Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Cerebral palsy (CP) lebih tepat dikatakan sebagai suatu gejala yang kompleks
daripada suatu penyakit yang spesifik8. Cerebral Palsy merupakan gangguan kontrol
gerak dan postur yang disebabkan karena lesi non progresif pada otak yang belum
matur, yang terjadi pada saat dalam kandungan (pre natal), pada saat persalinan
(natal) dan 3 tahun pertama kehidupan (post natal). Menurut Bax, Cerebral Palsy
merupakan suatu kelainan gerakan dan postur yang tidak progresif, oleh karena suatu
kerusakan / gangguan pada sel sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang
tumbuh / belum selesai pertumbuhannya1,2,3.
Walaupun lesi serebral tersebut bersifat statis dan tidak progresif, tetapi tanda
tanda perkembangan neuron perifer akan berubah akibat dari maturasi sesuai
dengan bertambahnya umur anak. Kontroversi masih terjadi dalam menentukan
sampai umur berapa otak dikatakan sedang tumbuh. Menurut literatur terbaru,
disebutkan bahwa maturitas otak adalah sampai usia 3 tahun, namun ada beberapa
penulis yang mengatakan sampai umur 5 tahun, bahkan sampai umur 8 tahun.
Demikian pula dengan pemakaian istilah cerebral dianggap kurang tepat, karena
kerusakan tidak hanya pada korteks serebralis, tetapi dapat juga mengenai ganglia
basal, pons, pusat pusat pada subkortikal midbrain atau cerebellum. Istilah palsy
juga kurang tepat, karena yang utama adalah gangguan kontrol motorik6.
EPIDEMIOLOGI
Cerebral palsy adalah salah satu disabilitas yang paling sering terjadi pada anak-anak.
Insiden yang dilaporkan bervariasi, tetapi berkisar antara 2 sampai 3 per 1000

12

kelahiran hidup. Insiden CP di Amerika Serikat pada tahun 1940-an dan 1950-an
diperkirakan 1,6 sampai 5,8 per 1000 kelahiran hidup. Dalam skala lebih luas, barubaru ini Collaborative Perinatal Project mendapatkan angka prevalensi 5,2 per 1000
kelahiran hidup sampai usia 1 tahun, tetapi juga dilaporkan adanya resolusi sampai
setengah dari anak-anak ini sampai usia 7 tahun. Penelitian paling baru di Amerika
Serikat sesuai dengan angka prevalensi rata-rata CP di negara-negara industri, yaitu 2
per 1000 kelahiran hidup.6
Ada harapan bahwa kemajuan di dalam penanganan neonatus dapat
menurunkan insiden CP. Prevalensi CP pada bayi yang cukup bulan tetap relatif
konstan. Perbaikan dalam keberhasilan hidup neonatus telah menurunkan resiko CP
pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram. Pada dekade terakhir, ada
kecenderungan peningkatan keberhasilan hidup pada bayi prematur, yang lebih
imatur dan lebih kecil, dengan berbagai komplikasi medisnya. Walaupun secara
umum keluaran neonatal membaik, tetapi kemampuan bayi dengan berat badan lahir
rendah (<2500 gram) dan bayi dengan berat badan lahir sangat rendah (<1500 gram)
untuk bertahan hidup dengan resiko CP yang lebih besar telah membuat prevalensi
CP pada anak-anak relatif konstan. Selain berat badan lahir kurang dari 2500 gram,
beberapa faktor lain merupakan faktor resiko untuk terjadinya CP. Usia kehamilan
kurang dari 32 minggu merupakan suatu faktor prediksi yang paling kuat untuk
terjadinya CP. Analisis multivariabel menunjukkan bahwa ibu dengan retardasi
mental, gangguan kejang atau hipertiroidisme, riwayat 2 atau lebih kematian bayi
sebelumnya, saudara kandung dengan defisit motorik, perdarahan pada trimester
ketiga atau peningkatan ekskresi protein urine dan bradikardi janin, korionitis, berat
plasenta rendah, malformasi janin dan serangan kejang neonatal, semuanya
meningkatkan resiko CP6.
Faktor- faktor lain yang dihubungkan dengan CP telah diidentifikasikan
dalam penelitian epidemiologis yang berkaitan dengan stadium kehamilan. Sebelum
kehamilan, siklus menstruasi yang panjang, keguguran berulang saat hamil, gangguan

13

pertumbuhan janin, kehamilan kembar, malformasi kongenital, kelainan presentasi


janin, atau kelas sosial ekonomi rendah dihubungkan dengan peningkatan resiko CP.
Selama proses persalinan, hanya pelepasan plasenta prematur yang mempunyai
hubungan dengan resiko CP. Pada masa post natal awal, secara epidemiologis hanya
ensefalopati pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan CP 9.
ETIOLOGI
Meskipun pada 50 % kasus Cerebral Palsy tidak diketahui penyebabnya,
beberapa faktor, yang terjadi pada titik waktu yang berbeda, diperkirakan dapat
menjadi faktor risiko terjadinya CP di masa mendatang. Pada periode prenatal;
kelainan perkembangan dalam kandungan, factor genetic, kelainan kromosom, usia
ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun , usia ayah < 20 tahun dan > 40
tahun,

infeksi intrauterine (TORCH, Sifilis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes),

radiasi sewaktu masih dalam kandungan, asfiksia intrauterine (abrubsio plasenta,


plasenta previa, anoksia maternal, kelainan umbilicus, perdarahan plasenta, ibu
hipertensi), keracunan kehamilan, kontaminasi air raksa pada makanan, rokok, dan
alkohol, induksi konsepsi, riwayat obstetrik (riwayat keguguran, riwayat lahir mati,
riwayat melahirkan anak dengan berat badan < 2000 gram atau lahir dengan kelainan
motorik, retardasi mental)10. Intoksikasi pada kehamilan seperti iodine dapat
menyebabkan terjadinya CP diplegia dan mercury organic menyebabkan terjadinya
CP quadriplegia1,2,3,5
Pada periode perinatal; anoksia/hipoksia, komplikasi dari kelahiran prematur
(< 32 minggu), seperti berat badan lahir rendah < 2500 gram, intraventricular
hemorrhage grade III dan IV, kejang, skor APGAR < 3 pada 20 menit. Pada kelahiran
cukup bulan, plasenta previa, abruptio plasenta, aspirasi mekonium dapat
menyebabkan

terjadinya

asfiksia

neonatorum.

Hiperbilirubinemia

dapat

menyebabkan kern ikterus dengan adanya deposisi bilirubin pada nukleus nervus
cranial dan ganglia basal menyebabkan CP athetoid (dyskinetic)1.

14

Pada periode postnatal; anoksia otak (tenggelam, tercekik, post status


epileptikus), trauma kepala (hematom subdural), sepsis bakteri/virus atau meningitis
dalam 6 bulan pertama dapat menyebabkan gangguan motorik yang menetap.
Keracunan logam berat dan organofosfat dapat menyebabkan CP quadriplegia1,2.
Adapaun faktor resiko yang berhubuungan dengan CP adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Faktor resiko yang berhubungan dengan CP 9
Umum
Umur kehamilan < 32 minggu
Berat badan lahir < 2500 gram
Riwayat ibu
Retardasi mental
Gangguan kejang
Hipertiroid
Riwayat 2 kematian janin sebelumnya
Saudara kandung dengan defisit motorik
Selama kehamilan
Kehamilan kembar
Pertumbuhan janin terganggu
Perdarahan trimester ketiga
Peningkatan ekskresi protein urine
Korionitis
Pelepasan plasenta prematur
Berat plasenta rendah
Faktor janin

15

Kelainan presentasi janin


Malformasi janin
Bradikardi janin
Serangan kejang neonatal

KLASIFIKASI
Cerebral Palsy diklasifikasikan berdasarkan tipe gangguan pergerakan (type of
movement disorder) dan distribusi anatomis (anatomic distribution). Pola gerakan
termasuk spastik, diskinetik, hipotonik, ataksik dan campuran. Pola gerakan yang
paling umum dijumpai adalah tipe spastik. Spastisitas didefinisikan sebagai
hipertonus dengan disertai satu atau kedua tanda berikut : (a) resistensi terhadap
gerakan eksternal; meningkat dengan peningkatan kecepatan atau peregangan dan
bervariasi dengan arah gerakan; (b) resistensi terhadap gerakan eksternal; meningkat
pesat di atas ambang batas kecepatan 1,4. Gangguan spastik mengenai kurang lebih 3/4
dari seluruh penderita CP9.
Sering didapatkan tanda-tanda sindrom upper motor neuron pada CP (refleks
regang otot yang meningkat dan refleks Babinski yang abnormal). Dapat terjadi
refleks regang otot yang berlebihan pada sendi yang berdekatan, misalnya refleks
adduktor silang (kontraksi otot adduktor bilateral terhadap peregangan adduktor
unilateral)9.
Gangguan diskinetik pada gerakan involunter lebih jarang terjadi. Gerakan
atetosis klasik yang melibatkan kelompok otot besar sering terjadi. Atetosis, gerakan
yang involunter dan lambat, dengan postur badan menggeliat (writhing posture)
paling mudah dideteksi pada pergerakan kepala dan wajah. Gangguan diskinetik
menyebabkan gangguan ketidakstabilan postur dan kadang ditunjukkan dengan
gangguan tonus yang berfluktuasi. Pasien sering mula-mula hipotoni, dan kemudian

16

berkembang menjadi gerakan involunter selama beberapa tahun pertama kehidupan.


Atetosis sering disebabkan oleh kerusakan basal ganglia karena hiperbilirubinemia
atau anoksia berat. Gerakan involunter pada otot kecil seperti chorea juga dapat
terlihat. Walau jarang, gerakan balistik, berputar dan tanpa tujuan juga dapat terjadi.
Gangguan ataksia yang menyerupai disfungsi serebelum, yaitu terhuyung-huyung,
gaya jalan dengan basis yang melebar (wide based gait) dan dismetria sangat jarang
terjadi pada CP9.
Persentase kecil pasien mengalami CP tipe hipotonik. Anak-anak ini harus
dibedakan dari penyebab hipotonia neonatal yang lebih sering teridentifikasi, seperti
penyakit-penyakit otot, gangguan metabolik dan sindrom genetik. Banyak dari anakanak ini yang kemudian menjadi spastik atau mengalami gangguan tipe
ekstrapiramidal pada bulan-bulan pertama kehidupan. Semua abnormalitas tonus otot
ini dapat terjadi bersama-sama. Kombinasi yang paling sering adalah spastisitas
dengan atetosis. Pasien demikian kadang dikelompokkan sebagai CP tipe campuran9.
Berdasarkan distribusi anatomis keterlibatan motoriknya dikelompokkan
menjadi : hemiplegia, diplegia dan quadriplegia dan triplegia dengan masing
masing mempunyai angka kejadian yang sama. Pada CP dengan hemiparesis hanya
mengenai satu sisi dari tubuh. Pada CP diplegia mengenai keempat anggota gerak;
dengan keterlibatan anggota gerak bawah lebih dominan dibandingkan anggota gerak
atas. Pada CP quadriplegia mengenai keempat anggota gerak dan batang tubuh4.
Tabel 2. Klasifikasi tipe-tipe cerebral palsy 9
Berdasarkan abnormalitas tonus

Berdasarkan anggota tubuh yang terlibat

Spastik

Diplegia

Diskinetik

Kuadriplegia

Athetoid

Triplegia

17

Choreiform

Hemiplegia

Balistik
Ataksia
Hipotonik
Campuran
Terdapat juga klasifikasi CP berdasarkan kemampuan motorik kasar dan
motorik halus penderita. Berdasarkan kemampuan motorik kasar penderita dapat
digunakan

GMFCS

(Gross

Motor

Function

Classification

System)

yang

mengelompokkan penderita menjadi 5 kelompok, yaitu :1


1. Level I : Anak berjalan di dalam dan di luar ruangan tanpa adanya hambatan
2. Level II : Anak berjalan di dalam dan di luar ruangan atau naik tangga dengan
berpegangan pada pegangan; tetapi mengalami keterbatasan berjalan pada
permukaan yang tidak rata dan menanjak.
3. Level III : Anak berjalan di dalam dan di luar ruangan pada permukaan yang
rata dengan alat bantu jalan.
4. Level IV : Anak dapat berjalan pada jarak pendek dengan menggunakan alat
bantu jalan, tetapi lebih mengandalkan pada kursi roda di rumah dan
komunitas.
5. Level V : Anak tidak dapat melakukan mobilitas secara mandiri.
MANIFESTASI KLINIK
Kesulitan paling menonjol pada cerebral palsy adalah gangguan kontrol
neuromuskuler. Masalah pada bayi yang mengarah pada CP, antara lain bayi mudah
rewel (iritabel), malas, menghisap dengan lemah dan suka menjulurkan lidah, kontrol
kepala yang buruk, tangis melengking, hipersensitivitas oral, tonic bite, dan gerakan

18

asimetris atau postur yang tidak lazim. Keterlambatan motorik dapat juga ditunjukkan
dengan aktivitas motorik abnormal yang persisten, seperti bergerak dengan bergulingguling, merangkak dengan perut dengan ekstremitas bawah dalam posisi ekstensi dan
menggunakan ekstremitas atas untuk maju ke depan (combat crawling), W-sitting,
lompat kelinci (bunny hop)9.

Gambar 1. Combat crawl

Gambar 2. Bunny-hop (lompat kelinci)

19

Abnormalitas tonus otot sering disertai kelemahan otot, yang dapat


menyebabkan ketidakseimbangan kekuatan pada sendi. Hal ini meningkatkan
sejumlah pola gerakan. Beberapa pola yang sering didapatkan pada anak CP, seperti
pola menggunting, guarding dari ekstremitas atas, postur ekstensor atau proksimal
fixing.

Gambar 3. Pola menggunting

Gambar 4. Pasien dengan postur ekstensor.

20

Pola menggunting adalah gerakan adduksi, hiperekstensi lutut dan fleksi


plantar yang simultan dari ekstremitas bawah. Pola fleksi sinergis pada ekstremitas
atas yaitu fleksi jari-jari, pergelangan tangan dan siku, disertai abduksi bahu. Dengan
bertambah kuatnya pola ekstremitas atas ini, tangan anak naik dari pinggang ke posisi
penjaga (guard position) yang rendah, menengah atau tinggi. Beberapa pola gerak
dapat dikenali sebagai komponen refleks primitif yang persisten, seperti asymmetric
tonic neck reflex (ATNR), symmetric tonic neck reflex (STNR), atau tonic labyrinthine
reflex (TLR). Pola-pola gerakan ini dapat dilihat pada anggota tubuh, saat anak
melakukan gerak volunter, dipicu oleh positioning pasif, sebagai respon terhadap
rangsang sensoris, atau merupakan overflow dari anggota tubuh yang tidak terlibat.

Gambar 5. Posisi high guard pada ekstremitas atas

21

Gambar 6. Asymmetric Tonic Neck Reflex

Gambar 7. Symmetric Tonic Neck Reflex (Bila leher diekstensikan, ekstremitas atas
ekstensi dan ekstremitas bawah fleksi)

22

Gambar 8. Tonic Labyrinthine Reflex


Pola-pola gerakan ini adalah contoh kesulitan utama pada CP ketidakmampuan untuk memisahkan pergerakan sendiri-sendiri. Anak dengan CP
sering memicu aktivitas motorik pada sendi dan anggota tubuh di luar kerja yang
dikehendaki. Reaksi asosiasi atau aktivasi otot-otot yang lain dari apa yang ingin
digerakkan anak tersebut adalah satu dari kendala utama untuk gerakan volunter9.
Abnormalitas tonus otot sering disertai kelemahan pada otot. Penggunaan
metode pengukuran kekuatan otot tradisional merupakan suatu masalah pada CP
karena adanya abnormalitas tonus yang menyamarkan kemampuan pasien
mengeluarkan kekuatannya9.
Kesulitan mengontrol struktur pada garis tengah seperti batang badan dan
kepala, secara dramatis mempengaruhi kemampuan anak menjaga keseimbangan
yang baik. Aktivitas motorik yang tidak terkontrol mempengaruhi kemampuan pasien
menjaga keseimbangan dan mengkoordinasi gerakan. Perkembangan equilibrium

23

yang sesuai dan adekuat dan righting reaction terlambat atau kadang-kadang hilang.
Pola koordinasi yang abnormal atau tidak sesuai mengarah pada keterbatasan dalam
memperoleh, merencanakan, melaksanakan dan membetulkan gerakan-gerakan
tangkas. Bahkan anak dengan keterlibatan minimal dapat menunjukkan apraxia bila
mencoba aktivitas motorik tingkat tinggi9.
Kombinasi dari kontrol motorik abnormal dan pengalaman juga berpengaruh
pada gangguan kinestetik. Anak dengan CP sering sensitif terhadap rangsangan yang
normalnya tidak berbahaya. Pengalaman sensoris abnormal dari gangguan kontrol
motorik dapat berpengaruh terhadap gangguan persepsi sensorik, yang lebih lanjut
berpengaruh terhadap kemampuan anak untuk melakukan aktivitas motorik tingkat
tinggi.39 Penurunan kemampuan diskriminasi dua titik ditemukan pada ekstremitas
atas pada anak-anak dengan semua tipe CP. Anak dengan CP hemiparese juga
ditemukan hampir semuanya mengalami penurunan stereognosis, dengan penurunan
proprioseptif pada kurang lebih separuh penderita yang diperiksa9.
Efek sekunder utama dari gangguan tonus otot, kontrol dan keseimbangan
adalah perubahan pada persendian yang mengarah pada kontraktur dan deformitas.
Kontraktur atau pemendekan pasif yang dapat membatasi gerak sendi dan jaringan
lunak, sering mengenai otot adduktor, hamstring dan fleksor plantar dari ekstremitas
bawah dan otot fleksor dari ekstremitas atas. Ini terlihat dengan adanya spastisitas,
pola menggunting, atau pola fleksi pada ekstremitas atas, salah satu atau bersamasama, yang sering didapatkan pada mayoritas anak dengan CP9.
Deformitas tulang dapat terjadi karena gaya otot abnormal pada CP bekerja
pada rangka yang sedang tumbuh. Perhatian utama adalah pada integritas panggul
dan tulang belakang karena peran utamanya dalam menumpu berat badan.
Peningkatan fleksi panggul, adduksi dan internal rotasi femur bekerja mempengaruhi
kaput femur ke arah posterolateral atas dari asetabulum. Ini menghasilkan coxa

24

valgus, malformasi kepala femur dan asetabulum yang dangkal, yang menyebabkan
panggul mudah mengalami subluksasi9.
Deformitas spinal tidak terlalu sering terjadi, tapi mempunyai konsekuensi
yang lebih berat. Tarikan otot yang asimetris dan imobilitas dapat menyebabkan
deformitas bermakna pada tulang belakang, antara lain kifosis, skoliosis atau kelainan
rotasi. Deformitas spinal dapat secara bermakna mempengaruhi kenyamanan, tonus,
alignment duduk dan berdiri, serta keseimbangan. Bila parah, fungsi respirasi dapat
terganggu oleh pembatasan mekanik dada dan penurunan efisiensi kekuatan otot
respirasi yang ada. Ini dapat memberi dampak yang bermakna pada ketahanan tubuh,
kesehatan dan umur panjang. Spondilolistesis dan spondilolisis tidak meningkat pada
CP9.
Kelainan tulang pada kaki dapat terjadi dalam berbagai pola. Yang paling
sering adalah deformitas hindfoot dengan tumit valgus atau varus. Hiperpronasi
sering terjadi bersama calcaneovalgus atau cavus. Kadang-kadang dapat dijumpai
kaki tipe rocker-bottom9.
DIAGNOSIS
Identifikasi dini anak dengan Cerebral Palsy penting dilakukan karena
berhubungan dengan penatalaksanaan secara dini. Tidak ada tes spesifik untuk
diagnosis CP karena kelainan ini tidak merujuk pada etiologi dan patologi yang jelas.
Oleh karena itu diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat. Pada
umumnya sulit untuk menetapkan diagnosis pada anak usia kurang dari 6 bulan, oleh
karena pada usia ini gerakan anak terbatas, sehingga keterlambatan ringan pada
perkembangan motorik sulit terdeteksi. Selain itu juga abnormalitas tonus dan refleks
sering kali tidak jelas pada anak usia awal. Ketika korteks matur pada tahun pertama,
diagnosis menjadi lebih jelas1.

25

Anamnesis secara menyeluruh, meliputi faktor risiko yang potensial pada


masa prenatal, natal dan postnatal. Riwayat perkembangan milestone juga ditanyakan
secara lengkap. Perlu ditanyakan kepada orangtua apakah ada keterlambatan dalam
mencapai motor milestone. Adanya penyimpangan pada perkembangan milestone
berhubungan dengan CP1,2,3.
Pemeriksaan fisik secara lengkap perlu dilakukan. Pada bayi, pemeriksaan
neurologis difokuskan pada pemeriksaan tonus dan perkembangan refleks. Indikasi
awal dalam mendiagnosis CP adalah keterlambatan hilangnya refleks primitif. Selama
enam bulan pertama kehidupan, maturasi dari korteks secara bertahap menutupi
refleks primitif tersebut dan aktivitas motorik secara volunter mulai meningkat. Tetap
adanya refleks primitif pada usia lebih dari 6 bulan, adanya asimetris gerakan
menunjukkan kecurigaan terhadap gangguan motorik. Ketika refleks primitif
terdepresi, reaksi postural atau protektif seperti parachute dan equilibrium muncul.
Pada anak dengan CP, reaksi postural menjadi kurang efektif, muncul terlambat dari
normal atau bahkan tidak muncul1.
Tulang belakang
Deformitas tulang belakang berupa skoliosis sering dijumpai pada anak
dengan CP quadriplegia spastik. Insidensi skoliosis pada anak dengan CP
quadriplegia spastik adalah sekitar 68 %. Terdapat risiko progresi kurva skoliosis
pada anak dengan CP quadriplegia spatik, terutama bila didapatkan pada onset lebih
awal dan keseimbangan duduk yang jelek1.
Anggota gerak atas
Pada CP, adanya spastisitas dan imbalans otot sering menyebabkan terjadinya
deformitas sendi. Sendi bahu biasanya pada posisi adduksi dan internal rotasi. Sendi
siku biasanya mengalami kontraktur fleksi, karena spastisitas otot biceps,
brachioradialis dan brachialis. Sendi pergelangan tangan dalam posisi fleksi dan ulnar

26

deviasi. Jari jari dalam posisi fleksi, karena adanya spastisitas pada otot intrinsik
tangan. Oleh karena itu intervensi rehabilitasi secara dini perlu diberikan pada anak
dengan CP karena bila sudah terjadi deformitas pada anggota gerak atas, maka
kemampuan motorik halus dan aktivitas kegiatan sehari hari akan terganggu1,2.
Gangguan pola jalan (gait)
Pada sendi panggul; spastisitas pada otot adduktor hip menyebabkan
scissoring. Spastisitas pada otot illiopsoas menyebabkan anterior pelvic tilt dan
crouched gait. Pada sendi lutut; spatisitas pada otot hamstring menyebabkan kesulitan
mengekstensikan lutut pada saat stance phase, sehingga menyebabkan crouched gait.
Spastisitas pada otot rectus femoris membatasi fleksi lutut pada saat swing phase,
sehingga menyebabkan stiff-kneed gait. Pada sendi pergelangan kaki; spastisitas pada
otot plantarfleksor pergelangan kaki menyebabkan toe walking. Pada CP quadriplegia
spastik juga didapatkan deformitas equinovalgus1,2.
Menurut Molnar, terdapat 3 kriteria mayor untuk mendiagnosis CP, yaitu :1
1. Defisit kontrol neuromotor yang menyebabkan gangguan kontrol gerak dan
postur.
2. Lesi otak yang statik, tidak progresif.
3. Cedera otak tersebut diperoleh sejak dalam kandungan sampai dengan tahun
pertama kehidupan.
Menurut Levine, kelainan motorik pada CP dikelompokkan menjadi 6
kategori, yaitu :6
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pola gerak dan postur


Pola gerak oral
Strabismus
Tonus otot
Evolusi dari reaksi postural dan tahap perkembangan
Refleks tendon, refleks primitif

27

Berdasarkan kriteria Levine, diagnosis CP ditegakkan bila minimal terdapat 4


kelainan dari 6 kategori motorik di atas dan disertai dengan proses penyakit yang
tidak progresif.
Selain gangguan terhadap kontrol gerak dan postur tersebut, terdapat beberapa
kelainan lain yang menyertai CP, diantaranya adalah:1,5
1. Gangguan penglihatan
Gangguan penglihatan terjadi pada 50% dari anak-anak dengan CP.
Ketidakseimbangan otot menyebabkan esotropia, exotropia, atau hyperopia dan yang
paling sering terjadi pada CP diplegia dan quadriplegia spastik. Amblyopia sekunder
dapat terjadi akibat kelainan ini. Koreksi bedah dari ketidakseimbangan otot sebagian
besar adalah untuk tujuan kosmetik.
2. Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran konduktif mungkin disebabkan karena disfungsi
tabung Eustachian sebagai akibat dari distorsi palatal atau sensorineural akibat
pengobatan aminoglikosida selama neonatorum tersebut.
3. Kejang
Kejang terjadi pada 35% sampai 40% pada anak-anak dengan CP dan yang
paling umum pada CP postnatal, dan sekitar 60% sampai 70% pada hemiplegia dan
quadriplegia. Sedangkan pada dyskinetik dan diplegia kejang terjadi hanya 25%
sampai 33%. Pencitraan dapat digunakan untuk menyingkirkan lesi struktural.

4. Retardasi mental

28

Retardasi mental derajat sedang sampai berat didapatkan pada sepertiga kasus,
derajat ringan didapatkan pada sepertiga kasus, dan sepertiga kasus sisanya
menunjukkan tingkat kecerdasan normal. Retardasi mental biasanya ringan pada
mereka dengan diplegia dan hemiplegia dan biasanya berhubungan dengan gangguan
belajar.
5. Malnutrisi
Malnutrisi juga sering didapatkan pada anak dengan CP, yang disebabkan
karena gangguan fungsi motorik oral.
6. Gangguan pernafasan
Peningkatan risiko infeksi pernafasan terjadi karena gangguan mekanisme
pembersihan jalan napas dan mekanisme batuk, akibat gangguan terhadap kontrol
otot otot abdominal.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Modalitas yang paling umum digunakan pada bayi prematur adalah US
kranial untuk mengevaluasi PVL. Pedoman mengenai US kranial telah diterbitkan
oleh American Academy of Neurology (AAN), dan skrining dianjurkan pada bayi
prematur kurang dari 30 minggu kehamilan pada usia 7 sampai 14 hari dan kembali
dilakukan pada 36 sampai 40 minggu.1,2
AAN telah merekomendasikan bahwa pemeriksaan pencitraan rutin,
sebaiknya dengan MRI dibandingkan Computed Tomography, dilakukan pada anak
dengan kecurigaan CP jika penyebabnya belum bisa ditentukan. MRI telah terbukti
memiliki hasil yang tinggi lebih besar dari 80% dalam mengidentifikasi kelainan pada
anak dengan CP dan dapat membantu dalam menentukan apakah cedera itu prenatal,
perinatal, atau postnatal.1
PENATALAKSANAAN

29

Penatalaksanaan anak dengan CP membutuhkan pendekatan multidisipliner.


Setelah diagnosis CP ditegakkan, evaluasi secara menyeluruh perlu dilakukan oleh
tim rehabilitasi untuk menentukan goal jangka pendek dan goal jangka panjang yang
akan dicapai. Goal disini mencakup pemeliharaan lingkup gerak sendi (LGS), kontrol
tonus, juga goal fungsional terkait kemandirian dalam aktivitas kegiatan sehari hari
(AKS), mobilisasi, komunikasi dan interaksi sosial. Goal tersebut harus secara rutin
dinilai ulang untuk memastikan goal tersebut tetap sesuai, seturut dengan
perkembangan usia anak, dan anak sebisa mungkin turut dilibatkan dalam
menentukan goal yang diinginkan bila memungkinkan.1,2,3
Ketika goal telah ditentukan, keluarga dan tim rehabilitasi harus menentukan
pendekatan terapi yang paling sesuai dengan goal tersebut. Meskipun banyak pilihan
terapi yang dapat dipilih, hanya terdapat sedikit bukti ilmiah dalam menentukan yang
terbaik. Secara umum, terapi yang dipilih selalu dimulai dari pendekatan yang paling
tidak invasif dan juga dengan pertimbangan biaya yang minimal.1,4,5
Fisioterapi
Banyak pendekatan terapi yang dapat dilakukan oleh fisioterapis dan juga terapis
okupasi, seperti neurodevelopmental therapy (NDT) / Bobath approach dan Rood.
Tujuan utama dari NDT adalah untuk menormalisasi tonus, menghambat (inhibisi)
pola gerak abnormal, memfasilitasi dan menstimulasi pola gerak normal. Pola gerak
abnormal biasanya diinhibisi melalui key point of control di proksimal seperti gelang
bahu dan pelvis. Berdasarkan metode Rood, stimulasi motorik dapat melalui stimulasi
sensorik, seperti quick stretch, icing, fast brushing, slow stroking, tendon tapping,
vibration, dan

joint compression untuk memfasilitasi kontraksi otot proksimal.

Namun demikian tidak ada bukti ilmiah yang jelas yang menjelaskan pendekatan
terapi mana yang terbaik. Sering kali terapis menggabungkan pendekatan terapi
tersebut dan disesuaikan dengan goal yang ingin dicapai.1,5
Latihan Peregangan (Stretching)

30

Anak dengan CP mempunyai risiko signifikan untuk terjadinya kontraktur


karena imbalans otot dan posisi yang statis. Oleh karena itu perlu dilakukan latihan
peregangan secara rutin setiap hari. Latihan peregangan merupakan latihan untuk
meningkatkan mobilitas jaringan lunak yang pada akhirnya dapat memperbaiki
lingkup gerak sendi. Latihan ini menggunakan manuver tertentu yang diaplikasikan
pada sendi dan jaringan lunak sekitar sehingga dapat memanjangkan struktur jaringan
lunak yang mengalami pemendekan dan menyebabkan keterbatasan lingkup gerak
sendi. Prinsip dari latihan peregangan adalah pemberian gaya peregangan dengan
intensitas rendah, perlahan lahan dan berkesinambungan. Arah dari gaya
peregangan yang diberikan selalu berlawanan dengan lingkup gerak sendi yang
mengalami keterbatasan. Pasien dipertahankan dalam posisi teregang selama 30 60
detik, sehingga dapat memberikan efek peregangan jaringan lunak yang maksimal.
Kemudian lepaskan gaya peregangan tadi secara perlahan lahan. Ulangi gerakan
tersebut sebanyak sepuluh kali.1,2,3,5
Selain itu dapat pula dilakukan teknik positioning, pemberian ortotik dan
aplikasi casting untuk memberikan prolonged stretch. Serial casting merupakan
teknik dimana serangkaian cast secara berturut turut diaplikasikan pada sendi
tertentu dengan harapan didapatkan peningkatan lingkup gerak sendi secara progresif
pada setiap aplikasinya. Serial casting biasa nya diaplikasikan pada sendi
pergelangan kaki bersamaan dengan injeksi botulinum toxin serotype A (BoNT-A)
dengan tujuan untuk meningkatkan lingkup gerak sendi dorsifleksi pergelangan kaki.
Latihan Penguatan Otot (Strengthening)
Defisit kontraksi otot secara volunter pada anak dengan CP disebabkan karena
berkurangnya rekruitmen motor unit, peningkatan aktivasi otot antagonis, perubahan
morfologi otot termasuk atrofi seranut otot dan peningkatan jaringan ikat dan lemak.
Kelemahan otot ini akan berkontribusi terhadap defisit fungsional penderita CP. Oleh
karena itu pada anak dengan CP dapat diberikan latihan penguatan otot. Sejumlah

31

penelitian terkini menunjukkan bahwa latihan penguatan otot dapat meningkatkan


kekuatan otot penderita CP, tanpa menyebabkan peningkatan spastisitas.1,3
Partial Body Weight Support Treadmill Training (PBWSTT)
PBWSTT menggunakan sistem kontrol postural (harness) untuk mengurangi
sejumlah berat badan dan menopang pasien pada saat melakukan latihan ambulasi
dengan menggunakan treadmill. Teori terkini mengenai motor learning menunjukkan
bahwa pengulangan tugas spesifik (task-specific repetitive practice) dapat
meningkatkan aktivitas, termasuk berjalan (ambulasi) pada pasien dengan gangguan
neurologik termasuk CP. PBWSTT pada pasien CP yang non-ambulatory
menunjukkan perbaikan yang signifikan pada sesi berdiri dan berjalan pada GMFM
dan perbaikan fungsional, seperti kemampuan berpindah (transfer) dari posisi duduk
ke berdiri tanpa menggunakan bantuan tangan, berjalan dan naik tangga pada
beberapa pasien.1
Electrical Stimulation
Penggunaan electrical stimulation (ES) pada anak dengan CP ditujukan untuk
meningkatkan kekuatan otot dan fungsi motorik. ES merupakan salah satu alternatif
teknik penguatan otot (Strengthening) pada anak CP dengan kontrol motorik yang
kurang.1
Neuromuscular Electrical Stimulation (NMES)
Aplikasi arus listrik menyebabkan depolarisasi membran sel saraf sehingga
menghasilkan potensial aksi. Arus listrik dengan parameter yang tepat dapat
menyebabkan perubahan membrane potensial saraf dan menghasilkan potensial aksi.
Potensial aksi yang dihasilkan oleh ES memberikan respon yang sama dengan
potensial aksi yang dihasilkan oleh stimulus secara fisiologis. Gelombang yang
digunakan adalah

pulsed biphasic. Untuk penempatan elektroda adalah sebagai

berikut : satu elektroda diletakkan pada motor point otot dan elektroda lainnya

32

diletakkan parallel sesuai dengan arah serabut otot tersebut dengan jarak antar
elektroda minimal 2 inchi. Motor point merupakan daerah dimana stimulus elektrik
terkecil akan menghasilkan kontraksi otot terbesar dan biasanya terletak pada daerah
tengah muscle belly; dimana saraf motorik memasuki otot.7
Ortosis
Kebanyakan anak CP quadriplegia ortosis untuk mengurangi tonus abnormal,
mempertahankan atau meningkatkan lingkup gerak sendi, proteksi atau stabilisasi
persendian dan meningkatkan aktifitas fungsional.1,2,3
Ortosis Anggota Gerak Atas
Static wrist hand orthosis (WHO) merupakan ortosis anggota gerak atas yang
paling umum yang digunakan untuk memposisikan tangan sehingga dapat melakukan
aktifitas fungsional dan juga untuk mempertahankan lingkup gerak sendi tangan.
Tujuan utama penggunaannya adalah untuk mencegah terjadinya deformitas yang
menetap.1,2
Ortosis Anggota Gerak Bawah
Ortosis anggota gerak bawah yang dapat diberikan pada anak dengan CP
diantaranya adalah : Ankle-Foot-Orthoses (AFO) merupakan ortosis anggota gerak
bawah yang memberikan kontrol secara langsung terhadap sendi pergelangan kaki
dan kaki; juga memberikan kontrol tidak langsung terhadap sendi lutut. ortosis
dengan AFO dengan rigid ankle, leaf spring atau hinged dengan plantarflexion stop
yang dapat mencegah terjadinya deformitas equinus. Perbaikan terhadap deformitas
equinus terbukti meningkatkan efisiensi gait. Knee-Ankle-Foot-Orthoses (KAFO)
memberikan kontrol langsung terhadap sendi lutut, sendi pergelangan kaki dan kaki.
KAFO dapat diresepkan bila terdapat deformitas varus atau valgus pada sendi lutut,
deformitas equinus pada sendi pergelangan kaki dan deformitas varus atau valgus
pada kaki. Demikian pula, Hip-Knee-Ankle-Foot-Orthoses (HKAFO) merupakan

33

KAFO dengan penambahan kontrol terhadap sendi pinggul. Penggunaan KAFO dan
HKAFO tidak meningkatkan kemampuan ambulasi yang signifikan, namun demikian
penggunaannya dapat mencegah terjadinya deformitas dan juga memfasilitasi posisi
berdiri.1,2,3
Ortosis Spinal
Ortosis spinal umumnya diresepkan pada anak dengan CP quadriplegia
dengan deformitas tulang belakang skoliosis. Tujuan penggunaan ortosis spinal
adalah untuk memperlambat perburukan deformitas skoliosis dan juga menunda
tindakan operasi hingga waktu yang ideal. Selain itu penggunaan ortosis spinal juga
meningkatkan stabilitas anak pada saat duduk.1,2
Alat bantu jalan (walking aid)
Alat bantu jalan dapat diresepkan pada anak dengan CP quadriplegia spastik
yang sudah mempunyai head control dan trunk control yang adekwat. Pada anak
yang demikian dapat diresepkan wheeled walker dengan berbagai modifikasi seperti
sling seat yang memberikan penyangga sehingga memudahkan anak. Reverse walker
dapat memfasilitasi posisi tegak dan untuk keseimbangan. Sedangkan pada anak CP
quadriplegia spastik yang tidak mempunyai head control dan trunk control yang
adekwat dapat dipertimbangkan menggunakan wheel chair dengan modifikasi untuk
ambulasi.1,2

Okupasi Terapi
Latihan pada terapi okupasi lebih ditujukan pada kemampuan motorik halus
anak. Setelah kontrol motor didapatkan, anak dapat mulai diberikan latihan aktifitas
kegiatan sehari hari yang disesuaikan dengan usia anak dan juga goal yang sudah
ditentukan. Latihan aktifitas kegiatan sehari hari diawali dengan latihan fungsi
tangan seperti : reach, grasp, placement, release. Latihan kemudian ditingkatkan

34

untuk melakukan simulasi AKS sederhana sesuai dengan goal yang sudah
ditentukan.1
Terapi Wicara
Kebanyakan anak CP mempunyai gangguan oromotor, disfagia dan gangguan
artikulasi. Terapi wicara perlu dilakukan untuk menstimulasi gerak motor oral dan
juga manajemen terhadap disfagia.1,2,3,5

DAFTAR PUSTAKA

1. McMahon M, Pruitt D. Cerebral Palsy. In : Alexander M, editor. Pediatric


Rehabilitation. 4th ed. New York: Demos Medical Publishing; 2009.p.165-197
2. Oleszek J, Davidson L. Cerebral Palsy. In : Braddom R, editor. Physical
Medicine and Rehabilitation. 4th ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company;
2011.p.1253-73
3. Diamond M, Armento M. Special Population. In : DeLisa, editor. Physical
Medicine and Rehabilitation.5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2010. p.1483-87

35

4. Turk M. Cerebral Palsy. In : Garisson SJ, editor. Handbook of Physical


Medicine and Rehabilitation The Basics. 4th ed. Philadelphia: Williams &
Wilkins; 2003. p. 203-215
5. Cucurullo S. Pediatric Rehabilitation. Physical Medicine and Rehabilitation
Board Review. 4th . New York. Demos. 2004 ; 693-711
6. Soetjiningsih. Palsi Serebralis. In: Soetjiningsih, editor. Tumbuh Kembang
Anak. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 1995.p.223-235.
7. Cameron, M. The Physical Agent. Physical Agents in Rehabilitation. 3rd .
Philadelphia. Saunders. 2009 ; 231-251z
8. Kuban KCK, Alan Leviton. 1994. Cerebral Palsy. N Engl J Med
9. Braddom RL, ed Physycal Medicine & Rehabilitation.2 nd edition. Philadelphia
: WB Saunders Company; 2000_ p.1191 1212.

36

Anda mungkin juga menyukai