Anda di halaman 1dari 10

Paediatrica Indonesiana

Indeks Mentzer Sebagai Alat Skrining untuk


Anemia Defisiensi Besi pada Anak Umur 6 12
tahun
Sri Lestari S. Alam1, Rini Purnamasari1, Erial Bahar2, Kemas
Yakub Rahadiyanto3

Abstrak
Latar belakang
Di Indonesia, memiliki angka prevalensi anemia defisiensi besi yang tinggi. Dimana anemia
defisiensi besi ini akam mengganggu pertumbuhan dan perkembangan pada anak anak.
Pemeriksaan standar untuk mendiagnosa anemia defisiensi besi ini adalah kadar feritin
serum. Tetapi tes ini mahal dan tidak tersedia di semua tempat, maka dari itu dibutuhkan
pemeriksaan yang lebih murah dan mudah dilakukan. Index Mentzer (MCV/RBC) sudah
digunakan untuk mendeteksi anemia mikrositik hipokrom dan ternyata memiliki hasil yang
baik.
Tujuan
Untuk mengkaji validitas dari index mentzer untuk mendiagnosa anemia defisiensi besi
dengan membandingkan index Mentzer dengan kadar feritin serum. dan untuk menentukan
nilai index Mentzer yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik.
Metode
Studi ini dilakukan dengan sistem cross sectional. Samepel diambil dengan cara multistage
random sampling dari April Mei 2013 pada 18 sekolah dasar di Palembang. Sampel yang
diambil berumur 6 - 12 tahun dengan anemia mikrositik hipokrom. Kami melakukan
pemeriksaan darah lengkap, menghitung index Mentzer dan memeriksa serum Feritin. Kami
menganalisa kualitas dari index Mentzer di bandingkan dengan kadar feritin serum untuk
mendiagnosa anemia defisiesi besi.

Indones, Vol. 54, No. 5, September 2014Page 1

Paediatrica Indonesiana
Hasil
Terdapat 100 anak anak pada studi ini, dimana terdapat 51 laki laki dan 49 perempuan
dengan rata rata umur 9,1 tahun. Dari analisa Receiver Operator Curve (ROC), area
dibawah kurva sekitar 91 persen untuk index Mentzer pada poin 13,51 dengan sensitivitas
93%, spesifisitas 84% dan akurasi 90%.
Kesimpulan
Index Mentzer memiliki validitas yang baik untuk menjadi suatu pemeriksaan skrining yang
mudah dilakukan dan murah untuk mendiagnosa anemia defisiensi besi pada anak-anak
berusia 6-12 tahun. dengan anemia mikrositik hipokrom.

nemia defisiensi besi ada suatu masalah kesehatan yang besar di Indonesia.
Tingginya angka prevalensi haruslah menjadi pemikiran karena anemia
defisiensi besi yang tidak ditangani akan menyebabkan gangguan tumbuh
kembang pada anak-anak dan meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.

Pada Riset Kesehatan Dasar 2007 melaporkan bahwa di Sumatera Selatan, angka prevalensi
anemia defisiensi besi sekitar 16.5%. Dari kasus-kasus anemia defisiensi besi, sekitar 70,1%
memiliki anemia mikrositik hipokrom pada pemeriksaan darahnya. Angka prevalensi anemia
defisiensi besi pada anak-anak yan bersekolah di Palembang sekitar 33,7%.
Anemia defisiensi besi didiagnosa dengan kriteria sebagai berikut : kadar hemoglobin
di bawah normal menurut usianya, hapusan darah tepi menunjukkan gambaran sel darah
merah mikrositik dan atau hipokrom dan kadar hemoglobin meningkat setelah 2 bulan
pemberian suplementasi besi; dengan tambahan, satu kriteria atau lebih harus terpenuhil:
Red Cell Distribution Width (RDW) >14% dan indeks Mentzer >13. Pemeriksaan diagnostik
yang sering digunakan untuk anemia defisiensi besi yaitu pemeriksaaan darah lengkat, kadar
besi serum, kapasitas pengikatan besi total (Total Iron Binding Capacity/TIBC), dan kadar
ferritin serum.
Pemeriksaan tersebut telah digunakan secara umum dalam praktek klinis.
Bagaimanapun tes-tes tersebut masih mahal dan belum tersedia secara umum di Indonesia.
Karena prevalensi anemia defisiensi besi di Indonesia masih tinggi, terutama pada anak-anak
usia sekolah, maka screening secara dini diperlukan untuk mendeteksi anemia defisiensi besi.
Indones, Vol. 54, No. 5, September 2014Page 2

Paediatrica Indonesiana
Alat screening yang digunakan haruslah mudah digunaka, terjangksau dan cukup sensitive
untuk dapat mengetahui anak-anak dengan anemia defisiensi besi. Tes sebelumnya
menunjukkan bahwa tes yang cukup sensitive adalah Mentzer, tes eritrosit, England-Fraser,
Shine and Lal dan Srivastava index. Diantara uji-uji tersebut tes Mentzer memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang tertinggi. Hingga saat ini masih belum ada laporan mengenai
penggunaan indeks Mentzer untuk screening anemia defisiensi besi anak usia sekolah di
Palembang.
Tujuan penelitian ini ialah untuk membandingkan kemampuan Mentzer index dengan tes
kadar ferritin dalam mendiagnosis anemia defisiensi besi pada anak usia 6-12 tahun dengan
anemia mikrositik hipokrom dan juga untuk mendefinisikan cutoff point yang optimal
daripada Mentzer index yang memiliki sensitivitas dan spesifitas yang baik.

Metode
Kami melakukan penelitian diagnostic dengan menggunakan desain studi cross-sectional
sejak April hingga Mei 2013 pada 18 sekolah dasar pada 10 dari 16 wilayah di Palembang.
Kami memperkirakan ukuran sample yang didapatkan berjumlah 100 orang, berdasarkan
=0,05 dan ketelitian = 95%. Subjek penelitian ialah 100 anak sekolah dasar dengan usia 612 tahun di Palembang yang ditemukan menderita anemia mikrositik hipokrom pada
pemeriksaan darah lengkap mereka dan telah memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi telah
disetujui untuk mengikuti penelitian ini dan orang tua mereka telah menyetujui penelitian ini.
Kami mengesampingkan murid dengan riwayat penyakit darah (riwayat pucat atau ikterik),
anemia berat, infeksi kronis (demam berkepanjangan),penyakit inflamasi, malnurtrisi berat
dan atau peningkatan suhu tubuh diatas 37,5oC dan specimen darah yang telah lisis.
Data yang dikumpulkan termasuk riwayat penyakit dahulu, pemeriksaan fisik dan tes
laboratorium. Seorang asisten dan penulis mewawancarai orant tua untuk mendapatkan
inform consent dan juga informasi yang dibutuhkan. Data yang dikumpulkan termasuk usia,
jenis kelamin, tingkat pendidikan orang tua, status social ekonomi dan riwayat penyakit pada
anak. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui manifestasi klinis daripada anemia,
infeksi, inflamasi, dan juga pengukuran antropometri menyangkut berat badan (kg) dan tinggi
(cm). berdasarkan pada CDC 2000 status nutrisi diklasifikasikan menjadi gizi baik (index
berat badan/tinggi badan <85%) atau gizi buruk (index berat badan/tinggi badan 85%).
Pengambilan specimen darah dilakukan sebanyak 2 kali pada subjek penelitian. Specimen
Indones, Vol. 54, No. 5, September 2014Page 3

Paediatrica Indonesiana
darah pertama digunakan untuk pemeriksaan darah lengkap dan Mentzer index (MCV/RBC).
Anak-anak dengan anemia mikrositik hipokrom dilakukan pengambilan specimen darah
untuk ke 2 kalinya untuk dilakukan pemeriksaan kadar ferritin pada laboratorium yang telah
ditunjuk. Serumk ferritin diukur menggunakan metode enzim link immunosorbent assay
(ELISA) menggunakan sebuah alat Mini Vidas buatan Biomeriuex.
Anemia didefinisikan dengan kadar hemoglobin < 11,5 gr/dl (untuk anak 6-12 tahun).
Anemia mikrositik hipokrom didefinisikan dengan MCV < 77 fl dan MCH < 25 pg.
Cadangan besi ditandai dengan kadar serum ferritin < 30 ug/l. index Mentzer dihitung dari
MCV dibagi dengan jumlah RBC; seseorang didiagnosa anemia defisiensi besi pada orang
dengan index Mentzer >13. Manifestasi klinis pada anemia dipertimbangkan dari tingkat
kemerahan palmar dan konjungtiva palpebral, cheilitis, stomatitis, dan atrofi mukosa lidah.
Kami melakukan tes validasi (sensitivitas, spesifitas, positif likelihood ratio, negative
likelihood ratio dan akurasi) untuk mendiagnostik kemampuan daripada Mentzer index untuk
menyaring penyakit anemia defisiensi besi pada subjek dengan anemia mikrositik hipokrom.
Sebuah kurva penerima dan operator digunakan untuk menentukan ambang batas terbaik
index Mentzer untuk mendiagnosis anemia defisiensi besi.
Analisa statistik dilakukan dengan menggunakan Statistical Product and Services Solution
(SPSS) version 15.0. penelitian ini telah disetujui oleh komite etik daripada Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya dan Rumah Sakit Dr.Moh Hoesin Palembang, Indonesia.

Hasil
Proses perekrutan subjek dari penelitian ini terdiri dari dua tahap. Pada tahap pertama kami
menyaring 4740 anak usia 6-12 tahun dari 18 sekolah dasar. 420 anak dari mereka memiliki
manifestasi klinis anemia dan anak-anak ini melakukan hemoglobin tes dimana 260 anak
terbukti menderita anemia. Pemeriksaan darah lengkap dilakukan pada anak-anak anemia
tersebut dan terbukti 100 anak menderita anemia mikrositik hipokrom. Seluruh anak tersebut
dimasukan kedalam penelitian diagnostik ini. Baik index Mentzer maupun pemeriksaan kadar
serum ferritin dilakukan pada semua subjek.

Indones, Vol. 54, No. 5, September 2014Page 4

Paediatrica Indonesiana
Karakterisktik subjek ditampilkan pada table 1. Pemeriksaan darah lengkap menunjukan hasil
sebagai berikut : kadar hemoglobin rata-rata 9.9 (SD 0.97) g/dl, hitung sel darah merah 4.4
(SD 1.02) 106/mm3, MCV 67.7 (SD 5.1) fl dan MCH 21.3 (SD 2.52)pg. dari 100 subjek
terdapat 68 (68%) subjek dengan kadar ferritin serum <30 ug (penurunan kadar besi) dan 32
(32%) dengan 30 ug (kadar besi cukup).

Profil status besi menurut jenis kelamin, usia dan status nutrisi ditampilkan pada table 2.

Indones, Vol. 54, No. 5, September 2014Page 5

Paediatrica Indonesiana
Dari 100 subjek terdapat 68 (68%) dengan Mentzer index 13 dan 32 (32%) < 13. Rata-rata
Mentzer index pada subjek ialah 16.3 (SD 3.76). Kurva ROC menunjukan bahwa ambang
batas terbaik dari Mentzer index adalah 13.51 dengan sensitivitas 93 %, spesifisitas 84% dan
AUC 91.90% (P<0.001; 95%CI 85.5 sampai 98.3). Tabulasi silang antara angka index
Mentzer dan level serum ferritin ditampilkan pada table 3.

Indones, Vol. 54, No. 5, September 2014Page 6

Paediatrica Indonesiana

Diskusi
Anemia defisiensi besi

sering ditemukan pada anak-anak usia sekolah. Ini dapat

mempengaruhi banyak aspek pertumbuhan dan perkembangan anak, seperti berkurangnya


kekebalan tubuh, kemampuan fungsi kognitif, begitu pula fungsi dari multiple organ. Kami
bertujuan untuk menemukan alat skrining yang sederhana dan terjangkau untuk
mengidentifikasi anemia defisiensi besi sebagai upaya mencegah dampak buruk tersebut.
Dalam praktek klinis kadar serum ferritin merupakan referensi standar untuk mendiagnosis
anemia defisiensi besi. Beberapa alat skrining sebelumnya yang dilaporkan cukup sensitive
adalah Mentzer, eritrosit, England-Fraser, Shine and Lal, dan Srivastava index. Dari seluruh
index tersebut, Mentzer index dilaporkan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tertinggi.
Pada subjek kami, kami menemukan bahwa 51 (51%) subjek mengalami kurang gizi dan 49
(49%) memiliki gizi normal, yang mengindikasikan tidak ada perbedaan berarti pada grup.
Soemantri melaporkan pada anak usia 5-14 tahun dengan latar belakang sosioekonomi
rendah, prevalensi anemia mencapai 47-64% pada anak yang memiliki gizi cukup dan 3867% pada anak yang bergizi kurang pada beberapa kota besar di indonesia.
Serum ferritin level adalah parameter yang sensitive dan dapat terpercaya untuk menilai
penyimpanan zat besi pada individu normal. Nilai rujukan normal pada ferritin serum pada
anak usia 6 bulan hingga 15 tahun adalah 12-140 g/l. Interpretasi serum ferritin harus
diperhatikan secara cermat. Ferritin adalah reaktan fase-akut yang bisa meningkat oleh karena
inflamasi, infeksi kronik dan keganasan.
Dalam upaya mencegah hasil negatif palsu pada ADB dalam penghitungan serum ferritin,
kami tidak menyertakan anak-anak yang mengalami infeksi dan inflamasi berrdasarkan
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan melakukan pemeriksaan semi kuantitatif C-reactive
protein (CRP), meskipun kami tidak menampilkan hasil dari CRP. CRP meningkat secara
cepat dalam 2 jam setelah awitan infeksi, mencapai puncak dalam 48 jam, dan menurun
setelah resolusi dari reaktan fase akut, dengan T1/2 18 jam.
Dalam penelitian kami, kami menemukan 68 (68%) subjek dengan dengan penurunan zat
besi dan 32 (32%) subjek dengan defisiensi zat besi. Penurunan zat besi dibedakan pada lakilaki dan perempuan, dengan wanita memiliki mean serum ferritin yang lebih rendah
dibandingkan wanita. Meskipun Domell et al melaporkan bayi laki-laki memiliki serum
feritin yang lebih rendah dibandingkan bayi perempuan. Perbedaan gender dilaporkan hanya
Indones, Vol. 54, No. 5, September 2014Page 7

Paediatrica Indonesiana
mempengaruhi penurunan zat besi pada dewasa, dimana wanita memiliki resiko lebih tinggi
karena mengalami menstruasi dan pertumbuhan yang cepat. Pada negara berkembang,
penurunan zat besi juga dikaitkan dengan kekurangan darah kronis yang disebabkan infeksi
parasit. Hal yang membatasi penelitian kami adalah kami tidak melakukan pemeriksaan tinja
untuk mendeteksi infeksi parasit.
Level serum ferritin dilaporkan dibedakan menurut usia. Namun, kami tidak menemukan
perbedaan dalam mean level serum ferritin berdasarkan kelompok usia, senada dengan
penelitian Glader yang tidak menemukan dalam median serum ferritin pada anak-anak usia 6
bulan-15 tahun.
Kami merekonstruksikan ROC untuk mencari mentzer indeks cut-off point terbaik, yang
memiliki nilai 13,51 untuk menyaring ADB. Sensitivitas dan spesifitas dari nilai ambang
adalah masing-masing 93% dan 84%, yang mengindikasikan mentzer index dapat digunakan
sebagai alat uji penyaringan ADB, alat uji penyaring yang baik didefinisikan memiliki
sensitivitas 80%, meskipun memiliki spesifitas yang rendah
Kesimpulannya, mentzer index valid digunakan sebagai penyaringan atau skrining dari ADB
pada anak usia 6-12 tahun dengan anemia mikrositik hipokrom dengan indeks Mentzer
sebesar 13.51 dalam menyaring ADB ini.
Berdasarkan studi, kami merekomendasikan menggunakan Indeks Mentzer untuk skrining
awal untuk anak yang dicurigai ADB dengan usia anak 6 12 tahun dengan anemia
hipokrom mikrositik pada komunitas berbasis klinis. Untuk diagnoasis yang lebih akurat
untuk ADB di rumah sakit, test yang lain tetap perlu untuk dilakukan untuk pengecekan profil
zat besi dan respons suplementasi besi. Terakhir, untuk mengkonfirmasi keuntungan dari uji
saring dari mentzer indeks, penelitian lebih jauh dengan subjek yang lebih besar dan
heterogen sebaiknya juga dilakukan.

Indones, Vol. 54, No. 5, September 2014Page 8

Paediatrica Indonesiana

Acknowledgments
Kami berterima kasih kepada semua orangtua, anak anak, guru, peditrian, dan tenaga kerja
laboratorium atas partisipasinya. Berikut adalah peditrian yang berkontribusi pada studi ini :
Dian Puspita Sari, Rismarini, Silvia Triratna dengan kritik dan sarannya. Kepada Titi dan
Fitriyana juga membantu dalam studi ini. Kami juga tidak lupa berterima kasih kepada staf
laboratorium Rumah Sakit Muhamadiyah dan Balai Besar Laboratorium Kesehatan di
Palembang.

Referensi
1. Riset Kesehatan Dasar. Badan penelitian dan pengembang kesehatan. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 2007
2. Dallman PR. Iron deficiency anemia: a synthesis of current scientific knowledge dan U.S
recommendation for prevention, detection and management among U.S children and
women of childbearing age. 2004
3. Ehsani MA, Shahgholi E, Rahiminejad MS, Seighali F and Rahsidi A. A new index for
discrimination between iron deficiency anemia and beta-thalassemia minor: results in
284 patients. Pal J Biol Sci. 2009; 12:473-5
4. Chronic disease prevention and health promotion. Stature for age and weight for age
percentiles. May 30, 2000. http://www. cdc.growthcharts.
5. Glader B. Anemia: general considerations. In: Greer JP, Foerster J, Lukens JN, Rodgers
GM, Paraskevas F, Glader B, editors. Wintrobes clinical hematology. 11 th ed.
Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; 2004. p.947-78
6. Dallman PR, Siimes MA, Stekel A. Iron deficiency in infancy and childhood. Am J Clin
Nutr. 1980; 33:86-118.
7. Andrew NC. Iron deficiency and related disorders. In: Green JP, Foerster J, Lukens JN,
Rodgers GM, Paraskevas F, Glader B, editors. Winstrobes clinical hematology. 11th ed.
Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; 2004. p. 979-1009
8. Smith H. Normal values and apperance. In: Smith H, editor. Diagnosis in paediatric
haematology. 1st ed. New York: Churchill Livingstone; 1996. p.1-33
9. Walters GO, Miller FM, Worwood M. Serum ferritin concentration and iron stores in
normal subjects. J Clin Pathol. 1973;26:770-2
10. Soemantri AG. Epidemiology of iron deficiency anemia. Yogyakarta, Indonesia:MedikaFakultas Kedokteran UGM; 2005. p.8-28
11. Wu AC, Lesperance L, Bernstein H. Screening for iron deficiency. Pediatr Rev.
2002;23:171-8
Indones, Vol. 54, No. 5, September 2014Page 9

Paediatrica Indonesiana
12. Leggett BA, Brown NN, Bryant SJ, Duplock L, Powell LW, Halliday JW. Factors
affecting the concentrations of ferritin in serum in a healthy Australian population. Clin
Chem. 1990;36:1350-5
13. Pepys MB, Hirschfield GM. C-reactive protein: a critical update. J Clin Invest. 2003;
111:1805-12
14. Domellof M, Lonnerdal B, Dewey KG, Cohen RJ, Rivera LL, Hemell O. Sex differences
in iron status during infancy. Pediatrics. 2002;110:545-52
15. Batebi A, Pourreza A, Esmailian R. Discrimination of beta-thalassemia minor and iron
deficiency anemia by screening test dor red blood cell indices. Turk J Med Sci.
2012;42:275-80
16. Dahlan MS. Penelitian diagnostik: analisis penelitian diagnostik, 1 st ed. Jakarta: Salemba
Medika; 2009. p.19-30.
17. Pusponegoro HD, Wirya IGN W, Pudjiaji AH, Bisanto J, Zulkarnain SZ. Uji diagnostik.

In: Sastroasmoro S, Ismael S, editors. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. 1st ed.
Jakarta: Sagung Seto; 2008. p.193-216.

Indones, Vol. 54, No. 5, September 2014Page 10

Anda mungkin juga menyukai