PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kristal adalah suatu padatan yang atom, molekul, atau ion penyusunnya terkemas
secara teratur dan polanya berulang melebar secara tiga dimensi.Secara umum, zat
cair membentuk kristal ketika mengalami proses pemadatan. Pada kondisi ideal,
hasilnya bisa berupa kristal tunggal, yang semua atom-atom dalam padatannya
"terpasang" pada kisi atau struktur kristal yang sama, tapi, secara umum, kebanyakan
kristal terbentuk secara simultan sehingga menghasilkan padatan polikristalin.
Misalnya, kebanyakan logam yang kita temui sehari-hari merupakan polikristal.
Mineralogi adalah salah cabang ilmu geologi yang mempelajari kulit bumi.
Secara umum mineralogi mempelajari seluk beluk (ganesa) mineral, sifat fisik dan
kimia suatu mineral.
B. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan melakukan praktikum Kristalografi dan Mineralogi
adalahsebagai berikut :
1. Mempelajari dan menentukan sistem Kristalografi dan Mineralogi dari
3.
4.
5.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kristalografi
Kristalografi adalah ilmu yang mempelajadi tentang Kristal. Sedangkan Kristal
itu sendiri adalah suatu padatan yang atom, molekul, atau ion penyusunnya terkemas
secara teratur dan polanya berulang melebar secara tiga dimensi .Dalam mempelajari
kristalografi kita mengenal ada 7 macam sistem ,antara lain :
1. Sistem Isometri.
Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula dengan sistem
kristal kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu
dengan yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk masing-masing
sumbunya.Perbandingan sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan
sumbu b dan sama dengan sumbu c.Dan sudut antar sumbunya a+^b = 30. Hal ini
menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30 terhadap sumbu b. Sistem
Isometrik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3.
2.
Sistem Tetragonal
Sama dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal
yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang
sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi pada
umumnya lebih panjang(perbandingan sumbu) a = b c , yang artinya panjang sumbu
a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan sumbu c.Dan sudut antar sumbunya
a+^b = 30. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30 terhadap
sumbu b.
sistem kristal Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6
3. Sistem Orthorhombik
Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri kristal
yang saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut mempunyai
panjang yang berbeda.Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik memiliki
axial ratio (perbandingan sumbu) a b c.Pada penggambaran, sistem Orthorhombik
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang
akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar
sumbunya a+^b = 30. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai
30 terhadap sumbu b.
4. Sistem Monoklin
Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu
yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap
sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut
mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling panjang dan
sumbu b paling pendekPada penggambaran dengan menggunakan proyeksi
orthogonal, sistem kristal Monoklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c =
sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada
sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^b = 30. Hal ini
menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45 terhadap sumbu b.
5. Sistem Triklin
Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya tidak
saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama.Pada
penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, Triklin memiliki
perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan
menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar
sumbunya a+^b = 45 ; b^c+= 80. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 45 terhadap sumbu b dan b membentuk sudut 80 terhadap c+.
6. Sistem Hexagonal
Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap
ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk sudut 120
terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan panjang
c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).Pada
kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a = b = d c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama
dengan sumbu d.Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal,
sistem Hexagonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada
sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan
sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan
sudut antar sumbunya a+^b = 20 ; d^b+= 40. Hal ini menjelaskan bahwa antara
sumbu a+ memiliki nilai 20 terhadap sumbu b dan sumbu d membentuk sudut 40
terhadap sumbu b+.
7. Sistem Trigonal
-
Panjang sumbu a = b =d = c
Perbandingan sumbu a : b: c : d = 1 : 3 : 3 :1
UNSUR-UNSUR SIMETRI
Untuk penentuan klas kristal diperlukan perincian simetri yang ada di dalam
suatu kristal, perincian yang diperlukan adalah sebagai berikut :
1. Sumbu Simetri
Sumbu simetri adalah suatu garis lurus yang dibuat melalui pusat kristal, di mana
apabila kristal tersebut diputar 360o dengan garis tersebut sebagai sumbu perputaran,
maka dari kedudukan tertentu kristal tersebut akan menunjukkan kenampakan yang
sama dengan semula.
2. Bidang Simetri
Bidang simetri merupakan bidang yang melalui pusat kristal yang membelah
kristal menjadi dua bagian yang sama, di mana bagian yang satu merupakan
pencerminan bagian yang lain. Bidang simetri terdiri atas2, yaitu:
B. MINERALOGI
SIFAT FISIK MINERAL
Penentuan nama mineral dapat dilakukan dengan membandingkan sifat-sifat fisik
mineral antara mineral yang satu dengan mineral yang lainnya. Sifat fisik suatu mineral
ini sangat diperlukan di dalam mendeterminasi atau mengenal mineral secara
megaskopis atau tanpa menggunakan mikroskop. Dengan cara ini seseorang dapat
mendeterminasi mineral lebih cepat dan biasanya langsung di lapangan tempat di man
sampel tersebut ditemukan. Sifat-sifat mineral tersebut meliputi:
a. Warna (Color)
Warna adalah kesan mineral jika terkena cahaya. Bila suatu permukaan mineral
dikenai suatu cahaya, maka cahaya yang mengenai permukaan mineral tersebut
sebagian akan diserap dan sebagian dipantulkan. Warna mineral dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu:
1. Idiokromatik; Yaitu warna mineral yang selalu tetap. Umumnya dijumpai pada
mineral-mineral yang tidak tembus cahaya (opak), seperti galena, magnetit,pirit,
dan lain sebagainya.
2. Alokromatik; Yaitu warna mineral yang tidak tetap, tergantung dari material
pengotornya. Umumnya terdapat pada mineral-mineral yang tembus cahaya,
seperti kuarsa, kalsit,dan lain sebagainya.
Tapi ada pula warna yang ditentukan oleh kehadiran sekelompok ion asing yang dapat
memberikan warna tertantu pada mineral, yang disebut dengan nama chomophores.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi warna antara lain:
1.Komposisi mineral
2. Struktur kristal dan ikatan ion
3. Pengotor dari mineral
b. Perawakan Kristal
Perawakan kristal adalah bentuk khas mineral di tentukan oleh bidang yang
membangunnya, termasuk bnetuk dan ukuran relative bidang-bidang tersebut. Kita
perlu mengenal perawakan yang terdapat pada beberapa jenis mineral, walaupun
perawakan kristal bukan merupakan cirri tetap mineral. Contoh: mika selalu
menunjukan perawakan kristal yang mendaun (foliated), amphibol, selalu menunjukan
perawakan kristal meniang (columnar) perawakan kristal di bedakan menjadi 3
golongan (Richard peart, 1975) yaitu:
1. Elongated habits (meniang/berserabut)
2. Fattened habits (lembaran tipis)
3. Rounded habits (membutir)
c. Kilap (Luster)
Kilap adalah kesan mineral akibat pantulan cahaya yang dikenakan padanya.
Kilap dibedakan menjadi 2, yaitu kilap logam (metallic luster) dan kilap bukan logam
(non metallic luster). Kilap logam memberikan kesan seperti logam bila terkena
cahaya. Kilap ini biasanya dijumpai pada mineral-mineral bijih, seperti emas, galena,
pirit, dan kalkopirit. Sedangkan kilap bukan logam tidak memberikan kesan logam jika
terkena cahaya. Selain itu, adapula kilap sub-metalik (sub-metallic luster), yang
terdapat pada mineral-mineral yang mempunyai indeks bias antara 2,6-3.
Kilap NonLogam dapat dibedakan menjadi:
1. Kilap Kaca(Vitreous Luster); Memberikan kesan seperti kaca atau gelas bila
terkena cahaya. Contohnya: kalsit, kuarsa, dan halit.
2. Kilap Intan (adamantine Luster); Memberikan kesan cemerlang seperti
intan.
3. Kilap Sutera (Silky Luster); Memberikan kesan seperti sutera. Umumnya
terdapat pada mineral yang mempunyai struktur serat. Seperti asbes, aktinolit,
dan gipsum.
4. Kilap Lilin (Waxy Luster); Merupakan kilap seperti lilin yang khas.
5. Kilap Mutiara (Pearly Luster); Memberikan kesan seperti mutiara atau
seperti bagian dalam dari kulit kerang. Kilap ini ditimbulkan oleh mineral
transparan yang berbentuk lembaran. Contohnya talk, dolomit, muskovit, dan
tremolit.
6. Kilap Lemak (Greasy Luster); Menyerupai lemak atau sabun. Hal ini
ditimbulkan oleh pengaruh tekanan udara dan alterasi. Contohnya talk dan
serpentin.
d. Kekerasan (Hardness)
Kekerasan adalah ketahanan mineral terhadap suatu goresan. Penentuan
kekerasan relatif mineral ialah dengan jalan menggoreskan permukaan mineral yang
rata pada mineral standar dari skala Mohs yang sudah diketahui kekerasannya, yang
dimulai dari skala 1 yang paling lunak hingga skala 10 untuk mineral yang paling
keras.
1. Talc Mg3Si4O10(OH)2
2. Gypsum CaSO42H2O
3. Calcite CaCO3
4. Fluorite CaF2
5. Apatite Ca5(PO4)3(OH,Cl,F)
6. Orthoclase KAlSi3O8
7. Quartz SiO2
8. Topaz Al2SiO4(OH,F)2
9. Corundum Al2O3
10. Diamond C (pure carbon)
Misalnya suatu mineral di gores dengan kalsi (H=3) ternyata mineral itu tidak
tergores, tetapi dapat tergores oleh fluorite (H=4), maka mineral tesebut mempunyai
kekerasan antara 3 dan 4. Dapat pula penentuan kekerasan mineral dengan
memepergunakan alat-alat yang sederhana misalnya:
Bila mana suatu mineral tidak tergores oleh kuku manusia tetapi oleh kawat
tembaga, maka mineral tersebut mempunyai kekerasan antara 2,5 dan 3.
e.Gores/Cerat (Streak)
Gores atau cerat adalah warna mineral dalam bentuk bubuk. Cerat dapat sama
atau berbeda dengan warna mineral. Umumnya warna cerat tetap. Gores ini di
pertanggungjawabkan karena stabil dan penting untuk membedakan 2 mineral yang
warnanya sama tetapi goresnya berbeda. Gores ini di peroleh dengan cara mengoreskan
mineral pada permukaan keeping porselin, tetapi apabila mineral mempunyai kekerasan
lebih dari 6, maka dapat di cari mineral yang berwarna terang biasanya mempunyai
gores berwarna putih. Mineral bukan logam dan berwarna gelap akan memberikan
gores yang lebih terang dari pada warna mineralnya sendiri. Mineral yang mempunyai
kilap metallic kadang-kadang mempunyai warna gpres yang lebih gelap dari warna
mineralnya sendiri.Ada beberapa mineral warna dan gores sering menunjukan warna
yang sama.
f.Belahan (Cleavage)
Belahanadalah kenampakan mineral berdasarkan kemampuannya membelah
melaluibidang-bidang belahan yang rata dan licin.Bidang belahanumumnya sejajar
dengan bidang tertentu dari mineral tersebut.Belahan dapat di bedakan menjadi:
1. Sempurna (perfect)
Yaitu apabila mineral mudah terbelah melalui arah belahannya yang merupakan
bidang yang rata dan sukar pecah selain melalui bidang belahannya.
2. Baik (good)
Yaitu apabila mineral muidah terbelah melalui bidang belahannya yang rata,
tetapi dapat juga terbelah tidak melalui bidang belahannya.
3. Jelas (distinct)
Yaitu apabila bidang belahan mineral dapat terlihat jelas, tetapi mineral tersebut
sukar membelah melalui bidang belahannya dan tidak rata.
4. Tidak jelas (indistinct)
Yaitu apabila arah belahannya masih terlihat, tetapi kemungkinan untuk membentuk
belahan dan pecahan sama besar.
5. Tidak sempurna (imperfect)
Yaitu apabila mineral sudah tidak terlihat arah belahannya, dan mineral akan
pecah dengan permukaan yang tidak rata.
g.Pecahan (Fracture)
Pecahan adalah kemampuan mineral untuk pecah melalui bidang yangtidak
rata dan tidak teratur. Pecahan dapat dibedakan menjadi:
1. Pecahankonkoidal (Choncoidal): Pecahan yang memperlihatkan gelombang
yang melengkung di permukaan. Bentuknya menyerupai pecahan botol atau
kulit bawang.
2. Pecahan berserat/fibrus (Splintery): Pecahan mineral yang menunjukkan
kenampakanseperti serat, contohnya asbes, augit;
3. Pecahan
tidak
rata
(Uneven):
Pecahan
mineral
yang
memperlihatkanpermukaan bidang pecahnya tidak teratur dan kasar, misalnya
pada garnet;
4. Pecahan rata (Even): pecahan mineral yang permukaannya rata dan cukup
halus. Contohnya minerallempung.
5. Pecahan Runcing (Hacly): Pecahan mineral yang permukaannya tidak teratur,
kasar,dan ujungnya runcing-runcing. Contohnya mineral kelompok logam
murni.
f.
Sifat Kemagnetan
Sifat kemagnetan yang perlu dicatat dalam praktikum mineral fisik adalah sifat
dari mineral yang diselidiki, apakah paramagnetit ataukah diamagnetit.
1. Paramagnetit (magnetit): yaitu mineral tersebut mempunyai daya tarik terhadap
magnet.
2. Diamagnetit (non-magnetit): yaitu mineral tersebut mempunyai daya tolak
terhadap magnet.
g. Derajat Ketransparanan/Diaphanety
Sifat Transparan dari suatu mineral tergantung pada kemampuan mineral tersebut
mentransmit sinar cahaya (berkas sinar). Sesuai dengan hal ini, variasi mineral
dibedakan atas:
1. Opaque mineral; yaitu mineral-mineral yang tidak tembus cahaya meskipun
dalambentuk lembaran tipis. Mineral-mineral ini permukaannya mempunyai
kilauan metalik dan meninggalkan berkas hitam atau gelap.
2. Transparant mineral; yaitu mineral-mineral yang tembus pandang seperti kaca.
3. Translucent mineral; yaitu mineral-mineral yang tembus cahaya tapi tidak
tembus pandang.
4. Mineral-mineral yang tidak tembus pandang dalam bentuk pecahan-pecahan
tetapi tembus cahaya pada lapisan yang tipis.
BAB III
HASIL PERCOBAAN
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kristalografi adalah ilmu yang mempelajari tentang kristal. Sedangkan kristal
itu sendiri adalah benda padat homogen yang memiliki bidang datar yang
merupakan pencerminan dari atom-atomnya.
Dalam Kristalografi terdapat 32 kelas yang dibagi ke dalam 7 sistem.Sistem
Kristalografi tersebut yaitu:
1. Reguler/Isometri/Cubic
2. Tetragonal
3. Orthorombik/Rombik/Rombis
4. Monoklin
5. Trigonal
6. Heksagonal
Cat: No. 1-5 memiliki 3 buah sumbu
No. 5 dan 6 memiliki 4 buah sumbu
Ada 3 unsur simetri dalam Kristalografi, yaitu:
1. Bidang Simetri
2. Sumbu Simetri
3. Pusat Simetri
Mineralogi adalah salah ilmu geologi yang mempelajari kulit bumi.
Mineralogi mempelajari asal usul (ganesa) mineral, sifat fisik dan kimia, serta
klasifikasi dan pemanfaatannya.
A. SARAN
Pada kesempatan kali ini, saya selaku penyusun ingin menyampaikan
beberapa saran yang sekiranya bersifat membangun kepada semua komponen di
dalam Laboratorium Kristalografi dan mineralogi, antara lain:
1. Buku penuntun sebaiknya di lengkapi dengan gambar dari 32 klas
kristalografi agar mempermudah praktikan dalam memberikan nama pada
gambar kristalografi.
2. Sebaiknya asisten menjelaskan penentuan klas simetri kristalografi
berdasarkan Herman Mauguin dan Schoenflish.
DAFTAR ISI
Sampul
Lembar Pengesahan
Kartu Kontrol Laboratorium
Kartu Kontrol Asistensi
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I : Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Maksud dan Tujuan
Bab II : Landasan Teori
A. Kristalografi
B. Mineralogi
Bab III : Hasil Percobaan
A.
B.
C.
D.
E.
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
REGULER
PRISMATIK
UNSUR SIMETRI :
3 BSU + 6 BST
34
BSU BERWARNA HIJAU
BST BERWARNA ORANGE/ KUNING
TETRAGONAL
PRISMATIK
UNSUR SIMETRI :
3 BSU + 2 BST
14 + 22
BSU BERWARNA HIJAU
BST BERWARNA ORANGE
ORTHOROMBIK
BIPIRAMIDAL
UNSUR SIMETRI :
3 BSU + 0 BST
14 + 22
BSU BERWARNA HIJAU
MONOKLIN
PRISMATIK
UNSUR SIMETRI :
1 BSU + 0 BST
12
BSU BERWARNA HIJAU
TRIKLIN
PRISMATIK
UNSUR SIMETRI :
Tidak Memiliki BSU dan BST
TRIGONAL
BIPIRAMIDAL
UNSUR SIMETRI :
3 BSU + 0 BST
13
BSU BERWARNA HIJAU
HEKSAGONAL
PRISMATIK
UNSUR SIMETRI :
4 BSU + 3 BST
16 + 32
BSU BERWARNA HIJAU
BST BERWARNA ORANGE
REGULER
OKSTAIDER
UNSUR SIMETRI :
3 BSU + 6 BST
34
BSU BERWARNA HIJAU
BST BERWARNA ORANGE
TETRAGONAL
PRISMATIK BIPIRAMIDAL
UNSUR SIMETRI :
3 BSU + 2 BST
14 + 22
BSU BERWARNA HIJAU
BST BERWARNA ORANGE
DIORTHOROMBIK
BIPIRAMIDAL
UNSUR SIMETRI :
3 BSU + 0 BST
14 + 22
BSU BERWARNA HIJAU
MONOKLIN
SPONOIDAL
UNSUR SIMETRI :
1 BSU + 0 BST
12
BSU BERWARNA HIJAU
DITRIKLIN
BIPIRAMIDAL
UNSUR SIMETRI :
Tidak Memiliki BSU dan BST
DITRIGONAL
BIPIRAMIDAL
UNSUR SIMETRI :
3 BSU + 0 BST
13
BSU BERWARNA HIJAU
DIHEKSAGONAL
BIPIRAMIDAL
UNSUR SIMETRI :
4 BSU + 9 BST
112 + 32
BSU BERWARNA HIJAU
BST BERWARNA ORANGE/ KUNING
KATA PENGANTAR
`Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat,
anugerah, dan kasih-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan ini sebagai
implementasi dari pengamatan di laboratorium Kristalografi dan Mineralogi.
Dalam menyelesaikan laporan ini saya banyak mendapat bimbingan dari
beberapa pihak. Untuk itu melalui kesempatan ini saya ingin menyampaikan banyak
terimah kasih kepada:
1. Bapak Ir. Baso Junain, MM selaku dosen dan koordinator Laboratorium
Kristalografi dan Mineralogi
2. Asisten Laboratorium Kristalografi dan Mineralogi
3. Teman-teman seperjuangan yang banyak membantu dan juga selalu
mendukung selama pelaksanaan praktikum.
Saya menyadari bahwa laporan ini masih banyak memiliki kekurangan. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak yang membaca laporan
ini sangatlah saya harapkan.
Dengan segenap hati, sekali lagi saya selaku penyusun laporan ini berharap
semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.