Anda di halaman 1dari 2

Cinta Dalam Kaca

Tidak sedikit orang yang memujanya. Bahkan terkadang aku iri dengan apa yang dimilikinya
tapi dimiliki olehku. Dia cantik, pintar sangat pintar malah--- karena dia bekerja di salah
satu perusahaan bisnis terbesar di Indonesia. Apalagi coba yang kurang darinya?.
Oh ya, satu lagi. Dia adalah sahabatku. Ya. Aku bekerja di perusahaan yang sama dengannya.
Tapi, orang lain menganggap kami seperti bumi dan langit. Aku buminya dan dia langitnya.
Aku sih tidak masalah dengan hal remeh seperti itu. Karena aku percaya bahwa aku memiliki
kelebihan yang tidak dimiliki olehnya.
Hai Ri, mau pulang bareng gak sekalian nanti makan malem?, tanya Ardi, salah satu staf di
divisi kami yang juga tergila-gila dengan sahabatku ini.
Gak ah. Capek gua. Abis ini gua mau langsung pulang aja. Mau tidur. Jadi, nanti gua
pulangnya bareng Nita aja. Gak enak soalnya ngerepotin lo harus bolak-balik cuman buat
nganterin gua doang. Rumah kita kan gak searah, jawab Riri, sahabatku.
Sebenarnya sih aku tahu alasan sebenarnya dari Riri menolak ajakan Ardi ini. Karena Ardi
bukan tipe nya. Kata dia sih levelnya beda banget sama dia. Jadi lah dia menolak tawarannya.
Tapi, akhir-akhir ini aku rasa sahabatku itu sedang jatuh cinta dengan seorang laki-laki.
Buktinya aja sekarang dia sering banget tuh curi-curi pandang ke arah Tomi. Emang sih Tomi
itu gantenglebih ganteng dari Won Bin yang kata orang Korea sana gantengnya udah
kelewat wajar. Tomi itu pintar, putih, tinggi, atletis, dan gak merokokini yang paling
penting. Tapi, sifat jeleknya, Tomi itu sudah terkenal playboy karena sering banget gontaganti pacar. Mungkin karena si Tomi merasa kali kalau dirinya tuh ganteng banget. Oh, Tomi
juga jago banget kalau disuruh merayu perempuan. Satu kalimat yang keluar dari mulutnya,
pasti langsung membuat si perempuan yang mendengarnya jatuh hati padanya. Ehem,
termasuk diriku.
Aku rasa Riri sama Tomi ini memang sebelas dua belas sifatnya. Yang perempuan merasa
dirinya paling cantik, yang laki-laki merasa dirinya paling tampan sejagat raya ini. Dan si
Tomi otomatis merespon dong sinyal-sinyal cinta yang diberikan oleh sahabatku ini. Karena
dia laki-laki dan sudah fitrahnya seorang laki-laki sebagai makhluk visual.
Hanya lelaki bodoh yang bisa menolak pesona gua, kata Riri waktu sedang mengobrol
berdua denganku dulu.
Setelahnya, pasti kalian udah bisa menebak gimana. Setiap orang yang melihat mereka jalan
berdua pasti langsung mengatakan kalau mereka tuh pasangan perfect banget. Kayak sang
pangeran dan putri dari negeri dongeng. Aku mengiyakan saja sih. Walaupun Riri itu
sahabatku, kalau masalah percintaan, dia pasti tidak ingin dingganggu atau dinasehatin ini itu,
walaupun orang tuanya sendiri yang mengatakannya. Tapi, kalau sudah kena batunya, nagis
gak karuan tiap malem, pasti langsung nodong aku untuk jadi tempat curhatnya dia. Aku sih

tidak masalah. Toh selama dia membutuhkan bantuanku, aku pasti akan menolongnya kalau
aku bisa.
Tapi, kini ada yang berbeda dari Riri. Dia jadi pendiam. Setiap aku menawarkan diri untuk
tempat dia curhat seperti dulu, dia menolaknya. Padahal udah ketahuan banget kalau dia tuh
lagi patah hati banget. Gosipnya emang udah tersebar satu perusahaan kalau Tomi cuman
memanfaaatkan Riri aja untuk menaikkan statusnya dia.
Sampai suatu hari Riri tidak datang ke kantor. Dan yang aku dengar dia telah berhenti kerja.
Apa sih permasalahannya sampai dia tidak ingin cerita ke aku sampai dia memutuskan untuk
berhenti kerja gini?, tanyaku dalam hati.
Ri, buka dong pintunya. Cerita yuk kalau emang kamu lagi ada masalah. Jangan dipendam
sendirian gini. Orang tuamu juga khawatir Ri melihat sikap kamu yang seperti ini. Kalau gak
mau cerita, makan aja yuk. Janji deh aku gak akan tanya apa-apa ke kamu. Ri, buka dong
pintunya, pintaku. Tapi, tidak pernah ada jawaban yang datang dari dalam sana.

Anda mungkin juga menyukai