Anda di halaman 1dari 11

PAPER

DNA REKOMBINAN DAN BLUE WHITE SELECTION


Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Bioteknologi
Dosen Pengampu: Prof. Dr. rer nat Sajidan, M.Si

Disusun Oleh:
Bryan Dion Pramana
Triana Atika Zulfa

(S831408009)
(S831408035)

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN SAINS


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
DNA Rekombinan dan Blue White Selection
A. Sejarah Teknologi Rekombinan

Pada tahun 1971-1973 telah dikembangkan metode oleh Herbert


Boyer dan Stanly Cohen yang dinamakan teknologi DNA Rekombinan. Boyer
dan Cohen berhasil mengekspresikan gen dari suatu bakteri Escherichia Coli
(Sudjadi,2008).
B. Pengertian Teknologi DNA Rekombinan
Teknologi DNA rekombinan atau disebut juga rekayasa genetika
merupakan sebuah upaya yang melibatkan perbanyakan gen tertentu di dalam sel
yang bukan sel alaminya atau lebih sering dikatakan sebagai kloning gen
(Sudjadi, 2011). Definisi untuk mendeskripsikan teknologi DNA rekombinan
sangatlah banyak, namun yang mungkin repesentatif adalah DNA rekombinan
merupakan teknologi yang digunakan untuk mengisolasi sekuen DNA tertentu
dari suatu organisme atau sel untuk diperbanyak pada organisme yan berbeda dan
menghasilkan sifat baru dengan cara penyisipan molekul DNA ke dalam vektor
sehingga memungkinkan untuk terintegrasi. Kedua DNA yang berikatan (sekuens
DNA target dan vektor) dinamakan DNA rekombinan (Andriyani, dkk, 2014:
Rifai, 2010; Sudjadi, 2011; Rottenhoffen, 2010).
Teknik DNA rekombinan merupakan kumpulan teknik yang digunakan
untuk merekombinasikan gen dalam tabung reaksi. Teknik itu antara lain: isolasi
DNA, teknik memotong DNA, teknik menggabungkan DNA (ligasi) dan teknik
untuk teknik memasukan DNA ke dalam sel hidup. DNA rekombinan yang telah
terbentuk maka akan dilakukan proses transformasi kedalam host cell kemudian
dilakukan proses inkubasi sel bakteri (Sri dkk, 2011). Setelah dilakukan inkubasi
maka sel bakteri diuji kehadiran DNA rekombinannya yaitu dengan uji antibiotik,
uji medium seleksi dan seleksi putih biru (blue white selection) (Rottenhoffen,
2010).
Dari pengertian konsep DNA rekombinan tersebut dapat disimpulkan ada
dua komponen penting yaitu vektor dan enzim-enzim untuk memotong DNA
serta untuk menyambung potongan tersebut (Andriyani, dkk, 2014). Salah satu
vektor yang lazim digunakan dalam proses manipulasi genetik adalah plasmid

(Reddy, 2004; Sudjadi, 2011; Rottenhoffen, 2010). Ada dua macam enzim utama
yang diperlukan yaitu enzim retriksi untuk memotong DNA dan enzim DNA
ligase untuk menyambung DNA ke vektor.
C. Unsur-Unsur dalam DNA Rekombinan
Dalam pembentukan DNA rekombinan diperlukan unsur-unsur yang
penting, yaitu vector, enzim retriksi, DNA ligase.
1. Vector
Vector dikatakan sebagai motor pada proses rekombinasi DNA yang
membawa gen target untuk ditransfer dari satu organisme ke organisme yang
lain (Padmanabhan et al, 2011). Syarat dapat digunakannya suatu vektor
antara lain: mampu disisipi DNA asing, dapat diintroduksi ke dalam sel,
dapat bereplikasi secara independent di dalam sel inang, dan memiliki
penanda seleksi (Sudjadi, 2008).
Vektor yang biasa digunakan dalam proses rekombinasi DNA adalah
plasmid (Sudjadi, 2008; Reddy, 2004). Plasmid merupakan molekul doublestranded circular DNA berukuran kecil umumnya berasal dari bakteri, sering
dianggap sebagai extra chromosomal (Rotenhoffen, 2010; Sudjadi, 2008).
Plasmid berukuran 1 kb 200 kb dan membawa gen tertentu yang
menguntungkan sel inang, misalnya gen resisten terhadap antibiotik, serta
memiliki multiple cloning site (Sudjadi, 2008: Rotenhoffen; 2010). Multiple
cloning site merupakan daerah target enzim retriksi endonuklease yang
berperan saat proses pemotongan. Macam vektor yang lain yaitu: cosmid,
bacteriophage,

fagemids,

artificial

chromosome

(Soedjadi,

2008:

Padmanabhan et al, 2011)


2. Enzim Retriksi Endonuklease
Enzim retriksi endonuklease merupakan protein yang digunakan
untuk memotong DNA pada sekuens spesifik (Rotenhoffen, 2010). Panjang
enzim retriksi sebesar 4 bp sampai 6 bp. Enzim restriksi dapat menghasilkan
potongan DNA dengan bentuk sticky ends (ujung lancip) atau blunt ends
sehingga mampu berpasangan dengan basa yang cocok/sesuai. Contoh dari

enzim restriksi adalah enzim EcoRI telah diisolasi pertama kali oleh Herbert
Boyer tahun1969 dari E.coli. Enzim EcoRI memotong pada bagian antara
basa G dan A pada sekuens GAATTC.

Gambar 1. Hasil potongan DNA dengan enzim EcoR1

Ada tiga tipe enzim restriksi endonuklease yaitu tipe I, II dan III.
Enzim restriksi endonuklease tipe I dan III jarang digunakan, karena hasil
pemotongannya tidak tepat pada sekuens yang diinginkan, sedangkan enzim
restriksi endonuclease tipe II dapat memotong tepat atau dekat dengan
sekuens yang diinginkan.

Gambar 2. Macam-macam enzim retriksi endonuklease

Gambar 3. Perbandingan Hasil pemotongan DNA dengan sticky ends dan blunt
ends

Ujung blunt atau flush menghasilkan fragmen yang double-stranded,


sedangkan ujung sticky atau cohesive menunjukkan enzim restriksi
endonuklease pada posisi yang berbeda dari dua untai DNA yang
komplementer. Beberapa pemotong ujung sticky menghasilkan ujung 5 atau

ujung 3 yang menggantung. Fragmen DNA yang dipotong dengan enzim


restriksi endonuklease dapat ditentukan berapa besar ukurannya dengan
menggunakan teknik gel elektroforesis (Rotenhoffen, 2010).
3. Enzim DNA Ligase
Enzim DNA ligase adalah enzim yang dapat mengkatalis
pembentukan ikatan fosfodiester ujung 5-fosfat dan 3-hidroksil yang
digunakan saat proses ligasi pada DNA yang mengalami pemotongan dengan
enzim retriksi sebelumnya (Rotenhoffen, 2010; Sudjadi, 2008). DNA ligase
diperlukan

untuk

menggabungkan

fragmen

saat

proses

replikasi,

menyambung potongan-potongan DNA yang baru disintesis, serta berperan


dalam proses reparasi DNA.
D. Teknologi DNA Rekombinan
Teknologi DNA rekombinan merupakan kumpulan dari teknik yang
digunakan untuk mengkombinasikan gen-gen dalam tabung reaksi. Teknik-teknik
tersebut meliputi:
1. Isolasi DNA
Isolasi DNA diawali dengan perusakan atau pembuangan dinding sel,
yang dapat dilakukan baik dengan cara mekanis seperti sonikasi, tekanan
tinggi, beku-leleh maupun dengan cara enzimatis seperti lisozim. Langkah
berikutnya adalah lisis sel. Bahan-bahan sel yang relatif lunak dapat dengan
mudah diresuspensi didalam medium buffer nonosmotik, sedangkan bahanbahan yang lebih kasar perlu diperlakukan dengan deterjen yang kuat seperti
triton X-100 atau dengan sodium dodesil sulfat (SDS). Pada eukariot
langkah ini harus disertai dengan perusakan membran nukleus. Setelah sel
mengalami lisis, remukan-remukan sel harus dibuang. Biasanya pembuangan
remukan sel dilakukan dengan sentrifugasi. Protein yang tersisa dipresipitasi
menggunakan fenol atau pelarut organik seperti kloroform untuk kemudian
disentrifugasi dan dihancurkan secara enzimatis dengan proteinase. DNA
yang telah dibersihkan dari protein dan remukan sel masih tercampur dengan

RNA sehingga perlu ditambahkan RNAse untuk membersihkan DNA dari


RNA. Molekul DNA yang telah diisolasi tersebut kemudian dimurnikan
dengan penambahan amonium asetat dan alkohol atau dengan sentrifugasi
kerapatan menggunakan CaCl. Teknik isolasi DNA tersebut dapat
diaplikasikan, baik untuk DNA genomik maupun DNA vektor, khususnya
plasmid.
2. Retriksi DNA
Tahap kedua dalam DNA rekombinan adalah pemotongan (retriksi)
molekul DNA (RifaiI, 2010). Molekul DNA data dipotong pada suatu
urutan nukleoptida tertentu dengan menggunakan enzim endonuclease
retriksi atau secara singkat disebut enzim restriksi.
Telah dijelaskan diatas, bahwa teknologi DNA rekombinan, enzim
restriksi yang paling sering digunakan adalah tipe II karena urutan
nukleotida yang dikenali dan dipotong oleh enzim tersebut adalah sama
sehingga memudahkan strategi kloningnya. Di antara enzim restriksi tipe II,
pola pemotongannya berbeda. Banyak enzim restriksi yang menghasilkan
ujung DNA kohesif (sticky end), tetapi ada juga yang menghasilkan ujung
tumpul (blunt ends). Contoh enzim yang menghasilkan ujung kohesif adalah
EcoRI yang mengenali dan memotong urutan nukleotida 5-GAATTC-3
yang bersifat polindromik.
Ujung kohesif artinya ujung-ujung yang akan dengan mudah
membentuk ikatan komplementer lagi seperti semula jika kedua potongan
DNA tersebut disambung lagi dengan menggunakan enzim DNA ligase.
DNA ligase merupakan enzim yang dapat menyambung potongan DNA.
Ada juga enzim rektriksi yang hasil potongannya membentuk ujung
tumpul (blunt end), misalnya enzim PvuII. Enzim ini mengenali dan
memotong DNA pada urutan CAGCTG dengan hasil sebagai berikut :
5-CAGCTG-3 5-CAG-3 5-CTG-3
3-GTCGAC-5 3-GTC-5 3-GAC-5

Ujung-ujung tumpul semacam ini lebih sukar disambung lagi oleh enzim
DNA ligase, jika dibandingkan dengan penyambungan ujung-ujung kohesif
Jika dua macam DNA yang berbeda asalnya tetapi mempunyai daerah
pengenalan oleh enzim yang sama dan kemudian dipotong dengan enzim
rektrisi yang sama, maka kedua molekul DNA tersebut akan mempunyai
ujung-ujung yang komplementer. Dengan menggunakan enzim DNA ligase
kedua potonngan DNA yang komplementer tersebut dapat disambung
membentuk molekul DNA rekombinan.
3. Ligasi DNA
Molekul DNA yang mempunyai ujung hasil pemotongan oleh enzim
restriksi

yang

sama

dengan

mudah

disambung

(diligasi)

dengan

menggunakan enzim DNA ligase. DNA ligase merupakan enzim yang


mengkatalis pembentukan ikatan fosfodiester antara ujung 5-fosfat dan 3hidroksil. Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk meligasi fragmenfragmen DNA secara in vitro. Pertama, ligasi menggunakan DNA ligase dari
bakteri. Kedua, ligasi meggunakan DNA ligase dari sel-sel E. coli yang telah
diinfeksi dengan bakteriofag T4 atau biasa disebut enzim T4 ligase.
Jika cara pertama hanya dapat digunakan untuk meligasi ujung-ujung
yang lengket, cara yang kedua dapat digunakan baik pada ujung lengket
maupun pada ujung tumpul. Sementara, cara ketiga telah disinggung yaitu
dengan pemberian enzim deoksinukleotidil transferase untuk menyintesis
untai tunggal homopolimerik 3.
Enzim yang sering digunakan untuk menyambung DNA adalah enzim
yang gennya berasal dari genom virus (bakteriofag) T4, sehingga disebut T4
DNA ligase. Enzim T4 DNA ligase mampu menyambung DNA dengan
ujung sticky dan blunk end. Penyambungan ujung tumpul (blunk end)
memerlukan lebih banyak molekul DNA dan enzim ligase dibnding dengan
penyambungan ujung kohesif (sticky end). Menurut Brown (2011) dalam Sri,
dkk (2011), ligasi sticky ends lebih efisien daripada blunt ends karena ujung
sticky ends dapat saling berpasangan basa melalui pembentukan ikatan

hydrogen dan emmbentuk struktur yang relative stabil. Dampaknya dapat


mempercepat pembentukan ikatan fosfodiester yang menyambung kedua
molekul DNA tersebut. Ligase DNA dilakukan dengan mencampur dua
macam molekul DNA yang akan disambungkan dengan enzim DNA ligase,
kemudian diinkubasi pada suhu 12-15oC selama semalam.
4. Transformasi DNA
Transformasi adalah pemindahan produk (campuran DNA target dan
vektor) pada proses ligasi ke dalam bakteri (Padmanabhan et al, 2011;
Rotenhoffen,

2010). Transformasi

bakteri

dapat

dilakukan

dengan

menggunakan metode kimia (metode tradisional) atau dengan metode


electroporation (Padmanabhan et al, 2011).
Transformasi dengan metode kimia

dilakukan

dengan

cara

menginkubasi sel di dalam CaCl2 yang menyebabkan perubahan struktur


dinding sel dan emningkatkan pengikatan DNA pada bagian luar sel.
Selanjutnya mencampur DNA dengan sel kompeten di dalam es yang diikuti
dengan perlakuan heat shock pada suhu 420C selama kurang lebih 4 detik,
kemudian sel diinkubasi di medium selama 30-60 menit (Padmanabhan et al,
2011).
Transformasi cara electroporation dilakukan menggunakan arus listrik
dengan bantuan alat electroporator. Sel yang ditumbuhkan, dicuci dengan air
untuk menghilangkan semua garam dari medium pertumbuhan dan
penembahan gliserol dengan konsentrasi final 10% sehingga sel dapat
disimpan dalam pendingin dan disimpan untuk penelitian selanjutnya
(Padmanabhan et al, 2011).
E. Blue-White Selection
Untuk mengidentifikasi apakah proses transformasi berhasil atau tidak,
dilakukan proses seleksi. Melalui proses seleksi, koloni transforman yang
membawa DNA rekombinan target dapat dibedakan dari koloni transforman
yang tidak membawa DNA target. Metode yang umum digunakan adalah

metode seleksi antibiotic dan -komplementasi atau biasa dikenal dengan


metode blue-white selection.
Untuk proses seleksi ini menggunakan antibiotic yang disesuaikan
dengan ketahanan antibiotic yang terdapat pada plasmid yang digunakan.
Plasmid pUC18 misalnya, merupakan vektor yang memiliki penanda resisten
untuk antibiotic ampisilin. Gen penanda seleksi antibiotic ampisilin (bla) yang
dibawa oleh vektor plasmid akan mengekspresikan sifat resistensi ampisilin
kepada sel inang setelah ditransformasi dengan mengkode -laktamase yang
mampu memisahkan ikatan 4 cincin (-lactam ring) di molekul ampisilin.
Koloni bakteri yang ditumbuhkan di medium yang berisi antibiotic ampisilin
ditambahkan dengan senyawa pewarna kromogenik yang dinamakan X-gal.
X-gal merupakan suatu galaktosa dan prechromophore 5-bromo-4-chloro-3indolyl--d-galactoside.
Plasmid memiliki multiple cloning site yang berada di pertengahan
gen lac-Z (-galactoside) dan komplemen dengan -komplementasi. Apabila
gen insert berhasil masuk ke vektor (dalam hal ini plasmid), maka fragmen
amino-terminal -galactoside akan nonaktif menghilangkan -komplementasi,
sehingga sel yang menghasilkan plasmid rekombinan akan tampak berwarna
putih dan dapat dibedakan dengan plasmid yang tidak mengandung gen insert
yang nampak berwarna biru sebagai akibat dari katalisis -galactoside (Reddy,
2004).

Referensi:
Andriyani, P., Sajidan, Artini, P. 2014. Isolasi dan Kloning Gen Penyandi Fitase
Bacillus sp EN 6. EL-VIVO. Vol. 2 (1) 1-9
Padmanabhan, Sriram, Banerjee, Sampali, and Mandi, Naganath. 2011. Screening of
Bacterial Recombinants: Strategies and Preventing False Positives.

Molecular Cloning Selected Applications in Medicine and Biology ISSBN


978-953-307-398-9
Reddy, Manjula. 2004. Positive Selection System For Identification of Recombinants
Using -complementation Plasmids. Biotechniques. Vol. 37(6) 948-952
Rifai, M. 2010. Genetika Rekombinan dan Populasi. Malang. Galaxy Science
Rotenhoffen, Erik. 2010. Cloning DNA Through The Use Of Recombinant DNA
Technology. School of Doctoral Studies (European Union) Journal. Hlm. 128
137
Sri Sumarsih, Ni Nyoman TP, Ami Soewandi JS. 2011. Rekombinasi Gen Penyandi
-xilosidase asal Geobacillus Thermoleovorans IT-08 dalam Plasmid Phis
1525. JBP. Vol. 13(3) 150-154
Soedjadi. 2008. Bioteknologi Kesehatan. Yogyakarta: Kanisius

10

Anda mungkin juga menyukai