TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Cerebral palsy (CP) lebih tepat dikatakan sebagai suatu gejala yang kompleks
daripada suatu penyakit yang spesifik8. Cerebral Palsy merupakan gangguan kontrol
gerak dan postur yang disebabkan karena lesi non progresif pada otak yang belum
matur, yang terjadi pada saat dalam kandungan (pre natal), pada saat persalinan
(natal) dan 3 tahun pertama kehidupan (post natal). Menurut Bax, Cerebral Palsy
merupakan suatu kelainan gerakan dan postur yang tidak progresif, oleh karena suatu
kerusakan / gangguan pada sel sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang
tumbuh / belum selesai pertumbuhannya1,2,3.
Walaupun lesi serebral tersebut bersifat statis dan tidak progresif, tetapi tanda
tanda perkembangan neuron perifer akan berubah akibat dari maturasi sesuai
dengan bertambahnya umur anak. Kontroversi masih terjadi dalam menentukan
sampai umur berapa otak dikatakan sedang tumbuh. Menurut literatur terbaru,
disebutkan bahwa maturitas otak adalah sampai usia 3 tahun, namun ada beberapa
penulis yang mengatakan sampai umur 5 tahun, bahkan sampai umur 8 tahun.
Demikian pula dengan pemakaian istilah cerebral dianggap kurang tepat, karena
kerusakan tidak hanya pada korteks serebralis, tetapi dapat juga mengenai ganglia
basal, pons, pusat pusat pada subkortikal midbrain atau cerebellum. Istilah palsy
juga kurang tepat, karena yang utama adalah gangguan kontrol motorik6.
EPIDEMIOLOGI
Cerebral palsy adalah salah satu disabilitas yang paling sering terjadi pada anak-anak.
Insiden yang dilaporkan bervariasi, tetapi berkisar antara 2 sampai 3 per 1000
12
kelahiran hidup. Insiden CP di Amerika Serikat pada tahun 1940-an dan 1950-an
diperkirakan 1,6 sampai 5,8 per 1000 kelahiran hidup. Dalam skala lebih luas, barubaru ini Collaborative Perinatal Project mendapatkan angka prevalensi 5,2 per 1000
kelahiran hidup sampai usia 1 tahun, tetapi juga dilaporkan adanya resolusi sampai
setengah dari anak-anak ini sampai usia 7 tahun. Penelitian paling baru di Amerika
Serikat sesuai dengan angka prevalensi rata-rata CP di negara-negara industri, yaitu 2
per 1000 kelahiran hidup.6
Ada harapan bahwa kemajuan di dalam penanganan neonatus dapat
menurunkan insiden CP. Prevalensi CP pada bayi yang cukup bulan tetap relatif
konstan. Perbaikan dalam keberhasilan hidup neonatus telah menurunkan resiko CP
pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram. Pada dekade terakhir, ada
kecenderungan peningkatan keberhasilan hidup pada bayi prematur, yang lebih
imatur dan lebih kecil, dengan berbagai komplikasi medisnya. Walaupun secara
umum keluaran neonatal membaik, tetapi kemampuan bayi dengan berat badan lahir
rendah (<2500 gram) dan bayi dengan berat badan lahir sangat rendah (<1500 gram)
untuk bertahan hidup dengan resiko CP yang lebih besar telah membuat prevalensi
CP pada anak-anak relatif konstan. Selain berat badan lahir kurang dari 2500 gram,
beberapa faktor lain merupakan faktor resiko untuk terjadinya CP. Usia kehamilan
kurang dari 32 minggu merupakan suatu faktor prediksi yang paling kuat untuk
terjadinya CP. Analisis multivariabel menunjukkan bahwa ibu dengan retardasi
mental, gangguan kejang atau hipertiroidisme, riwayat 2 atau lebih kematian bayi
sebelumnya, saudara kandung dengan defisit motorik, perdarahan pada trimester
ketiga atau peningkatan ekskresi protein urine dan bradikardi janin, korionitis, berat
plasenta rendah, malformasi janin dan serangan kejang neonatal, semuanya
meningkatkan resiko CP6.
Faktor- faktor lain yang dihubungkan dengan CP telah diidentifikasikan
dalam penelitian epidemiologis yang berkaitan dengan stadium kehamilan. Sebelum
kehamilan, siklus menstruasi yang panjang, keguguran berulang saat hamil, gangguan
13
terjadinya
asfiksia
neonatorum.
Hiperbilirubinemia
dapat
menyebabkan kern ikterus dengan adanya deposisi bilirubin pada nukleus nervus
cranial dan ganglia basal menyebabkan CP athetoid (dyskinetic)1.
14
15
KLASIFIKASI
Cerebral Palsy diklasifikasikan berdasarkan tipe gangguan pergerakan (type of
movement disorder) dan distribusi anatomis (anatomic distribution). Pola gerakan
termasuk spastik, diskinetik, hipotonik, ataksik dan campuran. Pola gerakan yang
paling umum dijumpai adalah tipe spastik. Spastisitas didefinisikan sebagai
hipertonus dengan disertai satu atau kedua tanda berikut : (a) resistensi terhadap
gerakan eksternal; meningkat dengan peningkatan kecepatan atau peregangan dan
bervariasi dengan arah gerakan; (b) resistensi terhadap gerakan eksternal; meningkat
pesat di atas ambang batas kecepatan 1,4. Gangguan spastik mengenai kurang lebih 3/4
dari seluruh penderita CP9.
Sering didapatkan tanda-tanda sindrom upper motor neuron pada CP (refleks
regang otot yang meningkat dan refleks Babinski yang abnormal). Dapat terjadi
refleks regang otot yang berlebihan pada sendi yang berdekatan, misalnya refleks
adduktor silang (kontraksi otot adduktor bilateral terhadap peregangan adduktor
unilateral)9.
Gangguan diskinetik pada gerakan involunter lebih jarang terjadi. Gerakan
atetosis klasik yang melibatkan kelompok otot besar sering terjadi. Atetosis, gerakan
yang involunter dan lambat, dengan postur badan menggeliat (writhing posture)
paling mudah dideteksi pada pergerakan kepala dan wajah. Gangguan diskinetik
menyebabkan gangguan ketidakstabilan postur dan kadang ditunjukkan dengan
gangguan tonus yang berfluktuasi. Pasien sering mula-mula hipotoni, dan kemudian
16
Spastik
Diplegia
Diskinetik
Kuadriplegia
Athetoid
Triplegia
17
Choreiform
Hemiplegia
Balistik
Ataksia
Hipotonik
Campuran
Terdapat juga klasifikasi CP berdasarkan kemampuan motorik kasar dan
motorik halus penderita. Berdasarkan kemampuan motorik kasar penderita dapat
digunakan
GMFCS
(Gross
Motor
Function
Classification
System)
yang
18
asimetris atau postur yang tidak lazim. Keterlambatan motorik dapat juga ditunjukkan
dengan aktivitas motorik abnormal yang persisten, seperti bergerak dengan bergulingguling, merangkak dengan perut dengan ekstremitas bawah dalam posisi ekstensi dan
menggunakan ekstremitas atas untuk maju ke depan (combat crawling), W-sitting,
lompat kelinci (bunny hop)9.
19
20
21
Gambar 7. Symmetric Tonic Neck Reflex (Bila leher diekstensikan, ekstremitas atas
ekstensi dan ekstremitas bawah fleksi)
22
23
yang sesuai dan adekuat dan righting reaction terlambat atau kadang-kadang hilang.
Pola koordinasi yang abnormal atau tidak sesuai mengarah pada keterbatasan dalam
memperoleh, merencanakan, melaksanakan dan membetulkan gerakan-gerakan
tangkas. Bahkan anak dengan keterlibatan minimal dapat menunjukkan apraxia bila
mencoba aktivitas motorik tingkat tinggi9.
Kombinasi dari kontrol motorik abnormal dan pengalaman juga berpengaruh
pada gangguan kinestetik. Anak dengan CP sering sensitif terhadap rangsangan yang
normalnya tidak berbahaya. Pengalaman sensoris abnormal dari gangguan kontrol
motorik dapat berpengaruh terhadap gangguan persepsi sensorik, yang lebih lanjut
berpengaruh terhadap kemampuan anak untuk melakukan aktivitas motorik tingkat
tinggi.39 Penurunan kemampuan diskriminasi dua titik ditemukan pada ekstremitas
atas pada anak-anak dengan semua tipe CP. Anak dengan CP hemiparese juga
ditemukan hampir semuanya mengalami penurunan stereognosis, dengan penurunan
proprioseptif pada kurang lebih separuh penderita yang diperiksa9.
Efek sekunder utama dari gangguan tonus otot, kontrol dan keseimbangan
adalah perubahan pada persendian yang mengarah pada kontraktur dan deformitas.
Kontraktur atau pemendekan pasif yang dapat membatasi gerak sendi dan jaringan
lunak, sering mengenai otot adduktor, hamstring dan fleksor plantar dari ekstremitas
bawah dan otot fleksor dari ekstremitas atas. Ini terlihat dengan adanya spastisitas,
pola menggunting, atau pola fleksi pada ekstremitas atas, salah satu atau bersamasama, yang sering didapatkan pada mayoritas anak dengan CP9.
Deformitas tulang dapat terjadi karena gaya otot abnormal pada CP bekerja
pada rangka yang sedang tumbuh. Perhatian utama adalah pada integritas panggul
dan tulang belakang karena peran utamanya dalam menumpu berat badan.
Peningkatan fleksi panggul, adduksi dan internal rotasi femur bekerja mempengaruhi
kaput femur ke arah posterolateral atas dari asetabulum. Ini menghasilkan coxa
24
valgus, malformasi kepala femur dan asetabulum yang dangkal, yang menyebabkan
panggul mudah mengalami subluksasi9.
Deformitas spinal tidak terlalu sering terjadi, tapi mempunyai konsekuensi
yang lebih berat. Tarikan otot yang asimetris dan imobilitas dapat menyebabkan
deformitas bermakna pada tulang belakang, antara lain kifosis, skoliosis atau kelainan
rotasi. Deformitas spinal dapat secara bermakna mempengaruhi kenyamanan, tonus,
alignment duduk dan berdiri, serta keseimbangan. Bila parah, fungsi respirasi dapat
terganggu oleh pembatasan mekanik dada dan penurunan efisiensi kekuatan otot
respirasi yang ada. Ini dapat memberi dampak yang bermakna pada ketahanan tubuh,
kesehatan dan umur panjang. Spondilolistesis dan spondilolisis tidak meningkat pada
CP9.
Kelainan tulang pada kaki dapat terjadi dalam berbagai pola. Yang paling
sering adalah deformitas hindfoot dengan tumit valgus atau varus. Hiperpronasi
sering terjadi bersama calcaneovalgus atau cavus. Kadang-kadang dapat dijumpai
kaki tipe rocker-bottom9.
DIAGNOSIS
Identifikasi dini anak dengan Cerebral Palsy penting dilakukan karena
berhubungan dengan penatalaksanaan secara dini. Tidak ada tes spesifik untuk
diagnosis CP karena kelainan ini tidak merujuk pada etiologi dan patologi yang jelas.
Oleh karena itu diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat. Pada
umumnya sulit untuk menetapkan diagnosis pada anak usia kurang dari 6 bulan, oleh
karena pada usia ini gerakan anak terbatas, sehingga keterlambatan ringan pada
perkembangan motorik sulit terdeteksi. Selain itu juga abnormalitas tonus dan refleks
sering kali tidak jelas pada anak usia awal. Ketika korteks matur pada tahun pertama,
diagnosis menjadi lebih jelas1.
25
26
deviasi. Jari jari dalam posisi fleksi, karena adanya spastisitas pada otot intrinsik
tangan. Oleh karena itu intervensi rehabilitasi secara dini perlu diberikan pada anak
dengan CP karena bila sudah terjadi deformitas pada anggota gerak atas, maka
kemampuan motorik halus dan aktivitas kegiatan sehari hari akan terganggu1,2.
Gangguan pola jalan (gait)
Pada sendi panggul; spastisitas pada otot adduktor hip menyebabkan
scissoring. Spastisitas pada otot illiopsoas menyebabkan anterior pelvic tilt dan
crouched gait. Pada sendi lutut; spatisitas pada otot hamstring menyebabkan kesulitan
mengekstensikan lutut pada saat stance phase, sehingga menyebabkan crouched gait.
Spastisitas pada otot rectus femoris membatasi fleksi lutut pada saat swing phase,
sehingga menyebabkan stiff-kneed gait. Pada sendi pergelangan kaki; spastisitas pada
otot plantarfleksor pergelangan kaki menyebabkan toe walking. Pada CP quadriplegia
spastik juga didapatkan deformitas equinovalgus1,2.
Menurut Molnar, terdapat 3 kriteria mayor untuk mendiagnosis CP, yaitu :1
1. Defisit kontrol neuromotor yang menyebabkan gangguan kontrol gerak dan
postur.
2. Lesi otak yang statik, tidak progresif.
3. Cedera otak tersebut diperoleh sejak dalam kandungan sampai dengan tahun
pertama kehidupan.
Menurut Levine, kelainan motorik pada CP dikelompokkan menjadi 6
kategori, yaitu :6
1.
2.
3.
4.
5.
6.
27
4. Retardasi mental
28
Retardasi mental derajat sedang sampai berat didapatkan pada sepertiga kasus,
derajat ringan didapatkan pada sepertiga kasus, dan sepertiga kasus sisanya
menunjukkan tingkat kecerdasan normal. Retardasi mental biasanya ringan pada
mereka dengan diplegia dan hemiplegia dan biasanya berhubungan dengan gangguan
belajar.
5. Malnutrisi
Malnutrisi juga sering didapatkan pada anak dengan CP, yang disebabkan
karena gangguan fungsi motorik oral.
6. Gangguan pernafasan
Peningkatan risiko infeksi pernafasan terjadi karena gangguan mekanisme
pembersihan jalan napas dan mekanisme batuk, akibat gangguan terhadap kontrol
otot otot abdominal.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Modalitas yang paling umum digunakan pada bayi prematur adalah US
kranial untuk mengevaluasi PVL. Pedoman mengenai US kranial telah diterbitkan
oleh American Academy of Neurology (AAN), dan skrining dianjurkan pada bayi
prematur kurang dari 30 minggu kehamilan pada usia 7 sampai 14 hari dan kembali
dilakukan pada 36 sampai 40 minggu.1,2
AAN telah merekomendasikan bahwa pemeriksaan pencitraan rutin,
sebaiknya dengan MRI dibandingkan Computed Tomography, dilakukan pada anak
dengan kecurigaan CP jika penyebabnya belum bisa ditentukan. MRI telah terbukti
memiliki hasil yang tinggi lebih besar dari 80% dalam mengidentifikasi kelainan pada
anak dengan CP dan dapat membantu dalam menentukan apakah cedera itu prenatal,
perinatal, atau postnatal.1
PENATALAKSANAAN
29
Namun demikian tidak ada bukti ilmiah yang jelas yang menjelaskan pendekatan
terapi mana yang terbaik. Sering kali terapis menggabungkan pendekatan terapi
tersebut dan disesuaikan dengan goal yang ingin dicapai.1,5
Latihan Peregangan (Stretching)
30
31
berikut : satu elektroda diletakkan pada motor point otot dan elektroda lainnya
32
diletakkan parallel sesuai dengan arah serabut otot tersebut dengan jarak antar
elektroda minimal 2 inchi. Motor point merupakan daerah dimana stimulus elektrik
terkecil akan menghasilkan kontraksi otot terbesar dan biasanya terletak pada daerah
tengah muscle belly; dimana saraf motorik memasuki otot.7
Ortosis
Kebanyakan anak CP quadriplegia ortosis untuk mengurangi tonus abnormal,
mempertahankan atau meningkatkan lingkup gerak sendi, proteksi atau stabilisasi
persendian dan meningkatkan aktifitas fungsional.1,2,3
Ortosis Anggota Gerak Atas
Static wrist hand orthosis (WHO) merupakan ortosis anggota gerak atas yang
paling umum yang digunakan untuk memposisikan tangan sehingga dapat melakukan
aktifitas fungsional dan juga untuk mempertahankan lingkup gerak sendi tangan.
Tujuan utama penggunaannya adalah untuk mencegah terjadinya deformitas yang
menetap.1,2
Ortosis Anggota Gerak Bawah
Ortosis anggota gerak bawah yang dapat diberikan pada anak dengan CP
diantaranya adalah : Ankle-Foot-Orthoses (AFO) merupakan ortosis anggota gerak
bawah yang memberikan kontrol secara langsung terhadap sendi pergelangan kaki
dan kaki; juga memberikan kontrol tidak langsung terhadap sendi lutut. ortosis
dengan AFO dengan rigid ankle, leaf spring atau hinged dengan plantarflexion stop
yang dapat mencegah terjadinya deformitas equinus. Perbaikan terhadap deformitas
equinus terbukti meningkatkan efisiensi gait. Knee-Ankle-Foot-Orthoses (KAFO)
memberikan kontrol langsung terhadap sendi lutut, sendi pergelangan kaki dan kaki.
KAFO dapat diresepkan bila terdapat deformitas varus atau valgus pada sendi lutut,
deformitas equinus pada sendi pergelangan kaki dan deformitas varus atau valgus
pada kaki. Demikian pula, Hip-Knee-Ankle-Foot-Orthoses (HKAFO) merupakan
33
KAFO dengan penambahan kontrol terhadap sendi pinggul. Penggunaan KAFO dan
HKAFO tidak meningkatkan kemampuan ambulasi yang signifikan, namun demikian
penggunaannya dapat mencegah terjadinya deformitas dan juga memfasilitasi posisi
berdiri.1,2,3
Ortosis Spinal
Ortosis spinal umumnya diresepkan pada anak dengan CP quadriplegia
dengan deformitas tulang belakang skoliosis. Tujuan penggunaan ortosis spinal
adalah untuk memperlambat perburukan deformitas skoliosis dan juga menunda
tindakan operasi hingga waktu yang ideal. Selain itu penggunaan ortosis spinal juga
meningkatkan stabilitas anak pada saat duduk.1,2
Alat bantu jalan (walking aid)
Alat bantu jalan dapat diresepkan pada anak dengan CP quadriplegia spastik
yang sudah mempunyai head control dan trunk control yang adekwat. Pada anak
yang demikian dapat diresepkan wheeled walker dengan berbagai modifikasi seperti
sling seat yang memberikan penyangga sehingga memudahkan anak. Reverse walker
dapat memfasilitasi posisi tegak dan untuk keseimbangan. Sedangkan pada anak CP
quadriplegia spastik yang tidak mempunyai head control dan trunk control yang
adekwat dapat dipertimbangkan menggunakan wheel chair dengan modifikasi untuk
ambulasi.1,2
Okupasi Terapi
Latihan pada terapi okupasi lebih ditujukan pada kemampuan motorik halus
anak. Setelah kontrol motor didapatkan, anak dapat mulai diberikan latihan aktifitas
kegiatan sehari hari yang disesuaikan dengan usia anak dan juga goal yang sudah
ditentukan. Latihan aktifitas kegiatan sehari hari diawali dengan latihan fungsi
tangan seperti : reach, grasp, placement, release. Latihan kemudian ditingkatkan
34
untuk melakukan simulasi AKS sederhana sesuai dengan goal yang sudah
ditentukan.1
Terapi Wicara
Kebanyakan anak CP mempunyai gangguan oromotor, disfagia dan gangguan
artikulasi. Terapi wicara perlu dilakukan untuk menstimulasi gerak motor oral dan
juga manajemen terhadap disfagia.1,2,3,5
DAFTAR PUSTAKA
35
36