Anda di halaman 1dari 16

1.

Definisi
a. Bronkopneumonia
peradangannya
berlokasi

di

adalah

peradangan

menyebar

membentuk

bercak-bercak

dan

pula

alveoli

paru

dapat

pada

paru,dimana
infiltrat

melibatkan

proses
yang

bronkiolus

terminal.Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang


mempunyai pola penyebaran bercak, teratur dalam satu atau lebih area
terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang
berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne, 2002).
b. Bronkopneumonia berasal dari kata bronchus dan pneumonia berarti
peradangan pada

jaringan paru-paru dan juga cabang tenggorokan

(broncus).
c. Bronkopneumonia adalah bronkolius terminal yang tersumbat oleh eksudat,
kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk gabungan
di dekat lobules, disebut juga pneumonia lobaris (Whaley&Wong, 2000)
d. Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang
melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk
bercak-bercak

(patchy

distribution)

(Bennete,

2013).

Pneumonia

merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh


infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab noninfeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat (Bradley et.al., 2011)
Menurut WHO, 95% bronkopneumonia pada anak-anak di dunia terdapat di
negara-negara berkembang. Infeksi saluran napas bawah menjadi kedua
teratas penyebab kematian pada anak-anak di bawah 5 tahun (sekitar 2,1
juta [19,6%]). Bronkopneumonia menjadi penyumbang urutan ke 6 dari
penyakit infeksi mematikan di Indonesia. Serta penyebab no. 6 kematian di
Malasyia, 9 di Thailand dan 10 di Myanmar. ( SEAMIC health statistics,
2001 )
2. Etiologi dan faktor risiko
a) Bakteri

Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif
seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis.
Bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P.
Aeruginosa.
b) Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus.
c) Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada
kotoran burung, tanah serta kompos.
d) Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya
menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2001).

Faktor Risiko Bronchopneumonia


Faktor host
Umur
Bronkopneumonia merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada anak
di negara sedang berkembang. Bronkopneumonia ini menyebabkan empat dari 15
juta perkiraan kematian pada anak berusia di bawah 5 tahun setiap tahunnya,
sebanyak dua pertiga kematian tersebut adalah bayi (khususnya bayi muda).
Jenis kelamin
Berdasarkan konsep epidemiologi, secara umum setiap penyakit dapat terjadi
pada laki-laki maupun perempuan. Selain umur, jenis kelamin merupakan
determinan perbedaan kedua yang paling signifikan di dalam peristiwa kesehatan
atau dalam faktor risiko suatu penyakit.
Status gizi
Status gizi pada balita berdasarkan hasil pengukuran antropometri dengan melihat
kriteria yaitu : Berat Badan per Umur (BB/U), Tinggi Badan per Umur (TB/U), Berat
Badan per Tinggi Badan (BB/TB). Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor

risiko yang penting untuk terjadinya Bronkopneumonia. Beberapa penelitian telah


membuktikan adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anakanak yang bergizi buruk sering mendapat Bronkopneumonia.
Status imunisasi
Imunisasi merupakan salah satu cara menurunkan angka kesakitan dan angka
kematian pada bayi dan balita. Dari seluruh kematian balita, sekitar 38% dapat
dicegah dengan pemberian imunisasi secara efektif. Imunisasi yang tidak lengkap
merupakan faktor risiko yang dapat meningkatakan insidens Bronkopneumonia.
Faktor Agent
Bronkopneumonia
pneumonia,

umumnya

Pneumococcus

disebabkan
sp,

oleh

Streptococcus

bakteri
sp,

seperti

Diplococus

Hemoliticus

aureus,

Haemophilus influenza, Basilus friendlander (Klebsial pneumonia), Mycobacterium


tuberculosis. Virus seperti Respiratory syntical virus, Virus influenza, Virus
sitomegalik. Jamur seperti Citoplasma capsulatum, Criptococcus nepromas,
Blastomices dermatides, Cocedirides immitis, Aspergillus sp, Candinda albicans,
Mycoplasma pneumonia.
Faktor Lingkungan Sosial
Pekerjaan Orang Tua
Penghasilan keluarga adalah pendapatan keluarga dari hasil pekerjaan utama
maupun tambahan. Tingkat penghasilan yang rendah menyebabkan orang tua sulit
menyediakan fasilitas perumahan yang baik, perawatan kesehatan, dan gizi balita
yang memadai. Rendahnya kualitas gizi anak menyebabkan daya tahan tubuh
berkurang dan mudah terkena penyakit infeksi termasuk penyakit pneumonia.
Pendidikan Orang Tua
Tingkat pendidikan orang tua yang rendah juga merupakan faktor risiko yang dapat
meningkatkan angka kematian. Tingkat pendidikan ibu akan berpengaruh terhadap
tindakan perawatan oleh ibu kepada anak yang menderita bronkopneumonia.

Pola Asuhan Anak Dalam Keluarga Berdasarkan Jumlah Anak


Orang tua yang menerapkan pola asuh secara tepat artinya pola asuh yang
diterapkan orang tua bersifat dinamis, sesuai, konsisten, penerapan pola asuh
yang kompak antara kedua orang tua, serta adanya contoh perilaku yang positif
dari kedua orang tua. Pola asuh yang dinamis artinya pola asuh yang diterapkan
sejalan dengan usia balita misalkan pemberian jenis makanan pada anak yang
berumur 1 tahun tentu berbeda dengan jenis makanan anak yang berumur 5 tahun,
pola asuh bersifat sesuai artinya orang tua menerapkan pola asuh sesuai dengan
kondisi balita itu sendiri karena pola asuh pada balita yang memiliki ganguan
kesehatan tentu berbeda dengan pola asuh pada balita normal. Pola asuh yang
baik yaitu pola asuh yang bersifat konsisten dalam penerapan pola asuh
cenderung bersifat tetap sebagai contoh balita boleh bermain asal ditempat yang
bersih dan saat tiba waktu makan balita harus berhenti bermain dulu unuk makan,
berbagi dan berkasih sayang dengan saudara dan anggota keluarga yang lain,
lama kelamaan balita akan terbiasa dengan hal tersebut dan pada akhirnya balita
akan mengerti hal mana yang boleh atau baik dan hal mana yang tidak boleh atau
tidak baik.
Faktor Lingkungan Fisik
Polusi Udara Dalam Ruangan/Rumah
Rumah atau tempat tinggal yang buruk (kurang baik) dapat mendukung terjadinya
penularan penyakit dan gangguan kesehatan, diantaranya adalah infeksi saluran
nafas. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang ventilasinya kurang dan dapur terletak
di dalam rumah bersatu dengan kamar tidur dan ruang tempat bayi dan balita
bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan balita lebih lama berada di
rumah bersama-sama ibunya sehingga lebih sering terhirup udara yang
pencemaran tentunya akan lebih tinggi.
Kepadatan Hunian

Salah satu kaitan kepadatan hunian dan kesehatan adalah karena rumah yang
sempit dan banyak penghuninya, maka penghuni mudah terserang penyakit dan
orang yang sakit dapat menularkan penyakit pada anggota keluarga lainnya.
Faktor Non-infeksi
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi
a. Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung
(zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
b. Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal,
termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan
seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau
pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang
menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi.
Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling
merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.
3. Patofisiologi (terlampir)
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi bronkopneumonia secara umum adalah :
a) Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
b) Nyeri pleuritik
c) Nafas dangkal dan mendengkur
d) Takipnea
e) Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi
f) Mengecil, kemudian menjadi hilang
g) Krekels, ronki, egofoni
h) Gerakan dada tidak simetris
i) Menggigil dan demam 38,8 C sampai 41,1C.
j) delirium
k) Diaforesis
l) Anoreksia
m) Malaise
n) Batuk kental, produktif
o) Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi kemerahan atau berkarat
Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):
1.

Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang


berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel
imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan
otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan
di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh
oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada
perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat
minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang

terjadi

sewaktu

sel-sel

darah

putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.

5. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan ciri-ciri sebagai berikut :
Inspeksi
Retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.
Distres pernapasan : retraksi dinding dada, penggunaan otot tambahan yang
terlihat; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Hal ini
disebabkan oleh tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi
melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang
mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan
fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang
melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi
lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis
dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan
fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat
dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi
akibat head bobbing, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat
dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada
tanda distres pernapasan yang lain pada head bobbing, adanya kerusakan
sistem saraf pusat dapat dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress
pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal
(contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar
pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan
keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan
mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.
Palpasi
Taktil fremitus masih ada
Perkusi
Tidak ditemukan kelainan.

Auskultasi
Ditemukan crackles sedang nyaring. Crackles adalah bunyi non musikal, tidak
kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 2002000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah, keras atau lemah, jarang atau
banyak, halus atau kasar. Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara
yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
b). Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan
corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir
lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah (Bennete,
2013).
c). Pemeriksaan Lab

Leukosit meningkat.

Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial.


Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm 3 dengan
limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm 3 dengan
neutrofil yang predominan.
GDA
Menunjukkan hasil hipoksemia dan hiperkarbia. Dapat terjadi asidosis respiratorik
pada stadium lanjut.
Kultur
Menunjukkan bakteri penyebab bronkopneumonia.
Pemeriksaan Lab
Elektrolit Natrium dan Klorida mungkin menurun.
d). Penegakkan diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut (Bradley et.al.,
2011):
1.
2.
3.
4.
5.

Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
Panas badan
Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)
Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus
Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

6. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2
macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012; Bradley et.al., 2011)
1.

Penatalaksaan Umum

a.

Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada

analisis gas darah 60 torr.


b.

Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

c.

Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.

2.

Penatalaksanaan Khusus

a.

Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72

jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.


b.

Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi,

atau penderita kelainan jantung


c.

Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis.

Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka


resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
1.

Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis

2.

Berat ringan penyakit

3.

Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis

4.

Ada tidaknya penyakit yang mendasari

Penatalaksanaan Farmakologis
1.

Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :

a.

ampicillin + aminoglikosid

b.

amoksisillin - asam klavulanat

c.

amoksisillin + aminoglikosid

d. sefalosporin generasi ke-3


2.

Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)

a.

beta laktam amoksisillin

b.

amoksisillin - asam klavulanat

c.

golongan sefalosporin

d. kotrimoksazol
e.

makrolid (eritromisin)

3.

Anak usia sekolah (> 5 thn)

Amoksisilin/ Makrolid (Eritromisin/Klaritromisisn/Azotrimisin).


Cara Pencegahan
1. Pencegahan primer:
Merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat
atau mencegah orang yang sehat agar tidak sakit. Upaya yang dapat dilakukan
adalah :
Memberikan imunisasi BCG satu kali (pada usia 0 -11 bulan). Campak
1x (pada usia 9 11 bulan), DPT 3x (pada usia 2 11 bulan). Polio 4x

(pada usia 2 11 bulan ) dan hepatitis B 3x (pada usia 0 9 bulan).


Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberikan ASI pada bayi

sampai berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi pada balita.


Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan dan

polusi di luar ruangan.


Mengurangi kepadatan hunian rumah.
2. Pencegahan sekunder:
Merupakan upaya manusia untuk mencegah orang yang telah sakit agar
sembuh. Menghambat progresifitas penyakit, menghindari komplikasi dan
mengurangi ketidakmampuan, uapaya yang dapat dilakukan adalah:
Bronkopneumonia berat : rawat dirumah sakit, berikan oksigen, beri
antibiotik benzilpenisillin, obat demam, obat mengi, beri perawatan

supportif, nilai setiap hari.


Bronkopneumonia : berikan kotrimoksasol, obati demam, obati mengi
Bukan Bronkopneumonia : perawatan dirumah, obati demam.

3. Pencegahan tertier:
Bertujuan untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi,
upaya yang dapat dlakukan adalah:

Memberikan makanan anak selama sakit, tingkatkan pemberian

makanan setelah sakit


Bersihkan hidung jika

mengganggu proses pemberian makanan.


Berikan anak cairan tambahan untuk minum
Tingkatkan pemberian ASI
Sebuhkan batuk dan legakan tenggorokan dengan obat yang aman
Ibu sebaiknya memperhatikan tanda-tand seperti : anak tidak dapat

terapat

sumbatan

pada

hidung

yang

minum, kondisi anak semakin memburuk, jika muncul tanda-tanda


seperti diatas segera bawa naka kepetugas kesehatan.
Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus
dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada
kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama)
menurut kelompok usia.
7. Komplikasi
a. Atelektasis : Pengembangan paru-paru yangi tidak sempurna atau kolaps
paru.
b. Empyema : Suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura yang terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
c. Abses paru : Pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang
d. Endokarditis : Peradangan pada setiap katup endokardial
e. Meningitis : Infeksi yang menyerang selaput otak
f.

Gagal nafas

8. Askep
a.

Fokus Pengkajian

Usia bronkopneumoni sering terjadi pada anak. Kasus terbanyak sering terjadi pada
anak berusia dibawah 3 tahun dan kematian terbanyak terjadi pada bayi berusia
kurang dari 2 bulan, tetapi pada usia dewasa juga masih sering mengalami
bronkopneumonia.

b.

Keluhan Utama : sesak nafas

c.

Riwayat Penyakit

1)

Bronkopneumonia Virus

Didahului oleh gejala-gejala infeksi saluran nafas, termasuk renitis (alergi) dan batuk,
serta suhu badan lebih rendah daripada pneumonia bakteri.
2)

Bronkopneumonia Stafilokokus (bakteri)

Didahului oleh infeksi saluran pernapasan akut atau bawah dalam beberapa hari
hingga seminggu, kondisi suhu tubuh tinggi, batuk mengalami kesulitan pernapasan.
d.

Riwayat Kesehatan Dahulu

Sering menderita penyakit saluran pernapasan bagian atas riwayat penyakit fertusis
yaitu penyakit peradangan pernapasan dengan gejala bertahap panjang dan lama
yang disertai wheezing (pada Bronchopneumonia).

e.

Pengkajian Fisik

1)

Inspeksi : Perlu diperhatikan adanya takhipnea, dispnea, sianosis sirkumoral,

pernafasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula non produktif menjadi
produktif, serta nyeri dada pada waktu menarik nafas pada pneumonia berat, tarikan
dinding dada akan tampak jelas.
2)

Palpasi : Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus

raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit dan nadi mengalami peningkatan.
3)

Perkusi : Suara redup pada sisi yang sakit.

4)

Auskultasi : Pada pneumoniakan terdengar stidor suara nafas berjurang, ronkhi

halus pada sisi yang sakit dan ronkhi pada sisi yang resolusi, pernafasan bronchial,
bronkhofoni, kadang-kadang terdenar bising gesek pleura.
f.

Data Fokus

1)

Pernapasan

Gejala : takipneu, dispneu, progresif, pernapasan dangkal, penggunaan obat


aksesoris, pelebaran nasal.

Tanda : bunyi napas ronkhi, halus dan melemah, wajah pucat atau sianosis bibir atau
kulit
2)

Aktivitas atau istirahat

Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia


Tanda : penurunan toleransi aktivitas, letargi
3)

Integritas ego : banyaknya stressor

4)

Makanan atau cairan

Gejala ; kehilangan napsu makan, mual, muntah


Tanda: distensi abdomen, hiperperistaltik usus, kulit kering dengan tugor kulit buruk,
penampilan kakeksia (malnutrisi)
5)

Nyeri atau kenyamanan

Gejala : sakit kepala, nyeri dada (pleritis), meningkat oleh batuk, nyeri dada subternal
(influenza), maligna, atralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada posisi yang sakit
untuk membatasi gerakan).

PRIORITAS DIAGNOSA
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d sekresi mukus yang kental,
kelemahan fisik umum, upaya batuk buruk dan edema trakheal atau
faringeal
2. Gangguan pertukaran gas b.d penurunan jaringan efektif paru dan
kerusakan membran alveolar-kapiler
3. Perubahan nutrisi : kurang darikebutuhan tubuh b.d peningkatan
metabolisme tubuh, anoreksia dan penurunan nafsu makan.
4. Intoleransi Aktivitas b.d insufisiensi oksigen untuk aktifitas sehari-hari.

RENPRA
a) Diagnosa 1 (Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas)
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x1 jam, masalah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas dapat berkurang melalui :
NOC : Respiratory status : Airway Patency
KH :
1. Klien memiliki TTV dalam rentang normal.
2. Klien mampu melaksanakan batuk efektif.

3. Bunyi pernafasan normal, pergerakan pernafasan normal.


4. Foto thoraks tidak menunjukkan prognosa yang lebih buruk.
NIC : Airway Management
1. Auskultasi area paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi
nafas, misalnya : krekels, mengi.
2. Lakukan suction apabila ada indikasi yang memerlukan tindakan suction.
3. Berikan cairan sedikitnya 2500 ml ml/hari ( kecuali kontraindikasi ).
4. Tawarkan air hangat dari pada dingin.
5. Bantu mengawasi efek pengobatan
6. Berikan obat sesuai indikasi, mukoliti, ekspentoran, bronchodilator & analgesik
b) Diagnosa 2 (Gangguan Pertukaran Gas)
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x1 jam, permasalahan
gangguan pertukaran gas dapat berkurang dengan :
NOC : Respiratory Status : Gas Exchange
KH :
1. Klien melaporkan tidak ada usaha napas berat.
2. Tidak tampak pernapasan dispnea.
3. Klien menunjukkan tidak mempunyai gejala distress pernapasan.
4. Klien menunjukkan hasil perbaikan BGA (saturasi O2 >90%, tidak ada sianosis,
CRT< 3 dtk).
NIC :
1. Kaji frekwensi, kedalaman dan kemudahan bernafas.
2. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, catat adanya sianosis
perifer ( kuku ) atau sianosis sentral.
3. Kaji status mental
4. Awasi suhu tubuh sesuai indikasi.
5. Berikan terapi oksigen dengan benar.
c). Diagnosa 3 (Gangguan Nutrisi kurang dari Kebutuhan Tubuh)
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam, pasien
menunjukkan peningkatan nafsu makan dengan :
NOC : Nutritional Status : Food and Fluid Intake
1. BB tidak turun.
2. Klien menyatakan nafsu makannya meningkat.
3. Klien menunjukkan intake nutrisi yang cukup.
NIC : Nutrition Monitoring
1. Indentifikasi factor yang menyebabkan mual / muntah misalnya : sputum
2.
3.
4.
5.

banyak, pengobatan aerosol, dispnoe berat, nyeri.


Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin
Jadwalkan pengobatan pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.
Auskultasi bunyi usus , observasi / palpasi distensi abdomen
Berikan makan porsi kecil tapi sering termasuk makanan kering

6. Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.


c) Diagnosa 4 (Intoleransi Aktivitas)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam, permasalahan
intoleransi aktivitas dapat berkurang dengan :
NOC : Self care : ADL
KH :
1. Klien memilih aktivitas yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikis, dan sosial.
2. Menunjukkan peningkatan toleran terhadap aktivitas.
3. TTV klien masih dalam rentang normal.
NIC :
1. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang dapat dilakukan yang sesuai
2.
3.
4.
5.

dengan kondisi fisik, psikis, dan sosial.


Bantu klien untuk menggunakan alat bantu jika diperlukan.
Bantu klien untuk membuat jadwal.
Monitor TTV klien sebelum dan sesudah beraktifitas.
Beri reinforcement positif kepada klien saat berhasil menjalankan aktivitas yang
dipilih.

DAFTAR PUSTAKA
Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia. http://emedicine.medscape.com/article/967822overview. (9 Marert 2013)
Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C., Kaplan S.L.,
Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D., Stockwell J.A., and
Swanson J.T. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants
and Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines by the Pediatric
Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect
Dis. 53 (7): 617-630
Corwin, Elizabeth. J. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, 1999
Dorland, W. A. Newman. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC, 2011
Gedhe N., Cristantie.2002. Keperawatn Medikal Bedah Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta : Penerbit

IDAI

Irman Somantri. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika
Nanda. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC, 2010
Smeltzer, S. C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol.1. Jakarta: EGC, 2001

Anda mungkin juga menyukai