Anda di halaman 1dari 6

AYAH PULANGLAH

Senja mulai menyusut perlahan hilang tergantikan oleh gelap nya malam.
Cahaya sang fajar pun kian menghilang namun bulan malam ini tak menampakkan
dirinya, keadaan langit malam ini sangatlah kelabu. Mungkin ia ingin menemaniku yang
masih terus diam menunggu kepulangan ayah yang masih mencari nafkah.
Rizal, kamu kenapa masih di luar saja? lalu kenapa makanan yang ibu siapkan
belum kau makan, anakku? Tanya ibuku yang tak tau sejak kapan ada di sampingku.
Namun aku hanya diam, tak menjawab apa yang barusan ibu tanyakan. Rasanya aku
ingin sekali membantu ayah lagi berjualan, namun akhir-akhir ini ayahku selalu
melarangku dengan alasan yang tidak masuk akal.
Rizal. Sahutnya lagi dengan nada yang begitu lembut.
Eh iya bu, anu Rizal lupa bilang sama ibu kalau tadi Rizal mampir ke rumah
teman Rizal, dan disana Rizal makan bu. Makannya sekarang Rizal masih kenyang.
Jawabku asal ucap.
Kamu tidak sedang berbohong pada ibu kan, nak? tanyanya lagi.
Sebenarnya bu, ada hal yang ingin anakmu tanyakan, bu. Tapi Rizal takut ibu
khawatir. Jawabku lemas.
Apa itu putraku, tanyakanlah. Insya Allah ibu akan baik-baik saja, nak.
Sahutnya member senyuman yang keheranan.
Ibu, ayah kenapa ? kenapa ayah tak ingin lagi ditemani Rizal untuk berjualan
gorengan ? apa Rizal tak berguna? aku bertanya pasrah. Seketika keheningan berada
diantara perbincangan kami. Kulihat wajah sang ibu begitu keheranan, seperti
terhipnotis, diam tak menjawab.
Ibu.. Belum sempat aku melanjutkan ucapanku, ibu langsung menjawab.

Nak, mungkin ayahmu tak ingin mengganggu belajarmu. Kamu kan masih
kecil, baru juga kelas 4 sd masa sudah bekerja, lagipula sebentar lagi akan ada ulangan
semester bukan ? jelasnya berusaha meyakinkanku.
Tapi bu rengekku manja
Sudah-sudah ayo masuk ! Inikan sudah hampir malam. Kita tunggu ayahmu
pulang di dalam saja. Ayo nak, ajak ibu padaku sambil menarik lembut tanganku.
Namun saat kulihat wajah ibu terlihat cemas, seperti banyak pikiran. Ah mungkin ibu
hanya kecapean.
Malam kini telah benar-benar larut, meninggalkan keresahan dalam heningnya.
Membuat hatiku semakin cemas saat menunggu ayah yang tak kunjung datang. Kemana
ayah ? apa ayah benar-benar marah padaku, apa ayah kesal karena aku selalu meminta
ia untuk mengizinkan aku menemaninya. Ah ayah, andaikan kau tau aku hanya tak ingin
melihat mu lelah, hingga mengharuskan mu pulang larut malam seperti ini. Gumamku
dalam hati.
***
Pagi ini aku malas bangun setelah tadi menunaikan ibadah sholat shubuh namun
pikiranku hanya tertuju pada sosok malaikat tak bersayap namun tetap memancarkan
cahaya sekalipun kini cahaya itu telah redup, ya dialah ayahku. Memikirkan ayah
dengan diselimuti rasa dingin dan kantuk masih menerpa tubuh kecilku ini, padahal kini
sang Mentari telah menampakkan dirinya walaupun tertutup oleh awan kelam. Ah, aku
harus tetap bangun, aku tak boleh menjadi pribadi yang malas. Ditambah lagi aku
mendengar suara pecahan gelas dan suara benda yang berjatuhan. Deg ! hatiku dipenuhi
dengan rasa penasaran.
Dan betapa sedihnya, saat keadaan mengharuskanku melihat pertengkaran ayah
dan ibuku. Ayah memarahi ibu dengan nada suara yang tinggi. Ibupun melawan ayah
dengan air mata yang bercucuran mengenai pipinya. Pertengkaran ini benar-benar nyata
aku lihat. Ada apa ini, apa yang sebenarnya terjadi diantara mereka, padahal kemarin

kami baik-baik saja. Aku tak kuat melihat ibu terus dikasari oleh ayah, akhirnya aku
putuskan untuk menghampiri mereka.
Ayah sama ibu kenapa ? tanyaku dengan sedikit tangisan. Mereka melihatku
dan pertengkaran itu berhenti sesaat.
Diam kamu ! Ayah tak sudi ada di tengah-tengah keluarga ini. Ayah bosan
dengan keadaan ibumu, aya bosan dengan keadaan ini. Ayah akan pergi ! Diah, urusi
bocah ini. Bentak ayah kepada aku dan ibu dengan suara kasar.
Saat ibu memelukku, ayah langsung pergi keluar rumah menggunakan
motornya.
Ayah.. Jangan pergi yah. Ayah jangan tinggalkan kami yah. Aku menyusulnya
keluar, berlari secepat mungkin hanya untuk mengejarnya, hingga aku tak mampu lagi
berlari. Lalu ibu dari belakang memeluk dan menahan ku dengan derai air mata yang
begitu menyelimuti keadaan ini. Kini ayah telah pergi meninggalkan kami. Padahal aku
belum tau permasalahan yang sebenarnya.
Ibu membujukku untuk kembali kerumah, namun saat kami berdiri, ibu tiba-tiba
jatuh pingsan. Badannya yang kecil terbaring lemas di atas tanah. Membuatku semakin
sedih. Akhirnya tetangga berdatangan berniat untuk menolong ibuku, membangkatnya
ke rumah.
Keadaan dirumah pagi ini begitu ramai diselimuti dengan kesedihan karena
peristiwa tadi. Saat orang-orang sibuk mengurusi ibuku bahkan nenekku ada disini, aku
hanya bisa diam di kursi makan di dapur. Aku menemukan handphone ayah diatas meja
makan itu, ada pesan singkat masuk ke hp ayah. Aku membukanya dan sms itu dikirim
dari Reina. Siapa itu Reina, aku bertanya-tanya dalam hati. Dan ternyata sosok Reina
itu selingkuhan ayah, karena banyak sms yang masuk darinya. Ah, pantas saja ibu
marah. Bagaimana bias semua ini terjadi, seseorang yang selalu ku panggil ayah tega
berbuat seperti ini pada tulang rusuknya sendiri, bahkan aku pun seperti tak lagi
dianggap anak olehnya. Aku rindu sosok ayah yang seperti dulu, lemah lembut
penyayang, bahkan dialah yang selalu menghadirkan tawa dalam rumah ini. Tapi

kemana sosok itu ? perlahan menghilang tergantikan dengan pria yang tak ada bedanya
dengan sosok seorang preman. Aku semakin sedih saat tau kenyataan yang sebenarnya.
Aku tak bias berbuat apa-apa untuk ibu. Aku hanya anak kecil.
***
Hari-hari berlalu tetap meninggalkan kesedihan dalam kehidupan dirumah
sederhana ini, kulihat ibu masih sering melamun. Begitupun aku, aku benar-benar
merindukan sosok ayah di rumah ini. Ayah, pulanglah ! aku merindukanmu disini.
Selalu itu yang ada dalam fikiran ku. Aku ingin ayah pulang. Aku ingin berkumpul
dengan ayah seperti dulu. Tapi itu sungguh mustahil. Ayah memilih pergi meninggalkan
kami.
Sekarang ibulah yang menggantikan ayah mencari nafkah. Ibuku berjualan kue
basah, kadang menerima jasa cuci pakaian. Aku kasian pula pada ibu. Aku ingin
membantu ibu, namun ibu dan nenek selalu melarangku. Pekerjaan ibu itu tidak
berlangsung lama saat ibu memutuskan untuk pergi ke negri Jiran dan menjadi Tenaga
Kerja Wanita disana. Bagaimana bisa ini terjadi, aku ditingalkan oleh kedua orang
tuaku. Ingin rasanya aku melarang ibu, namun keputusan telah menjadi keputusan. Aku
tak bisa apa-apa. Dan aku dititipkan pada nenekku dan melanjutkan hidup bersama
nenek, setelah ayah pergi dan ibu pergi.
Kesedihan itu selalu Nampak pada wajahku. Apalagi cibiran-cibiran yang selalu
ku terima dari teman-teman sebayaku masih terngiang-ngiang dalam ingatanku, hingga
aku dijuluki anak tanpa ayah. Dan apa lagi yang akan mereka katakan jika
mengetahui ibuku pergi menjadi TKW. Akan kah aku mendapat julukan lain yang lebih
membuatku sakit hati ? Tuhan, mengapa ini terjadi padaku, tanyaku dalam lamunanku.
Rizal, kemarilah nak ! Teriak nenek mengagetkanku. Aku langsung berlari dan
memekuk nenek seraya membisikan permohonanku padanya.
Nek, nenek jangan tinggalin Rizal ya. Nenek jangan seperti ayah dan ibu yang
tiba-tiba meninggalkan Rizal. Rizal tak punya siapa-siapa lagi selain nenek pintaku
padanya dengan raut wajah sedih.

kemarilah sayang, nenek ingin berbisik. Ujian ini harus kau hadapi dengan
kuat. Agar kelak kau bias menjadi pribadi yang kuat. Ujian adalah salah satu tanda Betapa
Sang Pencipta begitu menyayangimu nak. Jelas nenek menenangkanku.
***

Kini hanya doa yang bisa ku persembahkan untuk ayah dan ibuku. Hanya sebait
doa itu yang membuatku seperti memeluk mereka. Doa yang takan pernah lelah terucap
dari lisan dan hati ini. Karena dalam doa itu tersimpan berjuta harapan untuk ayah dan
ibuku yang selalu ku pinta pada Sang maha kuasa.
Allah yang baik, badanku masih kecil, usiaku masih 10 tahun. Ya Allah aku
belum bisa menjaga kedua orangtuaku. Apalagi ayah yang sekarang entah dimana
keberadaan nya. Ya allah aku hanya bia menitipkan malaikat-malaikat ku pada-Mu . Ya
Allah kasihinilah mereka seperti mereka mengasihiku di waktu kecil. Aamiin.
Hidup ini keras bagiku. Tuhan menempatkanku pada posisi ini bukan karena
kebetulan. Akan ada maksud terindah yang akan Dia berikan padaku. Aku harus kuat
dan harus bisa mengarungi kehidupan masa kecilku tanpa sosok ayah dihidupku.

***SELESAI***

AGNISTIA MARTHIANA

Tentang Penulis
Nama saya Agnisstia Mathiana, panggilan sederhananya Agniss. Saya lahir di Bandung
tepat pada tanggal 5 April 1999. Sekolah mengambil jurusan Analisis kimia, hobi sih
sebenarnya main basket tapi demi menjaga diri akhirnya beralih ke menulis. Sekolah
saya di SMK Negeri 7 Bandung. Saya senang merangkai kata itu dari usia 12 tahun.
Nama pena yang diberikan oleh seseorang special bagi saya adalah Zahra khoirunnisa
Natsiroh
Salam Pena

Anda mungkin juga menyukai