang kekhususan Allah dalam ciptaannya dan keindahannya.
Oleh karena itu Allah menentang mereka supaya membuat sebutir zarrah. Ia memberikan
isyarat, bahwa mereka itu benar-benar bersengaja untuk maksud tersebut. Justru itu Allah
akan membalas mereka itu nanti dan mengatakan kepada mereka: "Hidupkan apa yang kamu
cipta itu!" Mereka dipaksa untuk meniupkan roh ke dalam lukisannya itu, padahal dia tidak
akan mampu.
Termasuk gambar/lukisan yang diharamkan, yaitu gambar/lukisan yang dikuduskan
(disucikan) oleh pemiliknya secara keagamaan atau diagung-agungkan secara keduniaan.
Untuk yang pertama: Seperti gambar-gambar Malaikat dan para Nabi, misalnya Nabi
Ibrahim, Ishak, Musa dan sebagainya. Gambar-gambar ini biasa dikuduskan oleh orang-orang
Nasrani, dan kemudian sementara orang-orang Islam ada yang menirunya, yaitu dengan
melukiskan Ali, Fatimah dan lain-lain.
Sedang untuk yang kedua: Seperti gambar raja-raja, pemimpin-pemimpin dan senimanseniman. Ini dosanya tidak seberapa kalau dibandingkan dengan yang pertama tadi. Tetapi
akan meningkat dosanya, apabila yang dilukis itu orang-orang kafir, orang-orang yang zalim
atau orang-orang yang fasik. Misalnya para hakim yang menghukum dengan selain hukum
Allah, para pemimpin yang mengajak umat untuk berpegang kepada selain agama Allah atau
seniman-seniman yang mengagung-agungkan kebatilan dan menyiarnyiarkan kecabulan di
kalangan umat.
Kebanyakan gambar-gambar/lukisan-lukisan di zaman Nabi dan sesudahnya, adalah lukisanlukisan yang disucikan dan diagung-agungkan. Sebab pada umumnya lukisan-lukisan itu
adalah buatan Rum dan Parsi (Nasrani dan Majusi). Oleh karena itu tidak dapat melepaskan
pengaruhnya terhadap pengkultusan kepada pemimpin-pemimpin agama dan negara.
Imam Muslim meriwayatkan, bahwa Abu Dhuha pernah berkata sebagai berikut: Saya dan
Masruq berada di sebuah rumah yang di situ ada beberapa patung. Kemudian Masruq berkata
kepadaku: Apakah ini patung Kaisar? Saya jawab: Tidak! Ini adalah patung Maryam.
Masruq bertanya demikian, karena menurut anggapannya, bahwa lukisan itu buatan Majusi
dimana mereka biasa melukis raja-raja mereka di bejana-bejana. Tetapi akhirnya ketahuan,
bahwa patung tersebut adalah buatan orang Nasrani.

Dalam kisah ini Masruq kemudian berkata: Saya pernah mendengar Ibnu Mas'ud
menceriterakan apa yang ia dengar dari Nabi s.a.w., bahwa beliau bersabda: "Sesungguhnya
orang yang paling berat siksaannya di sisi Allah, ialah para pelukis."
Selain gambar-gambar di atas, yaitu misalnya dia menggambar/melukis makhluk-makhluk
yang tidak bernyawa seperti tumbuh-tumbuhan, pohon-pohonan, laut, gunung, matahari,
bulan, bintang dan sebagainya. Maka hal ini sedikitpun tidak berdosa dan tidak ada
pertentangan samasekali di kalangan para ulama.
Tetapi gambar-gambar yang bernyawa kalau tidak ada unsur-unsur larangan seperti tersebut
di atas, yaitu bukan untuk disucikan dan diagung-agungkan dan bukan pula untuk maksud
menyaingi ciptaan Allah, maka menurut hemat saya tidak haram. Dasar daripada pendapat ini
adalah hadis sahih, antara lain:
"Dari Bisir bin Said dari Zaid bin Khalid dari Abu Talhah sahabat Nabi, bahwa
Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Malaikat tidak akan masuk rumah
yang di dalamnya ada gambar." (Riwayat Muslim)

Bisir berkata: Sesudah itu Zaid mengadukan. Kemudian kami jenguk dia, tiba-tiba di pintu
rumah Zaid ada gambarnya. Lantas aku bertanya kepada Ubaidillah al-Khaulani anak tiri
Maimunah isteri Nabi: Apakah Zaid belum pernah memberitahumu tentang gambar pada hari
pertama? Kemudian Ubaidillah berkata: Apakah kamu tidak pernah mendengar dia ketika ia
berkata: "Kecuali gambar di pakaian."
Tarmizi meriwayatkan dengan sanadnya dari Utbah, bahwa dia pernah masuk di
rumah Abu Talhah al-Ansari untuk menjenguknya, tiba-tiba di situ ada Sahal bin
Hanif. Kemudian Abu Talhah menyuruh orang supaya mencabut seprei yang di
bawahnya (karena ada gambarnya). Sahal lantas bertanya kepada Abu Talhah:
Mengapa kau cabut dia? Abu Talhah menjawab: Karena ada gambarnya, dimana
hal tersebut telah dikatakan oleh Nabi yang barangkali engkau telah
mengetahuinya. Sahal kemudian bertanya lagi: Apakah beliau (Nabi) tidak
pernah berkata: "Kecuali gambar yang ada di pakaian?" Abu Talhah kemudian
menjawab: Betul! Tetapi itu lebih menyenangkan hatiku." (Kata Tarmizi: hadis ini
hasan sahih)

Tidakkah dua hadis di atas sudah cukup untuk menunjukkan, bahwa gambar yang dilarang itu
ialah yang berjasad atau yang biasa kita istilahkan dengan patung? Adapun gambar-gambar
ataupun lukisan-lukisan di papan, pakaian, lantai, tembok dan sebagainya tidak ada satupun
nas sahih yang melarangnya.
Betul di situ ada beberapa hadis sahih yang menerangkan bahwa Nabi menampakkan ketidaksukaannya, tetapi itu sekedar makruh saja. Karena di situ ada unsur-unsur menyerupai orangorang yang bermewah-mewah dan penggemar barang-barang rendahan.
Imam Muslim meriwayatkan dari jalan Zaid bin Khalid al-Juhani dari Abu Talhah al-Ansari,
ia berkata: Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Malaikat tidak akan masuk rumah yang di dalamnya ada anjing dan patung.
Saya (Zaid) kemudian bertanya kepada Aisyah: Sesungguhnya ini (Abu Talhah)
memberitahuku, bahwa Rasulullah s.a.w. telah bersabda. Malaikat tidak akan
masuk rumah yang di dalamnya ada anjing dan patung. Apakah engkau juga
demikian? Maka kata Aisyah: Tidak! Tetapi saya akan menceriterakan kepadamu
apa yang pernah saya lihat Nabi kerjakan, yaitu: Saya lihat Nabi keluar dalam
salah satu peperangan, kemudian saya membuat seprei korden (yang ada
gambarnya) untuk saya pakai menutup pintu. Setelah Nabi datang, ia melihat
korden tersebut. Saya lihat tanda marah pada wajahnya, lantas dicabutnya
korden tersebut sehingga disobek atau dipotong sambil ia berkata:
Sesungguhnya Allahi tidak menyuruh kita untuk memberi pakaian kepada batu
dan tanah. Kata Aisyah selanjutnya: Kemudian kain itu saya potong daripadanya
untuk dua bantal dan saya penuhi dengan kulit buah-buahan, tetapi Rasulullah
sama sekali tidak mencela saya terhadap yang demikian itu." (Riwayat Muslim)

Hadis tersebut tidak lebih hanya menunjukkan makruh tanzih karena memberikan pakaian
kepada dinding dengan korden yang bergambar.
Imam Nawawi berkata: hadis tersebut tidak menunjukkan haram, karena hakikat perkataan
sesungguhnya Allah tidak menyuruh kita itu tidak dapat dipakai untuk menunjukkan wajib,
sunnat atau haram.
Yang semakna dengan ini diriwayatkan juga oleh Imam Muslim dari jalan Aisyah pula, ia
berkata:
"Saya mempunyai tabir padanya ada gambar burung, sedang setiap orang yang
masuk akan menghadapnya (akan melihatnya), kemudian Nabi berkata
kepadaku: Pindahkanlah ini, karena setiap saya masuk dan melihatnya maka
saya ingat dunia."(Riwayat Muslim)

Dalam hadis ini Rasulullah s.a.w. tidak menyuruh Aisyah supaya memotongnya, tetapi beliau
hanya menyuruh memindahkan ke tempat lain. Ini menunjukkan ketidaksukaan Nabi melihat,
bahwa di hadapannya ada gambar tersebut yang dapat mengingatkan kebiasaan dunia dengan
seluruh aneka keindahannya itu; lebih-lebih beliau selalu sembahyang sunnat di rumah.
Sebab seprai-seprai dan korden-korden yang bergambar sering memalingkan hati daripada
kekhusyu'an dan pemusatan menghadap untuk bermunajat kepada Allah. Ini sebagaimana
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari jalan Anas, ia mengatakan: Bahwa korden Aisyah
dipakai untuk menutupi samping rumahnya, kemudian Nabi menyuruh dia dengan sabdanya:
"Singkirkanlah korden itu dariku, karena gambar-gambarnya selalu tampak
dalam sembahyangku." (Riwayat Bukhari)

Dengan demikian jelas, bahwa Nabi sendiri membenarkan di rumahnya ada tabir/korden yang
bergambar burung dan sebagainya.
Dari hadis-hadis itu pula, sementara ulama salaf berpendapat: "Bahwa gambar yang dilarang
itu hanyalah yang ada bayangannya, adapun yang tidak ada bayangannya tidak menqapa."27

Pendapat ini diperkuat oleh hadis Qudsi yang mengatakan: "Siapakah yang
terlebih menganiaya selain orang yang bekerja untuk membuat seperti
ciptaanKu? Oleh karena itu cobalah mereka membuat zarrah, cobalah mereka
membuat beras belanda!" (Riwayat Bukhari).

Ciptaan Allah sebagaimana kita lihat, bukan terlukis di atas dataran tetapi berbentuk dan
berjisim, sebagaimana Dia katakan:
"Dialah Zat yang membentuk kamu di dalam rahim bagaimanapun Ia suka." (aliImran: 6)

Tidak ada yang menentang pendapat ini selain hadis yang diriwayatkan Aisyah, dalam salah
satu riwayat Bukhari dan Muslim, yang berbunyi sebagai berikut:
"Sesungguhnya Aisyah membeli bantal yang ada gambar-gambarnya, maka
setelah Nabi melihatnya ia berdiri di depan pintu, tidak mau masuk. Setelah
Aisyah melihat ada tanda kemarahan di wajah Nabi, maka Aisyah bertanya:
Apakah saya harus bertobat kepada Allah dan RasulNya, apa salah saya? Jawab
Nabi: Mengapa bantal itu begitu macam? Jawab Aisyah: Saya beli bantal ini
untuk engkau pakai duduk dan dipakai bantal. Maka jawab Rasulullah pula: Yang
membuat gambar-gambar ini nanti akan disiksa, dan akan dikatakan kepada
mereka: Hidupkanlah apa yang kamu buat itu. Lantas Nabi melanjutkan
pembicaraannya: Sesungguhnya rumah yang ada gambarnya tidak akan
dimasuki Malaikat. Dan Imam Muslim menambah dalam salah satu riwayat
Aisyah, ia (Aisyah) mengatakan: Kemudian bantal itu saya jadikan dua buah
untuk bersandar, dimana Nabi biasa bersandar dengan dua sandaran tersebut di
rumah. Yakni Aisyah membelah bantal tersebut digunakan untuk dua sandaran."
(Riwayat Muslim)

Akan tetapi hadis ini, nampaknya, bertentangan dengan sejumlah hal-hal sebagai berikut:
1) Dalam riwayat yang berbeda-beda nampak bertentangan. Sebagian menunjukkan bahwa
Nabi s.a.w. menggunakan tabir/korden yang bergambar yang kemudian dipotong-potong dan
dipakai bantal. Sedang sebagian lagi menunjukkan, bahwa beliau samasekali tidak
menggunakannya.
2) Sebagian riwayat-riwayat itu hanya sekedar menunjukkan makruh. Sedang
kemakruhannya itu karena korden tembok itu bergambar yang dapat menggambarkan
semacam berlebih-lebihan yang ia (Rasulullah) tidak senang. Oleh karena itu dalam Riwayat
Muslim, ia berkata: ''Sesungguhnya Allah tidak menyuruh kita supaya memberi pakaian pada
batu dan tanah."
3) Hadis Muslim yang diriwayatkan oleh Aisyah itu sendiri menggambarkan di rumahnya ada
tabir/korden yang bergambar burung. Kemudian Nabi menyuruh dipindahkan, dengan katakatanya: "Pindahkanlah, karena saya kalau melihatnya selalu ingat dunia!" Ini tidak
menunjukkan kepada haram secara mutlak.

4) Bertentangan dengar: hadis qiram (tabir) yang ada di rumah Aisyah juga, kemudian oleh
Nabi disuruhnya menyingkirkan, sebab gambar-gambarnya itu selalu tampak dalam shalat.
Sehingga kata al-Hafidh: "Hadis ini dengan hadis di atas sukar sekali dikompromikan (jama'),
sebab hadis ini menunjukkan Nabi membenarkannya, dan beliau shalat sedang tabir tersebut
tetap terpampang, sehingga beliau perintahkan Aisyah untuk menyingkirkannya, karena
melihat gambar-gambar tersebut dalam shalat dan dapat mengingatkan yang bukan-bukan,
bukan semata-mata karena gambarnya itu an sich.
Akhirnya al-Hafidh berusaha untuk menjama' hadis-hadis tersebut sebagai berikut: hadis
pertama, karena terdapat gambar binatang bernyawa sedang hadis kedua gambar selain
binatang ... Akan tetapi inipun bertentangan pula dengan hadis qiram yang jelas di situ
bergambar burung.
5) Bertentangan dengan hadis Abu Talhah al-Ansari yang mengecualikan gambar dalam
pakaian. Karena itu Imam Qurthubi berpendapat: "Dua hadis itu dapat dijama' sebagai
berikut: hadis Aisyah dapat diartikan makruh, sedang hadis Abu Talhah menunjukkan mubah
secara mutlak yang sama sekali tidak menafikan makruh di atas." Pendapat ini dibenarkan
oleh al-Hafidh Ibnu Hajar.
6) Rawi hadis namruqah (bantal) ada seorang bernama al-Qasim bin Muhammad bin
Abubakar, keponakan Aisyah sendiri, ia membolehkan gambar yang tidak ada bayangannya,
yaitu seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu 'Aun, ia berkata: "Saya masuk di rumah al-Qasim
di Makkah sebelah atas, saya lihat di rumahnya itu ada korden yang ada gambar trenggiling
dan burung garuda."28
Al-Hafidh Ibnu Hajar berkata; Barangkali al-Qasim berpegang pada keumuman hadis Nabi
yang mengatakan kecuali gambar dalam pakaian dan seolah-olah dia memahami keingkaran
Nabi terhadap Aisyah yang menggantungkan korden yang bergambar dan menutupi dinding.
Faham ini diperkuat dengan hadisnya yang mengatakan: "Sesungguhnya Allah tidak
menyuruh kita supaya memberi pakaian batu dan tanah." Sedang al-Qasim adalah salah
seorang ahli fiqih Madinah yang tujuh, dia juga termasuk orang pilihan pada zaman itu, dia
pula rawi hadis namruqah itu. Maka jika dia tidak memaham rukhsakh terhadap korden yang
dia pasang itu, niscaya dia tidak akan menggunakannya.29
Tetapi di samping itu tampaknya ada kemungkinan yang tampak pada hadis-hadis yang
berkenaan dengan masalah gambar dan pelukisnya, yaitu bahwa Rasulullah s.a.w.
memperkeras persoalan ini pada periode pertama dari kerasulannya, dimana waktu itu kaum
muslimin baru saja meninggalkan syirik dan menyembah berhala serta mengagung-agungkan
patung. Tetapi setelah aqidah tauhid itu mendalam kedalam jiwa dan akar-akarnya telah
menghunjam kedalam hati dan pikiran, maka beliau memberi perkenan (rukhshah) dalam hal
gambar yang tidak berjasad, yang hanya sekedar ukiran dan lukisan. Kalau tidak begitu,
niscaya beliau tidak suka adanya tabir/korden yang bergambar di dalam rumahnya; dan ia pun
tidak akan memberikan perkecualian tentang lukisan dalam pakaian, termasuk juga dalam
kertas dan dinding.

Ath-Thahawi, salah seorang dari ulama madzhab Hanafi berpendapat: Syara' melarang semua
gambar pada permulaan waktu, termasuk lukisan pada pakaian, karena mereka baru saja
meninggalkan menyembah patung. Oleh karena itu secara keseluruhan gambar dilarang.
Tetapi setelah larangan itu berlangsung lama, kemudian dibolehkan gambar yang ada pada
pakaian karena suatu darurat. Syara' pun kemudian membolehkan gambar yang tidak berjasad
karena sudah dianggap orang-orang bodoh tidak lagi mengagungkannya, sedang yang
berjasad tetap dilarang.30
http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Halal/2038.html

Hukum Menggambar Dalam Islam


[Hadits-hadits tentang masalah menggambar dalam Islam telah kami bawakan sebagiannya di
sini, silakan dibaca terlebih dahulu. Dan karena banyaknya pembagian yang akan kami
sebutkan nantinya, maka butuh kami ingatkan kepada pembaca sekalian agar memperhatikan
betul setiap bagian dan harus pandai memisahkan antara pembagian yang satu dengan yang
lainnya agar tidak timbul kesalahpahaman dalam memahami apa yang kami tulis]
Sebelum kita mulai pembahasan mengenai hukum gambar bernyawa, maka terlebih dahulu
kita harus mengetahui sebab diharamkannya gambar bernyawa dalam syariat Islam. Maka
kami katakan:
Ada dua perkara yang menjadi sebab diharamkannya gambar bernyawa:
1. Karena dia disembah selain Allah.
Ini berdasarkan hadits Aisyah radhiallahu anha dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda tentang gambar-gambar yang ada di gereja Habasyah:




Mereka (ahli kitab), jika ada seorang yang saleh di antara mereka meninggal, mereka
membangun masjid di atas kuburnya dan mereka menggambar gambar-gambar itu padanya.
Merekalah makhluk yang paling jelek di sisi Allah pada hari kiamat. (HR. Al-Bukhari no.
427 dan Muslim no. 528)
Juga berdasarkan hadits Abdullah bin Masud radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi
wasallam bahwa beliau bersabda:



Sesungguhnya manusia yang paling keras siksaannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah
para penggambar. (HR. Al-Bukhari no. 5950 dan Muslim no. 2109)
Dan sudah menjadi kesepakatan para ulama bahwa dosa yang siksaannya paling besar adalah
kesyirikan.
Al-Khaththabi berkata, Tidaklah hukuman bagi (pembuat) gambar (bernyawa) itu sangat
besar kecuali karena dia disembah selain Allah, dan juga karena melihatnya bisa
menimbulkan fitnah, dan membuat sebagian jiwa cendrung kepadanya. Al-Fath (10/471)
2. Dia diagungkan dan dimuliakan baik dengan dipasang atau digantung, karena
mengagungkan gambar merupakan sarana kepada kesyirikan.

Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin berkata dalam Al-Qaul Al-Mufid (3/213), Alasan


disebutkannya kuburan bersama dengan gambar adalah karena keduanya bisa menjadi sarana
menuju kesyirikan. Karena asal kesyirikan pada kaum Nuh adalah tatkala mereka
menggambar gambar orang-orang saleh, dan setelah berlalu masa yang lama merekapun
menyembahnya.
Dalam fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah (1/455) disebutkan, Karena gambar bisa menjadi sarana
menuju kesyirikan, seperti pada gambar para pembesar dan orang-orang saleh. Atau bisa juga
menjadi sarana terbukanya pintu-pintu fitnah, seperti pada gambar-gambar wanita cantik,
pemain film lelaki dan wanita, dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang.
Tambahan:
Sebagian ulama menambahkan illat (sebab) pengharaman yang lain yaitu karena gambar
bernyawa menyerupai makhluk ciptaan Allah. Mereka berdalil dengan hadits Aisyah:



Sesungguhnya manusia yang paling berat siksaannya pada hari kiamat adalah mereka yang
menyerupakan makhluk Allah. (HR. Al-Bukhari no. 5954 dan Muslim no. 5525 dan ini
adalah lafazhnya)
Hanya saja sebagian ulama lainnya menolak illat ini dengan beberapa alasan:
1. Makhluk-makhluk Allah sangat banyak, seandainya sebab larangan menggambar adalah
karena menyerupai ciptaan Allah, maka keharusannya dilarang juga untuk menggambar
matahari, langit, pegunungan, dan seterusnya, karena mereka semua ini adalah makhluk
Allah. Padahal para ulama telah sepakat akan bolehnya menggambar gambar-gambar di atas.
2. Dalil-dalil telah menetapkan dikecualikannya mainan anak-anak dari larangan gambar
bernyawa, dan tidak diragukan bahwa mainan anak-anak juga mempunyai kemiripan dengan
makhluk ciptaan Allah. Tapi bersamaan dengan itu Nabi shallallahu alaihi wasallam
mengizinkan Aisyah untuk bermain boneka.
3. Dalil-dalil juga mengecualikan bolehnya menggunakan gambar-gambar bernyawa jika
dia tidak dipasang atau digantung atau dengan kata lain dia direndahkan dan dihinakan. Ini
berdasarkan hadits Aisyah yang akan datang, dimana Nabi shallallahu alaihi wasallam
mengizinkan Aisyah membuat bantal dari kain yang bergambar, padahal gambar tersebut
menyerupai ciptaan Allah.
4. Ketiga alasan di atas menghantarkan kita kepada alasan yang keempat yaitu tidak
mungkinnya kita memahami hadits Aisyah di atas dengan pemahaman bahwa alasan
diharamkannya gambar hanya karena dia menyerupai ciptaan Allah semata. Akan tetapi kita
harus memahaminya dengan makna penyerupaan yang lebih khusus, yaitu menyerupakan
Allah dengan makhluk yang dia gambar tersebut. Ini bisa kita lihat dari kalimat:
Hal itu karena orang-orang Arab tidak pernah mengikutkan huruf ba pada mafulun bihi
(objek). Akan tetapi mereka hanya menggunakan susunan kalimat seperti ini jika pada
kalimat tersebut terdapat mafulun bih baik disebutkan seperti pada kalimat:
( aku memecahkan kepalanya dengan kaca) maupun jika dia dihilangkan seperti pada
hadits Aisyah di atas: , dimana kalimat lengkapnya (taqdirnya) -wallahu alamadalah: ( mereka yang menyerupakan Allah dengan makhluk Allah)
yakni dia juga menyerahkan ibadah kepada gambar tersebut sebagaimana dia beribadah
kepada Allah, atau dengan kata lain dia berbuat kesyirikan kepada Allah bersama gambar-

gambar tersebut.
Makna inilah yang ditunjukkan dalam hadits-hadits ada seperti hadits Ibnu Masud yang
tersebut pada illat pertama di atas, dimana penggambar disifati sebagai manusia yang paling
keras siksaannya. Dan sudah dimaklumi bahwa manusia yang paling keras siksaannya adalah
kaum kafir dan orang-orang musyrik.
Juga hadits Aisyah radhiallahu anha dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda tentang gambar-gambar yang ada di gereja Habasyah:




Mereka (ahli kitab), jika ada seorang yang saleh di antara mereka meninggal, mereka
membangun masjid di atas kuburnya dan mereka menggambar gambar-gambar itu padanya.
Merekalah makhluk yang paling jelek di sisi Allah pada hari kiamat. (HR. Al-Bukhari no.
427 dan Muslim no. 528)
Dan tentunya manusia yang paling jelek adalah orang-orang kafir dan musyrik.
Juga hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Saya mendengar Nabi shallallahu
alaihi wasallam bersabda:


Allah Azza wa Jalla berfirman, Siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang
berkehendak mencipta seperti ciptaan-Ku. Kenapa mereka tidak menciptakan lalat atau
kenapa mereka tidak menciptakan semut kecil (jika mereka memang mampu)?! (HR. AlBukhari no. 5953, Muslim no. 2111, Ahmad, dan ini adalah lafazhnya)
Maksud hendak mencipta seperti ciptaan-Ku adalah: Bermaksud menandingi sifat penciptaan
Allah, dan ini jelas merupakan kesyirikan dalam rububiah, karenanya dia dikatakan sebagai
makhluk yang paling zhalim karena kesyirikan adalah kezhaliman yang paling besar. Adapun
bermaksud menyerupai makhluk tanpa bermaksud menyerupai sifat penciptaan, maka hal itu
tidak termasuk dalam hadits ini.
Kesimpulannya: Illat (sebab) diharamkannya gambar hanya terbatas pada dua perkara yang
disebutkan pertama. Adapun karena menyerupai ciptaan Allah, maka tidak ada dalil tegas
yang menunjukkan dia merupakan sebab terlarangnya menggambar, wallahu alam.
Setelah kita memahami sebab dilarangnya menggambar, maka berikut kami bawakan secara
ringkas hukum menggambar dalam Islam, maka kami katakan:
Gambar terbagi menjadi 2:
1. Yang mempunyai roh. Ini terbagi lagi menjadi dua:
a. Yang 3 dimensi. Ini terbagi menjadi dua:
Pertama: Gambar satu tubuh penuh.
Jika bahan pembuatnya tahan lama -seperti kayu atau batu atau yang semacamnya-, maka
hampir seluruh ulama menyatakan haramnya secara mutlak, baik ditujukan untuk disembah
maupun untuk selainnya. Sementara dinukil dari Abu Said Al-Ashthakhri Asy-Syafii bahwa
dia berpendapat: Gambar 3 dimensi hanya haram dibuat jika ditujukan untuk ibadah. Akan
tetapi itu adalah pendapat yang lemah.
Adapun yang bahan bakunya tidak tahan lama, misalnya dibuat dari bahan yang bisa dimakan
lalu dibentuk menjadi gambar makhluk, seperti coklat, roti, permen, dan seterusnya. Yang

benar dalam masalah ini adalah jika dia dibuat untuk dipasang atau digantung maka itu
diharamkan. Akan tetapi jika dia dibuat untuk dimakan atau dijadikan mainan anak maka
tidak mengapa karena itu adalah bentuk menghinakannya, dan akan diterangkan bahwa
mainan anak-anak dikecualikan dari hukum ini.
Kemudian, di sini ada silang pendapat mengenai mainan anak-anak, apakah diperbolehkan
atau tidak. Ada dua pendapat di kalangan ulama:
Pertama: Boleh. Ini adalah mazhab Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafii, dan yang diamalkan
oleh kebanyakan ulama belakangan dari mazhab Ahmad. Dan inilah pendapat yang lebih
tepat.
Mereka berdalil dengan hadits dari Aisyah radhiallahu anha dia berkata:





Aku pernah bermain dengan (boneka) anak-anak perempuan di dekat Nabi shallallahu
alaihi wasallam, dan aku mempunyai teman-teman yang biasa bermain denganku. Apabila
Rasulullah shallaallahualaihi wa sallam masuk, mereka bersembunyi dari beliau. Sehingga
beliau memanggil mereka supaya bermain bersamaku. (HR. Al-Bukhari no. 5665 dan
Muslim no. 4470)
Pendapat kedua: Tetap tidak diperbolehkan. Ini adalah Mazhab Ahmad dan pendapat dari
sekelompok ulama Malikiah dan Syafiiyah. Pendapat ini juga dinukil dari Ibnu Baththal, AdDaudi, Al-Baihaqi, Al-Hulaimi, dan Al-Mundziri.
Catatan:
Perbedaan pendapat mengenai mainan anak 3 dimensi yang dinukil dari para ulama salaf
hanya berkenaan dengan mainan yang dibuat dari benang wol, kain, dan semacamnya.
Adapun mainan yang terbuat dari plastik -seperti pada zaman ini-, maka para ulama
belakangan juga berbeda pendapat tentangnya:
1. Diharamkan. Yang dikenal berpendapat dengan pendapat ini adalah Asy-Syaikh
Muhammad bin Ibrahim rahimahullah.
2. Boleh, dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama di zaman ini, dan inilah insya Allah
pendapat yang lebih tepat.
Kedua: Jika gambarnya hanya berupa sebagian tubuh. Ini juga terbagi dua:
1. Yang tidak ada adalah kepalanya. Hukumnya adalah boleh karena dia tidak lagi dianggap
gambar makhluk bernyawa. Ini adalah pendapat seluruh ulama kecuali Al-Qurthubi dari
mazhab Al-Maliki dan Al-Mutawalli dari mazhab Asy-Syafii, dan keduanya terbantahkan
dengan ijma ulama yang sudah ada sebelum keduanya.
2. Yang tidak ada adalah selain kepalanya, dan ini juga ada dua bentuk:
a. Jika yang tidak ada itu tidaklah membuat manusia mati, misalnya gambarnya seluruh tubuh
kecuali kedua tangan dan kaki. Karena manusia yang tidak mempunyai tangan dan kaki tetap
masih bisa hidup. Hukum bentuk seperti ini sama seperti hukum gambar satu tubuh penuh
yaitu tetap dilarang.
b. Jika yang tidak ada itu membuat manusia mati, misalnya gambar setengah badan. Karena
manusia yang terbelah hingga dadanya tidak akan bisa bertahan hidup. Maka gambar seperti

ini boleh karena diikutkan hukumnya kepada gambar makhluk yang tidak bernyawa. Ini
merupakan mazhab Imam Empat.
b. Yang 2 dimensi. Yang dua dimensi terbagi lagi menjadi 2:
Pertama: Yang dibuat dengan tangan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung
seperti menggambar melalui komputer tapi tetap dengan tangan (misalnya dengan memegang
mouse) . Ini terbagi juga menjadi dua:
1. Gambarnya tidak bergerak, maka ini juga ada dua bentuk:
Gambar satu tubuh penuh. Ada dua pendapat besar di kalangan ulama mengenai
hukumnya:
a. Haram secara mutlak. Ini adalah riwayat yang paling shahih dari Imam Ahmad, salah
satu dari dua sisi dalam mazhab Abu Hanifah, dan sisi yang paling shahih dalam mazhab
Asy-Syafii.
b. Haram kecuali yang dibuat untuk direndahkan dan dihinakan atau yang dijadikan mainan
anak. Ini adalah sisi yang lain dalam mazhab Hanabilah dan Asy-Syafiiyah, sisi yang paling
shahih dalam mazhab Abu Hanifah, dan yang baku dalam mazhab Malik.
Mereka berdalil dengan hadits Aisyah radhiallahu anha berkata: Rasulullah masuk ke
rumahku sementara saya baru saja menutup rumahku dengan tirai yang padanya terdapat
gambar-gambar. Tatkala beliau melihatnya, maka wajah beliau berubah (marah) lalu menarik
menarik tirai tersebut sampai putus. Lalu beliau bersabda:



Sesungguhnya manusia yang paling berat siksaannya pada hari kiamat adalah mereka
yang menyerupai penciptaan Allah. (HR. Al-Bukhari no. 5954 dan Muslim no. 5525 dan ini
adalah lafazhnya)
Dalam riwayat Muslim:
:


Dia (Aisyah) memasang tirai yang padanya terdapat gambar-gambar, maka Rasulullah
masuk lalu mencabutnya. Dia berkata, Maka saya memotong tirai tersebut lalu saya
membuat dua bantal darinya.
Maka hadits ini dan yang semisalnya menunjukkan bahwa selama gambar tersebut tidak
dipasang dan tidak juga digantung maka dia sudah dikatakan mumtahanah
(direndahkan/dihinakan).
Adapun gambar dua dimensi yang tidak satu tubuh penuh (misalnya setengah badan),
maka perincian dan hukumnya sama seperti pada pembahasan gambar 3 dimensi, demikian
pula pendapat yang rajih di dalamnya.
2. Jika gambar dengan tangan ini bergerak, atau yang kita kenal dengan kartun. Yaitu
dimana seseorang menggambar beberapa gambar yang hampir mirip, lalu gambar-gambar ini
ditampilkan secara cepat sehingga seakan-akan dia bergerak.
Hukumnya sama seperti gambar yang tidak bergerak di atas, karena hakikatnya dia tidak
bergerak akan tetapi dia hanya seakan-akan bergerak di mata orang yang melihatnya.
Kedua: Yang dibuat dengan alat, baik gambarnya tidak bergerak seperti foto maupun
bergerak seperti yang ada di televisi.
Ini termasuk masalah kontemporer karena yang seperti ini belum ada bentuknya di zaman

para ulama salaf. Gambar dengan kamera dan semacamnya ini baru muncul pada tahun 1839
M yang pertama kali diperkenalkan oleh seorang berkebangsaan Inggris yang bernama
William Henry Fox.
Ada dua pendapat di kalangan ulama belakangan berkenaan dengan hal ini:
Pendapat pertama: Diharamkan kecuali yang dibutuhkan dalam keadaan terpaksa, seperti foto
pada KTP, SIM, Paspor, dan semacamnya. Ini adalah pendapat masyaikh: Muhammad bin
Ibrahim, Abdul Aziz bin Baaz, Abdurrazzaq Afifi, Al-Albani, Muqbil bin Hady, Ahmad AnNajmi, Rabi bin Hadi, Saleh Al-Fauzan, dan selainnya rahimahumullah.
Para ulama ini berdalil dengan 5 dalil akan tetapi semuanya tidak jelas menunjukkan
haramnya gambar dengan alat ini.
Pendapat kedua: Boleh karena yang dibuat dengan alat bukanlah merupakan gambar hakiki,
karenanya dia tidak termasuk ke dalam dalil-dalil yang mengharamkan gambar. Ini adalah
pendapat masyaikh: Muhammad bin Saleh Al-Utsaimin, Abdul Aziz bin Abdillah Alu AsySyaikh, Abdul Muhsin Al-Abbad, dan selainnya rahimahumullah.
Para ulama ini berdalil dengan 3 dalil akan tetapi hakikatnya hanya kembali kepada 1 dalil
yaitu bahwa gambar dengan alat bukanlah gambar hakiki.
Kami sengaja tidak membawakan dalil-dalil tiap pendapat karena ini hanyalah pembahasan
ringkas dan hanya untuk merinci masalah dalam hal ini. Ala kulli hal, pendapat yang lebih
tepat menurut kami adalah pendapat yang kedua, yaitu yang berpendapat bahwa gambar
dengan alat tidaklah diharamkan pada dasarnya, kecuali jika dia disembah selain Allah atau
dia dipasang atau digantung yang merupakan bentuk pengagungan kepada gambar dan
menjadi wasilah kepada kesyirikan wallahu alam.
Pendapat ini kami pandang lebih kuat karena pada dasarnya gambar dengan alat bukanlah
shurah secara bahasa. Hal itu karena shurah (gambar) secara bahasa adalah at-tasykil
yang bermakna membentuk sebuah syakl (bentuk) atau at-tashwir yang bermakna
menjadikan sesuatu di atas bentuk atau keadaan tertentu. Jadi shurah yang hakiki secara
bahasa mengandung makna memunculkan atau mengadakan zat yang tidak ada sebelumnya.
Dan makna inilah yang ditunjukkan dalam Al-Qur`an, seperti pada firman-Nya:

Dan Dia membentuk kalian di dalam rahim sesuai dengan kehendak-Nya.
Juga pada firman-Nya:

Pada bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia membentuk kalian.
Sementara gambar fotografi tidaklah mengandung makna shurah yang kita sebutkan di atas.
Karena gambar fotografi bukanlah memunculkan suatu zat/bentuk yang tidak ada
sebelumnya, akan tetapi gambar fotografi hanyalah kebalikan dari benda aslinya.
Hal ini bisa kita pahami dengan memahami prinsip kerja kamera yaitu sebagai berikut:
Kamera terdiri dari lensa cembung dan film, jika dia menerima cahaya (dalam hal ini cahaya
berbentuk objek yang dipotret), maka lensa ini akan memfokuskan cahaya tersebut, dimana
hasilnya adalah berupa bayangan yang terbalik yang bisa ditangkap oleh layar. Bayangan ini

terekam dalam film yang sensitif terhadap cahaya.


Untuk membuktikan hal ini, kita bisa mengambil sebuah lensa cembung (lup). Kita hadapkan
lup ini menghadap keluar jendela yang terbuka. Lalu kita letakkan selembar kertas putih di
belakang lup tersebut, maka kita pasti akan melihat sebuah bayangan pemandangan luar
jendela di kertas putih tadi akan tetapi posisinya terbalik.
Setelah kita memahami prinsip kerja kamera, maka kita tidak akan mendapati makna shurah
di dalamnya. Yang menjadi shurah hakiki dalam kasus di atas adalah cahaya (berbentuk
benda) yang datang menuju lensa kamera, sementara cahaya ini yang mengadakan dan
membentuknya adalah Allah Taala, bukan kamera dan bukan pula sang fotografer. Kamera
sendiri hanya membalik bayangan yang datang tersebut dan kamera ini dioperasikan oleh
fotografer.
Sekarang akan muncul pertanyaan: Apakah proses membalik cahaya benda dianggap sebagai
shurah atau gambar?
Jawabannya: Tidak, dia bukanlah shurah. Karena shurah tidak mungkin ada kecuali ada
mushawwir (penggambar) dan orang ini harus punya kemampuan menggambar. Sementara
membalik cahaya bisa terjadi walaupun tidak ada mushawwir atau orang yang melakukannya
tidak paham menggambar. Misalnya: Seseorang berdiri di depan cermin atau air sehingga
terlihat bayangannya. Maka bayangan ini hanyalah kebalikan dari benda aslinya, orang yang
berdiri tidak melakukan apa-apa, tidak menyentuh apa-apa, bahkan mungkin dia adalah orang
yang tidak bisa menggambar sama sekali. Karenanya tidak ada seorangpun yang menamakan
bayangan di cermin sebagai shurah (gambar), baik secara bahasa maupun secara urf
(kebiasaan).
Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin memperumpamakan hal ini seperti memfoto kopi sebuah buku,
karena huruf-huruf yang ada di dalam hasil foto kopian adalah hasil tulisan pemilik buku,
bukan hasil tulisan orang yang mengoperasikan foto kopi dan bukan bula tulisan dari foto
kopi tersebut.
Demikian penjelasannya secara ringkas, wallahu alam bishshawab.
Catatan:
Ketika kita katakan bahwa gambar 2 dimensi dengan alat bukanlah gambar secara hakiki,
maka itu tidaklah mengharuskan bolehnya menggantung foto-foto karena hal itu bisa menjadi
sarana menuju pengagungan yang berlebihan kepada makhluk yang hal itu merupakan
kesyirikan.
2. Yang tidak mempunyai roh. Terbagi menjadi:
a. Yang tumbuh seperti tanaman.
Hukumnya boleh berdasarkan pendapat hampir seluruh ulama.
b. Benda mati. Yang ini terbagi:
1. Yang bisa dibuat oleh manusia.
2. Yang hanya bisa dicipta oleh Allah seperti matahari
Hukum gambar yang tidak mempunyai roh dengan semua bentuknya di atas adalah boleh
berdasarkan dalil-dalil yang telah kami sebutkan di sini. Karenanya para ulama sepakat akan
bolehnya menggambar makhluk yang tidak bernyawa.

Sebagai catatan terakhir kami katakan:


Di sini kami hanya menyebutkan hukum asal gambar dengan semua bentuknya, kami tidak
berbicara mengenai hukum gambar dari sisi penggunaannya atau berdasarkan apa yang
terdapat dalam gambar tersebut. Karena para ulama sepakat tidak boleh melihat aurat sesama
jenis atau lawan jenis atau aurat yang bukan mahramnya atau melihat perkara haram lainnya,
sebagaimana mereka sepakat tidak bolehnya melihat sesuatu (baik berupa gambar maupun
selainnya) yang menyibukkan dan melalaikan dari ibadah, sebagaimana haramnya
menggantung atau memasang sesuatu dengan tujuan diagungkan, baik dia berupa gambar
maupun bukan. Wallahu Taala Ala wa Alam.
http://al-atsariyyah.com/hukum-menggambar-dalam-islam.html

Anda mungkin juga menyukai