Anda di halaman 1dari 12

I.

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat

tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomi.


(Ritonga, 2011). Limbah merupakan salah satu permasalahan yang cukup pelik
mengingat banyak kasus pelanggaran regulasi penanganan limbah yang dilakukan
oleh pengusaha dan pedagang Indonesia. Limbah yang mengandung bahan
pencemar akan mengubah kualitas lingkungan, bila lingkungan tersebut tidak
mampu memulihkan kondisinya sesuai dengan daya dukung yang ada padanya.
Oleh karena itu sangat perlu diketahui sifat limbah dan komponen bahan
pencemar yang terkandung di dalam limbah tersebut. (Ritonga, 2011).
Limbah yang dibahas dalam makalah ini dipersempit menjadi limbah
bahan pangan. Umumnya, limbah bahan pangan mengandung banyak bahanbahan organik. Apabila limbah organik ini masuk ke dalam ekosistem tanpa
memperhatikan kandungan oksigen terlarut didalamnya (COD dan BOD),
kemungkinan besar akan merusak ekosistem tersebut dan mematikan komponen
biotik di dalamnya. Dari permasalahan ini, dapat disimpulkan bahwa penanganan
limbah industri baik di bidang pangan maupun nonpangan sangat diperlukan
untuk menjaga keseimbangan alam.
1.2

Tujuan
1. Mengetahui bagaimana cara penanganan limbah pada industri minuman
ringan secara umum.
2. Mengklasifikasikan tahap-tahap penanganan limbah (primer, sekunder,
tersier) pada industri minuman ringan.

II.

ISI

2.1.

Penanganan Limbah Secara Primer


Tujuan utama pengolahan air limbah ialah untuk mengurai kandungan

bahan pencemar di dalam air terutama senyawa organik, padatan tersuspensi,


mikroba patogen, dan senyawa organik yang tidak dapat diuraikan oleh
mikroorganisme yang terdapat di alam. Bila dilihat dari tingkat perlakuan
pengolahan air limbah maka sistem pengolahan limbah cair dikalisifikasikan
menjadi; Primary Treatment System, Secondary Treatment System, Tertiary
Treatment System (Metcalf and Eddy, 1991).

Gambar 1. Sistem Pengolahan Limbah Cair


Setiap tingkatan treatmen terdiri pula atas sub- sub treatmen yang satu
dengan lainnya berbeda, tergantung pada jenis parameter pencemar didalam
limbah cair, volume limbah cair, dan kondisi fisik lingkungan .
Ada beberapa proses yang dilalui air limbah agar limbah ini benar-benar
bebas dari unsur pencemaran. Awalnya, air limbah harus dibebaskan dari benda
terapung atau padatan melayang. Untuk itu diperlukan treatment pendahuluan
(pretreatment). Pengolahan selanjutnya adalah mengendapkan partikel-partikel
halus kemudian lagi menetralisasinya. Demikian tingkatan ini dilaksanakan
sampai seluruh parameter pencemar dalam air buangan dapat dihilangkan (Grady
and Lim, 1980).

Gambar 2. Tahapan Primary Treatment


Tahapan primer dalam pengolahan limbah industri minuman berupa proses
biomassa tersuspensi, diantaranya:

Pengolahan Awal (Pretreatment)


Tahap pengolahan ini melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk
menghilangkan padatan tersuspensi dan minyak dalam aliran air limbah. Beberapa
proses pengolahan yang berlangsung pada tahap ini ialah screen and grit removal,
equalization and storage, serta oil separation.

Pengolahan Tahap Pertama (Primary Treatment)


Pada dasarnya, pengolahan tahap pertama ini masih memiliki tujuan yang
sama dengan pengolahan awal. Letak perbedaannya ialah pada proses yang
berlangsung. Proses yang terjadi pada pengolahan tahap pertama ialah
menghilangkan partikel-partikel padat organik melalui proses fisika, yakni
neutralization, chemical addition and coagulation, flotation, sedimentation , dan

filtration, sehingga partikel padat akan mengendap (disebut sludge) sedangkan


partikel lemak dan minyak akan berada di atas / permukaan (disebut grease).
2.2

Penanganan Limbah Secara Sekunder


Pengolahan sekunder disebut juga pengolahan biologis karena melibatkan

aksi beberapa mikroba yang ada pada limbah ataupun penambahan beberapa
mikroba ke dalam system tersebut. Menurut Rahayu (2008), pengolahan sekunder

ini juga dilakukan untuk merombak campuran bahan organic terlarut melalui
aktivitas mikroorganisme aerobic alami dan menghasilkan lumpur. Adapun reactor
yang digunakan adalah sebagai berikut :

Proses Lumpur Aktif dengan Aerasi Oksigen Murni.


Pengolahan limbah dengan system lumpur aktif mulai dikembangkan di
Inggris pada tahun 1914 oleh Arden dan Lockett. Proses ini mampu menstabilkan
limbah secara aerobik. Istilah lumpur aktif diterapkan baik pada proses maupun
padatan biologis di dalam unit pengolahan. Pengolahan ini termasuk pengolahan
biologi,

karena

menggunakan

bantuan

mikroorganisma

pada

proses

pengolahannya. Cara Kerja alat ini adalah sebagai berikut: Air limbah setelah
dilakukan penyaringan dan equalisasi dimasukkan kedalam bak pengendap awal
untuk menurunkan suspended solid. Air limpasan dari bak pengendap awal
dialirkan ke kolam aerasi melalui satu pipa dan dihembus dengan udara sehingga
mikroorganisma bekerja menguraikan bahan organik yang ada di air limbah. Dari
bak bak aerasi air limbah dialirkan ke bak pengendap akhir, lumpur diendapkan,
sebagian lumpur dikembalikan ke kolam aerasi.
Keuntungannya adalah daya larut oksigen dalam air limbah lebih besar;
efisiensi proses lebih tinggi; dan cocok untuk pengolahan air limbah dengan debit
kecil untuk polutan organik yang susah terdegradasi. Namun, juga terdapat
kekurangan dimana areal instalasi luas, sehingga dana yang dibutuhkan cukup
besar dan tidak efisien, memerlukan pengawasan yang cukup ketat seperti kondisi
suhu dan bulking control proses endapan, membutuhkan energy yang besar, dan
membutuhkan operator yang terampil dalam mengatur jumlah massa mikroba
dalam reaktor.

Gambar 3. Aeration Tank

Gambar 4. Proses Lumpur Aktif

Lagun Aerasi
Lagun Aerasi merupakan unit penanganan biologic dimana kebutuhan

oksigen dipenuhi dengan peralatan aerasi mekanik. Suplai oksigen secara


kontinyu mendukung lagun aerasi untuk menangani air limbah per unit per hari.
Lagun merupakan sebuah kolam yang dilengkapi dengan aerator, system lagun
mirip dengan kolam oksidasi. Lagun memiliki ukuran yang luas dan mampu
menampung limbah cair dalam volume besar. Lagun mempunyai proses kerja
dimana

aerator

langsung

beroperasi

di

atas

permukaan

lagun

dan

menggoncangkan seluruh permukaan limbah agar dapat tercampur merata antara


udara dan limbah. Mikroorganisme memanfaatkan limbah sebagai sumber energy.
Kelebihan dari proses ini adalah biaya pemeliharaannya rendah, effluent yang
dihasilkan baik, biaya instalasi awal rendah, dan tidak menimbulkan bau.
Sedangkan

kelemahannya

masih

membutuhkan energy yang besar.

membutuhkan

lahan

yang

luas

dan

Gambar 2. Lagun Aerasi

Oxidation Ditch (Parit Oksidasi)


Oxidation ditch adalah bak berbentuk parit yang digunakan untuk

mengolah air limbah dengan memanfaatkan oksigen (kondisi aerob). Kolam


oksidasi ini biasanya digunakan untuk proses pemurnian air limbah setelah
mengalami proses pendahuluan. Fungsi utamanya adalah untuk penurunan
kandungan bakteri yang ada dalam air limbah setelah pengolahan.

Gambar 3. Proses Oxidation Ditch


Kelebihan dari proses ini adalah biaya yang diperlukannya relatif rendah.
Namun, kelemahannya adalah membutuhkan lahan yang luas, efisiensi penurunan
zat organic sangat terbatas dan masih mengandung zat padat tersuspensi yang
tinggi dari adanya algae, serta efisiensi tidak stabil (menurun pada malam hari)
karena proses photosyntesa terhenti.

Trickling Filter (Saringan Menetes)


Trickling Filter merupakan salah satu aplikasi pengolahan air limbah

dengan memanfaatkan teknologi Biofilm. Trickling ini terdiri dari suatu bak

dengan media permeable untuk pertumbuhan organisme yang tersusun oleh materi
lapisan yang keras, kasar, tajam dan kedap air.

Kegunaannya adalah untuk

mengolah air limbah dengan air yang jatuh mengalir perlahan-lahan melalui
lapisan batu untuk kemudian tersaring.
Kelebihannya adalah tidak membutuhkan lahan yang luas dan operator
yang digunakan tidak perlu terampil. Sedangkan kelemahannya adalah sering
timbul lalat dan bau dari reactor, karena suplai oksigen tidak merata, sering terjadi
pengelupasan biofilm, timbul sumbatan, dan hanya untuk mengolah limbah encer
dengan beban BOD rendah.

Gambar 4. Trickling Filter


Berdasarkan jurnal yang kami bahas yaitu mengenai pengolahan limbah
cair industri minuman ringan dilakukan melalui penanganan limbah berupa
lumpur aktif. Pada Neutralisasi Tank dilakukan pengolahan limbah yang
menggunakan proses biologi (proses lumpur aktif) yang akan berjalan optimal
pada pH sekitar 7-8,5. Namun, air limbah minuman ringan tersebut memiliki pH
11-12 (basa) sehingga perlu dilakukan penambahan asam klorida di neutralisasi
tank yang dilengkapi dengan mixer ini. Selanjutnya air limbah diteruskan pada
Oxidation ditch yang merupakan tempat utama berlangsungnya proses
mikrobiologi dengan menggunakan lumpur aktif. Kandungan senyawa organik
diharapkan akan terdegradasi kurang lebih 90% dengan bantuan bakteri selain itu
terjadi juga proses nitrifikasi dan denitrifikasi. Menurut Jenie, dkk (1993),

penurunan

kandungan

organik

ini

disebabkan

mikroorganisme

yang

mendekomposisi bahan organik tersebut menjadi CO2, H2O dan NH4 sehingga
kandungan organik setelah proses menjadi turun. Unit pengolahan didesain dalam
2 tahap untuk penurunan BOD secara seri. Pada Oxydation I diharapkan BOD
turun dari 1600 ppm menjadi 700 ppm dan pada Oxydation Dicth II dari 700 ppm
menjadi 50 ppm.
Berdasarkan hasil data pengamatan selama 3 (tiga) bulan terlihat adanya
penurunan dari parameter parameter selama pengolahan sehingga dapat
memenuhi baku mutu yang disyaratkan. Penurunan BOD pada tangki Oxidation I
terjadi sebesar 56,25% untuk tangki Oxydation Ditch II terjadi penurunan sebesar
96,875 % dari yang pertama. Hal tersebut telah sesuai berdasarkan literature
dimana oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan
BOD dapat mencapai 85%-90% (Kusumawati, 2013). Selain itu, parameter COD
memperlihatkan penurunan 90% untuk yang pertama dan 96% untuk yang kedua.
Hal ini sesuai dengan literature dimana pengolahan limbah menggunakan lumpur
aktif dapat menurunkan konsentrasi COD >85 % (Lestari, 2003). TSS berkurang
66,7 % untuk yang pertama dan 80% untuk yang kedua, Oil & grease menurun
50% dan 75 % untuk yang kedua, sedangkan TDS nya tetap karena sudah
dibawah baku mutu yang disyaratkan, untuk Total N terjadi penurunan 61,5 %
pada tangki Oxydation Ditch I dan 76,92 % untuk yang kedua sedangkan untuk
penurunan temperatur relatif stabil penurunannya tidak terlalu tinggi karena
limbah cair yang keluar cukup hangat dan temperatur ambient cukup panas.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama tiga bulan dapat diambil
kesimpulan bahwa unit pengolah limbah dengan sistem Oxydation Ditch dalam
activated sludge dapat digunakan untuk pengolahan limbah cair dari pabrik
minuman ringan sejenis dengan kandungan BOD yang tidak terlalu tinggi serta
efisiensi yang dicapai sebesar 96,875%, COD 96%, TSS 80%, Oil & grease 75%,
TDS tetap 1200 ppm karena sudah dibawah baku mutu, Total N 76,92 %, pH
turun sekitar 41 % sedangkan temperatur turun menjadi 29oC.
2.3

Penanganan Limbah Secara Tersier


Pengolahan ini merupakan kelanjutan dari pengolahan sekunder

(Secondary Treatment). Pada sistem ini pengolahan limbah dengan kosentrasi

bahan pencemar tinggi atau limbah dengan parameter yang bervariasi banyak
dengan volume yang relatif banyak. Pengolahan limbah dengan cara ini biasanya
dilakukan untuk mengurangi kandungan amonia dan nitrat yang masih terkandung
dalam efluen setelah melewati proses pengolahan limbah secara sekunder.
Sistem operasinya dikenal dengan operasi biologi yaitu metode
pengolahan dengan menghilangkan senyawa pencemar melalui aktivitas
biological yang dilakukan pada peralatan unit proses biologi. Metode ini dipakai
terutama untuk menghilangkan bahan organic biodegaradable dalam limbah cair.
Senyawa-senyawa organik tersebut dikonversikan menjadi gas dan air yang
kemudian dilepaskan di atmosfer. Zat- zat organik dengan rantai korban panjang
diubah menjadi rantai ikatan karbon sederhana dan air yang berbentuk gas. Untuk
menghilangkan senyawa nitrogen dalam air dipakai proses aerasi dengan
menggunakan metode biologi. Unit proses dipakai pada proses biologi yaitu:
kolam aerobik, aerasi, lumpur aktif, kolan oksidasi, dan saringan biologi dan
kolam anaerobik. Berikut ini adalah tabel beberapa parameter pencemar dan
pilihan peralatan dan pengolahan:

Tabel 1. Parameter Pencemar dan Pilihan Peralatan dan Pengolahan

Sumber: Eddy dan Matclaf, 1991.

III.

KESIMPULAN
1. Penanganan limbah umumnya dibagi menjadi 3 yaitu primer,
sekunder, dan tersier.
2. Limbah yang diolah melalui ketiga tahap tersebut adalah limbah cair
hasil sisa pengolahan minuman ringan.
3. Penanganan secara primer dilakukan dengan proses lumpur aktif
dengan aerasi oksigen murni (sedimentasi).
4. Penanganan secara sekunder dilakukan dengan proses lagun aerasi,
parit oksidasi, lumpur aktif, dan saringan menetes
5. Penanganan secara tersier dilakukan dengan konversi senyawa organik
menjadi gas dan dilepaskan ke atmosfer.

DAFTAR PUSTAKA
Grady, Jr., C.P.L. and Lim, H.C., 1980. Biological Wastewater Treatment, theory
and application. Marcel Dekker, Inc. New York and Basel.
Jenie B, Dkk. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius, Jakarta.
Kusumawati E, 2013. Lumpur Aktif. Politeknik Negeri Bandung, Bandung.
Matcalf and Eddy. 1991. Wastewater Engineering: Treatment, Disposal and
Reuse, 3rd Eddition. Singapore: McGraw-Hill Book Co.
Rahayu, W. P. 2008. Penanganan Limbah Industri Pangan. Available at: http://
www.foodreview.biz (Diakses 1 Maret 2015 pukul 20.31 WIB).
Ritonga,

L. 2011. Penanganan Limbah Cair. Available


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28006/5/Chapter
%20I.pdf (Diakses pada 1 Maret 2015 pukul 06.56 WIB)

at

Anda mungkin juga menyukai