Anda di halaman 1dari 59

Rekayasa Fondasi II

BAB I

PENGERTIAN FONDASI TIANG


1.1. Komptensi
1.1.1. Kompetensi Umum
Mahasiswa dapat merancang fondasi tiang
1.1.2. Kompetensi Khusus
1) Mahasiswa mampu memahami penggunaan fondasi tiang
2) Mahasiswa mampu memahami jenis-jenis fondasi tiang
1.2. Pendahuluan
Fungsi fondasi bangunan dalam suatu kontruksi sipil adalah
untuk mendistribusikan beban yang bekerja pada bangunan
tersebut, baik, hidup maupun beban sementara. Beban-beban
tersebut diteruska n dan didistribusikan fondasi ke tanah dasar. Jika
tegangan tanah akibat beban bekerja melebihi kapasitas ijin maka
akan terjadi keruntuhan. Nilai keamanan (safety factor) perlu
diberikan sehingga bangunan aman dari bahaya keruntuhan akibat
kapasitas dukung terlampui. Namun demikian pemberian nilai
keamanan yang teralu besar merupakan pemborosan dan ini harus
dibayar. Desain yang baik akan menghasilkan nilai keamanan yang
cukup untuk menjamin dari bahaya keruntuhan tanah namun masih
tetap ekonomis.
Penggunaan fondasi dangkal hanya memungkinkan untuk
bangunan-bangunan dengan beban yang tidak terlalu besar.
Disamping beban bangunan yang tidak terlalu besar, penggunaan
fondasi dangkal hanya dimungkinkan jika tanah keras tidak terlalu
dalam. Untuk kondisi tanah yang lapisan tanah kerasnya cukup

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

Rekayasa Fondasi II
dalam penggunaan fondasi tiang akan lebih menguntungkan. Jika
digunakan fondasi dangkal maka akan diperlukan dimensi yang
sangat besar sehingga tidak ekonomis. Secara umum fondasi tiang
akan digunakan jika kondisi tanah keras cukup dalam dan atau
beban bangunan yang harus didukung cukup besar.
Penggunaan fondasi dangkal (telapak) untuk mendukung
bangunan di atas air seperti dermaga maupun jembatan akan
mengalami kesulitan pada saat konstruksi, sehingga penggunaan
fondasi tiang pancang akan lebih menguntungkan, karena dapat
dicetak ditempat lain. Pada konstrusi ini, bagian atas fondasi akan
menonjol sampai di atas permukaan tanah dan air, sehingga pile
cap akan nampak dari permukaan tanah. Pertimbangan beban
lateral harus diperhitungkan dalam kondisi ini, karena tiang akan
mendukung momen lentur yang cukup besar.
Pada bangunan-bangunan tertentu beban desak mungkin
tidak teralu besar, namun akibat beban angin ataupun gempa
dapat

menyebabkan

gaya

tarik

pada

fondasi

yang

besar.

Penggunaan fondasi dangkal kurang efektif dalam mendukung


beban tarik, sehingga dapat dipilih fondasi tiang. Gesekan antara
tiang dan tanah merupakan kapasitas dukung terhadap gaya
tarik/angkat pada fondasi.
Berdasarkan uraian tersebut, fondasi tiang pada umumnya
dipakai pada bangunan dengan kondisi bangunan ataupun kondisi
tanah sebagai berikut:
1) tanah keras cukup dalam,
2) beban bangunan cukup berat,
3) bangunan berada di atas air,
4) bagunan dengan gaya angkat pada fondasinya, dan
5) bangunan dengan beban lateral yang besar.

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

Rekayasa Fondasi II
Jika diamati dari pola keruntuhan geser pada tanah dengan
lapisan tanah keras cukup dalam, akan nampak bahwa distribusi
tegangan pada fondasi dangkal tidak akan mencapai tanah keras
(Gambar 1.1), sehingga kapasitas dukungnya ditentukan oleh
karakteristik tanah bagian atas. Untuk kondisi tanah bagian atas
adalah lunak maka kapasitas dukung fondasinya tentunya akan
rendah pula. Pada Gambar 1.1, nampak bahwa garis keruntuhan
pada fondasi tiang berada pada tanah keras sehingga kapasitas
dukungnya akan tinggi. Kapasitas dukung fondasi tiang masih
ditambah kontribusi dari gesekan antara dinding tiang dan tanah di
sekitarnya. Karena luasan ujung tiang relative kecil dibandingkan
dengan

luasan

telapak,

maka

dalam

prakteknya

akan

membutuhkan beberapa tiang yang tergabung dalam satu pile cap


(poer).
Fondasi Tiang
Fondasi Telapak

Tanah Lunak

Garis
Keruntuhan

Tanah Keras

Gambar 1.1 Pola keruntuhan geser pada fondasi dangkal dan


fondasi tiang.

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

Rekayasa Fondasi II
1.3. Jenis-jenis Fondasi Tiang
Pengelompokan fondasi tiang dapat dibedakan berdasarkan
beberapa kriteria, yaitu berdasarkan cara pencetakannya dan
bahan penyusunnya. Namun secara umum dan paling dikenal
adalab jneis fondasi tiang pancang dan tiang bor. Sedangkan bahan
yang paling banyak digunakan adalah beton bertulang.
1.3.1.

Jenis-jenis

Fondasi

Tiang

Berdasarkan

Cara

fondasi

dapat

Pencetakanya
Berdasarkan

cara

pencetakannya,

tiang

dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu cetak di tempat (cast in


situ) dan pra cetak (pre cast). Fondasi tiang cetak ditempat
merupakan fondasi tiang yang dibuat langsung ditempat, dan
tentunya fondasi ini terbuat dari bahan beton. Sedangkan untuk
tiang baja dan kayu tentunya semuanya masuk dalam jenis tiang
pra cetak.
a. Fondasi Tiang Cetak di Tempat
Jenis fondasi ini di buat dengan menuang langsung adukan
beton

kedalam

sebelumnya.

lubang

Dalam

bor

praktek

yang
di

telah

disiapkan

lapangan,

terkadang

fondasi ini diperkuat dengan tulangan sehingga menjadi


konstuksi beton bertulang. Jenis fondasi tiang cetak di
tempat dapat di kelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu
sebagai berikut ini.
1) Fondasi Tiang dengan Selubung Pipa.
Pada fondasi jenis ini, pipa baja di pancang ke dalam
tanah sampai kedalaman yang diinginkan. Beton segar
di tuang kedalam pipa dan dipadatkan. Fondasi ini
biasa digunakan pada tanah yang mudah runtuh atau

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

Rekayasa Fondasi II
tanah dengan muka air tinggi. Pada fondasi jenis ini
tentunya pipa baja akan tertinggal dalam tanah,
selubung beton. Salah satu contoh fondasi jenis ini
adalah Fondasi Raimond.
2) Fondasi Tiang Tanpa Selubung Pipa.
Cara pelaksanaan fondasi ini dilakukan dengan cara
memancang
kedalaman

pipa
yang

baja

ke

dalam

diinmginkan.

tanah

sampai

Selanjutnya

adukan

beton segar dituang ke dalam pipa dan dipadatkan.


Selama pencoran pipa baja ditarik keluar. Pada fondasi
ini tentunya pipa baja yang digunakan adalah pipa baja
ujung terbuka. Keuntungan fondasi ini adalah pipa baja
bisa dipakai berulang-ulang, sehingga lebih ekonomis.
Keuntungan lain adalah timbulnya gesekan antara
tanah dan tiang yang besar. Salah satu contuh fondasi
jenis ini adalah Fondasi Tiang Frangki.
3) Tiang bor.
Fondasi tiang bor (bore pile), merupakan salah satu
jenis fondasi cetak ditempat. Disebut tiang bore karena
pada saat pelaksanaannya didahului dengan membuat
lubang

bor.

Setelah

lubang

bor

di

buat,

maka

selanjutnya dilakukan penuangan adukan beton ke


dalam lubang bor dan sambil dipadatkan. Pelaksanaan
pada fondasi ini cukup sederhana, namun akan sulit
dilakukan pada tanah pasir murni yang mudah runtuh,
maupun tanah dengan muka air tinggi.
b. Fondasi Tiang Pra Cetak.

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

Rekayasa Fondasi II
Jenis fondasi ini tidak memerlukan pencetakan di lokasi
proyek, namun sudah di buat ditempat lain atau di pabrik.
Untuk tiang dari bahan baja atau kayu, jelas semuanya
masuk dalam jenis fondasi tiang pra cetak. Sedangkan
untuk tiang dari beton bertulang memungkinkan cetak di
tempat maupun cetak ditempat lain (pra cetak)
Pada jenis fondasi pra cetak ini, tiang didatangkan ke lokasi
proyek

sudah

dalam

bentuk

batang-batang

dengan

panjang dan diameter tertentu. Cara pemasangan dari


fondasi ini yang paling banyak digunakan adalah dengan
dipancang sehingga sering disebut fondasi tiang pancang.
Namun demikian cara lain masih mungkin dilakukan
dengan cara dengan metode penggetaran. Permasalahanpermasalahan yang harus diperhatikan pada penggunaan
fondasi tiang pancang ini adalah sebagai berikut ini
a) Panjang

tiang

terbatas

sehingga

perlu

penyambungan di lapangan.
b) Pada

waktu

pemancangan

akan

menimbulkan

getaran dan kebisingan, sehingga tidak tepat untuk


daerah yang padat.
c) Kemungkinan terjadinya kerusakan akibat beban
impact saat pemancangan.
d) Kerusakan tiang ketika berada didalam tanah sulit
diketahui.
Namun demikian, disamping kekurangannya fondasi tiang
pancang mempunyai beberapa kelebihan, yaitu sebagai
berikut ini.
a) Pada saat pelaksaan pemancangan tidak terpengaruh
oleh kondisi air tanah.

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

Rekayasa Fondasi II
b) Akibat getaran yang timbul akan memadatkan tanah
disekitarnya, jika tanahnya berupa pasir longgar.
c) Waktu pelasanaan di lapangan lebih singkat dari
pada cetak di tempat.
d) Kualitas bahan mudah dikontrol sebelum dipancang.
1.3.2.

Jenis-jenis

Fondasi

Tiang

Berdasarkan

Bahan

Penyusunnya.
Bahan penyusun fondasi tiang sering digunakan adalah dari
bahan kayu, baja dan beton. Setiap bahan yang dipakai tentununya
akan mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.
a. Fondasi Tiang Kayu
Kekuatan

dari

dipengaruhi

fondasi

tiang

kayu,

tentunya

oleh kekuatan kayunya. Pada

sangat

umumnya

fondasi tiang dari kayu digunakan pada jaman dahulu, hal


ini terkait dengan harga kayu pada saat itu. Penggunaan
fondasi tiang kayu ini perlu memperhatikan beberapa hal,
yaitu sebagai berikut ini.
1) Kualitas kayu harus tahan terhadap pengaruh air dan
kelembaban.
2) Kondisi air tanah harus tinggi, sehingga diharapkan
tiang selalu terendam air.
3) Kesulitan mendapatkan kayu dengan diameter dan
panjang yang seragam.
4) Kesulitan dalam penyambungan.
5) Kemungkinan kerusakan kayu pada saat di pancang,
terutama pada bagian kepala tiang (ujung atas).
b. Fondasi Tiang Baja

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

Rekayasa Fondasi II
Baja merupakan bahan konstruksi dengan kekuatan yang
cukup tinggi, sehingga dalam desain yang perlu lebih
diperhatikan

adalah

keruntuhan

tanahnya.

Namun

demikian pada penggunaan fondasi tiang baja ini perlu


memperhatikan beberapa hal, yaitu sebagai berikut ini.
1) Pada saat desain perlu memperhitungkan factor
korosi.
2) Tampang

baja

biasanya

dengan

luasan

kecil

sehingga kapasitas dukung ujung bawahnya juga


akan kecil.
3) Dinding

baja relative halus

sehingga

kapasitas

geseknya relative rendah.


c. Fondasi Tiang Beton
Fondasi tiang beton merupakan jenis fondasi yang paling
banyak digunakan, hal ini karena beberapa kelebihan dari
jenis fondasi ini.
1) Dimensi dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
2) Mutu beton dapat didesain sesuai kebutuhan.
3) Bahan susunnya mudah didapatkan.
4) Kuat desak beton tinggi.
Namun demikian beton merupakan bahan kostruksi yang
sifatnya getas, dan kuat tariknya rendah, sehingga perlu
diperkuat dengan tulangan.

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

Rekayasa Fondasi II
BAB II

ANALISIS KAPASITAS DUKUNG


FONDASI TIANG TUNGGAL
2.1. Komptensi
2. 1.1. Kompetensi Umum
Mahasiswa dapat merancang fondasi tiang
2.1.2. Kompetensi Khusus
Mahasiswa mampu menganalisis kapasitas dukung fondasi
tiang
2.2. Kapasitas Dukung Ultimat Fondasi Tiang
Secara umum kapasitas dukung ultimat fondasi tiang (Qu)
ditentukan dari kapasitas ujung bawab tiang (Qb) dan kapasitas
gesekan dinding tiang (Qs). Sekema kapasitas dukung tiang
ditampilkan dalam Gambar 2.1. Kapasitas ujung bawah (end
bearing capacity) tiang dihitung berdasarkan pola keruntuhan geser
pada tanah di bawahnya. Sedangkan kapasitas gesek tiang (skin
friction capacity) tiang (Qs) dihitung berdasarkan tahanan gesek
antara tiang dan tanah di sampingnya.
Qu = Qb + Qs Wp ............
( 2.1)
dengan :
Qu

= kapasitas ultimat tiang (kN),

Qb

= kapasitas ujung bawah tiang (kN),

Qs

= kapasitas gesek dinding tiang (kN), dan

Wp

= berat tiang (kN).

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

Rekayasa Fondasi II

Qu

Qs

Qb
Gambar 2.1. Skema analisis kapasitas dukun tiang.
Pada kondisi tiang pancang berada pada tanah lunak dan
ujung tiang mencapai tanah keras atau batuan dasar (Gambar 2.2),
analisis sering dilakukan dengan mengabaikan tahanan geseknya,
sehingga kapasitas dukung tiang didapatkan dari tahanan ujung
bawah tiang saja (Qb). Hal ini dilakukan dengan pertimbangan
bahwa kapasitas ujung bawah tiang (Qb) jauh lebih besar dari pada
kapasitas geseknya (Qs). Pada kondisi ini Persamaan 2.1 dapat
ditulis sebagai Persamaan 2.2.
Qu = Qb Wp ..............

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

( 2.2)

10

Rekayasa Fondasi II

Kondisi tanah lunak yang sangat dalam mungkin sekali


dijumpai dalam desain fondasi suatu bangunan. Penggunaan
fondasi tiang yang mencapai tanah keras akan memerlukan tiang
yang sangat panjang, dan ini tidak ekonomis. Pada kondisi ini
sering digunakan fondasi yang tidak mencapai tanah keras atau
sering disebut floating piles (Gambar 2.2). Pada kondisi ini
kapasitas ujung bawah tiang akan sangat kecil dibandingkan
dengan gesekannya, sehingga hitungan kapasitas dukungnya
ditentukan berdasarkan tahanan gesek tiang dan tanah (Persamaan
2.3).
Qu = Qs Wp ..............
( 2.3)
Jika kondisi tanah dari permukaan sampai ujung bawah tiang
perubahannya tidak ekstrim, maka hitungan kapasitas dukung
tanah sebaiknya didasarkan pada kedua tanahanan, baik tahanan
ujung bawah tiang maupun tahanan gesek tiang. Secara umum
kondisi tanah seperti ini adalah yang sering dijumpai.
End Bearing
piles

Floating piles

Tanah Lunak

Tanah Keras

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

11

Rekayasa Fondasi II
Gambar 2.2 Fondasi tianng dengan kondisi end bearing dan
floating piles.
2.2.1.

Kapasitas Ujung Bawah Tiang

Kapasitas dukung ujung bawah tiang didapatkan dari tahanan


geser tanah di bawahnya. Mekanisme keruntuhan tanah di bawah
ujung bawah tiang hampir sama dengan pada fondasi dangkat.
Kalau pada fondasi dangkal garis keruntuhan geser tanah akan
berakhir pada permukaan tanah. Sedangkan pada fondasi tiang,
permukaan tanah berada cukup jauh dari ujung bawah tiang
sehingga garis keruntuhan tanah tidak akan sampai permukaan,
namun akan memotong tiang kembali (Gambar 2.3).

Garis keruntuhan
tanah

Gambar 2.3 Garis keruntuhan tanah di bawah ujung bawah tiang.


Persamaan kapasitas ujung bawah tiang secara umum dapat
ditulis seperti pada fondasi dangkal (Persamaan 2.3.). Perbedaan
kedalaman tentunya menyebabkan kapasitas ujung bawah tiang
akan lebih besar dari pada fondasi dangkal.
Qb= Ab.(c.Nc + q.Nq + 0,5.d..N.
Sumiyanto, Adhe & Arwan
Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

( 2.3)
12

Rekayasa Fondasi II
Dengan :
Ab

= luas ujung tiang,

= kohesi tanah pada ujung tiang,

= tekanan overburden pada ujung tiang,

= diameter tiang,

= berat satuan tanah.

Nc, Nq, dan N = Faktor daya dukung.


Perbedaan besarnya kapasitas ini dapat dijelaskan dengan logika
sebagai berikut:
a) Garis keruntuhan pada fondasi tiang lebih panjang dari
pada fondasi dangkal, hal ini akan menyebabkan tahanan
lekatian pada fondasi tiang lebih besar.
b) Tekanan overburden pada fondasi tiang jauh lebih besar
dari pada fondasi dangkal, hal ini karena perbedaan
kedalaman.
Dalam hitungan kapasitas ujung bawah tiang, kedua hal tersebut
diakomodasi dengan memberikan nilai faktot-faktor kapasitas
dukung Nc dan Nq, yang lebih besar dari pada fondasi dangkal.
Namun demikian pada fondasi tiang, lebar dasar fondasi jauh lebih
kecil dari pada fondasi dangkal, dan sering diabaikan sehingga
Persamaan 2.3 dapat ditulis sebagai Persamaan 2.4.
Qb= Ab.(c.Nc + q.Nq .

( 2.4)

Besarnya Nc dan Nq, untuk Persamaan 2.4 untuk fondasi tiang


dapat menggunakan Grafik pada Gambar 2.4.
Secara umum besarnya

tekanan overburden sebanding

dengan kedalamannya. Namun pada fondasi tiang diameter dan


luasan

tampang

overburden

untuk

yang

relative

kedalaman

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

kecil

lebih

menyebabkan

dari

kedalaman

tekanan
tertentu
13

Rekayasa Fondasi II
(kedalaman kritis) relatif konstan (Poulus dan Davis, 1980). Nilai z c
akan erkisar antara 10d sampai 20d (Poulos dan Davis, 1980), dan
untuk desain dapat digunakan grafik pada Gambar 2.6. Sedangkan
menurut Grigorian (1997) dapat diambil 12.d, dengan d adalah
diameter tiang. Sedangkan nilai Nc pada tanah lempung murni
(Skemton, 1966) dapat diambil sebesar 9.

Faktor daya dukung

1000

100

Nc
10
Nq

1
0

10

20

30

40

50

Sudut gesek internal

Gambar 2.4 Nilai factor kapsitas dukung Nc dan Nq (Grigorian,


1997).

zc

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

14

Rekayasa Fondasi II

q = .zc
Gambar 2.5 Skema tekanan overburden pada fondasi tiang.

Gambar 2.6 Grafik nilai zc/d fondasi tiang (Paulos dan Davis, 1980).
2.2.2.

Kapasitas Gesek Tiang

Kelebihan lain dari fondasi tiang adalah adanya tahanan


gesek antara tanah dan dinding tiang. Besarnya tegangan gesek
ultimat sepanjang dinding tiang merupakan kapasitas gesek tiang
(Gambar 2.7). Permasalahan yang timbul dalam analisis adalah
besarnya tegangan ultimat yang tidak seragam sepanjang tiang.
Namun demikian beberapa pendekatan telah dikembangkan untuk
menghitung kapasitas gesek tiang tersebut, dan yang paling
sederharana adalah dengan menggunakan nilai tegangan geser
ultimat rata-rata.

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

15

Rekayasa Fondasi II

Tegangan gesek
pada tiang

Gambar 2.7 Tegangan gesek sepanjang dinding tiang.


Besarnya tahanan gesek tentunya ditentukan dari beberapa
faktor, yang antara lain seperti tersebut dibawah ini.
a) kekasaran dinding tiang yang ini tergantung dari bahan
yang digunakan.
b) kekasaran dan kepadatan tanah, yang dalam hal ini
diwakili oleh parameter sudut gesek internal tanah (),
c) lekatan tanah atau sering disebut kohesi (c), dan
d) besarnya tekanan tanah lateral pada dinding fondasi.
Tahanan gesek tiang dan tanah dianalisis dengan menggunakan
Persamaan Mohr-Coloumb (Persmaan 2.5).
c d . tan d

(2.5)

dengan :

= tegangan geser ultimat (kN/m2),

cd

= adesi antara tiang dan tanah (kN/m2)

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

16

Rekayasa Fondasi II

= tegangan normal pada dinding tiang (kN/m2), dan

= sudut gesek antara tanah dan tiang (o).

Adesi merupakan besarnya lekatan antara tiang dan tanah.


Nilai adesi ini tentunya sangat dipengaruhi oleh besarnya kohesi
tanahnya (Tomlinson, 1963). Besarnya nilai c d untuk bahan tiang
baja, beton dan kayu ditampilkan dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Nilai adesi untuk beberapa jenis bahan tiang
Jenis bahan tiang

Kohesi tanah
undrained
cu (k/ft2)
Baja
0 0,75
0,75 1,50
1,50 3,60
Beton dan kayu
0 0,75
0,75 1,50
1,50 3,60
2
Catatan :1 k/ft = 47,8 kN/m2

Adesi tanah
dan tiang
cd (k/ft2)
0 0,70
0,70 1,00
1,00 1,20
0 0,70
0,70 1,00
1,00 1,30

Tegangan normal yang bekerja pada tiang besarnya dihitung


berdasarkan tekanan lateral tanah diam (Ko), yang besarnya adalah
seperti pada Persamaan 2.6.
K o . .z . (2.6)

dengan :

= tegangan normal pada dinding tiang (kN/m2),

Ko

= koofisien tekanan tanah diam,

= berat satuan tanah (kN/m3), dan

= kedalaman tanah yang ditinjau.

Besarnya koofisien tekanan leteral tanah diam (Ko), dapat dihitung


dengan Persamaan 2.7.
Sumiyanto, Adhe & Arwan
Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

17

Rekayasa Fondasi II
K o 1 sin . OCR

. (2.7)

dengan :

= sudut gesek internal tanah,

OCR = over consolidated ratio.


Untuk keperluan praktis nilai OCR dapat diambil sebesar satu.
Nilai sudut gesek antara tanah dan dinding tiang (d
tergantung dari sudut gesek internal tanah () kekasaran dinding
tiang. Menurut Ass, (1966) d pada fondasi tiang pada tanah pasir
tergantung jenis bahan fondasi, yang besarnya ditampilkan pada
Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Nilai d pada fondasi tiang
Jenis bahan tiang
Baja

d
20o

Beton

0,75

Kayu

0,66

Selanjutnya besarnya kapasitas gesek tiang (Qs) merupakan


penjumlahan tegangan gesek sepanjang tiang (Persamaan 2.8).
Q s As c d tan d . (2.7)

Untuk keperluan praktis, panjang tiang (L) dapat bagi dalam


beberapa pias panjang tiang (L), sehingga nilai Qs adalah
penjumlahan nilai Qs pada masing-masing pias tersebut.
Contoh 2.1
Suatu fondasi tiang dengan diameter 30 cm dipancang pada tanah
sampai kedalaman 10 m. Pada kedalaman 0 sampai 10 meter
tanah tersebut mempunyai c = 10 kN/m 2 dan susud gesek internal

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

18

Rekayasa Fondasi II
12o, berat satua tanah = 20 kN/m3. Tanah pada kedalaman 10 m
mempunyai c = 20 kN/m2 dan susut gesek internal 32 O, berat
satuan tanah = 20 kN/m3. Hitunglah

kapaistas dukung tiang

tersebut.
Jawab:
Keadalaman kritis dianggap = 12d = 12 x 30 = 360 cm = 3,6 m
Tekanan tanah (overburden) untuk z = 0 sampai 3,6 m
= 3,6 x 20 = 72 kN/m2.
a. Hitungan tahanan ujung bawah:
Qb

= Ab.(c.Nc + q.Nq)
= 0,25..d2.(20.32 + 72.22)
= 157,1 kN

b. Tahanan gesek tiang


Qs

= .d.L.10.(2/3) + .d.3,6.(1-sin12o).72.tan (12.2/3)


+ .d.(L - 3,6).(1-sin(12o).72.tan (12.2/3)
= 62,8 + 13,5 + 47,3 = 123,6 Kn

c. Berat tiang
Wp

= 0,25..d2.L.25 = 17,6 kN

d. Kapasitas dukung ultimat


Qult = 157,1 +123,6 -17,6 = 263,1 kN

2.2.3.

Kapasitas Ijin Fondasi Tiang

Beban fondasi yang mendekati kapasitas ultimatnya akan


menyebabkan fondasi pada kondisi kritis. Hal ini tidak boleh terjadi
pada suatu bangunan, sehingga perlu nilai keamanan agar beban
bangunan yang bekerja tidak membahayakan bangunan. Besarnya
kapasitas fondasi tiang haruslah cukup menjamin terhadap beban

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

19

Rekayasa Fondasi II
yang mungkin bekerja. Untuk keperluan tersebut kapasitas yang
diijinkan pada saat desain tidaklah sebesar kapasitas ultimat (Qu),
melainkan sebesar Qa (kapasitas ijin fondasi). Besarnya kapasitas
ijin didefinisikan sebesar Qu dibagi dengan suatu nilai kemanan
(safety factor) yang disimbolkan dengan SF. Besarnya nilai SF 2,5
sampai 3.

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

20

Rekayasa Fondasi II

BAB III
KAPASITAS DUKUNG FONDASI TIANG TUNGGAL
BERDASARKAN HASIL UJI LAPANGAN

3.1. Komptensi
3.1.1.

Komptensi Umum

Mahasiswa mampu mendesain fondasi tiang.


3.1.2.

Komptensi Khusus

Mahasiswa mampu menganalisis kapasitas dukung fondasi


tiang dengan data uji lapangan
3.2. Pengujian Lapangan
Parameter mekanik tanah merupakan data yang harus
disiapkan ketika kita akan menganalisis kapasitas dukung fondasi.
Parameter mekanik tanah yang paling sering diuji adalah sudut
gesek internal tanah () dan kohesi tanah (c). Parameter tersebut
didapatkan

dari

uji

laboratorium

pada

sample

tanah

tidak

terganggu (undisturbed) yang diambil dari lapangan.


Pengujian laboratoium ini memerlukan sample tanah untuk
dari lapangan. Kesulitan yang timbul dari pengujian ini adalah
ketika sampel yang harus diambil pada kedalaman yang cukup
besar. Selain itu pengujian laboratorium memerlukan tahapan lebh
banyak dan waktu yang lebih lama dari pada pengujian lapangan.
Terkait dengan alasan tersebut untuk keperluan desain fondasi
tiang sering digunakan pengujian lapangan. Metode yang sering
dipakai dalam uji lapangan ada beberapa jenis, yang antara lain :
a. cone penetration test (CPT),
b. standard penetration test (SPT),

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

21

Rekayasa Fondasi II
c.

vane test, dan pengujian-pengujian lainnya.

3.2.1.

Analisis Kapasitas Dukung Fondasi Tiang dengan

Data CPT.
Cone penetration test (CPT) atau yang sering disebut dengan
sondir, merupakan salah satu jenis pengujian lapangan untuk
mendapatkan data parameter kuat dukung tanah. Parameter yang
didapatkan dari hasil uji sondir adalah tahanan ujung sondir (q c)
dan tahanan gesek tanah (q s), skema hasil uji sondir seperti
ditunjukkan pada Gambar 3.1. Nilai q c menunjukkan nilai tahanan
ujung sondir dan ini analog dengan tahanan ujung fondasi tiang.
Sedangkan

nilai

qs

yang

merupakan

tahanan

gesek

sondir

menggambarkan tahanan gesek antara tanah dan tiang.


Selain

kecepatan

dalam

pengujian,

uji

sondir

dapat

menggambarkan kondisi tanah dari permukaan sampai kedalaman


yang diinginkan. Kelebihan ini sangat sesuai untuk desain fondasi
tiang karena besarnya tahanan ujung dan tahanan gesek pada
tiang dapat digambarkan dari data sondir. Namun demikian
perbedaan dimensi ntara sodir dan fondasi tiang akan memerlukan
koreksi nilai qc ketika diaplikasikan pada fondasi tiang. Koreksi juga
diperlukan karena perbedaan kekasaran antara selimut sondir dan
dinding fondasi tiang.
Aplikasi

data

sondir

untuk

desain

fondasi

tiang

perlu

mempertimbangkan jenis tanah. Untuk tanah kohesif, pengaruh


perbedaan dimensi tiang dan sondir dapat diabaikan sehingga
tahanan ujung sondir (fb) dapat diambil sama dengan nilai qc sondir.
Hal ini berbeda dengan kondisi tanah non kohesif, jika kondisi tanah
tidak meyakinkan sebaiknya diambil nilai tahanan ujung tiang (f b)
sama dengan 0,5.qc (Tomlinson, 1977). Namun demikian untuk

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

22

Rekayasa Fondasi II
keperluan praktis biasanya nilai tahanan ujung tiang (f b) dapat
diambil sebesar qc sondir (Vesic, 1967).
Kondisi tanah disekitar ujung bawah tiang akan menentukan
besarnya tahanan ujungnya (fb). Penentuan nilai qc yang akan
digunakan dalam desain fondasi tiang sebaiknya memperhitungkan
nilai qc disekitar (di atas dan di bawah) ujung tiang. Menurut
Mayerhof, (1976) nilai qc sebaiknya diambil rata-rata nilai qc dari 8d
di atas dasar fondasi sampai 3d di bawah dasar fondasi. Sedangkan
menurut Van Der Veen (1957) qc fondasi yang diambil adalah ratarata dari 3d di atas dan 1d di bawah dasar fondasi. Besarnya
kapasitas ujung tiang dapat dihitung dengan Persamaan 3.1.
Qb = Ab.fb .(3.1)
Dengan :
Qb

= kapasitas tahanan ujung tiang (kN),

Ab

= luas tampang ujung tiang (m2),

fb

= tahanan ujung tiang (kN/m2)

Tahanan gesek antara tiang dan tanah disekitarnya dihitung


dengan mengunakan data tahanan gesek sondir (qs). Menurut Vesic
(1967), untuk tiang beton besarnya tahanan gesek tiang (f s) dapat
diambil sebesar 2.qs, sedangkan untuk tiang baja dapat sama
dengan qs. Nilai qs sepanjang tiang tentunya nilainya akan
bervariasi,

sehingga

yang

dipakai

adalah

nilai

qs

rata-rata

sepanjang tiang. Hitungan kapasitas gesek tiang berdasarkan nilai


qs sondir dapat dihitung dengan Persamaan
Qs = As.fs

.(3.2)

Dengan :
Qs

= kapasitas tahanan gesek dinding tiang (kN),

As

= luasan selimut tiang tiang (m2),

fs

= tahanan gesek tanah dengan tiang (kN/m2)

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

23

Rekayasa Fondasi II

qc ratarata

qc

8.d

3.d

Gambar 3.1 Hitingan nilai qc untuk desain fondasi tiang


(Mayerhof, 1976).
Penyajian data tahanan gesek sondir terkadang ditampilkan
dalam bentuk tahanan komulatif (ft), yaitu penjumlahan tegangan
dari permukaan tanah sampai kedalaman yang ditinjau (Gambar
3.2). Jika hitungan kapasitas gesek tiang akan menggunakan data
gesekan komulatuif (ft) sondir maka persamaan yang dipakai
adalah seperti pada Persamaan 3.3.
Qs = Ks.ft

.(3.3)

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

24

Rekayasa Fondasi II
Dengan :
Qs

= kapasitas gesek tiang (kN),

Ks

= keliling tampang tiang (m), dan

ft

= tahanan gesek komulatif (kN/m).

ff

sumbu ft

fs
sumbu ft

fs

ft

Gambar 3.1 Skema grafik qs dan ft sondir.


Kapasitas ultimat fondasi tiang dapat dihitung menggunakan
data sondir dengan Persamaan 3.4.
Qu = Qb + Qs - Wp .(3.4)

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

25

Rekayasa Fondasi II
dengan :
Qu

= kapasitas dukung fondasi tiang, (kN),

Qb

= tahanan ujung tiang, (kN),

Qs

= tahanan gesek tiang, (kN) dan

Wp

= berat sendiri tiang, (kN).

Nilai kapasitas ijin fondasi tiang yang dianalisis berdasarkan data


sondir biasanya menggunakan angka keamanan yang lebih besar
dari data uji labaoratirium. Hal ini diperlukan terkait dengan
kemungkinan

penyimpangan

hasil

pengujian

dengan

kondisi

sebenarnya. Selanjutnya besarnya kapasitas ijin fondasi tiang


tersebut dapat dituliskan dalam Perdamaan 3.5.
Qa

Qb
Q
s Wp
SFb SFs

(3.5)

Besarnya angka aman SFb dan SFs untuk kondisi tanah pasir dan
lempung adalah sebagai berikut (Suryolelono, 1994):
a) SFb

= 3 untuk tanah pasir,

b) SFb

= 5 untuk tanah lempung,

c) SFs

= 5 untuk tanah pasir, dan

d) SFs

= 10 untuk tanah lempung.

3.2.2.

Analisis Kapasitas Dukung Fondasi Tiang dengan

Data SPT.
Standart Penetration test, merupakan pengujian lapangan
dengan menggunakan tabung standart diameter 5 cm dan panjang
56 cm. Pengujian ini dilakukan dalam lubang bor pada kedalaman
yang diinginkan. Tabung standart di tumbuk dengan massa 64 kg
dan tinggi jatuh 76,2 cm (setara dengan energi 0,5 kJ atau 0,5
kN.m). Nilai SPT didefinisikan sebagai jumlah pukulan yang

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

26

Rekayasa Fondasi II
menghasilkan penurunan sedalam 30 cm. Semakin besar nilai SPT
tentunya tanahnya semakin keras. Besarnya nilai SPT perlu
dikoreksi jika kondisi tanah terendam air dengan Persamaan 3.6.
N 15

1
(N'15) (3.6)
2

dengan :
N

= nilai SPT terkoreksi, dan

= jumlah pukulan di bawah pengaruh air.

Mayerhoft

(1956)

dalam

Poulos

dan

Davis

(1980),

mengusulkan formula empirik untuk menghitung kapasitas dukung


fondasi tiang dengan data SPT, dengan membedakan dua kondisi
yaitu penurunan besar dan kecil. Dalam praktek penurunan besar
digunakan untuk tiang beton dan kayu sedangkan penurunan kecil
dipakai untuk tiang baja prifil. Formula yang diusulkan untuk
penurunan besar ditulis dalam Persamaan 3.7a sedangkan untuk
penurunan kecil ditulis dalam Persamaan 3.7b.
Untuk penurunan besar (tiang beton dan baja) :
Qu 4.Nb .A b

Nr .A s
50

(3.7a)
Untuk penurunan kecil (tiang baja profil) :
Qu 4.Nb .A b

Nr .A s
100

(3.7b)
dengan

Qu

= kapasitas ultimat tiang, (ton),

Nb

= nilai SPT paja ujung bawah tiang,

Nr

= nilai SPT rata-rata sepanjang tiang.

Ab

= luas tampang tiang (ft2), dan

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

27

Rekayasa Fondasi II
As

= luas selimut tiang (ft2).

Contoh:
Suatu

fondasi

tiang

beton

dipancang

pada

tanah

sampai

kedalaman 20 m. Data hasil pengujian SPT tanah tersebut adalah


sebagai berikut:
Keadalam
(m)
0- 4
4 10
10 13
13 15
15 18
18 24

Nilai SPT -N
8
14
22
12
28
32

Hitunglah kapasitas dukung tiang tersebut:


Jawab:
a. Nb
Nr

= 32 , (pada kedalaman 20 m)
= (8.4+14.6+22.3+12.2+28.3+32.2)/20
= 17,7

b. Kapasitas dukung ultimat


Qult = 4.Nb.Ab + Nr.As/50
d = 0,25 m = 0.82 ft
L = 20 m = 65,62 ft
Qult = 4.32.0.25.(.d2 + 17,7. (.0.82.65.62/50
= 67,5 + 59,9 ton
= 127,34 ton

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

28

Rekayasa Fondasi II

BAB IV
FORMULA DINAMIS
4..1. Komptensi
4..1.1.

Kompetensi Khusus

Mahasiswa mampu mendesain fondasi tiang.


4..1.2.

Komptensi Khusus

Mahasiswa mampu menganalisis kapasitas dukung fondasi


tiang berdasarkan data pemancangan.
4..2. Pemancangan Fondasi Tiang
Salah satu jenis fondasi tiang adah tiang pancang. Disebut
fondasi tiang pancang karena dalam pemasangannya dengan cara
ditumbuk/dipancang masik ke dalam tanah. Pada saat pemcangan,
energi jatuh dari hamer akan diterima tiang dan menyebabkan
tiang masuk kedalam tanah sebesar s (Gambar 4.1). Besarnya
energi yang diterima tiang adalah sebesar energi potensial hamer
sebelum jatuh yaitu sebesar berat hamer (Wh) dikalikan tinggi jatuh
(h). Tanah berusaha menahan desakan tanah yang besarnya sama
dengan kapasitas ultimatnya (Qu), sehingga besanya usaha yang
dilakukan tanah adalan Qu.s. Dari kedua hal tersebut, jika tidak
terjadi kehilangan energi selama pemancangan maka akan berlaku
Persamaan 4.1., yang selanjutnya sering disebut dengan Formula
Sender.

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

29

Rekayasa Fondasi II

Qu

Wh .h
s

(4.1)

dengan :
Qu

= kapasitas ultimat tiang (kN),

Wh

= berat hamer (kN),

= tinggi jatuh (m), dan

= penurunan tiang tiap pukulan (m).


Hamer (Wh)
sebelum jatuh

Gambar 4.1 Skema pemancangan fondasi tiang.


Persamaan 4.1 tersebut merupakan formula dasar hitungan
kapasitas

dukung

fondasi

tiang

dengan

formula

pancang.

Kenyataan dilapangan, kehilangan energi selama pemancangan

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

30

Rekayasa Fondasi II
akan terjadi sehingga hitungan perlu dikoreksi. Faktor-faktor koreksi
dikembangkan berdasarkan beberapa sebab, yaitu :
a) tumbukan yang tidaklah lenting sempurna,
b) koreksi jatuhnya hamer tidaklah jatuh bebas sempurna,
karena gesekan antara hamer dan relnya.
c) deformasi yang terjadi tidak semua akibat penurunan
tanah, namun juga akibat deformasi elastis dan plastis
tiang
d) Walaupun tidak besar, tanah juga terdeformasi secara
elastis.
Berdasarkan
pemancangan,

pertimbangan
telah

beberapa

dikembangkan

factor

banyak

pada

formula

saat
dengan

memasukkan koreksi empiric.


4..2.1. Enineering New Formula
Enineering New Formula ini dikembangkan dari Formula
Sender (Persamaan 4.1) dengan memasukkan koreksi (c) pada
penurunan tiang sebesar 2,5 cm. Selanjutnya persamaan tersebut
dapat ditullis sebagai Persamaan 4.2.
Qu

Wh .h
sc

(4.2)

dengan :
Qu

= kapasitas ultimat tiang (kN),

Wh

= berat sendiri tiang (kN),

= tinggi jatuh (m),

= penurunan tiang hasil pengukuran (m),

= koreksi penurunan sebesar 0,025 m.

4..2.2. Formula Eytelwein (Dutch)

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

31

Rekayasa Fondasi II
Formula Eytelwein atau yang juga disebut dengan Rumus
Belanda dikembangkan dari Formula Sender (Persamaan 4.1)
dengan memasukkan koreksi akibat pengaruh kelembaman massa
tiang pada saat dipukul (Persamaan 4.3)
Wh .h
Wh
(4.3)
s Wh Wp

Qu

dengan

Qu

= kapasitas dukung ultimat tiang (kN),

Wh

= berat hamer (kN),

= tinggi jatuh hamer (m),

= penuruna tiang (m), dan

Wp

= berat sendiri tiang (kN).

4..2.3. Formula Janbu


Formula Janbu ini lebih komplek dari formula Eytelwein, yaitu
dengan memperhitungan kondisi pemancangan, kekakuan bahan
(E) dan panjang (L) tiang. Formula Janbu ini ditampilkan dalam
Persamaan 4.4a, 4.4b, 4.4c dan 4.4d.
Qu

Wh .h
K u .s

.. (4.4a)

0. 5
K u c d 1 (1
)
cd

c d 0,75 0,15

.Wh .h.L
A.E.s 2

Wp
Wh

... (4.4b)
... (4.4c)
.. ... (4.4c)

dengan:

= efiseiensi pemancangan:
= 0,4 untuk tanah jelek

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

32

Rekayasa Fondasi II
= 0,55 tanah sedang
= 0,75 tanah baik
L

= panjang tiang (m),

= luas tampang tiang (m2)

Wp

= berat tiang (kN)

= modulus elastis tiang (kN/m2)

4..2.4. Boston Building Code


Pada peraturan ini, formula pancang untuk kapasitas ijin
dikembangan dengan memasukkan factor efisiensi pemancangan
dan berat tiang (Persamaan 4.5).
1,7.E n

Qa

s 0,25

dengan

Wp

..(4.5)

Wh

Qa

= kapasitas ijin tiang (kN),

En

= energi pukulan (kN.m),

= penurunan tiang (m),

Wp

= berat tiang (kN), dan

Wh

= berat hamer (kN).

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

33

Rekayasa Fondasi II

BAB V
KAPASITAS FONDASI KELOMPOK TIANG
5.1. Kompetensi
5.1.1.

Komptensi Umum

Mahasiswa mampu mendesain fondasi tiang.


5.1.2.

Komptensi Khusus

Mahasiswa mampu menghitung besarnya efisiensi tiang


dalam kelompok tianng.
5.2. Fondasi Kelompok Tiang
Pada umumnya jarang fondasi tiang digunakan sebagai tiang
tunggal,

melainkan

berupa

gabungan

dari

beberapa

tiang

(kelompok tiang) yang disatukan oleg pile cap (poer) (Gambar 5.1).
Pada tiang tunggal, interaksi yang terjadi hanyalah tiang dengan
tanah. Sedangkan pada kelompok tiang akan ada interaksi antara
tiang dengan tanah dan tiang dengan tiang yang lainnya. Interaksi
ini akan lebih besar jika jarak tiang semakin dekat tentunya.
Analisis ini dikembangkan dengan menganggap tidak ada pile
cap.

Jika pada salah satu tiang pada kelompok tiang didesak

sehingga terjadi penurunan, maka tiang disekitarnya akan ikut


turun akibat tertarik oleh tanah disekitar tiang yang dibebani.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka akan terjadi penurunan tiang
akibat beban yang didukung tiang didekatnya walaupun tiang
tersebut tidak terbebani. Hal ini akan mengakibatkan kapasitas
Sumiyanto, Adhe & Arwan
Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

34

Rekayasa Fondasi II
dukung tiang menjadi berkurang jika dibandingkan dengan kondisi
tiang tunggal.

Pile cap

tiang

Gambar 5.1 Skema fondasi kelompok tiang.

5.3. Analisis Fondasi Tiang dalam Kelompok


Analisis ini kekembangkan untuk mendapatkan besarnya
koofisien koreksi kapasitas dukung tiang dalam kelompok, atau
sering disebut efisiensi kelompok tiang. Secara umum efisiensi
yang dimaksud dapat ditulis dalam Persamaan 5.1

Qg
n.Qu

.. (5.1)

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

35

Rekayasa Fondasi II
dengan

= efisiensi kelompok tiang,

Qg

= kapasitas gabungan kelompok tiang (kN),

Qu

= kapasitas ultimat satu tiang (kN),

= jumlah tiang.

5.3.1.

Perilaku Keruntuhan Fondasi Kelompok Tiang

Besarnya

kapasitas

dukung

tiang

gabungan

sangat

dipengaruhi oleh tipe keruntuhan yang terjadi. Dalam desain,


kesalahan dalam asumsi akan sangat berpengaruh dalam hitungan
kapasitas

dukungnya.

Tipe

keruntuhan

yang

terjadi

dapat

dibedakan menjadi dua tipe utama yaitu keruntuhan tiang tunggal


dan keruntuhan blok.
a. Keruntuhan Tiang Tunggal
Keruntuhan tiang tunggal akan mungkin terjadi jika jarak
tiang cukup jauh. Hal ini dengan asumsi penurunan pada
salah satu tiang tidak akan menyebabkan penurunan tiang
disekitanya. Kapasitas fondasi gabungan (Qg) merupakan
penjumlahan

dari

kapasitas

dukung

tiang

tunggalnya

(Persamaan 5.1)
Qg = n.Qu
dengan

. (5.1)

Qg

= kapasitas kelompok tiang (kN),

= jumlah tiang, dan

Qu

= kapasitas tiang tunggal (kN).

Kondisi jarak tiang yang cukup jauh ini sulit untuk ditentukan,
sehingga

justifikasi

desain suatu kelompok

tiang akan

mengalami keruntuhan tiang tunggal juga sulit ditentukan.

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

36

Rekayasa Fondasi II

b. Keruntuhan Blok
Keruntuhan blok ini dimungkinkan terjadi jika jarak tiang
cukup dekat, sehingga interaksi antar tiang dan tanah sangat
kompak.

Tanah diantara tiang-tiang ikut turun bersamaan

dengan keruntuhan fondasi kelompok tiang, sehingga seolaholah seperti blok tiang dengan ukuran Bx x By x L (Gambar
5.2).

By
L
Bx

Gambar 5.2 Skema keruntuhan blok pada kelompok tiang.


Menurut Terzaghi dan Peck (1948), pada keruntuhan blok
dapat

pada

tanah

lempung

dapat

dihitung

dengan

Persamaan 5.2
Qg = 1,3.cb.Nc.Bx.By + 2.L(Bx + By).cr .(5.2)
dengan:
Qg

= kapasitas gabungan kelompok tiang (kN),

cb

= cohesi tanah pada ujung bawah tiang (kN/m2),

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

37

Rekayasa Fondasi II
cr

= cohesi rata-rata sepanjang tiang (kN/m2),

Bx

= lebar kelompok tiang (m),

By

= panjang kelompok tiang (m), dan

= panjang tiang (m)/

Pada umumnya hasil hitungan dengan metode keruntuhan


blok ini sangat besar. Prediksi bahwa keruntuhan yang terjadi
di lapangan adalah blok sangat sulit.
5.3.2.

Metode Efisiensi

Pada kenyataan hitungan dengan menggunakan metode


keruntuhan

blok

atau

keruntuhan

tiang

tunggal

kadang

menghasilkan akan menghasilkan angka yang jauh berbeda dengan


kenyatannya, sehingga sulit untuk menentukan mana yang akan
dipakai.
Metode efisiensi diusulkan untuk menghitung kapasitas
dukung

kelompok

tiang

berdasarkan

nilai

Qg

berdasarkan

keruntuhan tiang tunggal dengan memasukan factor efisiensi. Nilai


efisiensi yang dikembangkan merupakan fungsi dari jarak tiangnya.
Hubungan antara Kapasitas gabungan dan kapasitas tiang tunggal
dapat ditulis dalam Persamaan 5.3.
Qg = .n.Qu . (5.3)
Dengan

Qg

= kapasitas gabungan (kN),

= efisiensi,

= jumlah tiang,

Qu

= kapasitas ultimat tiang tunggal (kN).

Selanjutnya
mengembangkan

penelitian
formula

banyak
untuk

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

dilakukan

menghitung

dalam

rangka

besarnya

nilai
38

Rekayasa Fondasi II
efisiensi. Salah satu metode yang sering digunakan adalan dari
Converse-Labarre Formula (Persamaan 5.4).
1 arctan( d / s)

(n 1)m (m 1)n
.
90mn

(5.4)

dengan:
d

= diameter tiang (m),

= jarak antar tiang (m),

= jumlah tiang dalam satu baris, dan

= jumlah baris.

Pada

tanah

non

kohesif

(pasir)

pemancangan

akan

meningkatkan nilai kuat geser tanah (tanah memadat). Hasil


penelitian

vesic

(1967)

menunjukkan

bahwa

Qg

>

n.Qult.

Selanjutnya Vesic menyarankan nilai efisiensi fondasi gabungan


pada tanah non kohesif adalah 1.
Contoh:
Suatu fondasi kelompok tiang 5 x 5, dipancang dalam tanah
lempung c

= 23 kN/m2, = 19 kN/m2. panjang tiang = 25 m,

dengan d = 0,3 m. Jarak antar tiang ke tiang s = 0,75 m. Hitung


kapasitas dukung kelompok tiang tersebut.
Jawab:
a. Kapasitas dukung satu tiang
Qult = 0,25.(.0,32.23.9 +(2/3).23. .0,3.15)
= 231,4 kN
b. Kapasitas gabungan (keruntuhan tiang tunggal
Qg = 25 x 231,4 = 1157,0 kN
c. Kapasitas gabungan (keruntuhan blok)
Qg

= 2 x 15.(3,3+3,3).23 + 1,3.23 x 9 x3,32


= 7484 kN

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

39

Rekayasa Fondasi II
d. Metode Efisiensi
Qg = 0,612 x 25 x.31,4 = 354 kN
Kesimpulan:
Dari beberapa metode, metode efisiensi memberikan hasil yang paling aman.

BAB VI

DISTRIBUSI BEBAN DALAM KELOMPOK TIANG


6.1. Komptensi
6.1.1.

Komptensi Umum

Mahasiswa mampu mendesain fondasi tiang.


6.1.2.

Komptensi Khusus

Mahasiswa mampu menganalisis beban yang didukung tiang.


6.2. Beban Fondasi
Struktur bangunan didesain untuk mendukung beban-beban
yang bekerja pada bangunan tersebut, baik beban mati, hidup,
gempa, angin ataupun beban-beban lainnya. Beban-beban tersebut
akan diteruskan oleh struktur atas terutama kolom ke fondasi.
Beban yang didukung oleh fondasi akan berupa beban normal
vertical, beban momen dan beban lateral. Selanjutnya bebanbeban tersebut akan didistribusikan ke masing-masing tiang untuk
diteruskan ke tanah dasar. Dalam hal ini peran pile cap akan sangat
menentukan besarnya beban yang didukung masing-masing tiang.
6.3. Dsitribusi Beban pada Tiang
Perilaku yang terjadi pada pile cap sangat menentukan
distribusi beban bangunan pada masing-masing tiang. Untuk

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

40

Rekayasa Fondasi II
memmudahkan analisis distribusi beban umumnya digunakan
beberapa asumsi, yaitu sebagai berikut ini.
a. Pile cap sangat kaku,
sehingga akibat beban normal deformasi pada masingmasing tiang seragam. Akibat momen, pile cap akan
terotasi.
b. Hubungan antara pile cap dan tiang dianggap berperilaku
sendi, sehingga beban yang diterima tiang akibat beban
normal ataupun momen pada pile cap akan terdistribusi
sebagai beban desak atau tarik (Gambar 6.1)
c.

Tanah dianggap berperilaku elastis,


sehingga besarnya beban yang diterima tiang sebanding
dengan deformasi yang terjadi.

d. Pile cap dianggap tidak menumpu pada tanah,


sehingga beban-beban pada pile cap hanya didukung oleh
tiang-tiang.

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

41

Rekayasa Fondasi II
Gambar 6.1 Skema distribusi beban pada fondasi kelompok tiang.

6.3.1.

Distribusi Beban Normal

Akibat beban normal dari kolom, pile cap akan terdeformasi


dan mendesak tiang. Akibat kekakuan pile cap yang besar (rigid)
maka pile cap akan terdeformasi seragam, sehingga penurunan
semua tiang

sama besar. Pada kondisi tanah elastis, besarnya

reaksi pada tiang adalah sebanding dengan penurunannya, dan


besarnya reaksi adalah sama dengan beban yang bekerja (Gambar
6.2). Besarnya beban yang didukung masing-masing tiang (V)
dihitung dengan Persamaan 6.1.
P

V1

(a)

V2

V3

(b)

(c)
Gambar 6.2

Distribusi beban normal pada kelompok tiang:


(a) skema fondasi tiang,

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

42

Rekayasa Fondasi II
(b) penurunan fondasi tiang, dan
(c) reaksi pada fondasi tiang.

dengan

P
n

.. (6.1)
:

= beban yang didukung satu tiang (kN),

= beban kolom (kN), dan

= jumlah tiang

6.3.2.

Distribus Beban Momen

Akibat

momen

pile

cap

akan

terotasi

sehingga

akan

mendesak tiang di bagian tertentu dan menarik tiang di bagian


yang

lainya.

Besarnya

beban

yang

didukung

sama

dengan

deformasi yang terjadi pada masing-masing tiang (Gambar 6.3).

Sx
My
7

9
Sy

V3

V1

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

43

Rekayasa Fondasi II
Gambar 6.3 Distribusi beban momen pada tiang.

Besarnya

beban

yang

didukung

masing-masing

tiang

dapat

dihitung dengan Persamaan 6.2.


Vx

My.x
x2

dengan
Vx

.. (6.2)

:
= beban yang didukung tiang pada jarak x dari pusat
fondasi (kN),

My

= momen pada kolom (kN.m), dan

= jarak tiang yang ditinjau dari pusat fondasi (m).

Analog dengan Persamaan 6.2 untuk momen dua arah Mx dan My,
beban yang didukung tiang dapat ditulis dengan Persamaan 6.3.
Vx, y

My.x
Mx. y

2
x y2

..

(6.3)
6.3.3.

Distribus Beban Momen

Distribusi beban pada tiang akibat beban normal dan beban


momen dihitung dengan prinsip superposisi. Akibat beban normal
P, momen Mx dan momen My, besarnya beban pada tiang dapat
dihitung dengan Persamaan 6.4.
Vx, y

P My.x
Mx. y

2
n x
y2

(6.3)

Contoh:
Sumiyanto, Adhe & Arwan
Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

44

Rekayasa Fondasi II
Suatu fondasi kelompok tiang 3 x 3, dengan jarak antar tiang
adalah 1,00m, mendukung beban P = 1000kN, momen Mx = 400
kN.m dan My = 100kN.m. Hitung beban yang didukung masingmasing tiang.
Jawaban :

a. Sketsa fondasi
P

Sx = 1,00 m
My
7

Sy = 1,00m

b. Formula yang digunakan


Vx, y

P My.x
Mx. y

n x2 y2

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

45

Rekayasa Fondasi II

Berdasarkan hasil hitungan beban maksimum pada tiang


sebesar 161 kN (pada tiang no 9) dan beban tarik maksimum
sebesar 6 kN (pada tiang no 1).

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

46

Rekayasa Fondasi II

BAB VII

ANALISIS KAPASITAS BEBAN LATERAL


7.1. Kompetensi
7.1.1.

Kompetensi Umum

Mahasiswa mampu mendesain fondasi tiang.


7.1.2.

Komptensi Khusus

Mahasiswa akan mampu menghitung


7.2. Beban Lateral
Fondasi tiang

tekadang harus menahan beban lateral

(horisontal), antara lain yang antara lain beban angina, beban


gempa, beban kapal, beban air (pada pangkal jembatan) dan beban
lainnya. Beban-beban tersebut akan bekerja pada ujung atas

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

47

Rekayasa Fondasi II
(kepala tiang). Hal ini akan menyebabkan kepala tiang terdeformasi
leteral. Hal ini akan menimbulkan gaya geser pada tiang dan tiang
akan melentur, sehingga timbul momen lentur (Gambar 7.1).
Gaya geser yang dipikul tiang harus mampu didukung oleh
tampang tiang sesuai dengan bahan yang dipakai. Besarnya gaya
geser dapat dianggap terbagi rata ke seluruh tiang. Selain
kapasitas dukung tiang perlu juga ditinjau terhadap kapasitas
dukung tanah disekitarnya. Keruntuhan yang mungkin terjadi dapat
terjadi karena keruntuhan tiang, dan dapat pula karena keruntuhan
tanah disekitarnya.
Selain gaya geser, akibat beban lateral akan menimbulkan
momen

lentur

pada

tiang.

Akibat

beban

lentur

meyebabkan tiang mendesak tanah di sampingnya.

ini

akan

Jika tanah

cukup keras maka keruntuhan akan terjadi pada tiang karena


kapasitas lentur tiang terlampui. Sedangkan jika tiang cukup kaku
(pendek) maka keruntuhan yang akan terjadi akibat terlampuinya
kapasitas dukung tanah.
`
H

Gambar 7.1. Skema deformasi tiang akibat beban lateral.

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

48

Rekayasa Fondasi II
7.3. Analisis Kapasitas Beban Lateral
Perilaku deformasi tiang akibat beban lateral akan sangat
dipengaruhi oleh kondisi ujung tiang. Ujung atas tiang dengan
kondisi jepit akan menyebabkan timbulnya momen jepit pada ujung
tiang tersebut. Sedangkan jika ujung tiang bebas, maka momen
pada ujung tiang nol. Selain itu hitungan akan dikelompokkan
dalam dua kondisi tanah, yaitu tanah kohesif dan tanah non
kohesif.
7.3.1.

Tiang Pada Tanah Kohesif

a. Ujung Bebas
1) Tiang Pendek
Pada

tiang

pendek,

kekakuan

tiang

cukup

tinggi

sehingga pada beban lateral ultimat (Hu), keruntuhan


terjadi pada tanahnya. Akibat beban Hu, tiang akan
terotasi dan mendesak tanah didepannya (Gambar
7.2). Tanah dari permukaan sampai kedalaman 1,5.d
dianggap rusak sehingga tidak mendukung tegangan.
Besarnya tegangan tanah pada tanah lempung sama
dengan sembilan kali nilai cohesinya (9.c u). Tegangan
tanah akan menimbulkan momen pada tiang. Momen
maksimum akan terjadi pada kedalaman (1,5d + f) dari
muka tanah. Tiang pendek dengan kondisi ujung tiang
bebas besarnya kapasitas dukung ultimat (Hu) didapat
dengan menggunakan Persamaan 1a, 1b, 1c dan 1d.

Hu

Hu
1,5d

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

9cu.d 9cu.d

49

Rekayasa Fondasi II

g/2
g/2
M mak
Gambar 7.2 Skema analisis kapasitas dukung tiang pendek ujung
bebas
akibat beban lateral pada tanah kohesif.
H u 9.cu .d . (7.1a)

M mak H u (e 1,5d 0,5 f ) ...(7.1b)

M mak 2,25cu . d .g 2

...

(7.1c)
L 1,5d f g

..(7.1d)

dengan:
f

= jarak titik

Mmak

dan 1,5d dari muka

tanah
(m),
Hu

beban

leteral

ultimat

yang

mampu

didukung
fondasi (kN),
cu

= kohesi tanah, (kN/m2),

= diameter tiang, (m),

Mmak = momen maksimum akibat tekanan tanah


pada tiang (kN.m)
L

= panjang tiang,(m),

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

50

Rekayasa Fondasi II
g

= jarak Mmak. dan ujung bawah tiang, (m).

2) Tiang Panjang
Pada kondisi tiang panjang kekakuan tiang kecil, tiang akan
melendut, dengan deformasi pada ujung atas paling besar.
Distribusi tegangan pada tanah seperti terlihat pada
Gambar 7.3. Akibat tegangan yang terjadi tersebut akan
timbul meomen lentur pada tiang. Pada kondisi tiang
panjang ini momen lentur akibat tegangan tanah (Mmak)
lebih besar dari kapasitas momen tiang (Mr), sehingga
keruntuhan

terjadi

pada

tiang

dan

bukan

tanahnya.

Persamaan 7.1a masih tetap berlaku untuk tiang panjang.


Sedangkan persamaan 7.1b untuk tiang panjang diganti
dengan Persamaan 7.2.
M r H u (e 1,5d 0,5 f ) . (7.2)

Kapasitas tiang dalam mendukung momen (Mr), akan lebih


kecil dari Mmak berdasarkan kapasitas tanah, maka dipakai
Mr.

Hu

Hu
1,5d
f
g/2

9cu.d

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

Mmak

51

Rekayasa Fondasi II
Gambar 7.3 Skema kapasitas fondasi tiang panjang ujung bebas
akibat beban lateral pada tanah lempung.
Pada saat analisis, kita belum tahu apakah tiang tersebut
merupakan tiang panjang atau pendek. Analisis dilakukan
dengan menggunakan asumsi awal sebagai tiang pendek.
Jika Mmak lebih kecil dari Mr maka asumsi kita benar bahwa
tiang tersebut merupakan tiang pendek.
Jika ternyata Mmak lebih besar dari Mr maka asumsi kita
salah, sebenarnya tiang yang kita analisis adalah tiang
panjang. Selanjutnya kita hitung nilai Hu dengan memasukan
nilai Mmak sama dengan Mr.
b. Tiang Ujung Jepit
1) Tiang pendek
Akibat beban lateral pada tiang pendek ujung jepit, tiang
akan terdorong tanpa melendut. Tekanan tanah pada tiang
pendek akan terdistribusi merata sepanjang tiang (Gambar
7.4). Hitungan kapasitas lateral tiang dalam mendukung Hu
dapat dihitung dengan Persamaam 7.3a, dan 7.3b.
H u 9.cu .d ( L 1,5d )
M mak H u (0,5 L 0,75d )

Hu

. (7.3a)
.. (7.3b)

Hu
1,5d

L
52

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

9cu.d

Rekayasa Fondasi II

M mak

Gambar 7.4 Skema kapasitas dukung beban lateral tiang pendek


ujung jepit pada tanah lempung.
2) Tiang Panjang
Untuk tiang panjang dengan ujung jepit akan terjadi dua
momen maksimum yaitu di ujung atas tiang (kepala tiang)
dan pada kedalaman z =1,5d + f. Keruntuhan yang terjadi
akibat Hu, adalah terjadinya keruntuhan pada tiangnya
dan bukan pada tanahnya. Skema disribusi tegangan dan
momen

ditampilkan

dalam

Gambar

7.5.

Sedangkan

hitungan Hu di lakukan dengan menggunakan Persamaan


7.4a, 7.4b, dan 7.4c.
M r 2,25.cu dg 2 9cu d . f (1,5d 0,5 f ) .. (7.4a)

Hu

g L 1,5d
9
.
c
.
d
u

Hu

Hu

.....(7.4b)

2.M r
.....(7.4c)
1,5.d 0,5. f

Mr

Hu

Mr

1,5d

53

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

9cu.d

Rekayasa Fondasi II
L

Gambar 7.5 Skema keruntuhan tiang panjang ujung jepit


pada tanah kohesif akibat beban lateral.
7.3.2.

Tiang Pada Tanah non Kohesif

a. Tiang Ujung Bebas


1) Tiang Pendek
Perilaku tiang pendek ujung bebas pada tanah non
kohesif

akibat

beban

lateral

Gambar

7.5.

Besarnya

dapat

tekanan

diamati

tanah

pada

sebanding

dengan kedalamanya. Hitungan besarnya beban lateral


ultimat (Hu) dapat dilakukan menggunakan Persamaan
7.5a, 7.5b, 7.5c dan 7.5d.

Hu

0,5. .d .L3 .K p
eL

H u 1,5. .d .K p . f

f 0,82

Hu

...(7.5b)

Hu
.(7.5c)
.d .K p

M mak H u e f
3

.(7.5a)

. .....(7.5d)

Hu

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

54

g
M mak

Rekayasa Fondasi II

3..d.L.Kp
Gambar 7.6 Skema keruntuhan tiang pendek ujung bebas
pada tanah non kohesif akibat beban lateral.
2) Tiang Panjang
Skema keruntuhan dan distribusi tegangan untuk tiang
panjang ujung bebas pada tanah non kohesif dengan
beban lateral dapat dilihat pada Gambar 7.7. Besarnya
lateral ultimat dapat dihitung dengan Persamaan 7.6a
dan 7.6b.
2

M r Hu e
3

f 0,82

Hu
.d .K p

(7.6a)
.

(7.6b)

Hu

Hu

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

55

Rekayasa Fondasi II

M mak

3..d.L.Kp

Gambar 7.7 Skema keruntuhan tiang panjang bebas


pada tanah non kohesif akibat beban lateral.
b. Tiang Ujung Jepit
1) Tiang Pendek
Perilaku tiang pendek ujung jepit pada tanah non
kohesif dapat diamati pada Gambar 7.8. Sedangkan
hitungan

besarnya

beban

lateral

ultimat

dapat

dilakukan dengan Persamaan 7.7a dan 7.7b.


Hu 1,5. .d .L2 K p .. (7.7a)

M mak

Hu

2
H u .L .d .L3 .K p . ...
3

(7.7b)

Hu

M mak
Gambar 7.8 Skema keruntuhan tiang pendek ujung jepit
Sumiyanto, Adhe & Arwan
Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

56

Rekayasa Fondasi II
pada tanah non kohesif akibat beban lateral.

2) Tiang Panjang
Keruntuhan akan terjadi pada tiang dan bukan pada
tanahnya (Gambar 7.9). Hitungan besarnya Hu dapat
dilakukan dengan menggunakan Persamaan 7.7a dan
7.7b.
Hu 1,5. .d .K p . f
Hu

Hu

3.M y
2. f

.(7.7a)

..(7.7b)

Hu
f

3..d.L.Kp

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

Mr

Mr

57

Rekayasa Fondasi II
Gambar 7.9 Skema keruntuhan tiang panjang ujung jepit
pada tanah non kohesif akibat beban lateral.

BAB VIII
KONSTRUKSI TURAP
8.1.
8.1.1.

Kompetensi
Kompetensi Umum
Mahasiswa dapat mendesain turap.

8.1.2. Komptensi Khusus


Mahasiswa dapat mendesain turap
8.2.

Pendahuluan

8.3.

Turap Tanpa Angker

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

58

Rekayasa Fondasi II
8.4.

Turap dengan Angker

Sumiyanto, Adhe & Arwan


Dibiayai PHK A1 Teknik Sipil 2007

59

Anda mungkin juga menyukai