Anda di halaman 1dari 7

TINEA

Dr. Fransisca S. K (Fak. Kedokteran Univ. Wijaya Kusuma Surabaya @2000)

BAB I

PENDAHULUAN

Tinea Korporis adalah suatu penyakit kulit menular yang disebabkan oleh
jamur golongan dermatofita. Penyakit kulit ini mempunyai banyak sekali nama
lain, yaitu tinea sirsinata, tinea glabrosa, scherende flechte, kurap, herpes sircine
trichophytique, atau ringworm of the body.
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia terutama daerah tropis. Menyerang
pria maupun wanita semua umur terutama dewasa. Kebersihan perorangan
memegang peranan penting dalam pencegahan penyakit ini. Oleh karena itu kita
berusaha mencegah penularannya dengan terlebih dahulu mengetahui

gejala

klinis hingga pengobatan yang akan dibahas dalam bab selanjutnya.


Tujuan penulisan refrat ini antara lain sebagai prasyarat menempuh
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin RSUD
Dr.Moh.Saleh Probolinggo .Selain itu penulisan ini juga bertujuan untuk menggali
lebih dalam pengetahuan tentang Tinea corporis.Kiranya refrat ini berguna bagi
tenaga medis untuk mengetahui lebih dini dan memudahkan penatalaksanaannya,
serta bagi masyarakat umum agar penyakit ini dapat dicegah.

BAB II

II.1.

DEFINISI
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat

tanduk,misalnya stratum korneum pada epidermis,rambut dan kuku yang


disebabkan jamur golongan dermatofita.Dermatofitosis salah satu pembagiannya
berdasarkan lokasi bagian tubuh manusia yang diserang,salah satunya adalah
Tinea Korporis ,yaitu dermatofitosis yang menyerang daerah kulit tak berambut
(glabrous skin) pada wajah, badan, lengan, dan tungkai.(1)

II.2.

ETIOLOGI :
Spesies dari Trichophyton
Microsporum

disebut dermatofit. (4)

Epidermophyton

II.3.

GEJALA KLINIS
Lokasi pada wajah, badan, lengan dan kaki bagian atas .
Gejala subyektif yaitu gatal, dan terutama jika berkeringat (3)
Gejala obyektif yaitu efloresensi, terlihat makula atau plak yang berwarna
merah atau hiperpigmentasi dengan tepi aktif dan daerah bagian tengah
lebih tenang(central healing).Pada tepi lesi dijumpai papul-papul eritema
atau vesikel.Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan.Lesilesi pada umumnya merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan yang
lain.Terdapat lesi dengan pinggir yang polisiklik,karena beberapa lesi kulit
yang menjadi satu. (1)

II.4. DIAGNOSA BANDING


a.

DERMATITIS SEBOROIK
Dermatitis kronik yang terjadi pada daerah yang mempunyai banyak

kelenjar sebasea.Seperti pada muka,kepala,dada.

Efloresensi : Patch / plak eritematosa dengan skuama berwarna


kekuningan berminyak dengan batas tidak tegas. (1)

b.

PSORIASIS
Merupakan penyakit kulit yang bersifat kronik,residif,dan tidak

infeksius.
Efloresensi : plak eritematosa berbatas tegas ditutupi skuama
tebal,berlapis-lapis dan berwarna putih mengkilat.Terdapat tiga
fenomena,yaitu bila di gores dengan benda tumpul menunjukkan tanda
tetesan lilin. Kemudian bila skuama dikelupas satu demi satu sampai
dasarnya akan tampak bintik-bintik perdarahan,dikenal dengan nama
Auspitz sign.Adanya fenomena Koebner / reaksi isomorfik yaitu timbul lesilesi yang sama dengan kelainan psoriasis akibat bekas trauma / garukan. (1)

c.

PITIRIASIS ROSEA
Merupakan keradangan kulit akut berupa lesi papuloskuamosa pada

badan,lengan atas bagian proksimal dan paha atas.


Efloresensi : papul / plak eritematosa berbentuk oval dengan skuama
collarette(skuama halus di pinggir). Lesi pertama ( Mother patch/Herald
patch) berupa bercak yang besar,soliter,oval dan anular berdiameter dua
sampai enam cm.Lesi tersusun sesuai lipatan kulit sehingga memberikan
gambaran menyerupai pohon cemara (Christmas tree). (1)

d.

CANDIDOSIS INTERTRIGINOSA
Candidosis pada daerah lipatan kulit yang terasa gatal.
Efloresensi : Makula / patch eritematosa, berbatas tegas, berskuama

basah, sering disertai lesi satelit berupa vesikel vesikel dan pustula-pustula(1)

II.5 PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Kerokan kulit, rambut, kuku dengan cara terlebih dahulu tempat
kelainan dibersihkan dengan alkohol 70 % ,kemudian untuk :

1. Kulit tidak berambut : dari bagian tepi kelainan sampai dengan bagian
sedikit diluar kelainan sisik kulit & kulit dikerok dengan pisau tumpul
steril.
2. Kulit berambut : rambut dicabut pada bagian kulit yang mengalami
kelainan, kerok kulit untuk mengumpulkan sisik kulit. Pemeriksaan dengan
lampu wood dilakukan sebelum pengumpulan bahan untuk mengetahui lebih
jelas daerah yang terkena infeksi.
Pemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan dengan mikroskop,
mula-mula dengan pembesaran 10x10, 10x45, pemeriksaan dengan
pembesaran 10x100 biasanya tidak diperlukan.
Sediaan basah dengan meletakkan bahan di atas gelas alas, kemudian
ditambah 1-2 tetes KOH dengan konsentrasi 10 % untuk rambut, 20 % untuk
kulit & kuku. Setelah dicampur dengan larutan KOH ditunggu 15-20 menit,
agar jaringan dapat larut diperlukan pemanasan sediaan basah di atas api
kecil sampai sediaan mulai keluar uap. Bila pemanasan sudah cukup
tambahkan tinta parker super chroom blue black. Akan terlihat pada
sediaan kulit dan kuku, hifa sebagai 2 garis sejajar, terbagi oleh sekat dan
bercabang, maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit lama dan
atau sudah diobati.
Untuk menentukan spesies jamur pemeriksaan dilakukan dengan
menanamkan bahan klinis pada media buatan , yang paling baik medium
agar dekstrosa sabouraud ditambahkan antibiotik kloramfenikol atau
klorheksimid untuk menghidari kontaminasi jamur dan bakteri.(1)

II.6. PENYULIT
-

Infeksi sekunder.
Hal inidapat terjadi bila pasien yang menderita tinea corporis tidak
kunjung sembuh,memungkinkan terjadinya penurunan imunitas,
yang dapat memicu terjadinya infeksi sekunder oleh
bakteri,virus,maupun jamur yang lain.

Reaksi id.
Reaksi alergi akibat adanya infeksi jamur di tempat lain,berupa

vesikel-vesikel yang bergerombol.


-

Hiperpigmentasi

Kekambuhan (4)

II.7 PENATALAKSANAAN :
1. Bila masih basah / infeksi sekunder.
-

kompres dengan sol sodium chloride 0,9 % 3-5 hari

Kaps. Eritromisin 4dd 250 500 mg.


Anak-anak : 3-4 dd 12,5-37,5 mg/kgBB / dosis diberikan 5-7 hari.

2. Obat topical
Bila lesi tidak luas
-

krim mikonazole nitrat 2% pagi-sore.

Salep whitfield berisi asidum salisilium 3% dan asidum benzoikum


6%, pagi sore, jangan untuk daerah muka

Salep 2-4 asidum salisilicum 2% - sulfur presipitatum 4% pagi sore.

3. Obat oral
Tablet Griseofulvin (tabl:125mg,250mg,500mg)
-

dosis anak 10 mg/kg BB/hr

dosis dewasa 500-1000 mg/hr

diberikan 1x sesudah makan siang / 2x sehari sesudah makan

Indikasi pada tinea corporis yang luas, sering kambuh / dengan obat
topical tidak sembuh sembuh.
Dermatofitosis yang dengan griseofulvin tidak sembuh /
intoleransi. Lama pengobatan topikal atau / dan oral minimal 3 minggu
atau sampai dengan 1-2 mg sesudah KOH negatif, untuk mencegah
kekambuhan.

4. Obat tambahan
Tab. CTM 2-4 dd -1 tab.Diberikan bila rasa gatal mengganggu.
Anak : 4 dd 0,09 mg / kg BB / dosis. (4)

BAB III

KESIMPULAN

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat


tanduk,misalnya stratum korneum pada epidermis,rambut dan kuku yang
disebabkan jamur golongan dermatofita.Dermatofitosis dibagi berdasarkan lokasi
bagian tubuh manusia yang diserang.salah satunya adalah Tinea Korporis ,yaitu
dermatofitosis yang menyerang daerah kulit tak berambut (glabrous skin) pada
wajah, badan, lengan, dan tungkai.
Lokasi pada wajah, badan, lengan dan kaki bagian atas .Efloresensi, terlihat
makula atau plak yang berwarna merah atau hiperpigmentasi dengan tepi aktif dan
daerah bagian tengah lebih tenang(central healing).Pada tepi lesi dijumpai papulpapul eritema atau vesikel.Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat
garukan.Lesi-lesi pada umumnya merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan
yang lain.Terdapat lesi dengan pinggir yang polisiklik,karena beberapa lesi kulit
yang menjadi satu.Berdasar efloresensi diatas dapat dibedakan Tinea Corporis
dengan Dermatitis Seboroik,Psoriasis,Pitiriasis Rosea,Candidosis Intertriginosa.
Pengobatan antara lain secara topical maupun oral. Misalnya Krim miconazole
nitrat 2 % dan Griseofulvin tablet 500 mg,dosis dewasa 500-1000mg.
Penyulit dari Tinea Corporis adalah infeksi sekunder, reaksi id , hiperpigmentasi ,
serta kekambuhan .

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A,Hamzah M,Aisah S,Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,Edisi


III,2002,Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia,Jakarta(92-93)

2. Mansjoer A,Suprohaita,Wardhani W.I,Setiowulan W,Kapita Selekta


Kedokteran,Edisi III,Jilid II,2000,Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia,Jakarta (98-99)

3. Siregar R.S,Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit,Edisi


II,2005,Penerbit Buku Kedokteran EGC ,Jakarta

4. Suyoso S,dkk,Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Kulit dan


Kelamin 2004,RSUD dr.Soetomo Surabaya(82-91)

Anda mungkin juga menyukai