Chapter IItes
Chapter IItes
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Durian
Durian adalah nama tumbuhan tropik yang berasal dari Asia Tenggara,
sekaligus nama buahnya yang bisa dimakan. Nama ini diambil dari ciri khas kulit
buahnya yang keras dan berlekuk-lekuk tajam sehingga menyerupai duri. Varian
namanya yang juga populer adalah duren. Adapun klasifikasi ilmiah dari durian
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Class
: Agnoliophyta
Ordo
: Magnoliopsida
Family
: Bombacea
Genus
: Durio
Species
: Durio zibethinus
Tumbuhan durian ini sebenarnya bukanlah spesies tunggal tetapi sekelompok
tumbuhan dari marga (genus) Durio namun umumnya, yang dimaksud dengan durian
biasa (tanpa imbuhan apa-apa) adalah yang memiliki nama ilmiah Durio zibethinus
(Anonim, 2009).
2.2 Pektin
Pektin merupakan produk karbohidrat yang dimurnikan dan diperoleh dari
ekstrak asam encer dari bagian dalam kulit buah jeruk sitrus atau apel, terutama terdiri
dari asam poligalakturonat yang termetoksilasi sebahagian. Berbentuk serbuk kasar
atau halus, berwarna putih kekuningan, hampir tidak berbau dan memiliki rasa seperti
musilago. Hampir larut sempurna dalam 20 bagian air, membentuk cairan kental,
praktis tidak larut dalam etanol atau pelarut organik lainnya (Ditjen POM, 1995).
Pektin memiliki struktur molekul sebagai berikut (Lihat Gambar 1).
COOCH3
COOH
O
H
OH
H
H
OH
OH
H
H
OH
Pemanasan dengan asam akan menyebabkan hidrolisis gugus ester metil, seperti
halnya hidrolisa ikatan glikosida yang akhirnya menjadi asam galakturonat (Cruess,
1988).
Berat molekul rata-rata preparat pektin sangat bervariasi, berkisar antara
30.000 hingga 300.000, tergantung pada sumber, metode pembuatan dan metode
pengukuran. Sedangkan viskositas larutan pektin bergantung pada berat molekul,
derajat esterifikasi, pH, temperatur dan konsentrasi elektrolit. Peningkatan konsentrasi
elektrolit akan menyebabkan menurunnya viskositas (Kirk dan Othmer, 1967).
2.2.2 Ekstraksi Pektin
Ekstraksi pektin dapat dilakukan secara biokimia dan kimia. Secara kimia
pektin dapat diekstraksi dari jaringan tanaman dengan pemanasan dalam asam encer
sedangkan ekstraksi secara biokimia dengan menggunakan enzim, dimana enzimenzim ini berperan pada degradasi hidrolitik dari subtansi pektin yang terdiri dari
pektin metilesterase dan pektin poligalakturonase (Kirk dan Othmar, 1967).
Ekstraksi pektin secara kimia dapat dilakukan dengan cara mengekstraksi
dari berbagai kulit buah-buahan segar dengan pemanasan pada suhu 90-95C selama
satu jam dalam asam encer pada pH 4,5 menggunakan asam yang sesuai seperti asam
klorida. Pektin dalam filtrat diendapkan dengan menggunakan etanol 96% (Ranganna,
2000).
Lamanya waktu ekstraksi yang dilakukan mempengaruhi berat pektin yang
didapat, semakin lama waktu ekstraksi yang dilakukan maka semakin besar pula berat
pektin yang diperoleh dan kenaikan berat pektin sejalan dengan peningkatan suhu
pada proses ekstraksi dilakukan. Pencucian pektin dengan alkohol menghasilkan
jumlah pektin yang tidak terlalu jauh dengan pencucian tanpa menggunakan alkohol,
namun pektin yang dihasilkan memberikan warna yang lebih baik yaitu putih
kekuningan (Akhmalludin dan Kurniawan, 2005).
Pektin yang lebih mudah larut dalam air dapat diperoleh dengan
memodifikasi pH dan suhu pada metode ekstraksi. Pektin yang diperoleh dengan cara
ini memiliki rantai lebih pendek dan tidak bercabang sehingga akan lebih mudah larut
dibandingkan pektin yang memiliki rantai yang lebih panjang (Wong, et al., 2008).
2.2.3 Penggunaan Pektin
Pektin digunakan dalam bidang industri makanan dan dalam bidang farmasi.
Dalam bidang makanan pektin digunakan sebagai bahan pembentuk gel untuk
pembuatan jam dan jelly. Dimana kemampuan pektin membentuk gel tergantung pada
kandungan gugus metoksilnya. Kemampuan pektin untuk dapat membentuk gel
merupakan sifat yang unik dari pektin. Penggunaan pektin selain dari pembentuk gel
pektin juga digunakan dalam produk buah-buahan kemasan, juice dan es krim sebagai
penstabil (Cruess, 1988).
Penggunaan pektin dalam bidang farmasi digunakan untuk diare, dimana
pektin bekerja sebagai adsorbent dalam usus dan juga digunakan untuk obat luka
sebagai hemostatik agent. Selain itu pektin digunakan sebagai anti koagulan yang
memiliki efek heparin dan juga dapat digunakan untuk menurunkan kolesterol darah
pada diet kolesterol. Juga telah dilakukan penelitian penggunaan pektin juga dapat
digunakan sebagai antidotum yang efektif terhadap keracunan logam berat, melalui
pembentukan garam-garam yang tidak larut (Kirk dan Othmer, 1967).
melalui feses. Reaktivitas pektin terhadap ion logam berat sangat tergantung pada
derajat esterifikasinya (Kupchik, et al., 2005).
Didalam larutan, pektin berkumpul membentuk kantung-kantung dimana kantung ini
dapat membentuk komplek dengan kation logam. Setiap kantung tersebut bermuatan
negatif sehingga memiliki daya tarik yang kuat terhadap muatan positif dari kation
logam. Namun, pada logam yang beracun, terutama raksa, kadmium, dan logam
radioaktif memiliki afinitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan logam esensial.
Setelah logam terikat pada serat pektin maka dengan mudah dapat diekskresikan dari
tubuh melalui feses (Eliaz, et al., 2007).
2.4 Daya Serap Pektin
Pektin terdapat diseluruh jaringan tumbuhan terutama pada buah, pektin
memiliki kemampuan sebagai antidotum untuk pertama kali ditemukan pada tahun
1951, dan pada tahun 1952 dibuktikan secara in vivo terhadap penyerapan strontium
dalam jaringan gastroinstestinal. Strontium 0,1% yang terdapat dalam darah setelah
diberikan pektin dalam waktu 24 jam kandungan strontium dalam darah berkurang.
Pengikatan logam oleh pektin karena adanya gugus-gugus yang memiliki pasangan
elektron bebas terhadap kation logam seperti gugus karboksilat dan hidroksi yang
terdapat pada polimer pektin, sehingga kation logam dapat tertarik dan berikatan
membentuk kompleks pektin dan logam. (Endress, 1991).
Daya serap pektin dapat ditingkatkan dengan memodifikasi pektin, seperti
yang telah dilakukan Wong, at al (2008) yang memodifikasi pektin dari kulit buah
durian dan kulit buah jeruk membentuk rantai yang lebih pendek dan lebih larut.
Urutan efektifitas penyerapan logam dari pektin kulit durian adalah Cu > Pb > Ni >
Cd > Zn. Kelarutan pektin akan meningkat dengan derajat esterifikasi dan turunnya
berat molekul dan semakin mudah pektin larut dalam air maka akan semakin mudah
diidentifikasi dengan beberapa reaksi pengendapan, uji katalitik dengan thiosulfat dan
uji kering (uji nyala) menghasilkan nyala hijau dengan pembasahan asam klorida
pekat sebelum pemanasan (Vogel, 1989).
Unsur tembaga di alam ditemukan dalam bentuk logam bebas, namun lebih
banyak ditemukan dalam bentuk persenyawaan ion seperti CuCO3+, CuOH+ dan lain
sebagainya. Unsur tembaga juga terdapat dalam bentuk mineral yang teradapat pada
tanah dan batuan seperti kalkosit (Cu2S), kalkopirit (CuFeS2) dan bornit (Cu5FeS4).
Secara alamiah unsur tembaga dapat masuk ke dalam tatanan lingkungan sebagai
akibat dari peristiwa alam seperti erosi dari batuan mineral. Masuknya unsur tembaga
ke dalam tatanan lingkungan secara tidak alamiah akibat dari aktivitas manusia seperti
limbah dari industri yang menggunakan unsur tembaga dalam proses produksinya
(Palar, 2008).
2.4.2 Seng
Seng (Zn) merupakan logam yang berwana putih kebiruan, memiliki titik
lebur 410C dan mendidih pada 906C, sangat mudah larut dalam asam klorida encer
dan asam sulfat encer. Seng dapat diidentifikasi dengan beberapa reaksi pengendapan,
uji ditizon membentuk senyawa kompleks berwarna merah yang dapat diekstraksi
dengan tetraklorida (Vogel, 1989).
Seng di alam tidak berada dalam keadaan bebas, namun dalam bentuk terikat
dengan unsur lainnya berupa mineral seperti kalamin, franklinit, smithsonit, willemit
dan zinkit. Seperti halnya unsur tembaga, seng memasuki tatanan lingkungan secara
alamiah melalui proses erosi dan secara tidak alamiah terjadi oleh faktor limbah
industri (Widowati, dkk., 2008).
dengan cepat. Toksisitas kronis tergantung pada dosis yang tidak tinggi, tetapi
paparan yang menahun, gejala yang tidak mendadak dan terpapar pada seluruh bagian
organ (Soemirat, 2003).
Logam tembaga diketahui sebagai mineral esensial sejak tahun 1924 pada
waktu dilakukan penelitian pada tikus. Kegunaan tembaga sebagai logam esensial
yaitu sebagai pembentukan hemoglobin, pembebasan Fe dari sel ke plasma, berperan
dalam metabolisme oksigen dan berperan dalam pigmentasi pada rambut. Namun
kelebihan logam tembaga dapat menyebabkan keracunan. Keracunan logam tembaga
dapat menyebabkan keracunan yang kronis. Keracunan yang diakibatkan dari logam
tembaga adalah mual, muntah, diare, sakit perut hebat, hemolisis darah,
hemoglobinuria, nefrosis, kejang hingga menyebabkan kematian (Darmono, 1995).
Senyawa garam seng yang larut dalam air, biasanya digunakan pada
generator asap dan pengelasan, keracunan biasanya terjadi karena menghirup uap
seng tersebut, selain itu keracunan juga terjadi dari pemotongan logam, dan
melelehkan logam campuran seng. Akibat keracunan logam seng terutama iritasi
saluran pernafasan yang dapat menyebabkan edema paru dan kerusakan saluran nafas.
Batas paparan uap seng adalah 5 mg/meter3, dan batasan paparan uap seng klorida 1
mg/meter3 (Sartono, 2002). Namun logam seng juga merupakan logam esensial,
karena seng merupakan logam yang terbanyak yang berkaitan dengan enzim dimana
sekitar 200 jenis enzim mengandung seng (Darmono, 1995).
2.6 Penentuan Kadar Logam Tembaga dan Seng
Penentuan kadar logam tembaga dan seng dapat dilakukan dengan metode
titrasi kompleksometri menggunakan reaksi zat-zat pengkompleks organik dengan ion
logam. Zat pengkompleks yang paling sering digunakan adalah asam etilen diamina
tetra asetat (EDTA) yang membentuk senyawa kompleks yang stabil terhadap logam,
termasuk logam tembaga dan seng, kemudian dititrasi langsung dengan EDTA dalam
suasana asam dan ditentukan titik akhir titrasi menggunakan indikator jingga xylenol
atau dapat dititrasi dengan penambahan larutan penyangga menggunakan indikator 4(2-piridilazo) resorsinol. Logam tembaga dan seng juga dapat dititrasi pada suasana
basa menggunakan indikator Murexide (Sukardjo, 1990).
Penentapan kadar logam tembaga dan seng juga dapat dilakukan dengan cara
metode ekstraksi yang terdiri dari tahap pengkhelatan dengan ammonium pyrolidin
dithiocarbamate (APDC) dan dilakukan ekstraksi dalam methyl isobutyl keton
(MIBK) dan dilakukan pengukuran pada panjang gelombang 324,7 nm dan 213,9 nm
untuk analisis logam tembaga dan seng dengan tipe nyala udara asitilen (2200C)
menggunakan spektrofotometer serapan atom. Metode ini dilakukan untuk penetapan
kadar logam yang sangat kecil (Sofyan, 2010). Menurut Sony (2009) penetapan kadar
logam dapat dilakukan dengan tahap destruksi sampel terlebih dahulu yang kemudian
dapat dilarutkan dengan menggunakan pelarut yang sesuai seperti asam nitrat yang
kemudian dapat dilanjutkan dengan pengukuran menggunakan spektrofotometri
serapan atom.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Makanan Fakultas
Farmasi USU dan Laboratorium Penelitian Pabrik Kelapa Sawit RISPA Medan.
3.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan antara lain: Spektrofotometri Serapan Atom (GBC
Avanta ) (Gambar dapat dilihat pada lampiran 11 gambar 8), lemari asam, alas
pemanas, pengaduk magnetik, Neraca listrik (AND GF-200), pisau dapur, blander,
lemari pengering, termometer 100C, spatula, kertas saring Whatman no.42,
sentrifugasi dan alat alat gelas.
3.2 Bahan-bahan
Kulit buah durian, akuades, larutan CuSO4 10 mmol/L, larutan ZnSO4 10
mmol/L, HCl 1N, HCl 3N, HCl 4%, NaOH 2N, Etanol 95%, larutan standar tembaga
(Cu) 1000 ppm dan larutan standar seng (Zn) 1000 ppm.
3.3 Prosedur
3.3.1 Pembuatan Pereaksi
3.3.1.1 Pembuatan Larutan Asam Klorida
Untuk pembuatan larutan HCl 1N dengan cara mengambil larutan HCl pekat
sebanyak 8,5 ml yang dimasukan kedalam labu ukur 100 ml dan dicukupkan
volumenya dengan akuades hingga garis tanda. Untuk pembuatan larutan HCl 4%,
dengan mengambil larutan HCl pekat sebanyak 10,8 ml yang dimasukan kedalam
labu ukur 100 ml dan dicukupkan volumenya dengan akuades hingga garis tanda
(Ditjen POM, 1994).
x t (1-1/2
)dk. SD
( Xi - X )
n
(Harmita, 2004).
n-1