TRIK Latar Belakang

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 17

TRIK/CARA MEMBUAT LATAR BELAKANG PENELITIAN

SKRIPSI ILMU HUKUM


Oleh: Turiman Fachturahman Nur,SH,MHum
Email:qitriaincenter@yahoo.co.id
HP 08125695414
Salah satu kesulitan mahasiswa fakultas hukum ketika, penulisan karya ilmiah dalam
bentuk penelitian skripsi bidang ilmu hukum adalah bagaimana cara memulai atau membuat latar
belakang penelitian.
Pada sisi lain dalam proses pembuatan skripsi mahasiswa masih banyak yang merasa
kesulitan, karena mata kuliah metodologi penelitian yang diajarkan 1-2 semester saja, tidaklah
cukup sebagai bekal mereka untuk membuat skripsi. Kebutuhan akan kehadiran suatu panduan
untuk melakukan penelitian dan menulis laporan penelitian harus tetap ada.
Permasalahan yang lebih signifikan dan lebih sempit lagi adalah kurangnya pengetahuan
tentang penguraian bagian-bagian dalam laporan penelitian, termasuk masalah penulisan latar
belakang masalah. Masih banyak dari sejumlah mahasiswa yang mengambil ilmu hukum tidak
mengerti tentang penulisan latar belakang yang baik dalam bidang ilmu hukum
Untuk itu mahasiswa fakultas hukum perlu memahami dahulu apa yang disebut
masalah. Masalah adalah perbedaan/ketidakan sesuaian/ketidak selarasan antara DAS SOLLEN
atau yang seharusnya dengan DAS SEIN atau yang senyatanya. Jika dikaitkan dengan masalah
hukum, maka yang dimaksudkan adalah ada perbedaan/ketidak sesuaian/ ketidak selarasan
antara norma hukum yang terumuskan dalam formulasi pasal-pasal dalam peraturan perundangundangan dengan kenyataan/realitas empirik atau antara hak dan kewajiban pejabat yang
berwenang atau lembaga/intusi dalam melaksanakan program kebijakan dengan apa yang tertera
dalam peratuaran perundang-undangan. Atau sebuah konsep hukum, misalnya koordinasi,
pengawasan, kewenangan belum terlaksana sesuai dengan landasan hukum yang menjadi dasar
konsep tersebut seharusnya diimplementasikan.
Atas dasar itu, maka yang perlu dilakukan oleh mahasiswa hukum ada dua pola untuk
menelusuri masalah hukum. yaitu :
Pertama, Apakah mahasiswa Fakultas Hukum akan memulai memetakan masalahnya dimulai
dari peraturan perundang-undangan lebih dahulu baru melihat realitas empiriknya.
Kedua, Apakah mahasiswa Fakultas Hukum akan memulai memetakan masalahnya dimulai dari
realitias empirik atau sebuah peristiwa hukum baru kemudian mencari jenis peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya/landasan hukum.
Jika cara menelusuri mengambil model pertama, maka langkah selanjutnya yang perlu
dipahami dahulu adalah memahami konsep, yakni apa yang dimaksud dengan peraturan
perundang-undangan secara normatif.
Didalam tataran normatif yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan di
Indonesia ada dua definisi yang tersedia dalam peraturan perundang-undangan setingkat undangundang, yakni: UU Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan dan UU No 5 Tahun 1986 Tentang PTUN.
Patut dipahami oleh mahasis Fakultas Hukum ketika menggunakan acuan kepada UU
Nomor 12 Tahun 2011, maka yang perlu diperhatikan adalah rumusanPasal 4 UU No 12 Tahun
2011 yang menyatakan, bahwa Peraturan Perundang-undangan yang diatur dalam

Undang-Undang ini meliputi Undang-Undang dan Peraturan Perundang-undangan di


bawahnya.
Berdasarkan Pasal 4 UU Nomor 12 Tahun 2011 diatas bahwa yang dimaksud Peraturan
Perundang-Undangan ada dua kategorisasi, yaitu Undang-Undang dan Peraturan PerundangUndangan dibawahnya. Selanjutnya perlu diajukan pertanyaan apa yang dimaksud dengan
Undang-Undang ?
Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk olehDewan
Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden (pasal 1 angka 3 UU Nomor 12
Tah un 2011. Kemudian apa yang dimaksud dengan Peraturan Perundang-Undangan.
Ada dua definisi umum, jika menggunakan UU No 12 Tahun 2011, maka dirumuskan,
bahwa Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum
yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat
yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. (Pasal
1 angka 2 UU No 12 Tahun 2011)
Yang perlu diperhatikan adalah pernyataan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara
atau pejabat yang berwenang. Pernyataan ini memberikan makna, bahwa peraturan perundangundangan bisa dibentuk oleh lembaga negara, sedangkan ditetapkan tentunya yang dimaksudkan
ditetapkan oleh Pejabat Yang Berwenang.
Kemudian jika mengacui kepada Pasal 1 angka 2 UU No 5 Tahun 1986 Tentang PTUN,
maka yang dimaksud dengan Peraturan Perundang-Undangan adalah semua peraturan yang
bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkab oleh Badan Perwakilan Rakyat bersama
pemerintah, baik di tingkat pusat maupun ditingkat daerah, serta semua semua keputusan
badan atau pejabat tata usaha negara, baik ditingkat pusat maupun daerah, yang juga
mengikat secara umum.
Memperhatikan kedua definisi normatif di atas, maka rumusan pengertian peraturan
perundang-undangan pada UU Nomor 5 Tahun 1986 memberikan rumusan yang lebih luas. Yang
perlu dipahami oleh mahasiswa ketika memetakan masalah dengan model pertama yang
memulai dari peraturan perundang-undangan kemudian melihat realitas adalah harus paham
konsep hirarki peraturan perundang-undangan dan konsep materi muatan peraturan perundangundangan.
Untuk memahami konsep hirarki peraturan perundang-undangan, maka selanjutnya yang
perlu dipahami dahulu adalah apa yang dimaksud dengan Hirarki? Secara normatif Penjelasan
terhadap Pasal 7 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011 memberikan batasan, bahwa Dalam
ketentuan ini (maksudnya Pasal 7 UU Nomor 12 Tahun 2011) yang dimaksud dengan hierarki
adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan Perundang-undangan yang didasarkan pada asas
bahwa Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Jika kita membaca rumusan terhadap penjelasan Pasal 7 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun
2011 di atas, maka ada dua hal, yaitu bahwa hirarki perjenjangan jenis peraturan perundangundangan. Kedua Hiraki Perjenjangan Jenis peraturan perundang-undangan didasarkan pada asas
bahwa Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Kata kunci dari dua hal diatas adalah jenis peraturan perundang-undangan dan Hirarki.
Pertanyaannya adalah Jenis Peraturan Perundang-Undangan yang menggunakan konsep hirarki
itu apa saja jenisnya ?

Jawaban secara normatif adalah pada Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011, yakni
sebagai berikut: 1)Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a.Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c.Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d.Peraturan Pemerintah;
e.Peraturan Presiden;
f.Peraturan Daerah Provinsi; dan
g.Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Apa makna hermenuetikanya? Bahwa apa yang tertera secara limitatif dari huruf a
sampai dengan huruf f adalah jenis peraturan perundangan sekaligus juga hirarki peraturan
perundang-undangan, atau dengan kata lain Jenis Peraturan Perundang-Undangan yang
menggunakan konsep hirarki. Pertanyaannya adalah bagaimana kekuatan berlakunya ?
Berdasarkan Pasal 7 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011 menyatakan, bahwa Kekuatan hukum
Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
Makna hermenuetikanya adalah bahwa jenis peraturan perundang-undangan yang ada
pada ayat (1) Pasal 7 UU Nomor 12 Tahun 2011 kekuatan hukum berlakunya didasarkan dengan
konsep hirarki. Jika kita perhatikan jenis peraturan perundang-undangan yang ada pada Pasal 7
ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011 yang menggunakan konsep hirarki tidak ada Peraturan
Menteri, Peraturan yang dikeluarkan oleh Badan atau Komisi, atau Peraturan Kepala Daerah atau
dengan kata lain diluar hirarki peraturan perundang-undangan, kemudian bagaimana
keberadaannya dan kekuatan berlakunya?
Ternyata UU Nomor 12 Tahun 2011 menggunakan rumusan pasal on-off artinya
sudah ditutup dengan konsep hirarki tetapi kemudian dibukan lagi yang diluar hirarki. Hal ini
dapat kita analisis dari rumusan Pasal 8 UU Nomor 12 Tahun 2011, yaitu:
Pasal 8 ayat (1)Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi,
Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau
komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah
Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
Pasal 8 ayat (2)Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui
keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
Jika kita perhatikan frase rumusan atau klasus Pasal 8 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun
2011 pada pernyataan : Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan .Pernyataan ini secara
hermenuetika hukum sebenarnya ingin menyatakan, bahwa jenis peraturan perundang-undangan
diluar hirarki (pasal 7ayat (1) diakui keberadaannya sebagai peraturan perundang-undangan
walaupun tidak ada didalam konsep hirarki peraturan perundang-undangan. Sedang bentuknya
jika diperinci adalah sebagai berikut:
1. Peraturan Yang ditetap oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat,
2. Peraturan yang ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat,
3. Peraturan yang ditetapkan Dewan Perwakilan Daerah,

Peraturan Yang ditetapkan oleh Mahkamah Agung,


Peraturan yang ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi,
Peratura yang ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan,
Peraturan yang ditetapkan oleh Komisi Yudisial,
Peraturan yang ditetapkan Bank Indonesia,
Peraturan yang ditetapkan oleh Menteri,
Peraturan yang ditetapkan oleh badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk
dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang,
11. Peraturan yang ditetapkan leh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,
12. Peraturan yang ditetapkan oleh Gubernur,
13. Peraturan yang ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,
Bupati/Walikota,
14. Peraturan Yang ditetapkan oleh Kepala Desa atau yang setingkat setingkat
Empat belas peraturan diatas bagaimana kekuatan berlakunya apakah menggunakan
konsep hirarki, tentunya tidak menggunakan konsep hirarki. Pasal 8 ayat (2) UU Nomor 12
Tahun 2011 memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut, yaitu Peraturan Perundang-undangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau
dibentuk berdasarkan kewenangan.
Apa artinya, bahwa secara hermenuetika hukum Pasal 8 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun
2011 menyatakan tiga hal, yaitu:
Pertama, Peraturan yang disebutkan pada pasal 8 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011 diakui
keberadaannya sebagai peraturan perundang-undangan walaupun diluar hirarki peraturan
perundang-undangan;
Kedua,
Kekuatan
Hukum
berlakunya
adalah
selama
keberadaan
peraturan
tersebut diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau delegated
legislation, artinya keberadaan peraturan perundang-undangan tersebut diperintahkan oleh
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dengan kata lain bisa saja lahir karena perintah
undang-undang, atau peraturan pemerintah atau peraturan presiden.
Ketiga, Kekuatan Hukum berlakukan dikarenakan peraturan perundang-undangan tersebut
dibentuk berdasarkan kewenangan. Penjelasan Pasal 8 ayat (2) yang dimaksud dengan
kewenangan adalah Yang dimaksud dengan berdasarkan kewenangan adalah
penyelenggaraan urusan tertentu pemerintahan sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
Setelah memahami konsep hirarki dan jenis peraturan perundang-undangan yang ada
didalam hirarki peraturan perundang-undang dan yang diluar hirarki peraturan perundangundangan, maka pada tataran selanjutnya mahasiswa fakultas hukum ketika mendapat mendapat
kedua jenis peraturan perundang-undang tersebut, perlu memahami konsep materi muatan
peraturan perundang-undangan.
Materi Muatan di dalam UU No 12 Tahun 2011 diatur pada Pasal 10 yang menyatakan:
(1)Materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang berisi:
a.pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
b.perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang;
c.pengesahan perjanjian internasional tertentu;
d.tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

1.

2.

3.

4.
5.

e.pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.


Jika memperhatikan secara rinci materi muatan Undang-Undang, maka secara
hermenuetika hukum, ada lima kategori materi muatan Undang-Undang, yaitu:
Undang-Undang yang melaksanakan Ketentuan lebih lanjut UUD Neg RI 1945 atau didalam
Ilmu Perundang-undangan disebut Undang-Undang Organik atau Undang-Undang yang
melaksanakan ketentuan lebih lanjut dari pasal-pasal UUD Neg RI 1945. Jika kita petatakan ada
36 Pasal didalam UUD Neg RI 1945 setelah amandemen yang diamanahkan harus diatur dengan
Undang-Undang.
Undang-Undang yang melaksanakan ketentuan Undang-Undang, ini artinya Undang-Undang
bisa melahirkan Undang-Undang, misalnya UU Pokok yang didalam pasal-pasal ada
memerintahkan materi muatannya diatur dengan Undang-Undang jelas ini tidak vertikal atau
tidak hirarki tetapi horizontal.
Undang-Undang yang mengesahkan perjanjian internasional, artinya materi muatan undangundang tersebut menjabarkan perjanjian internasional yanag telah diratifikasi masing-masing
negara.Materi muatannya bisa jadi terbuka masuknya nilai-nilai luar, misalnya liberal atau neo
liberar , jelas ini perlu perhatian agar tidak bertentangan dengan rectiddee Bangsa Indonesia,
Pancasila.
Undang-Undang yang dimaksudkan materi muatannya melaksanakan Putusan MK, karena
sebelumnya diuji oleh MK, maka menurut Pasal 10 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011 2dan
tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusitersebut dilakukan oleh DPR atau Presiden.
Undang-Undang yang materi muatan dimaksudkan untuk pemenuhan kebutuhan
hukum masyarakat. Tentunya materi muatannya disesuai dengan perkembangan kebutuhan
masyarakat.
Bagaimana dengan jenis peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang,
didalam UU Nomor 12 Tahun 2011 ditegaskan didalam Pasal 11yang menyatakan, bahwa materi
muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sama dengan materi muatan UndangUndang. Pasal 12 Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan UndangUndang sebagaimana mestinya. Pasal 13 Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang
diperintahkan oleh Undang-Undang, materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau
materi untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. Pasal 14 Materi muatan
Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam
rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus
daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Paparan di atas sangat berguna bagi mahasiswa ketika memetakan masalah yang
berangkat dari peraturan perundang-undangan atau (DAS SOLEN), kemudian baru melihat
realitasnya (DAS SEIN) atau peneliti menggunakan tipe penelitian hukum normatif. Apa yang
dilakukan oleh mahasiswa hukum ketika mendapat salah satu jenis peraturan perundangundangan, misalnya Peraturan Menteri atau Peraturan Presiden? Yang perlu dilakukan lihat
konsideran mengingatnya dahulu untuk mengetahui materi Peraturan Menteri atau Peraturan
Presiden tersebut melaksanakan perauran perundang-undang yang lebih tinggi dari jenis
peraturan perundang-undangan apa. Karena bisa saja Permen tersebut melaksanakan salah satu
amanah pasal yang ada di dalam UU atau PP.
Jika sudah dapat dilacak sumber hukumnya, langkah selanjutnya yang dilakukan
mahasiswa hukum adalah memetakan pasal dan rumusan yang menjadi sumber wewenang
pengaturan dari Peraturan Menteri atau Peraturan Presiden tersebut, bahkan bisa juga melacak

keberadaan PERDA, artinya keberadaaan PERDA tersebut melaksanakan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi dari jenis peraturan perundang-undang apa. Apakah UU atau PP.
Lebih lanjut ketika mahasiswa hukum sudah dapat landasan dasar hukumnya, maka buat
konstruksi hukum dengan konsep hirarki peraturan perundang-undangan atau bagan alur norma
hukumnya dengan memetakan pasal-pasal secara sistimatis. Hal ini memudahkan untuk kelak
menyusun kerangka konsep penelitian.
Demikian sebaliknya jika mahasiswa hukum memetakan masalah penelitian memulainya
dari peristiwa hukum atau fenomena hukum, misalnya dari peristiwa hukum yang lagi hangat
dimedia masa nasional atau daerah, atau mungkin dari laporan tahunan instansi pemerintah pusat
atau daerah. Yang perlu dilakukan ketika memetakan masalah hukumnya adalah dengan
membuat konstruksi peristiwa hukum atau fakta hukum dan buatlah bagan alur peristiwa
hukumnya. Setelah itu kemudian menelusuri jenis peraturan perundang-undangan yang menjadi
acuannya, setelah itu gunakan seperti model penelusuran pertama sebagaimana dipaparkan di
atas.
Yang paling sulit dan sering menjadi hambatan mahasiswa hukum ada bagaimana
memulai memaparkan latar belakang. Patut dipahami sebagian besar paparan disusun dengan
model deduksi, yaitu dari umum kekhusus atau membentuk piramida terbalik. Hanya yang
menjadi pertanyaan apa yang ditulis pada awal latar belakang.
Perlu dipahami lebih dahulu apa yang digambarkan dalam penelitian pada bagian latar
belakang penelitian hukum: Latar belakang dalam penelitian menyajikan gambaran yang dapat
menjelaskan mengapa suatu penelitian menarik untuk diteliti.[1]
Pada latar belakang penelitian hukum sebenarnya sangat mudah sebelum peneliti
menyajikan penjelasaan mengapa sesuatu menarik untuk diteliti. Misalnya mahasiswa hukum
akan membahas tentang pelaksanaan peraturan perundang-undangan, contoh pelaksanaan suatu
Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah. Contohnya UU Tentang Pajak dan Restribusi atau
UU Keterbukaaan Informasi Publik.
Yang perlu dilakukan adalah baca Penjelasan Umum UU atau PP yang bersangkutan,
mengapa ? Karena PENJELASAN UMUM itu menggambarkan latar belakang UU atau PP
tersebut dibentuk. Cara Copy Paste Penjelasan Umum sebagai awal paparan Latar Belakang
kemudian berikan footnote sebagai kejujuran ilmiahnya atau sebagai paparan dengan cara
menyelipkan alinea baru menurut versi saudara. Setelah itu paparkan fakta hukum atau
problematika hukum secara normatif, jika perlu masukan pra penelitian saudara, misalnya dalam
bentuk data atau paparan verbal.
Kemudian tutup dengan pernyataan peneliti, misalnya dengan kalimatBerdasarkan
Fakta hukum atau problematika normatif di atas, maka penelitian menarik untuk
menindak lanjuti dalam bentuk penelitian skripsi dengan judul ........
Untuk itu penulisan latar belakang tentunya mahasiswa hukum perlu membaca literatur
atau bisa saja makalah-makalah yang berkaitan dengan fokus masalah yang akan diangkat.
Secara teoretik bagaimana membuat latar belakan penelitian perlu didasari pada sedikitnya buku
yang membahas dengan rinci tentang cara pembuatan latar belakang serta berdasarkan sumbersumber lainnya yang berkaitan dengan latar belakang. Sehingga, paparan ini disusun dengan
judul Cara Membuat Latar Belakang Penelitian Ilmu hukum dengan tujuan untuk membantu
pembaca terutama mahasiswa fakultas hukum yang hendak menyelesaikan laporan penelitiannya
sebagai pedoman dalam penulisan latar belakang.
Ada beberapa hal yang perlu dipahami oleh mahasiswa yang akan meneliti permasalahan
hukum, yakni:

a.
b.
c.
d.

a.
b.

a.
b.

c.
d.

e.

Apa saja model yang digunakan dalam pembuatan latar belakang?


Bagaimana cara menulis latar belakang yang baik?
Poin-poin apa saja yang harus ada dalam pembuatan latar belakang?
Apa kelemahan dalam menyusun latar belakang?
Secara umum, bahwa latar belakang masalah adalah bagian awal dalam membuat tulisan
terutama tulisan ilmiah seperti skripsi, paper atau bahkan laporan penelitian. Latar belakang
permasalahan merupakan kunci dari sebuah proposal penelitian. Karena logika penelitian
dilakukan berdasar adanya fenomena problematik. Biasanya diuraikan dalam bentuk deduksi,
yaitu dimulai dari hal-hal umum dan diakhiri dengan pembatasan masalah. Sehingga latar
belakang harus menunjukkan sistematika yang menjurus ke arah pemilihan suatu masalah
tertentu. Menurut Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah dalam bukunya yang
berjudul Metode Penelitian Kuantitatif ada dua model yang dapat digunakan di dalam
membuat latar belakang, yaitu:
Menguraikan adanya kesenjangan antara kondisi objektif dengan kondisi normatif/ asumsiasumsi tertentu
Menggambarkan perkembangan teori atau suatu kondisi objektif tanpa membandingkannya
dengan kondisi normatif.[2]
Ketikan mahasiswa hukum menggunakan model pertama, kondisi objektif dapat
digambarkan melalui data sekunder yang ada, sedangkan kondisi normatif dapat berbentuk teori,
nilai, atau norma yang berlaku umum. Untuk penggunaan model kedua, peneliti hanya
menggambarkan karakteristik suatu gejala secara lebih rinci. Pada bagian ini, dapat memakai alat
bantu 5W dan 1H untuk menentukan kondisi objektinya yaitu what( apa yang sering terjadi),
who( siapa yang mengalaminya), when( kapan terjadinya masalah), where( di mana prmasalahan
itu muncul secara spesifik), why( mengapa gejala tersebut dapat muncul) dan how(bagaimana
hubungannya dengan gejala lain).
Penulisan latar
belakang kadang dianggap sulit bagi mahasiswa, untuk itu Yudi Sutarso dalam
artikelnyamembuat latar belakang dapat disimpulkan bahwa dalam penulisan latar belakang
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya:
Ancangan pembahasan, maksudnya darimana peneliti mengawali hal yang diteliti. Pengambilan
ancangan yang tepat akan memberikan gambaran yang tepat pula atas masalah yang diangkat
oleh peneliti.
Alur logika pemikiran yang digunakan, merupakan urutan berfikir penulis dalam menuangkan
gagasan yang ingin disampaikan yang tercermin dalam susunan kalimat-kalimat dan susunan
paragraf-paragraf dalam latar belakang. Hal ini agar arah pemikiran yang dikembangkan dalam
latar belakang lebih mengarah, fokus, jelas dan mudah dipahami
Penggunaan sumber teori sebagai dasar pemikiran, sebagai sandaran berfikir sekaligus indikator
obyektifitas tulisan.
Penggunaan fakta dan data lingkungan, maksudnya penggunaan fakta dan data dalam perumusan
latar belakang adalah penting untuk mengetahui indikator-indikator dari intensitas permasalahan
yang dirumuskan oleh peneliti.Dari fakta dan data tersebut akan diketahui seberapa luas dan
seberapa parah permasalahan yang ada.
Panjang dan kecukupan, maksudnya adalah penggambaran identifikasi dan perumusan masalah
dalam latarbelakang dan permasalahan penelitian harus secara cukup dan tuntas dapat
mengarahkan pembaca akan masalah nyata yang dihadapi dan alasan munculnya masalah dan
alasan perlunya permasalahan tersebut diatasi atau diteliti.

Sedangkan menurut Juliansyah Noor dalam bukunya Metodologi Penelitian bahwa


dalam latar belakang harus mengemukakan hal-hal berikut, yaitu:
a. Mengemukakan gambaran umum kondisi lokasi penelitian.
b. Mengemukakan alasan/peranan penting dari setiap variabel.
c. Mengemukakan masalah empiris.[3]
Adapun poin-poin yang harus ada dalam latar belakang, diantaranya:
a. Fenomena/ berita terbaru
b. Kondisi ideal yang diinginkan dengan didukung pemaparan teori-teori baru.
c. Kondisi empiris maksudnya mengemukakan kondisi obyek yang terjadi terhadap obyek yang
akan diteliti didukung dengan bukti pengungkapan kondisi tersebut.
d. Penemuan masalah dengan memahami ketimpangan-ketimpangan yang terjadi.
e. Alasan diadakannya sebuah penelitian tersebut.
Menurut Juliansyah Noor dalam menulis latar belakang peneliti harus mencantumkan
hal-hal berikut, diantaranya :
a. Mengemukakan alasan penting masalah pokok penelitian.
b. Mengemukakan masalah empiris yang ada pada masalah pokok tersebut.
c. Mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi masalah pokok.
d. Mengemukakan masalah empiris yang ada dalam setiap faktor.
e. Memilih satu atau lebih faktor yang dianggap penting untuk dijadikan variabel bebas.[4]
Dalam menyusun sebuah karya ilmiah atau laporan penelitian khususnya terkait dalam
pembuatan latar belakang, tentunya terdapat kesulitan-kesulitan atau kelemahan-kelemahan
dalam membuat latar belakang diantaranya :
a. Permasalahan tidak diambil dari permasalahan yang nyata dari lingkungan sekitar.
b. Tidak disertai dengan data pendukung.
c. Potensi untuk perbaikan belum dilakukan.
d. Masalah terlalu luas.
e. Tidak menggambarkan alasan pemilihan alternatif pemecahan masalah.
Sebagai penutup paparan ini dapat dikritaslisasi dalam pemebuatan latar belakang dalam
penelitian hukum, bahwa dalam pembuatan latar belakang masalah ada 2 model yaitu:
a) Menguraikan adanya kesenjangan antara kondisi obyektif dengan kondisi normatif.
b) Menggambarkan perkembangan teori atau suatu kondisi obyektif tanpa membandingkannya
dengan kondisi normatif.
Adapaun cara penulisan latar belakang yang baik adalah harus sebagai berikut :
a) Terdapat ancangan pembahasan
b) Alur logika yang digunakan
c) Penggunaan sumber teori sebagai dasar pemikiran
d) Penggunaan fakta atau data lingkungan
e) Panjang dan kecukupan.
Poin-poin yang harus ada dalam latar belakang masalah, diantaranya:
a) Fenomena/ berita terbaru
b) Kondisi ideal yang diinginkan dengan didukung pemaparan teori-teori baru.
c) Kondisi empiris.
d) Penemuan masalah dengan memahami ketimpangan-ketimpangan yang terjadi.
e) Alasan diadakannya sebuah penelitian tersebut.
Kelemahan-kelemahan dalam menulis latar belakang yaitu:
a) Permasalahan tidak diambil dari permasalahan yang nyata dari lingkungan sekitar.

b)
c)
d)
e)

Tidak disertai dengan data pendukung.


Potensi untuk perbaikan belum dilakukan.
Masalah terlalu luas.
Tidak menggambarkan alasan pemilihan alternatif pemecahan masalah.
Demikianlah pemaparan sekilas mengenai latar belakang masalah yang masih jauh dari
kesempurnaan. Diharapkan sedikit pengetahuan tersebut dapat membantu para mahasiswa yang
hendak menyelesaikan laporan penelitiannya. Selain itu, diharapkan akan ada penelitianpenelitian selanjutnya mengenai masalah latar belakang.
[1] Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah,Metode Penelitian Kuantitatif,(Jakarta:PT
RAJA GRAFINDO PERSADA,2005),h.56.
[2] Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah,op. cit.,h.57.
[3] Juliansyah Noor,Metodologi Penelitian,(Jakarta:Kencana,2011),h.241.
[4] Juliansyah Noor,op. cit.,h.242-243.

ARA MUDAH MENYUSUN LATAR BELAKANG DESAIN


PENELITIAN SKRIPSI ILMU HUKUM
Oleh Turiman Fachturahman Nur

Salah hal yang penting dalam menyelesaikan tugas akhir mahasiswa hukum adalah menyusun
skripsi sebagai suatu kegiatan peneltian pada strata satu ilmu hukum. Kesulitan mahasiswa adalah ketika
menulis desain penelitian atau usulan penelitian skripsi. Untuk itu tulisan ini berupaya membantu
mahasiswa dalam memulai menulis skripsi dengan paparan yang mudah dimengerti.
Patut disadari oleh mahasiswa hukum, bahwa kegiatan penelitian merupakan sarana ilmu
pengetahuan dan teknologi. Hasil-hasil yang dicapai dan berguna bagi kehidupan manusia dimulai dari
kegiatan penelitian bahkan menjadi tradisi yang berlaku dalam pergaulan masyarakat ilmiah.
Pengetahuan dan teknologi diperoleh saat ini dipastikan melalui kegiatan penelitian termasuk ilmu-ilmu
sosial yang di dalamnya termasuk ilmu hukum.
Pada hakekatnya, bahwa penelitian mengandung metode atau cara yang harus dilalui sebagai
syarat dalam penelitian. Metode dilaksanakan pada setiap kegiatan penelitian didasarkan pada cakupan
ilmu pengetahuan yang mendasari kegiatan penelitian. Meskipun masing-masing terdapat karakteristik
metode yang digunakan pada setiap kegiatan penelitian, akan tetapi terdapat prinsip-prinsip umum yang
harus difahami oleh semua peneliti seperti pemahaman yang sama terhadap validitas dari hasil capaian
termasuk penerapan prinsip-prinsip kejujuran ilmiah
Pertanyaan yang perlu diajukan apa yang menjadi ruang lingkup penelitian ? Jawaban atas
pertanyaan ini adalah patut disadari dahulu oleh mahasiswa hukum bahwa Ilmu hukum sebagai bagian

dari ilmu-ilmu sosial dalam perkembangannya tidak terlepas dari kegiatan penelitian ilmu sosial pada
umumnya, sehingga mahasiswa hukum tidak hanya mengandalkan teori-teori hukum yang ada dalam
ilmu hukum tetapi juga bisa memfaatkan teori-teori ilmu sosial paling sedikit manfaatkan hasil hasil
penelitian sosial, karena bisa jadi masalah-masalah hukum diawali dengan masalah-,masalah sosial yang
memiliki kaitan dengan suatu regulasi atau peraturan perundang-undangan.
Cara menyusun Latar Belakang Penelitian
1.

Tentukan dahulu tipe penelitian apakah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum empirik atau
kombinasi dari keduanya, karena akan berpengaruh metode penelitian yang akan dipilih oleh calon
penelitian.

2.

Jika penelitian hukum normatif, mahasiswa hukum biasanya akan melakukan identikasi masalah melalui
masalah-masalah yang ditimbulkan dari peraturan perundang-undangan. Pada tataran ini mahasiswa
hukum harus melihat dengan kritis bentuk peraturan perundang-undangannya, apakah UUD, TAP MPR,
UU/PERPU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri atau peraturan lembaga
negara, apakah MA, BPK, MK dll atau yang pada level daerah Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan
Daerah Kota/Kab, Peraturan Gubernur, Peraturan Walikota/Peraturan Bupati, Peraturan Desa, atau
sebuah Surat Keputusan.

3.

Jika mahasiswa hukum sudah mendapatkan salah bentuk peraturan perundang-undangan diatas, maka
langkah selanjutkan menyusun konstruksi hukum dari peraturan perundang-undangan. Misalnya kita
ambil contoh mahasiswa setelah melakukan penelusuran menemukan suatu peraturan menteri nomor X.
Apa yang harus dilakukan terhadap peraturan menteri tersebut.

4.

Mahasiswa hukum eksplorasi dahulu dengan cara pasal berapa dari PERMEN itu yang menjadi fokus
analisis dan berkaitan dengan masalah penelitian. Berikutnya cari dahulu dasar hukum dikeluarkan
PERMEN

tersebut,

bagaimana

caranya,

maka

lihat

konsideran

hukumnya

dari

PERMEN

tersebut,kemungkinan PERMEN ini kekuatan hukum mengikatnya diperintahkan oleh peraturan


Perundang-Undangan yang lebih tinggi, misal Peraturan Pemerintah, artinya keberadaannya karena
diperintahkan oleh sebuah pasal dalam PP tersebut.
5.

Apa yang dilakukan selanjutnya mahasiswa hukum mencari PP dimaksud identifikasi pasal berapa yang
memerintahkan lahir PERMEN tersebut, catat teks normanya. Namun mahasiswa harus jeli walaupun
pasal yang menjadi dasar PERMEN sudah diketemukan dapat dipastikan pasal-pasal itu tidak berdiri
sendiri, maka lihat di BAB berapa pasal itu berada, bisa jadi berkaitan dengan pasal lain didalam PP
tersebut.Dan jangan lupa melihat pada BAB I Ketentuan Umum bisa jadi ada definisi operasional yang
bisa dijadikan konsep.

6.

Setelah menemukan dasar hukum di dalam PP, maka langkah selanjutnya mencari dasar hukum dari PP
tersebut, karena secara hukum PP melaksanakan Undang-Undang. Apa yang dicari di undang-undang
adalah Pasal yang memerintahkan terbitnya PP tersebut dan perlu diingat pasal yang menjadi dasar
dikeluarkan PP pun tidak berdiri sendiri terkait dengan Pasal lain dalam Undang.

7.

Jika sudah ketemu Undang-Undangnya, maka langkah selanjutnya mencari dasar hukum dari UU di
dalam Undang-Undang Dasar atau mungkin UU itu juga lahir dari UU lain, maka cari pasal yang
memerintahkan ada UU tersebut.

8.

Setelah lengkap, maka tugas mahasiswa hukum atau peneliti adalah membuat konstruksi hukum atau
membuat bagan alur yuridis normatif mulai dari UUD sampai dengan PERMEN yang sudah ditelusuri
sejak awal. Apa gunanya kelak dalam analisis penelitian sebagai DAS SOLLEN atau yang seharusnya
atau dasar analisis baik secara teks, konteks dan kontektualisasi ketika melakukan analisis penelitian dari
sisi penelitian normatif.

9.

Kemudian juga berguna ketika mahasiswa hukum atau peneliti ingin menganalisis implementasinya
dalam tataran penerapan peraturan perundang-undangan, tetapi ingat dalam penelitian hukum normatif
hanya sebagai pelengkap analisis atau kajian, misalnya bahwa ada permasalahan antara norma hukum
atau sinkronisasi baik sinkronisasi vertikal atau sinkronisasi horisontal, artinya bisa jadi antar UndangUndang atau bisa jadi antara PERMEN belum sejalan dengan maksud PP.

10. Jika konstruksi hukum sudah sistimatis tersusun akan menjadi mudah ketika menyusun kerangka teori dan
kerangka konsep, karena peta permasalahan sudah terfokus. Kemudian memudahkan ketika
merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan.

Bagian II berikut ini saya ambilkan contoh yang disusun oleh DOSEN: MUHAMAD MUHDAR
Balipapan, Maret 2010
Contoh Penyusunan Usulan Penelitian Kerangka Usulan Penelitian
Aspek Pertanggungjawaban Hukum atas Kasus Pembuangan Sisa Bahan Bakar Minyak di Teluk
Balikpapan
;judul harus bersifat metodologis/dapat ditelusuri dengan suatu metode tertentu & minimal terdiri atas dua
variabel;
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tahap I

Pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai pembangunan untuk memenuhi kebutuhan generasi saat
ini tanpa menghilangkan kebutuhan generasi yang akan datang. Kebutuhan generasi saat ini dan
generasi yang
akan datang tergantung dari ketersedian sumber daya, termasuk sumber daya alam pada kawasan
pesisir. Sumber daya alam pada kawasan pesisir tersimpan kebutuhan manusia dan memerlukan
proteksi hukum untuk menjaga kesinambungannya dalam memenuhi kebutuhan manusia.;pada bagian
ini memerlukan uraian yang bersifat ideal yang dapatbersumber dari rumusan hukum, asas, termasuk
penyataan-pernyataan dari sumber yang memadai, juga dapat dilakukan melalui pernyataan-peryataan
dari penulis sendiri;
Tahap II
Dari data factual, nampak bahwa kegiatan pengangkutan bahan bakar minyak yang menggunakan alur
kawasan pesisir Teluk Balikpapan digunakan untuk membuang sisa-sisa minyak yang tidak terpakai.
Beberapa upaya telah dilaksanakan untuk menentukan kualifikasi hukum, subjek hukum yang terlibat,
penentuan tingkat kerugian melalui dugaan terjadinya pencemaran ;pada bagian ini berisi pengungkapan
data faktual berupa peristiwa hukum yang terjadi di masyarakat. Kemampuan mengungkapkan data
faktual dan bagian ini harus dibekali dengan kemampuan teoretik hukum agar dapat membedakan
adanya peristiwa hukum atau bukan. Untuk penelitian dengan menggunakan pendekatan yuridis
normatif, substansi yang perlu dikemukakan pada bagian ini adalah hasil telusuran bahan hukum
yang akan dianalisis sesuai dengan keinginan penulis dapat berupa hubungan,konflik sistem hukum,
asas hukum atau eksistensi suatu produk hukum;
Konsep Ideal Vs Fakta
Tahap III
Berdasarkan hal tersebut di atas, tindakan tersebut dapat mengancam ekosistem kawasan pesisir
sehingga dapat mengancam pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan pada kawasan pesisir.
Peristiwa hukum berupa tindakan yang membuang sisa-sisa minyak yang tidak terpakai memerlukan
bentuk pertanggungjawaban hukum. ;pada alur pikir dalamteknis penyusunan latar belakang, tahap
ketiga ini kualifikasi sebagai pernyataan masalah yang berasal dari hasil analisis dari konsep ideal
dan faktual sehingga nampak adanya kesenjangan antara keduanya;\
Alur pikir yang dpt digunakan dalam penyusunan latar belakang penulisan
1.

Konsep Ideal biasanya berisi ketentuan-ketentuan perundang-undangan atau teori-teori yang difahami
secara umum sebagai suatu keharusan. Terdiri atas satu atau lebih dari dua paragraf.

2.

Fakta normatif, fakta sosial

3.

Pernyataan masalah

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah mekanisme pertanggungjawaban hukum terhadap peristiwa pembuangan sisa bahan
bakar minyak yang tidak terpakai di wilayah perairanTeluk Balikpapan?
2. Apakah Pertanggungjawaban hukum atas terjadinya pencemaran yang menggunakan penggabungan
pendekatan

pada

semua

instrumen

sanksi

yang

tersedia

dalam

hukum

lingkungan

dapat

diterapkan?;Rumusan masalah substansinya dapat diperoleh melalui bahan pada tahap iii pada bagian
pendahuluan;

C. Tujuan
Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.

Untuk mengetahui mekanisme pertanggungjawaban hukum terhadap peristiwa pembuangan sisa bahan
bakar minyak yang tidak terpakai di wilayah perairanTeluk Balikpapan.

2.

Untuk mengetahui bentuk Pertanggungjawaban hukum atas terjadinya pencemaran yang menggunakan
penggabungan pendekatan pada semua instrumen sanksi yang tersedia dalam hukum lingkungan dapat
diterapkan.;rumusan pada bagian ini berasal dai kontruksi kalimat pada rumusan masalah dengan
kalimat pasif atau rumusan lain dengan tidak mengurangi substansi pada pertanyaan-pertanyaan dalam
rumusan masalah;

D. Kegunaan
Kegunaan yang diharapkan dalam penelitian ini dilihat dari dua sisi yaitu sisi akademis dan sisi praktis:
1. Dari Sisi Akademis
Dari sisi akademis kegunaan penelitian di samping berguna bagi pengembangan ilmu penulis juga dapat
bermanfaat bagi peneliti-peneliti yang akan datang. Pentingnya hasil penelitian ini bagi peneliti-peneliti
yang akan datang terutama terletak pada sisi ketersediaan data awal, karakteristik termasuk masalahmasalah yang belum mendapatkan analisis yang fokus.
2. Dari Sisi Praktis
Secara praktis penelitian ini berguna bagi informasi dan sekaligus solusi yang ditawarkan kepada pihak
yang berkepentingan. Beberapa hal tawaran praktis dalam penelitian ini menyangkut mekanisme
penyelesaian kasus pembuangan sisa minyak yang tidak terpakai di Teluk Balikpapan, penerapan sanksi
yang tersedia dalam perspektif hukum lingkungan. <nampaknya materi dari bagian kegunaan/faedah
penelitian ini telah menjadi konstruksi standar meskipun tidak bersifat tetap>

E. Definisi Istilah
Beberapa definisi istilah yang relevan dalam usulan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Kawasan pesisir adalah.
2. Mekanisme penyelesaian sengketa
3. Pembangunan yang berkelanjutan
4. Jalur litigasi dan non litigasi
5. Pencemaran lingkungan hidup

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Kawasan Pesisir
B. Pencemaran Lingkungan Hidup
C. Pencemaran Lingkungan Hidup yang berasal dari kegiatan pengelolaan Minyak
D.Aspek Pertanggungjawaban Hukum Dalam Kasus Pencemaran Lingkungan Hidup
E. Mekanisme Penyelesaian Sengketa lingkungan hidup
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini penulis menggunakan pendekatan yuridis normatif. Menggunakan
pendekatan yuridis normatif oleh karena sasaran penelitian ini adalah hukum atau kaedah (norm).
Pengertian kaedah meliputi asas hukum, kaedah dalam arti sempit (value), peraturan hukum konkret
(Mertokusumo, 1996: 29). Penelitian yang berobjekan hukum normatif berupa asas-asas hukum,
sistem hukum, taraf sinkronisasi vertikal dan horisontal (Soekanto dan Mamoedji, 1985: 70).;penelitian
dengan pendekatan yuridis normatif memerlukan referensi yang cukup berupa bahan-bahan hukum yang
tersedia;
+ Fakta (kesepakatan ahli)
Jika pendekatan Yuridis-Empris
penelitian ini menggunakan data empiris mengenai mekanisme penyelesaian sengketa termasuk
eksistensi mengenai pilihan penyelesaian yang dipilih oleh para pihak dalam penyelesaian kasus
pembuangan sisa bahan bakar minyak tidak terpakai di Teluk Balikpapan yang bersumber dari kegiatan
pengangkutan bahan bakar minyak.
;Pendekatan penelitian yuridis-empiris pada prinsipnya adalah penggabungan antara pendekatan yuridis
normatif dengan penambahan unsur-unsur empiris. Perbedaan yang paling prinsip terletak pada sasaran
penelitian yaitu fakta empiris;

2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian yang bersifat deskriptif analitis berupa penggambaran
terhadap pelaksanaan mekanisme penyelesaian kasus pembuangan sisa bahan bakar minyak tidak
terpakai di Teluk Balikpapan yang bersumber dari pengangkutan bahan bakar minyak. Di samping itu,
akan memberikan gambaran terhadap pilihan para pihak dalam menentukan mekanisme penyelesaian
sengketa berupa jalur non litigasi.

B. Sumber Data
Sumber data yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian ini menggunakan sumber data primer dan
data sekunder. Penggunaan data primer akan diperoleh melalui pihak penegak hukum yang terkait
(referensi) dan para pihak terkait dengan kasus yang dijadikan objek dalam penelitian.
Beberapa responden yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah pihak Pertamina dan Pemerintah Kota
Balikpapan.;penentuan sumber data primer disesuaikan dengan objek yang diajukan dan terpenting
adalah menyangkut tingkat relevansi dengan informasi yangakan dibutuhkan;
Sumber data sekunder berasal dari beberapa bahan hukum yang relevan yang meliputi:
1. Bahan hukum primer yang mencakup ketentuan perundang-undangan termasuk asas hukum
2. Bahan hukum sekunder mencakup dasar-dasar teoretik atau doktrin yang relevan
3. Bahan hukum tertier adalah bahan yang berasal dari kamus atau ensiklopedi;pada penggunaan data
SEKUNDER digunakan baik dengan menggunakan pendekatan yuridis empiris maupun yuridis
C. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data terutama dalam prosedur pengumpulan data primer dalam penelitian ini
menggunakan metode purposive sampling atau judgemental sampling (tidak semua populasi dijadikan
sampel namun hanya sampel yang telah ditentukan terlebih dahulu dengan alasan kuat dapat
memberikan data). Penentuan data yang berasal dari Pertamina dan
Pemerintah Kota Balikpapan menyangkut data yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan pertama
dalam penelitian ini. Data yang berasal dari beberapa ahli, penegak hukum dan para pihak dibutuhkan
dalam rangka untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan nomor dua dalam penelitian ini. Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara(interview);Data primer dikumpulkan dengan
menggunakan

kategorisasikan berdasarkan

data

yang

relevan

dengan

pertanyaan-pertanyaan

dalampenelitian.Penggunaan instrumen penelitian meliputi: observasi, quisioner,wawancara dan studi


dokumenSumardjono, 1989: 21;.
Menyangkut pengumpulan data sekunder dilaksanakan dengan memilih bahan-bahan hukum yang
relevan dengan objek penelitian yang diajukan dengan prosedur sebagai berikut: Terhadap bahan hukum

primer, sekunder dan tertier prosedur pengumpulannya dilakukan dengan menempatkan kategorisasi
hukum terhadap mengkualifikasi hukum yang ditentukan dalam usulan penelitian seperti bahan hukum
menyangkut pengetian pencemaran, pertanggungjawaban hukum, mekanisme penyelesaian sengketa,
akibatakibat hukum ditimbulkan atas pilihan mekanisme dalam proses penyelesaian kasus pembuangan
sisa bahan bakar minyak tidak terpakai di Teluk Balikpapan yang bersumber dari kegiatan pengangkutan
bahan bakar minyak.

D. Analisis Data
Keseluruhan data yang diperoleh baik primer maupun sekunder dianalisis secara kualitatif dan diberikan
penggambaran mengenai mekanisme penyelesaian kasus pembuangan sisa bahan bakar minyak tidak
terpakai di Teluk Balikpapan yang bersumber dari kegiatan pengangkutan bahan bakar minyak. Analisis
diarahkan pada pendekatan penjatuhan sanksi Perdata dan Kekuatan hukum dari mekanisme
penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi dapat menjadi pilihan utama dari para pihak.;pada bagian
ini hanya diperlukan informasi mengenai bagaimana data yang diperoleh dianalisis. Pada bagian BAB IV
Pembahasan, analisis dilakukan dengan menerangkan seluruh jangkauan-jangkauan pertanyaan
penelitian

termasuk

menegaskan

hubungan-hubungan,

pembenar/validitas

putusan

sengketa/

pengadilan, meneliti benar tidaknya proses, rujukanrujukan hukum yang digunakan dsb;
E. Jadual Penelitian
sesuakan tanggal, bulan dan tahun pengajuan judul, pembimbingan, seminar usulan penelitian,
penelitian, seminar hasil, dan ujian akhir;
Catatan:
Dalam format hasil skripsi dilengkapi sturukturnya sebagai berikut:
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian;hasil penelitian berasal dari data yang dikumpulkan oleh peneliti dan telah disusun
berdasarkan sasaran penelitian;
B. Pembahasan
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran;saran hanya berisi rekomendasi yang dirumuskan oleh peneliti namun bukan untuk menjawab
permasalahan dalam pokok penelitian, saran dirumuskan berdasarkan penelusuran yang menurut

penulis dapat bermanfaat secara praktis maupun bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
berdasarkan kedekatan objek;
DAFTAR RUJUKAN
LAMPIRAN;jika ada;
IV. DAFTAR RUJUKAN

A. Buku
Kountur, Ronny, 2004, Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, PPM, Jakarta.
Mertokusumo, Sudikno, 1996, Penemuan Hukum, Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta
-------,1987, Hukum Acara Perdata, Liberty, Yogyakarta
Soekanto, Soerjono; Mamoedji, dan anzwar, Bruce, 1985, Penelitian Hukum Normatif, Radjawali, Jakarta.
Sumardjono, S.W. Maria, 1989, Pedoman Usulan Penelitian, FH-UGM Yogyakarta
Nama pengarang yg dimuat dalam daftar rujukan hanya nama yang dikutip dalam naskah;
B. Peraturan-peraturan
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Dst
Dst...

Anda mungkin juga menyukai