Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di Indonesia masih
sering terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Di
Indonesia, setiap tujuh detik terjadi satu kasus kecelakaan kerja (K3 Masih Dianggap
Remeh, Warta Ekonomi, 2 Juni 2006). Hal ini tentunya sangat memprihatinkan.
Tingkat kepedulian dunia usaha terhadap K3 masih rendah. Padahal karyawan
adalah aset penting perusahaan.Di samping itu, yang masih perlu menjadi catatan adalah
standar keselamatan kerja di Indonesia ternyata paling buruk jika dibandingkan dengan
negara-negara Asia Tenggara lainnya, termasuk dua negara lainnya, yakni Bangladesh
dan Pakistan.
Sebagai contoh, data terjadinya kecelakaan kerja yang berakibat fatal pada tahun
2001 di Indonesia sebanyak 16.931 kasus, sementara di Bangladesh 11.768
kasus.Sebagian besar dari kasus-kasus kecelakaan kerja terjadi pada kelompok usia
produktif. Kematian merupakan akibat dari kecelakaan kerja yang tidak dapat diukur
nilainya secara ekonomis. Kecelakaan kerja yang mengakibatkan cacat seumur hidup, di
samping berdampak pada kerugian non-materil, juga menimbulkan kerugian materil yang
sangat besar.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang kami angkat pada makalah ini adalah sebagai
berikut :
- Penyebab kecelakaan peledakan di PT.Adaro
- Menguraikan hubungan kecelakaan tersebut dengan Kepmen 555
1.3 Batasan Masalah
Pada makalah ini kami mengangkat kasus kecelakaan di PT. Adaro. Kami
membatasi pokok permasalahan yaitu tentang kecelakaan di sektor peledakan.
1.4.Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah didapat tujuan pembuatan makalah ini adalah
sebagai berikut:
Mengetahui penyebab kecelakaan peledakan di PT.Adaro.
Mengetahui hubungan kecelakaan tersebut dengan Kepmen 555.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1

2.1 Teori
K3 atau Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu sistem program yang
dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya
kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan
cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit
akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.
Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan
apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja. Namun patut
disayangkan tidak semua perusahaan memahami arti pentingnya K3 dan bagaiman
mengimplementasikannya dalam lingkungan perusahaan. Dalam tulisan sederhana ini
penulis mencoba mengambarkan arti pentingnya K3 dan akibat hukum apabila tidak
dilaksanakan.
K3 Adalah hal yang sangat penting bagi setiap orang yang bekerja dalam
lingkungan perusahaan, terlebih yang bergerak di bidang produksi khususnya, dapat
pentingnya memahami

arti kesehatan

dan

keselamatan

kerja dalam

bekerja

kesehariannya untuk kepentingannya sendiri atau memang diminta untuk menjaga halhal tersebut untuk meningkatkan kinerja dan mencegah potensi kerugian bagi
perusahaan.
Namun yang menjadi pertanyaan adalah seberapa penting perusahaan
berkewajiban menjalankan prinsip K3 di lingkungan perusahaannya. Patut diketahui pula
bahwa ide tentang K3 sudah ada sejak 20 (dua puluh) tahun lalu, namun sampai kini
masih ada pekerja dan perusahaan yang belum memahami korelasi K3 dengan
peningkatan kinerja perusahaan, bahkan tidak mengetahui aturannya tersebut. Sehingga
seringkali mereka melihat peralatan K3 adalah sesuatu yang mahal dan seakan-akan
mengganggu proses berkerjanya seorang pekerja. Untuk menjawab itu kita harus
memahami filosofi pengaturan K3 yang telah ditetapkan pemerintah dalam undangundang.
Tujuan Pemerintah membuat aturan K3 dapat dilihat pada Pasal 3 Ayat 1 UU No.
1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, yaitu:
1.

mencegah dan mengurangi kecelakaan;

2.

mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;

3. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;


2

4. memberi kesempatan atau jalan menyelematkan diri pada waktu kebakaran


atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
5. memberikan pertolongan pada kecelakaan;
6. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;m
7. mencegah

dan

mengendalikan

timbul

atau

menyebar-luaskan

suhu,

kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau
radiasi, suara dan getaran;
8. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik
maupun psikhis, peracunan, infeksi dan penularan;
9. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
10. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
11. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
12. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
13. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya;
14. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau
batang;
15. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
16. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan
penyimpanan barang;
17. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
- menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
berbahaya
- kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
Dari tujuan pemerintah tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa dibuatnya
aturan penyelenggaraan K3 pada hakekatnya adalah pembuatan syarat-syarat
keselamatan kerja sehingga potensi bahaya kecelakaan kerja tersebut dapat dieliminir.

2.2 Dasar Hukum Peraturan K3

Berbicara penerapan K3 dalam perusahaan tidak terlepas dengan landasan hukum


penerapan K3 itu sendiri. Landasan hukum yang dimaksud memberikan pijakan yang
jelas mengenai aturan apa dan bagaimana K3 itu harus diterapkan. Adapun sumber
hukum penerapan K3 adalah sebagai berikut:
1) UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
2) UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
3) PP No. 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja.
4) Keppres No. 22 tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul karena Hubungan
Kerja.
5) Permenaker No. Per-05/MEN/1993 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran
Kepesertaan, pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan
Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Semua

produk

perundang-undangan

pada

dasarnya

mengatur

tentang kewajiban dan hak Tenaga Kerja terhadap Keselamatan Kerja untuk:

Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau
ahli keselamatan kerja;

Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan;

Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja


yang diwajibkan;

Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan


kesehatan kerja yang diwajibkan;

Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan


kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan
olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas
dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan.

BAB III
4

PENYEBAB KECELAKAAN
3.1 Waktu dan Tempat Kejadian
a. Waktu

: Kamis, 1 November 2012

b. Tempat kejadian

: PT. Adaro Tbk Kalimantan Selatan

3.2 Kronologi Kejadian


Kecelakaan kerja menimpa karyawan pertambangan batu bara PT Adaro
Indonesia yang dikerjakan subkontraktor PT Sapta Indera Sejati, Kamis (1/11). Adalah
Ribut Hariono (35), warga Kabupaten Blitar, Jawa Timur yang tinggal bersama
keluarganya di Perumahan Citra Bugenvil, Kelurahan Jangkung, Kecamatan Tanjung,
Kabupaten

Tabalong

menjadi

korban

tewas

dalam

kecelakaan

tersebut.

Ribut, selaku pekerja bagian blasting atau petugas peledak lahan tambang,
meninggal dunia usai melakukan peledakan di kawasan tambang berlokasi CS 2 di
Kecamatan Murung Pudak, Tabalong pukul 14.00 Wita. Seperti biasa, proses setelah
peledakan terjadi, Ribut beserta beberapa petugas lainnya melakukan pemeriksanaan
bekas ledakan. Namun, tak menyangka dirinya terjatuh di lubang bekas ledakan.
Akibat terjatuh, sekujur tubuh Ribut memar. Pupil mata terluka dan pada mulutnya
mengeluarkan darah segar. Kondisi seperti itu, dia pun meninggal dunia di tempat
kejadian.
3.3 Faktor Penyebab
1. Penyebab Langsung ( Immediate Causes)
Penyebab langsung kecelakaan yang kami analisa pada kecelakaan di PT.Adaro ini
adalah karena:
A. Tindakan-tindakan tidak aman (unsafe acts) yaitu Perbuatan berbahaya dari
dari pekerja yang dalam beberapa hal dapat dilatar belakangi antara lain:
1.

Keletihan dan kelesuan

2.

Sikap dan tingkak laku yang tidak aman


B. Kondisi yang tidak aman (unsafe condition) yaitu keadaan yang akan
menyebababkan kecelakaan, terdiri dari:

1.

Lingkungan

2.

Cara kerja

2. Penyebab Dasar (Basic causes).


5

Penyebab Dasar (Basic Causes), terdiri dari 2 faktor yaitu


A. Faktor manusia/personal (personal factor)

Kurang kemampuan fisik, mental dan psikologi

Kurangnya /lemahnya pengetahuan dan skill.


B. Faktor kerja/lingkungan kerja (job work enviroment factor)

Factor fisik yaitu, kebisingan, radiasi, penerangan, iklim dll.

Factor kimia yaitu debu, uap logam, asap, gas dst

Factor biologi yaitu bakteri,virus, parasit, serangga.

Ergonomi dan psikososial.


Namun secara umum menurut analisa kami faktor penyebab kecelakaan di
PT.Adaro pada sektor peledakan ini adalah:

1. Kelelahan (fatigue) pekerja


2. Kondisi tempat kerja (enviromental aspects) dan pekerjaan yang tidak aman
(unsafe working condition)
3. Jarak aman dan arah peledakan yang salah.
3.4 Hubungan Kecelakaan Dengan Kepmen 555
Pada Kepmen 555 Pasal 29 jelas dikatakan bahwa :
(1) Program pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam pasal 28,
sekurangkurangnya mencakup pelajaran sebagai berikut :
a. kewajiban dari seorang pekerja tambang;
b. wewenang dan tanggung jawab dari seorang pengawas;
c. pengenalan lingkungan kerja;
d. rencana penyelamatan diri dan penyelamatan dalam keadaan darurat, tanda
bahaya kebakaran dan pemadam kebakaran;
e. aspek kesehatan dan keselamatan dari tugas yang akan diberikan;
f. mengenal bahaya dan menghindarinya;
g. bahaya listrik dan permesinan;
h. pertolongan pertama pada kecelakaan dan
i. bahaya kebisingan, debu dan panas dan tindakan perlindungan.
Kecelakaan yang terjadi di PT.Adaro ini berhubungan erat dengan Kepmen 555 pasal
29 ayat 1 yaitu mengenai kesalahan manusia/pekerja yang kurang memperhatikan faktor
keselamatan.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Seiring dengan berkembangnya dunia industri, dunia kerja selalu dihadapkan pada
tantangan-tantangan baru yang harus bisa segera diatasi bila perusahaan tersebut ingin
tetap eksis. Berbagai macam tantangan baru muncul seiring dengan perkembangan
jaman. Namun masalah yang selalu berkaitan dan melekat dengan dunia kerja sejak awal
dunia industri dimulai adalah timbulnya kecelakaan kerja.
Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi
kelangsungan sebuah perusahaan. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian
materi yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang tidak
sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian yang
sangat besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat
digantikan oleh teknologi apapun.
Kerugian yang langsung yang nampak dari timbulnya kecelakaan kerja adalah
biaya pengobatan dan kompensasi kecelakaan. Sedangkan biaya tak langsung yang tidak
nampak ialah kerusakan alat-alat produksi, penataan manajemen keselamatan yang lebih
baik, penghentian alat produksi, dan hilangnya waktu kerja. Jumlah kerugian materi yang
timbul akibat kecelakaan kerja sangat besar. Dana yang besar tersebut digunakan
terutama untuk menambah alat-alat keselamatan kerja (alat pemadam kebakaran, ramburambu, dll), memperbaiki proses produksi agar lebih aman dan meningkatkan sistem
manajemen keselamatan kerja secara keseluruhan. Dalam beberapa tahun terakhir
memang upaya tersebut bisa mengurangi angka kecelakaan kerja. Namun masih jauh
untuk mencapai angka kecelakaan kerja yang minimal.
Kenyataan bahwa ternyata perbaikan yang telah dilakukan oleh perusahaan
tersebut belum bisa menurunkan angka kecelakaan kerja seminimal mungkin membuat
para ahli dibidang industri bertanya-tanya faktor apakah yang terlupakan dalam
mencegah terjadinya kecelakaan kerja.

Kasus yang terjadi di Adaro merupakan salah satu jenis kecelakaan kerja yang
disebabkan oleh jarak dan arah peledakan yang salah.
Perusahaan wajib memberikan ganti rugi kepada pihak keluarga korban sebagai
kompensasi berdasarkan uu yang telah berlaku.

4.2 Saran
Dalam penyelenggaran K3 ada 3 (tiga) hal penting yang harus diperhatikan:
1.Seberapa

serius

2.Pembentukan

K3

hendak

konsep budaya

malu

diimplementasikan
dari masing-masing

dalam

perusahaan.

pekerja bila

tidak

melaksanakan K3, serta keterlibatan (dukungan) serikat pekerja dalam program K3 di


tempat kerja.
3.Kualitas program pelatihan K3 sebagai sarana sosialisasi.
Adapun hal lain yang tak kalah pentingnya agar program K3 dapat terlaksana,
adalah adanya suatu komite K3 yang bertindak sebagai penilai efektivitas dan efisiensi
program bahkan melaksanakan investigasi bila terjadi kecelakaan kerja untuk dan atas
nama pekerja yang terkena musibah kecelakaan kerja.

DAFTAR PUSTAKA

http://idaadministrasibisnis.blogspot.com/2012/12/kecelakaan-kerja-tambang.html
http://Makalah K3 _ Hiperkes _ MissKesMas.htm
http://klipingtambang.blogspot.com/2007_01_01_archive.html
http://www.slideshare.net/hanu21/kepmen-peno555k26mpe1995

Anda mungkin juga menyukai