Anda di halaman 1dari 34

UNIVERSITAS INDONESIA

Human Capital Measures, Strategy, and Performance


(Stephen Gates, Pascal Langevin)

MAKALAH
Tugas mata kuliah Manajemen Aset Manusia yang diampu oleh
Bapak Dr. Ir. Rahmat Nurcahyo, M.Eng.Sc.

NAMA : TRISNA YUNIARTI


NPM : 1406507114

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM PASCA SARJANA TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
FEBRUARI 2015

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT karena berkat segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan
baik.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Manajemen Aset Manusia
yang membahas hubungan antara human capital measures (HCM), strategi,
kinerja, serta peranan manajer sumber daya manusia terhadap pelaksanaan human
capital measures. Makalah ini juga mengulas ulang (review) yang terdapat pada
bab studi kasus dari paper berjudul Human Capital Measures, Strategy, and
Performanceyang diteliti oleh Stephen Gates dan Pascal Langevin pada tahun
2008.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
penulis pada khususnya. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini
masih ada kekurangan untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat
membangun kearah yang lebih baik. Akhir kata penulis sampaikan terima kasih.

Penulis,
Trisna Yuniarti

ii

ABSTRAK

Mengukur modal manusia (human capital) membantu organisasi untuk


mengendalikan aset tidak berwujud yang diakui sebagai salah satu faktor kunci
keberhasilan mencapai tujuan strategis. Berdasarkan studi empiris, baik hasil
kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan pada contoh studi kasus penelitian yang
berjudul Human Capital Measures, Strategy, and Performance yang terdapat
dalam makalah ini menegaskan pembuktian hipotesisnya, bahwa:
1. Semakin maju sebuah perusahaan dalam pengembangan metrik HC, kinerja
perusahaan semakin tinggi;
2. Perusahaan mengikuti strategi diferensiasi tertarik pada indikator inovasi,
sementara mereka mengikuti strategi pengurangan biaya tertarik pada indikator
efisiensi;
3. Semakin berfungsi SDM berpartisipasi dalam strategi, semakin maju
perusahaan dalam melaksanakan langkah-langkah HC.

iii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

ii

ABSTRAK

iii

DAFTAR ISI

iv

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

vi

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.2. Tujuan

1.3. Manfaat

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Modal Intelektual (Intellectual Capital)

2.2. Modal Manusia (Human Capital)

2.3. Keselarasan antara Strategi dan HCM

2.4. Peranan Fungsi HR

14

3.

18

PEMBAHASAN STUDI KASUS

3.1. Sampel dan Data

18

3.2. Pengukuran Variabel

18

3.2.1. Tahap Implementasi Pengukuran HC (STAGE)

18

3.2.2. Kinerja (PERF)

19

3.2.3. Strategi (STRAT)

20

3.2.4. Keterlibatan Manager HR pada Pengembangan Implementasi

20

Strategi (INVOLV)
3.2.5. Perhatian terhadap HCM

20

3.3. Hasil dan Diskusi

21

3.3.1. Dampak Implementasi HCM pada Kinerja

22

3.3.2. Strategi dan Ketertarikan untuk Berbagai Jenis HCM

22

3.3.3. Partisipasi Manajer HR pada Pengembangan Strategi dan

23

Pengembangan Tingkatan HCM


3.4. Kesimpulan

24

PENUTUP

25

4.

DAFTAR REFERENSI

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1.

Komponen intellectual capital

Gambar 2.2.

Tiga Kategori HCM Menurut Boudreau dan

Ramstad (2003)
Gambar 2.3.

Hubungan HR Scorecard to Business Scorecard

15

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 3.1. Factor Analysis of The Variables Measuring Performance

20

Tabel 3.2. Factor Analysis of The Interest of HR Managers in

21

Human Capital Measure


Tabel 3.3. Nonparametic correlations between variables
(Spermans Rho)

vi

22

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pentingnya modal manusia (human capital) untuk daya saing dan pertumbuhan
ekonomi telah dibahas sangat intensif selama dua dekade terakhir (adil, 2014).
Sampai hari ini tanpa diragukan lagi, kita sering mendengar bahwa keunggulan
kompetitif hanya dapat diperoleh dengan bantuan pengetahuan yang dimiliki oleh
para pekerja. Pekerja dipandang sebagai aset (human capital) yang nilai mereka
saat ini dapat diukur dan juga nilai mereka di masa depan dapat ditingkatkan
melalui beragam proses yang harus dianggap sebagai investasi.
Pandangan strategi berbasis sumber daya mengakui peranan fundamental modal
tak berwujud (intangible) dan sumber daya manusia dalam penciptaan nilai
(Barney, 1991; Barney dan Wright, 1998; Grant, 1991; Lev, 2001; Quinn et al.,
1996). Modal manusia (Human Capital) meliputi semua kompetensi dan
pengetahuan tenaga kerja di suatu organisasi (Davenport, 1999). Pengetahuan ini
secara tak terucapkan tertanam di karyawan. Dengan penataan manajemen dan
berbagi pengetahuan ini, organisasi dapat mengembangkan kunci kompetensi
yang sulit untuk ditiru, dengan demikian mendapatkan keuntungan kompetitif
yang berkelanjutan. Mengelola dengan baik sumber daya manusia dapat menjadi
faktor kunci keberhasilan suatu perusahaan.
Paper yang dibahas berjudul Human Capital Measure, Strategy, and
Performance, penulis, Gates dan Langevin (1998) mengatakan bahwa bentuk, isi
dan efektivitas sistem pengukuran kinerja (Performance Measurement Systems)
telah dipelajari secara ekstensif pada literatur sistem akuntansi manajemen dan
kontrol (Management Accounting and Control Systems). Literatur tersebut
mengkritik ukuran kinerja keuangan tradisional, yang tertinggal, melihat
kebelakang, indikator jangka pendek, dan dianggap tidak cocok untuk mengelola
secara efektif perusahaan dalam jangka panjang (Dixon et al, 1990;. Fisher, 1992).
Sebaliknya, literatur ini merekomendasikan penggunaan ukuran kinerja non-

Universitas Indonesia

financial yang mampu mengukur dan mengendalikan kinerja internal organisasi.


Human Capital Measurement (HCM) sendiri memiliki sesuatu yang "baru" untuk
mengukur bidang kinerja non-tradisional dan non-keuangan. Paper ini akan
menjelaskan pembuktian beberapa hipotesis bahwa mengukur HC (modal
manusia) membantu organisasi untuk mengendalikan aset tidak berwujud yang
diakui sebagai salah satu faktor kunci keberhasilan mencapai tujuan strategis.

1.2. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah meninjau paper yang berjudul Human
Capital Measure, Strategy, and Performance yang memberikan informasi
mengenai kombinasi dan menarik kesimpulan yang diambil dari literatur berbeda,
khususnya fokus lebih spesifik kepada HCM daripada tindakan non-financial
yang sering digunakan dalam literatur MACS dengan melakukan pembuktian
hipotesis bahwa HCM membantu organisasi untuk mengendalikan aset tidak
berwujud yang diakui sebagai salah satu faktor kunci keberhasilan mencapai
tujuan strategis

1.3. Manfaat
Manfaat yang didapatkan dari hasil tinjauan paper ini adalah memberikan
kontribusi dari berbagai literatur yang berbeda dengan menganalisis hubungan
antara HCM, kinerja dan strategi, termasuk peran yang dimainkan oleh manajer
SDM.

Universitas Indonesia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Modal Intelektual (Intelectual Capital)


Secara umum, Intellectual Capital merupakan kombinasi semua yang tak
berwujud berdasarkan pengetahuan yang mana suatu organisasi dapat
menggunakannya untuk memperoleh keunggulan kompetitif dan menciptakan
nilai. (Edvinsson dan Malone, 1997; OECD, 1999; Petty dan Guthrie, 2000; Roos
et al, 1997;. Stewart, 1997; Sveiby, 1997).
However, much of the work to date belongs to what we classify as the first
stage of development of a framework of intellectual capital. First-stage efforts
have typically focused on consciousness raising activities that strive to
communicate the importance of recognizing and understanding the potential
for intellectual capital in creating and managing a sustainable competitive
advantage. The aim of stage one was to render the invisible visible by creating
a discourse that all could engage in. Mission accomplished. (Petty dan
Guthrie, 2000: 3)
Petty dan Guthrie (2000: 4) mengungkapkan juga bahwa From a strategic
perspective, intellectual capital is used to create and use knowledge to enhance
firm value.
Stewart (1997) mendefinisikan

the intellectual material knowledge,

information, intellectual property, experience that can be put to use to create


wealth.

Universitas Indonesia

Tiga komponen muncul secara konsisten di Intellectual Capital yaitu modal


manusia (HC), modal struktural (SC) dan modal relasional (RC) (Bontis, 1998;
Starovic dan Marr, 2003; Mouritsen, 1998; Tayles et al, 2007).

Gambar 2.1. Komponen intellectual capital


(sumber : Bontis N. (1998), Intellectual Capital: An Exploratory Study that Develops Measures
and Models, Management Decision, vol. 36, n2, p. 63-76)

HC mengacu pada pengetahuan, kompetensi, pengalaman dan kreativitas tenaga


kerja serta sikap dan motivasi. SC mencakup semua struktur, prosedur, rutinitas,
aspek budaya, dan basis data yang memungkinkan suatu organisasi untuk
menyusun, mengatur, dan menyebar secara internal pengetahuan dan pengalaman
yang dihasilkan oleh HC. RC mengintegrasikan pengetahuan tentang hubungan
dengan mitra eksternal organisasi seperti pelanggan, pemasok dan masyarakat
lokal. Kadang-kadang terbatas pada modal Pelanggan (Edvinsson dan Malone,
1997; Stewart, 1997).
Meskipun structural capital (SC) dan bisa dibilang relational capital (RC) adalah
hak milik organisasi, human capital (HC) adalah milik individu. Jika seorang
karyawan meninggalkan organisasi, dia atau pengetahuan dan pengalamannya pun
menghilang di organisasi tersebut. Hubungan istimewa dengan individu dengan

Universitas Indonesia

mitra eksternal juga dapat hilang. Dengan demikian, manajer mengarahkan


transformasi mendorong modal manusia dan relasional ke dalam struktural (sistem
paten, jaringan distribusi, dan rantai pasok) modal perusahaan (Lynn, 1998).
Misalnya, dengan menempatkan program perekrutan atau pelatihan yang efektif
dan proses untuk menyerap dan berbagi pengetahuan dalam jaringan internal atau
eksternal, organisasi dapat memfasilitasi inovasi yang kemudian dapat diubah
menjadi aset tidak berwujud seperti paten atau merek.
Dalam tiga kategori intellectual capital, human capital dianggap sebagai aset
yang paling berharga (Backhuijs et al, 1999;. Johanson et al, 1999). Selain itu,
human capital benar-benar milik karyawan, bukan organisasi. Akibatnya, HC
menimbulkan masalah pengendalian manajemen yang lebih menantang daripada
SC atau RC, dan dengan demikian perlu paling diukur (Coff, 1997; Widener,
2004).

2.2 Modal Manusia (Human Capital)


Salah satu sumber utama keunggulan kompetitif yang diakui sekarang ini adalah
modal manusia (human capital). Komunitas manajemen telah memperluas
definisi modal manusia untuk meliputi semua tindakan sumber daya manusia
untuk merekrut, mengembangkan, dan mempertahankan karyawannya (American
Management Association, 1991). Sementara Stewart (1997) menekankan bahwa
tujuan utama dari human capital adalah berinovasi dalam produk-produk baru,
jasa, atau proses bisnis, Edvinsson dan Malone (1997) menganggap bahwa human
capital adalah "gabungan pengetahuan, keterampilan inovasi dan kemampuan
masing-masing pegawai perusahaan."
Banyak penelitian menunjukkan dampak human capital pada kinerja (Ashton,
2005). Beberapa fokus pada HC dipegang oleh tenaga kerja itu sendiri (Carmeli,
2004; Gupta, 1984; Gupta dan Govindarajan, 1984), sementara yang lain lebih
tertarik

pada

praktek

HRM

dimaksudkan

untuk

mengembangkan

dan

memanfaatkan HC untuk penciptaan nilai. Namun, HC hanya mengarah ke


penciptaan nilai jika perilaku dan sikap tenaga kerja yang konsisten dengan

Universitas Indonesia

strategi. Peran praktik HR adalah untuk mendorong perilaku dan sikap dengan
selaras. Praktik HR Ini diatur dalam sistem yang konsisten dimana beberapa
penulis menyebutnya "sistem kerja kinerja tinggi" (Becker et al, 2001;. Huselid,
1995) dan yang terbukti berhubungan dengan kinerja (Arthur, 1994; Delaney dan
Huselid, 1996; Hitt et al, 2001;. Huselid, 1995; Huselid et al, 1997;.. Youndt et al,
1996; Youndt dan Snell, 2004).

Importantly, the results suggest that human capital may affect the
implementation of firm strategies but that the relationship may be more
complex than originally assumed. The results largely supported the theoretical
arguments presented suggesting that the effects of human capital and
resources on firm performance are both direct and indirect. Human resource
management scholars have argued for some time that human resources have
performance implications. (Hitt et al, 2001:24)

Our research provides further support for their work and extends it as well.
Using two separate measures (human capital, leverage), we found direct and
moderating effects on firm performance. One important finding is the
curvilinear relationship between human capital and performance. We suggest
that forms of human capital such as those examined in our study are costly.
(Hitt et al, 2001:25)
Mengingat peran utama HC dalam kinerja dan penciptaan nilai, pertanyaan cepat
muncul sebagai cara untuk membuat tak berwujud menjadi nyata ini serta
membuat pengetahuan secara eksplisit. (Johanson et al, 2001;.. Tayles et al, 2007),
baik untuk berkomunikasi dengan investor dan pemangku kepentingan eksternal
nilai yang terkandung di HC, atau untuk membantu perusahaan meningkatkan
produktivitas HC-nya. Hal tersebut memerlukan pengukuran, dan masuk ke dalam
domain akuntansi dan pengontrolan. Saat ini, banyak organisasi menyadari
pentingnya IC sebagai pendorong utama kinerja perusahaan dan inti pembeda .
Menurut Marr dkk (2003), organisasi mengukur IC dengan lima alasan:
membantu organisasi merumuskan strateginya, menilai pelaksanaan strategi,

Universitas Indonesia

membantu dalam keputusan diversifikasi dan ekspansi, menggunakannya sebagai


basis untuk kompensasi, dan mengkomunikasikan ukuran IC kepada pemangku
kepentingan eksternal.
As already discussed the first aim of this paper is to identify the reasons why
organizations are seeking to measure IC. Through the systematic literature
review we were able to identify five main reasons. These were:
1) to help organizations formulate their strategy;
2) assess strategy execution;
3) assist in diversification and expansion decisions;
4) use these as a basis for compensation; and finally
5) to communicate measures to external stakeholders.
(Marr et al., 2003)
Pendekatan pengukuran ini, membantu mendukung keputusan internal merupakan
bagian dari domain MACS. Hal ini sesuai dengan prinsi "apa yang Anda
mengukur, itulahapa yang Anda dapatkan". Karena aset tidak berwujud adalah
salah satu sumber utama kinerja dan penciptaan nilai, perlu untuk mengelola
mereka secara tepat dan oleh karena itu dilakukan pengukuran.
Definisi modal manusia terus semakin meluas, pengembangan indikator HC untuk
mengukur dan mengelola kegiatan HC terus fokus tajam pada efisiensi dan
pengurangan biaya. Langkah-langkah HC telah berevolusi untuk mengukur tenaga
kerja pada lebih dari sekedar langkah-langkah efisiensi dengan langkah-langkah
khusus untuk pekerjaan yang lebih kompleks. Untuk menjelaskan evolusi
pengukuran HC diluar biaya tenaga kerja dan produktivitas, Boudreau dan
Ramstad (2003) mengajukan tiga kategori HCM: 1) langkah-langkah efisiensi
fokus pada biaya dan melaporkan efisiensi keuangan operasi HR. 2) langkahlangkah efektivitas mencerminkan efektivitas program HR pada kompetensi,
motivasi dan sikap tenaga kerja. 3) Mengukur indikator dampak program SDM
dan proses pada kinerja bisnis.

Universitas Indonesia

Gambar 2.2.Tiga Kategori HCM Menurut Boudreau dan Ramstad (2003)


(Sumber : BOUDREAU J. and RAMSTAD P. (2003), Strategic HRM measurement in the 21st
century: From justifying HR to strategic talent leadership, In M. GOLDSMITH, R. GANDOSSY
and M. EFRON, HRM in the 21st century, New York : John Wiley)

2.3 Keselarasan antara Strategi dan HCM


Literatur MACS menunjukkan bahwa sistem pengendalian manajemen tergantung
pada strategi (Chenhall, 2003; Hartmann dan Moers, 1999; Langfield-Smith,
1997, 2007). Perusahaan yang mengikuti strategi biaya kepemimpinan cenderung
menggunakan proses kontrol terpusat, standar dan stabil, sementara mereka
mengikuti strategi diferensiasi mendorong inovasi dengan menerapkan MACS
secara desentralisasi, fleksibel dan tidak terlalu formal (Auzair dan LangfieldSmith, 2005; Govindarajan, 1988; Govindarajan dan Fisher, 1990; Gupta, 1987;
Van der Stede, 2000). Dengan demikian "keselarasan" antara strategi dan MACS
berlaku khusus untuk sistem pengukuran kinerja (Burney dan Widener, 2007;
Chenhall, 2005; Chenhall dan Langfield-Smith, 1998; Ittner et al, 2003;. Kaplan
dan Norton, 2004; Lillis 2002; Van der Stede et al, 2006;. Widener, 2006). Seperti
yang diungkapkan Van der Stede et al, 2006 dalam kesimpulannya:

Universitas Indonesia

But we also find evidence that partially supports the performance alignment
view, namely that performance measurement has to fit strategy, and that the
strategy-measurement fit affects performance. Specifically, we find that
firms pursuing a quality-based manufacturing strategy make more extensive
use of both objective and subjective nonfinancial measures. In turn, we find a
positive relationship between the strategy-measure pairing and firm
performance when quality-based manufacturing strategies are combined with
extensive use of subjective measures. However, there is no similar positive
performance effect from more extensive use of objective nonfinancial
measures.
Dalam literatur ini, perbedaan antara ukuran kinerja tetap pada tingkat tinggi,
yang paling sering hanya antara keuangan versus non-keuangan. Secara khusus,
tindakan modal manusia, ketika disertakan, tetap didefinisikan secara luas di
tingkat sumber daya manusia, seperti kepuasan karyawan, turnover, atau biaya
tenaga kerja.
Literatur menunjukkan bahwa jenis strategi perusahaan mengejar dampak MACS
yang mengimplementasikannya (Chenhall, 2003; Hartmann dan Moers, 1999;
Ittner dan Larcker, 1997; Langfield-Smith, 1997, 2007). Berikut beberapa
pernyataan yang menunjukkan bahwa jenis strategi perusahaan mengejar dampak
MACS yang mengimplementasikannya :

The management accounting and strategic management literatures argue that


organizations must align their strategies and control systems. suggesting that
organizational performance should be a function of the match between the
organizations strategy and its use of related strategic control practices.
(Ittner dan Larcker, 1997)

The above research studies give us only limited knowledge about the forms of
control systems that suit particular types of strategies. A common feature of

Universitas Indonesia

10

these studies is the focus on intended business strategy; MCS are viewed as
playing a supportive role within the rational strategy implementation process.
(Langfield-Smith, 1997)

MCS can then be implicated in the implementation and monitoring of


strategies, providing feedback for learning and information to be used
interactively to formulate strategy. (Chenhall, 2003)
Sebagian besar penelitian tentang sistem pengendalian manajemen dan strategi
telah menggunakan salah satu dari tiga tipologi berikut:
1. Kontinum pertama menentang Miles dan Snow (1978) memunculkan 3(tiga)
strategi organisasi fundamental, yaitu :
a. Defenders : tipe organisasi ini beroperasi pada situasi pasar yang dapat
diprediksi dengan jenis pasar dan produk tertentu, sasaran utama strateginya
pertumbuhan melalui penetrasi pasar. Penelitian dan pengembangan
(research and development, R & D) dikonsentrasikan pada pengembangan
produk, produksi dengan volume cukup besar serta berorientasi pada
penekanan biaya melalui efisiensi dan perbaikan rekayasa proses.
b. Prospectors : tidak seperti halnya defenders, tipe organisasi ini berorientasi
pada perubahan pasar dengan diversifikasi produk dan memiliki sasaran
pertumbuhan melalui pengembangan produk serta aktif mempengaruhi
pasar

dengan

mencoba

peluang-peluang

baru.

Perusahaan

yang

tergolong prospectors memiliki target utama pada R & D untuk selalu


meluncurkan produk barunya. Orientasi produksi bersifat customized dan
prototypical, menekankan pada efektivitas dan desain produknya.
c. Analysers :

tipe

organisasi

ini

merupakan

kecenderungan

dari

tipe defenders & prospectors, bertujuan pada efisiensi produksi dengan jenis
produk tertentu serta mengadopsi trend pasar baru yang cukup menjanjikan
dengan kemampuan inovasinya. R & D memiliki fokus trend spesifik yang
muncul dan berpeluang dipasar yang dilihat dari prospectorsnya,
menekankan pada strategi second-to-market. Produksi tergantung pada
jenis produknya, berorientasi pada volume dan penekanan harga (low cost),

Universitas Indonesia

11

selain itu tipe analysers juga berfokus pada rekayasa proses (process
engineering) termasuk pada product / brand management-nya.
d. Reactor:bercirikan dengan strategy environment inconsistency ataupun poor
strategy-structure-process, tipe reactor menurut Miles & Snow lebih sulit
berkembang dibandingkan dengan tipe lainnya.
2. Tipologi kedua menentang Porter (1980) strategi kompetitif:
a. Strategi Kepemimpinan Biaya: produk standar dengan biaya murah shg
mampu memenangkan persaingan
b. Strategi Diferensiasi : produk unggulan shg konsumen mau membayar
harga mahal
c. Stategi Fokus : konsentrasi pada segmen pasar tertentu, menghindari
persaingan
3. Penelitian Govindarajan dan Gupta (1985)
Govindarajan dan Gupta (1985) dalam Juanda (2008) membuat klasifikasi atas
dasar variasi misi strategi yakni build, hold, harvest, dan divest. Pemilihan misi
strategi tersebut merupakan trade-off antara pertumbuhan pangsa pasar dengan
maksimalisasi laba jangka pendek. Perusahaan yang mengikuti strategi build
bertujuan untuk mengembangkan market share dan posisi persaingan. Strategi
harvest menekankan pada maksimalisasi earnings jangka pendek dan aliran kas.
Strategi hold sering digunakan untuk melindungi pangsa pasar yang bertujuan
untuk menjaga pangsa pasar sambil memperoleh return on investment yang
menguntungkan. Strategi divest terjadi ketika perusahaan merencanakan untuk
menghentikan operasinya.
Studi empiris menunjukkan bahwa perusahaan mengikuti strategi biaya
kepemimpinan cenderung menggunakan proses akuntansi dan pengendalian yang
bersifat formal, standar, terpusat, dan stabil. Di sisi lain, perusahaan mengikuti
strategi diferensiasi ingin mendorong inovasi dengan menerapkan desentralisasi,
fleksibel dan tidak terlalu formal MACS (Auzair dan Langfield-Smith, 2005;
Govindarajan, 1988; Govindarajan dan Fisher, 1990; Govindarajan dan Gupta,

Universitas Indonesia

12

1985; Gupta, 1987; Miles dan Snow, 1978; Porter, 1980; Van der Stede, 2000).
Berikut adalah beberapa pernyataan mengenai strategi kepemimpinan biaya dan
strategi differensiasi:
To sum up the discussion, a differentiation strategy is associated with an
MCS characterized by results, informal, loose, flexible, and interpersonal
controls, which are features of a less bureaucratic MCS. On the other hand, a
cost leadership strategy is associated with action, formal, tight, restricted and
impersonalcontrols, which are features of a more bureaucratic MCS. (Auzair
dan Langfield-Smith, 2005)

The data provided support for the systems approach to fit. Result based on
the system analysis indicated that when budget evaluate style, decentralization,
and locus of control were aligned appropriately to meet the requirements of
SBU strategy, superior performance occurred. Further, this systems fit was
quite strong among differentiation SBUs but not so strong among low-cost
units. (Govindarajan, 1988)

As for the effect of corporate-SBU decentralization of effectiveness, Figures


1e and 1f seem suggest that greater decentralization should always be
preferred, regardless of an SBUs strategic context, and that the benefits of
decentralization would be particulary salient in the case of SBUs pursuing
differentiation rather than low cost strategies. (Gupta, 1987)

The data suggest that differentiation business units generally undergo less
rigid budgetary controls, which are associated with mmore budgetary slack,
and presumably allow ahigher degree of flexibility to respond to changes in
the environment. Hence budgetary slack is not exactly counterproductive for
differentiators given their focus on product innovation with long term and less
certain payoffs. (Van der Stede, 2000)
"Keselarasan" antara strategi dan MACS berlaku khusus untuk sistem pengukuran
kinerja. Menurut literatur, perbaikan sistem pengukuran kinerja dapat dicapai

Universitas Indonesia

13

dengan dua cara: keragaman indikator atau keselarasan indikator dengan strategi
(Ittner et al, 2003; Van der Stede et al, 2006.).

Collectively, then, our findings provide stronger support for the performance
measurement diversity than contingency/alignment view. First, using more
objective and subjective nonfinancial measures appears to enhance
performance, even in firms with relatively low emphasis on quality in
manufacturing. Second, considering the match between performance
measurement and strategy, our results suggest that using fewer measures than
firms with similar quality-based manufacturing strategies hurts performance,
whereas using more does not. (Van der Stede et al, 2006)
Pendekatan keragaman menyatakan bahwa berbagai tindakan harus digunakan
untuk memotivasi karyawan untuk memperhatikan berbagai aspek kegiatan
mereka (Lillis 2002). Di sisi lain, keselarasan menganggap bahwa kinerja
meningkat

ketika

sistem

pengukuran

kinerja

yang

dirancang

untuk

menerjemahkan tujuan strategis ke dalam indikator kinerja dipilih secara


konsisten (Burney dan Widener, 2007; Chenhall, 2005; Ittner et al, 2003;. Kaplan
dan Norton, 2004; Widener, 2006).
Keselarasan antara strategi dan implementasi kinerja harus sedemikian rupa
memperhatikan HCM dan organisasi harus menerapkan HCM tersebut yang
selaras dengan strategi. Memang, ada upaya untuk mengukur dan menghubungkan
kegiatan strategi antara sumber daya manusia serta orang-orang dari seluruh
tenaga kerja. Becker et al. (2001) menetapkan proses menghubungkan tindakan
kegiatan fungsional HR untuk tujuan strategis perusahaan. Proses ini
membutuhkan HR profesional untuk membuat peta strategi, mengidentifikasi HR
dalam peta strategi, mengembangkan langkah-langkah yang valid dari HR dan
menyelaraskan mereka dengan strategi, kemudian menerapkan manajemen
dengan pengukuran. Untuk meningkatkan penciptaan nilai dibutuhksn SDM untuk
menentukan bagaimana kegiatan modal manusia berkontribusi terhadap tujuan

Universitas Indonesia

14

balanced scorecard (pelanggan, proses internal keuangan, pembelajaran dan


pertumbuhan).
Huselid et al. (2005) memperluas hubungan strategis kegiatan fungsional HR
untuk semua kegiatan tenaga kerja. Pendekatan mereka adalah serangkaian sikap
dan perilaku yang sesuai dengan tiga strategi tenaga kerja: biaya, inovasi dan
keintiman pelanggan. Untuk biaya, perilaku yang tepat memerlukan fokus jangka
pendek, proses-driven, dedikasi untuk organisasi, dan rendahnya tingkat
pengambilan risiko. Perilaku yang sesuai akan mencakup tindakan yang relatif
berulang dan dapat diprediksi, dan bekerja untuk menyesuaikan diri. Di sisi lain,
sikap yang tepat untuk mengukur dan mempromosikan inovasi akan mencakup
toleransi yang lebih tinggi untuk ambiguitas, tingkat yang lebih besar mengambil
risiko, anti-birokrasi, dan didorong oleh pembelajaran . Perilaku khas akan
mencakup pemecahan masalah; menantang satu sama lain; dan kreativitas.
Jika organisasi ingin menyelaraskan dengan strategi HCM, seseorang dapat
berasumsi bahwa mereka tertarik pada langkah-langkah yang konsisten dengan
strategi. Dengan kata lain, strategi yang berbeda harus mengarah ketertarikan HR
profesional pada tindakan HC yang berbeda. Lebih tepatnya, differentiators harus
tertarik indikator HC untuk mengukur kemampuan karyawan yang inovatif dan
kreatif, sedangkan biaya-pemimpin tertarik HCM untuk mengukur kemampuan
karyawan untuk mengelola biaya.

2.4 Peranan Fungsi HR


Peran bagian HR (Human Resources) di dalam menentukan keberhasilan setiap
organisasi jelas sangat besar. Organisasi-organisasi terkemuka dan kelas dunia
memiliki bagian HR yang tangguh dan mampu mendemonstrasikan perannya
secara jelas di dalam peningkatan kinerja organisasi. Oleh karena itu, saatnya
profesional sumber daya manusia menciptakan alat ukur yang baru digunakan
untuk membuktikan kontribusi sumber daya manusia pada implementasi strategi
perusahaan dan mengelola sumber daya manusia sebagai aset strategik

Universitas Indonesia

15

Berbekal bukti bahwa nilai HC dapat membantu menciptakan nilai, HR


profesional bisa mengambil peran lebih besar dalam perumusan strategi dan
HCM. Seperti yang dinyatakan oleh Betty ringkas et al. (2003: 107):
We wish to address what and how HR can contribute to the strategic
success of firms by transforming itself from a partner (that can be removed
or outsourced) to a player on the field, in the game, with the ability to
score. The ability to score necessitates a new understanding of the rules of
the game a new perspective on what HR is to contribute, how its systems
enable it to contribute, and how its ultimate deliverables can be measured.
The rules of the game mean that HR should only attempt to score on an
HR scorecard integrated with the firms Business Scorecard.

Gambar 2.3. Hubungan HR Scorecard to Business Scorecard


(Sumber: BEATTY R.W., HUSELID M.A. and SCHNEIER C.E. (2003), New HR Metrics:
Scoring on the Business Scorecard, Organizational Dynamics, vol. 32, n2, p. 107-121.)

Universitas Indonesia

16

Scorecard HR harus terkait dengan Scorecard Bisnis, HR telah terlibat dalam,


membangun kompetensi, menyelaraskan praktik, dan mengintegrasikan dan
membedakan sistem untuk menyediakan tenaga kerja terbaik yang dapat
dimanfaatkan

oleh

perusahaan

untuk

mencapai

keunggulan

kompetitif.

Keberhasilan tenaga kerja adalah tujuan akhir dari setiap sistem HR. Sebagai
mitra bisnis yang terlibat dalam perumusan strategi, HR profesional harus berada
dalam posisi untuk mendukung pengembangan langkah-langkah strategis yang
relevan dengan HC.

Universitas Indonesia

17

BAB III
PEMBAHASAN STUDI KASUS
Judul Paper

: Human Capital Measures, Strategy, and Performance

Penulis

: Stephen Gates, Pascal Langevin

Tahun

: 2008

Jurnal

: Strategic Management Society 28 Annual International

th

Conference, Cologne, October 2008.


Paper ini berisi tentang pengukuran modal manusia (human capital/HC) guna
membantu organisasi untuk mengendalikan aset tidak berwujud yang diakui
sebagai salah satu faktor kunci keberhasilan mencapai tujuan strategis. Hipotesis
yang akan dibuktikan pada paper tersebut adalah sebagai berikut:
Hipotesis 1:
Semakin maju perusahaan yang mengimplementasikan HC, maka kinerja
semakin tinggi
Hipotesis 2a:
Perusahaan yang mengikuti strategi diferensiasi tertarik indikator HC
untuk mengukur kemampuan karyawan berinovasi.
Hipotesis 2b:
Perusahaan mengikuti strategi biaya kepemimpinan tertarik indikator HC
untuk mengukur kemampuan karyawan dalam pengelolaan biaya secara
efisien
Hipotesis 3:
Semakin banyak fungsi SDM yang terlibat dalam pengembangan strategi
bisnis, semakin maju perusahaan dalam mengimplemetasikan HC.

Universitas Indonesia

18

3.1.Sampel dan Data


Penelitian ini merupakan bagian dari proyek penelitian yang dilakukan dan
bekerja sama dengan The Conference Board. Penelitian ini mencakup analisis
kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif didapatkan dari data hasil
kuesioner dan analisis kualitatif didapatkan dari hasil investigasi menggunakan
wawancara mendalam dengan enam orang manajer human capital metric project.
Data kuantitatif didapatkan dengan dua langkah proses. Langkah pertama, dengan
menyebarkan kuesioner secara langsung pada pertemuan The Conference
Boards working group human capital strategy and measurement dimana 35
orang dari 51 atau sekitar 68.6%, anggota mengembalikan secara lengkap
kuesioner tersebut. Langkah kedua dilakukan dengan menyebarkan 400 kuesioner
melalui email/survey online kepada anggota jaringan HR The Conference
Boards, didapatkan 69 kuesioner dibalas atau sekitar 17.3% dari total kuesioner
yang disebarkan. Sehingga jumlah survey keseluruhan yang didapatkan sebesar
104 kuesioner. Data yang didapatkan berasal dari dua group yang berbeda ini dites
dan tidak ditemukan perbedaan apapun.

3.2.Pengukuran Variabel
Pertanyaan di survei terdiri

dari tahap implementasi HCM, kinerja, strategi,

keterlibatan manajer SDM dalam pengembangan dan implementasi strategi, dan


perhatian manajer HR pada HCM.

3.2.1. Tahap Implementasi Pengukuran HC (STAGE)


Pada tahap ini digunakan 5 skala poin, berdasarkan kategori Bourdreau dan
Ramstad (2003). Tahap ini bertanya kepada responden apakah perusahaan mereka
mengimplementasikan HCM. Hasil yang didapatkan :
1. 2% perusahaan tidak melakukan pengukuran HC
2. 27,7% perusahaan mulai menjalankan pengukuran HC
3. 27,7% perusahaan memiliki pengukuran efisiensi
4. 35,6% perusahaan memiliki pengukuran yang efisiensi dan efektif

Universitas Indonesia

19

5. 7% perusahaan menggabungkan pengukuran yang efektif, efisien dan


dampaknya
Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena penelitian ini
bertanya kepada responden mengenai persepsi mereka terhadap tahap
perkembangan HCM daripada mengukur jumlah HCM yang dipilih, sehingga
tidak bukti secara profesional menunjukkan bahwa jumlah HCM mencerminkan
kualitas dari sistem pengukuran HC. Sebaliknya, diketahui bahwa perusahaan
yang paling maju justru mengurangi indikator jumlah HCM.
Variabel ini memiliki dua keterbatasan. Pertama, didasarkan pada persepsi yang
mana sesuai untuk mengukur tingkat kepuasan responden, namun persepsi dapat
bervariasi dari satu orang ke orang lain tergantung pada tingkat harapan. Kedua,
variabel diukur dengan satu item tunggal yang dapat menimbulkan masalah
validitas.

3.2.2. Kinerja (PERF)


Pengukuran variabel kinerja menggunakan delapan buah pertanyaan Huangs
(2001). Pengukuran kinerja ini berdasarkan persepsi juga yang mungkin hasilnya
akan bias. Berdasarkan beberapa pemikiran (Dess dan Robinson, 1983)
menunjukkan bahwa adanya korelasi yang erat antara ukuran kinerja subyektif
dengan ukuran obyektif dan kinerja yang dirasakan dapat digunakan sebagai
proxy untuk ukuran obyektif. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan
analisis komponen utama, dimana dari delapan buah pertanyaan, dua buah
variabel dibuang karena memiliki nilai communalities dibawah 0.50 (Hair et al.,
2006). Enam buah variabel yang tersisa diobservasi pada faktor tunggal yang
menjelaskan 76 persen dari varians (lihat tabel 1), lalu membangun indeks kinerja
dengan rata-rata skor pada setiap item tersebut ( = 3.73, = 0,92, Cronbach =
0.94).

Universitas Indonesia

20

Tabel 3.1. Factor Analysis of The Variables Measuring Performance

(sumber : Gates, Langevin, 2008 : Human Capital Measures, Strategy, and Performance
th

Strategic Management Society 28 Annual International Conference, Cologne, October 2008)

3.2.3. Strategi (STRAT)


Pengukuran strategi dilakukan dengan bertanya kepada responden mengenai
persentase penjualan produk baik menggunakan strategi low cost atau diferensiasi.
Digunakan persentase strategi diferensiasi sebagai ukuran tunggal. Pendekatan ini
memiliki keuntungan karena mudah dioperasionalkan dan dimengerti oleh para
manajer (Auzer dan Langfield-Smith, 2005). Dalam sampel, persentase
diferensiasi bervariasi dari 10 sampai 90 persen, dengan rata-rata 68 persen dan
standar deviasi 23 persen.
3.2.4. Keterlibatan Manager HR pada Pengembangan Implementasi Strategi
(INVOLV)
Pada pengukuran ini, peneliti bertanya kepada responden untuk menggambarkan
hubungan antara fungsi HR dan strategi bisnis di perusahaan mereka dengan
memilih salah satu jawaban dari 5 jawaban yang tersedia.

3.2.5. Perhatian terhadap HCM


Untuk mengukur variabel ini, pertanyaan didesain dengan mengurutkan delapan
kategori pertanyaan target HCM inovasi (innovation) atau penurunan harga (cost
reduction). Untuk mengidentifikasi struktur yang mendasari pertanyaan ini dan

Universitas Indonesia

21

untuk meringkas data, digunakan analisis komponen utama. Setelah analisis


pertama, dikeluarkan dua variabel dengan communalities lebih kecil dari 0,50
(Hair et al., 2006). Tabel 3.2 menunjukkan hasil dari analisis komponen utama
diterapkan pada enam variabel yang tersisa. Faktor 1 (INNOV) dapat diartikan
sebagai kepentingan indikator HC mengukur kemampuan karyawan untuk
berinovasi, sedangkan faktor 2 (EFFI) mewakili kepentingan metrik HC
mengukur kemampuan karyawan untuk mengelola biaya secara efisien.
Pengukuran pada variable ini adalah mengetahui ketertarikan responden dalam
melaksanakan indikator baru, apakah tertarik pada kategori efisiensi atau inovasi.
Tabel 3.2. Factor Analysis of The Interest of HR Managers in Human Capital
Measure

(sumber : Gates, Langevin, 2008 : Human Capital Measures, Strategy, and Performance
th

Strategic Management Society 28 Annual International Conference, Cologne, October 2008)

3.3. Hasil dan Diskusi


Untuk mengetahui lebih luas bahwa tiga hipotesis relatif independen, penelitian
ini dianalisis bersama hasil kuantitatif dan kualitatif yang sesuai dengan masingmasing hipotesis. Semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini, kecuali
EFFI, memiliki distribusi tidak normal, sehingga menggunakan korelasi
nonparametrik (Spearman Rho) untuk menguji hipotesis. Hasilnya dapat dilihat
pada tabel 3.3

Universitas Indonesia

22

Tabel 3.3. Nonparametic correlations between variables (Spermans Rho)

(sumber : Gates, Langevin, 2008 : Human Capital Measures, Strategy, and Performance Strategic
th

Management Society 28 Annual International Conference, Cologne, October 2008)

3.3.1. Dampak Implementasi HCM pada Kinerja


Hipotesis 1 menyatakan bahwa semakin maju sebuah perusahaan dalam
pengembangan implementasi HC, maka kinerja semakin tinggi. Tabel 3
menunjukkan korelasi positif yang signifikan antara STAGE dan PERF (R =
0.280, p <0,01), dengan demikian H1 didukung. Dengan demikian, temuan ini
mendukung gagasan menggunakan HCM untuk mengelola modal manusia.

3.3.2. Strategi dan Ketertarikan untuk Berbagai Jenis HCM


Jika organisasi menyadari pentingnya implementasi HC, pertanyaannya adalah:
apakah perusahaan tertarik dalam mengimplemtasikan indikator HC jenis apapun
atau mereka ingin "kesesuaian" HCM dengan strategi. Hipotesis 2 menjawab
pertanyaan ini. Hipotesis 2 menyatakan bahwa perusahaan mengikuti strategi
diferensiasi akan tertarik indikator HC mengukur kemampuan karyawan untuk
berinovasi, sedangkan yang mengikuti strategi biaya kepemimpinan akan tertarik
indikator HC mengukur kemampuan karyawan untuk menurunkan biaya. Pada
pengukuran strategi diukur dengan persentase penjualan yang dicapai melalui
diferensiasi, H2a memperlihatkan korelasi positif antara STRAT dan variabel
ketertarikan karyawan perusahaan yang

terampil inovasi (INNOV), sementara

H2b menunjukkan korelasi negatif antara STRAT dan variabel perusahaan tertarik
karyawan yang mampu menurunkan biaya (EFFI). Tabel 3 menunjukkan bahwa

Universitas Indonesia

23

H2a dan H2b keduanya didukung. Korelasi antara STRAT dan INNOV positif
dan signifikan (R = 0,297, p <0,01). Korelasi antara STRAT dan EFFI adalah
negatif dan signifikan (R = -0,193, p <0,05). Dengan demikian, perusahaan
diketahui bahwa mendukung "kesesuaian" antara strategi dan jenis implementasi
HCM.

3.3.3. Partisipasi

Manajer

HR

pada

Pengembangan

Strategi

dan

Pengembangan Tingkatan HCM


Hipotesis 3 berpendapat bahwa manajer SDM yang lebih berpartisipasi dalam
pengembangan strategi, maka semakin maju perusahaan dalam implementasi
langkah-langkah HC. Tabel 3 menunjukkan korelasi positif yang signifikan antara
INVOLV dan STAGE (R = 0,251, p <0,01), dengan demikian H3 didukung.
Manajer SDM yang berpartisipasi dalam pengembangan strategi menyadari
pentingnya menggunakan HCM selaras dengan strategi dengan demikian lebih
maju dalam pengembangan dan implementasi langkah-langkah HCM. Setidaknya
ada dua interpretasi yang mungkin untuk hasil ini. Pertama, berpartisipasi dalam
pengembangan strategi adalah tanda pentingnya manajemen pucak menentukan
HR dan direktur SDM. Dengan dukungan dari manajemen puncak, maka lebih
mudah untuk memastikan bahwa HCM dipertimbangkan dalam sistem
pengukuran kinerja dan untuk memajukan pelaksanaannya. Penafsiran kedua
adalah bahwa, ketika manajer SDM berpartisipasi dalam perluasan strategi,
mereka memiliki gagasan yang jelas tentang apa yang seharusnya menjadi HCM
dan pelaksanaannya bisa maju lebih cepat. Namun demikian, korelasi bahwa kita
akan menemukan dua persepsi dari responden yang sama, yang bisa menghasilkan
intrepetasi yang bias (Becker dan Gerhart, 1996). Hasil ini sejalan dengan literatur
yang menekankan pentingnya strategis SDM dan mendorong manajer HR untuk
menjadi mitra strategis yang benar daripada tetap dalam peran direksi tenaga
administrasi (Lawler et al, 2006;. Ulrich dan Brockbank, 2005).

Universitas Indonesia

24

3.4. Kesimpulan
Berdasarkan studi empiris, baik hasil kuantitatif dan kualitatif yang telah
dilakukan sebelumnya oleh peneliti, dapat disimpulkan bahwa:
1. Semakin maju sebuah perusahaan dalam pengembangan metrik HC, maka
kinerja perusahaan tinggi;
2. Perusahaan mengikuti strategi diferensiasi tertarik pada indikator inovasi,
sementara mereka mengikuti strategi pengurangan biaya tertarik pada indikator
efisiensi;
3. Semakin berfungsi SDM berpartisipasi dalam strategi, semakin maju
perusahaan dalam mengimplementasikan HC.

Universitas Indonesia

25

BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Dari hasil ulasan paper yang berjudul Human Capital Measures, Strategy, and
Performanceyang diteliti oleh Stephen Gates dan Pascal Langevin pada tahun
2008 dapat diketahui bahwa antara HCM, kinerja, strategi dan peran manajer
SDM sangat berhubungan. Hasil menunjukkan bahwa kinerja secara positif terkait
dengan tahap pelaksanaan HCM. Hasil penelitian juga menegaskan bahwa
perusahaan mengembangkan HCM agar sesuai dengan strategi perusahaan dimana
perusahaan yang mengikuti strategi diferensiasi tertarik indikator HC untuk
mengukur kapasitas karyawan yang inovatif, sedangkan perusahaan biayapemimpin (leader cost) lebih memilih metrik HC untuk mengukur kemampuan
karyawan untuk mengelola biaya. Terakhir, partisipasi HR manajer dalam
pengembangan strategi secara positif berkaitan dengan tahap pelaksanaan HCM.
Hasil ini menegaskan bahwa para profesional HR sadar akan pentingnya
implementasi HC untuk pencapaian tujuan strategis.

4.2. Saran dan Limitasi


Dari hasil ulasan paper ini dapat diketahui juga bahwa penelitian ini memiliki
beberapa keterbatasan. Salah satu batasan konseptual dari penelitian ini adalah
fokus tajam pada strategi sumber daya manusia tanpa pertimbangan konteks yang
lebih besar. Studi ini terbatas untuk mengintegrasikan konsep dari sumber daya
manusia dan akuntansi, tetapi dapat memperoleh manfaat dari kerangka kerja
konseptual yang lebih luas. Keterbatasan lain adalah bahwa studi ini tidak cukup
fokus pada orang-orang sub-kelompok yang paling penting untuk strategi tertentu.
Ada juga beberapa keterbatasan metodologis. Pertama, sampel didasarkan pada
anggota HR The Conference Board yang mungkin tidak mewakili semua
profesional HR. Selain itu, sampel termasuk beberapa anggota telah berpartisipasi

Universitas Indonesia

26

dalam kelompok kerja tertentu. Dengan demikian, keacakan tidak terjamin.


Kedua, data kuantitatif dikumpulkan melalui survei menggunakan langkahlangkah yang dilaporkan sendiri yang mungkin sehingga menjadi bias. Ketiga,
penelitian ini adalah cross-sectional dan korelasi yang ditemukan tidak boleh
ditafsirkan sebagai hubungan sebab-akibat. Keempat, penelitian tidak mengontrol
dampak spesifik faktor kontingensi. Sebagai contoh, penelitian poin pentingnya
faktor eksternal, seperti kelelahan teknologi dan ekspansi di luar pasar nasional,
dalam penciptaan dan kinerja kemampuan inovatif muncul (Ahua dan Katila,
2004). Meskipun ada keterbatasan, penelitian ini memberikan kontribusi untuk
pengetahuan yang lebih baik tentang hubungan antara HCM, strategi, dan kinerja,
serta peran penting yang dimainkan oleh manajer SDM. Untuk penelitian masa
depan diharapkan akan lebih mengeksplorasi daerah ini melalui studi longitudinal
sampel yang lebih besar, perusahaan yang acak dan termasuk faktor-faktor
kontingensi untuk kontrol lebih baik pada organisasi yang lebih spesifik.

Universitas Indonesia

DAFTAR REFERENSI

Auzair S. M. and Langfield, Smith K. (2005), The Effect of Service Process Type,
Business Strategy and Life Cycle Strategy on Bureaucratic MCS in Service
Organizations, Management Accounting Research, vol. 16, n4, p. 399-480
Beatty R.W., Huselid M.A. and Schneier. C.E. (2003), New HR Metrics: Scoring
on the Business Scorecard, Organizational Dynamics, vol. 32, n2, p. 107-121.
Boudreau J. and Ramstad P. (2003), Strategic HRM measurement in the 21st
century: From justifying HR to strategic talent leadership, In M.
GOLDSMITH, R. GANDOSSY and EFRON, HRM in the 21st century, New
York : John Wiley)
Govindajaran V. (1988), A Contingency Approach to Strategy Implementation at
the Business-Unit Level: Integrating Administrative Mechanisms with
Strategy, Academy of Management Journal, vol. 31, n4, p. 828-853.
Gupta A. K. (1987), SBU Strategies, Corporate-SBU Relations, and SBU
Effectiveness in Strategy Implementation, Academy of Management Journal,
vol. 30, n3, p. 477-500.
Hitt M.A., Bierman L., Shimizu
Moderating Effects of

K. and

Kochar

R. (2001), Direct and

Human Capital on Strategy and Performance in

Professional Service Firms: A Resource Based Perspective, Academy of


Management Journal, vol. 44, n1, p. 13-28.
Ittner C.D. and Larcker D.F. (1998), Are Nonfinancial Measures Leading
Indicators of Financial Performance? An Analysis of Customer Satisfaction,
Journal of Accounting Research, vol. 36, p. 1-35.
Langfield, Smith K. (1997), Management Control Systems and Strategy: A
Critical Review, Accounting, Organizations and Society, vol. 22, n2, p. 207232.

Universitas Indonesia

Marr B., Gray D. and Neely A. (2003), Why do Firms Measure their Intellectual
Capital?, Journal of Intellectual Capital, vol. 4, n4, p. 441-464.
Universitas Indonesia (2008). Pedoman Teknik Penulisan Tugas Akhir Mahasiswa
Universitas Indonesia

Petty R. and Guthrie J. (2000), Intellectual Capital Literature Review Measurement,Reporting and Management, Journal of Intellectual Capital, vol.
1, n2, p. 155-176.
Stewart T.A. (1997), Intellectual Capital - the New Wealth of Organizations.
London: Nicholas Brealey.
Van Der Stede, W. A., Chow C.W. and Lin T.W. (2006), Strategy, Choice of
Performance Measures, and Performance, Behavioral Research in Accounting,
vol. 18, p. 185-205.
Van Der Stede, W. A. (2000), The Relationship between Two Consequences of
Budgetary Controls: Budgetary Slack Creation and Managerial Short-Term
Orientation, Accounting, Organizations and Society, vol. 25, n6, p. 609-622.

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai