Anda di halaman 1dari 3

Talasemia merupakan salah satu jenis anemia hemolitik dan

merupakan penyakit keturunan yang diturunkan secara autosomal yang paling


banyak dijumpai di Indonesia dan Italia.[butuh rujukan] Enam sampai sepuluh dari
setiap 100 orang Indonesia membawagen penyakit ini. Kalau sepasang dari
mereka menikah, kemungkinan untuk mempunyai anak penderita talasemia
berat adalah 25%, 50% menjadi pembawa sifat (carrier) talasemia, dan 25%
kemungkinan bebas talasemia[1]. Sebagian besar penderita talasemia adalah
anak-anak usia 0 hingga 18 tahun.
Daftar isi
[sembunyikan]

1 Klasifikasi talasemia
o

1.1 Talasemia alfa

1.1.1 Delesi pada empat rantai alfa

1.1.2 Delesi pada tiga rantai alfa

1.1.3 Delesi pada dua rantai alfa

1.1.4 Delesi pada satu rantai alfa

1.2 Talasemia beta

2 Mutasi talasemia dan resistensi terhadap malaria

3 Uji talasemia pra-kelahiran

4 Pencegahan dan pengobatan

5 Referensi

6 Pranala luar

Klasifikasi talasemia[sunting | sunting sumber]


Pada talasemia terjadi kelainan pada gen-gen yang mengatur pembentukan dari
rantai globin sehingga produksinya terganggu. Gangguan dari pembentukan
rantai globin ini akan mengakibatkan kerusakan pada sel darah merah yang
pada akhirnya akan menimbulkan pecahnya sel darah tersebut. Berdasarkan
dasar klasifikasi tersebut, maka terdapat beberapa jenis talasemia, yaitu
talasemia alfa, beta, dan delta.
Talasemia alfa[sunting | sunting sumber]
Pada talasemia alfa, terjadi penurunan sintesis dari rantai alfa globulin. Dan
kelainan ini berkaitan dengan delesi pada kromosom 16. Akibat dari kurangnya
sintesis rantai alfa, maka akan banyak terdapat rantai beta dan gamma yang
tidak berpasangan dengan rantai alfa. Maka dapat terbentuk tetramer dari rantai
beta yang disebut HbH dan tetramer dari rantai gamma yang disebut Hb Barts.
Talasemia alfa sendiri memiliki beberapa jenis [2].
Delesi pada empat rantai alfa[sunting | sunting sumber]
Dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts.
Gejalanya dapat berupa ikterus, pembesaran hepar dan limpa, dan janin yang
sangat anemis. Biasanya, bayi yang mengalami kelainan ini akan mati beberapa
jam setelah kelahirannya atau dapat juga janin mati dalam kandungan pada
minggu ke 36-40. Bila dilakukan pemeriksaan seperti
dengan elektroforesis didapatkan kadar Hb adalah 80-90% Hb Barts, tidak ada
HbA maupun HbF.
Delesi pada tiga rantai alfa[sunting | sunting sumber]
Dikenal juga sebagai HbH disease biasa disertai dengan anemia hipokromik
mikrositer. Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami

presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan.


Jika dilakukan pemeriksaan mikroskopis dapat dijumpai adanya Heinz Bodies.
Delesi pada dua rantai alfa[sunting | sunting sumber]
Juga dijumpai adanya anemia hipokromik mikrositer yang ringan. Terjadi
penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH.
Delesi pada satu rantai alfa[sunting | sunting sumber]
Disebut sebagai silent carrier karena tiga lokus globin yang ada masih bisa
menjalankan fungsi normal.
Talasemia beta[sunting | sunting sumber]
Disebabkan karena penurunan sintesis rantai beta. Dapat dibagi berdasarkan
tingkat keparahannya, yaitu talasemia mayor, intermedia, dan karier. Pada kasus
talasemia mayor Hb sama sekali tidak diproduksi. Mungkin saja pada awal
kelahirannya, anak-anak talasemia mayor tampak normal tetapi penderita akan
mengalami anemia berat mulai usia 3-18 bulan. Jika tidak diobati, bentuk tulang
wajah berubah dan warna kulit menjadi hitam. Selama hidupnya penderita akan
tergantung pada transfusi darah. Ini dapat berakibat fatal, karena efek
sampingan transfusi darah terus menerus yang berupa kelebihan zat besi (Fe)[3].
Salah satu ciri fisik dari penderita talasemia adalah kelainan tulang yang berupa
tulang pipi masuk ke dalam dan batang hidung menonjol (disebut gacies cooley),
penonjolan dahi dan jarak kedua mata menjadi lebih jauh, serta tulang menjadi
lemah dan keropos[4].
Mutasi talasemia dan resistensi terhadap malaria[sunting | sunting sumber]
Walaupun sepintas talasemia terlihat merugikan, penelitian menunjukkan
kemungkinan bahwa pembawa sifat talasemia diuntungkan dengan memiliki
ketahanan lebih tinggi terhadap malaria. Hal tersebut juga menjelaskan
tingginya jumlah karier di Indonesia. Secara teoritis, evolusi pembawa sifat
talasemia dapat bertahan hidup lebih baik di daerah endemi malaria seperti di
Indonesia[5].
Uji talasemia pra-kelahiran[sunting | sunting sumber]
Wanita hamil yang mempunyai risiko mengandung bayi talasemia dapat
melakukan uji untuk melihat apakan bayinya akan mederita talasemia atau
tidak. Di Indonesia, uji ini dapat dilakukan di Yayasan Geneka Lembaga
Eijkman di Jakarta. Uji ini melihat komposisi gen-gen yang mengkode Hb.
Pencegahan dan pengobatan[sunting | sunting sumber]
Untuk mencegah terjadinya talasemia pada anak, pasangan yang akan menikah
perlu menjalani tes darah, baik untuk melihat nilai hemoglobinnya maupun
melihat profil sel darah merah dalam tubuhnya. Peluang untuk sembuh dari
talasemia memang masih tergolong kecil karena dipengaruhi kondisi fisik,
ketersediaan donor dan biaya. Untuk bisa bertahan hidup, penderita talasemia
memerlukan perawatan yang rutin, seperti melakukan tranfusi darah teratur
untuk menjaga agar kadar Hb di dalam tubuhnya 12 gr/dL dan menjalani
pemeriksaan ferritin serum untuk memantau kadar zat besi di dalam tubuh.
Penderita talesemia juga diharuskan menghindari makanan yang diasinkan atau
diasamkan dan produk fermentasi yang dapat meningkatkan penyerapan zat
besi di dalam tubuh. Dua cara yang dapat ditempuh untuk mengobati tasalemia
adalah transplantasi sumsum tulang belakang dan teknologi sel punca (stem
cell)[6]. Pada 2008, di Spanyol, seorang bayi di implan secara selektif agar
menjadi pengobatan untuk saudaranya yang menderita talasemia. Anak tersebut
lahir dari embrio yang diseleksi agar bebas dari talasemia sebelum dilakukan

implantasi secara Fertilisasi in vitro. Suplai darah plasenta yang


immunokompatibel disimpan untuk transplantasi saudaranya. Transplantasi
tersebut tergolong sukses.[7] Pada 2009, sekelompok dokter dan spesialis
di Chennai dan Coimbatore mencatatkan pengobatan sukses talasemia pada
seorang anak menggunakan darah plasenta dari saudaranya. [8]
Referensi[sunting | sunting sumber]
1. ^ Susan A. Orshan (2007). Maternity, Newborn, and Women's
Health Nursing: Comprehensive Care Across the Life Span.
Lippincott Williams & Wilkins. ISBN 978-0-7817-4254-2.
2. ^ Anupam Sachdeva, M. R. Lokeshwar (2006). Hemoglobinopathies.
Jaypee Brothers Medical Publisher. ISBN 81-8061-669-X.
3. ^ Robert S. Hillman, Kenneth A. Ault, Henry M. Rinder
(2005). Hematology in clinical practice: a guide to diagnosis and
management. McGraw-Hill Professional. ISBN 978-0-07-144035-6.
4. ^ Howard A. Pearson, M.D., Lauren C. Berman, M.S.W., Allen C.
Crocker, M.D. (1997). "Thalassemia Intermedia: A Region I
Conference". THE GENETIC RESOURCE 11 (2).
5. ^ Martin H. Steinberg (2001). Disorders of hemoglobin: genetics,
pathophysiology, and clinical management. Cambridge University
Press. ISBN 978-0-521-63266-9.
6. ^ Suraksha Agrawal (2003). "Stem Cell Transplantation in
Thalassemia". Int J Hum Genet 3 (4): 205208.
7. ^ Spanish Baby Engineered To Cure Brother

Anda mungkin juga menyukai