Anda di halaman 1dari 3

TINJAUAN ATAS BEBAN ANGGARAN DAN KESINAMBUNGAN FISKAL

Oleh: Tigor Ramadhan Lubis


Mahasiswa Program D IV Akuntansi Kurikulum Khusus
Kelas 8C

ABSTRAKSI
Peran pengelolaan utang dalam kaitannya dengan kebijakan fiskal tidak hanya terkait dengan cara mengisi
kesenjangan pembiayaan. Pengelolaan utang, dalam kaitannya dengan kondisi fiskal jangka panjang, juga
harus mampu berperan dalam pengelolaan portofolio untuk mendukung kesinambungan fiskal. Kesinambungan
fiskal mengandung pengertian umum sebagai suatu kondisi dimana struktur APBN secara dinamis mampu
menjalankan fungsi sebagai stabilisator perekonomian serta mampu memenuhi berbagai beban pengeluaran
atau kewajiban, baik eksplisit maupun implisit untuk saat ini dan yang akan datang secara aman. Sebagai
indikator yang lazim digunakan adalah defisit APBN yang berada pada tingkat yang relatif rendah dan dapat
dikelola (manageable) serta diiringi oleh rasio kewajiban jangka panjang terhadap PDB yang makin menurun.
Kata kunci : kesinambungan fiskal, contingent liabilities, neraca risiko pemerintah.

Pendahuluan
Isu kesinambungan fiskal adalah penting
untuk dibahas saat ini. Selain menjadi dasar bagi
kestabilan makroekonomi, kebijakan fiskal dapat
dianggap berkesinambungan jika pemerintah tidak
mengalami kesulitan keuangan untuk membiayai
anggaran dalam jangka panjang. Impilkasi dari hal
tersebut adalah kesinambungan fiskal sangat
bergantung pada kemampuan pemerintah untuk
memperoleh sumber penerimaan pajak melalui
pertumbuhan ekonomi, sumber pembiayaan
melalui penerimaan bukan pajak (seperti penjualan
aset atau privatisasi dan restrukturisasi utang),
serta efisiensi kebutuhan anggaran melalui
peningkatan penerimaan maupun penajaman
pengeluaran.
Pemerintah
perlu
menjamin
kesinambungan fiskal untuk menjaga terhadap
ancaman keruntuhan keuangan negara. Selain itu,
menjaga nilai country risk Indonesia tidak naik,
yang nantinya akan mengakibatkan menurunnya
peringkat dan menghambat investasi ke Indonesia.
Sejauh ini dari penghitungan yang
dihasilkan oleh para ahli, menunjukkan bahwa
kesinambungan fiskal masih terjamin. Perlu diingat
juga bahwa proyeksi ini didasarkan pada asumsi
bahwa berbagai indikator makroekonomi, seperti
pertumbuhan, nilai tukar, tingkat bunga, dan inflasi
relatif stabil.
Pertanyaan penting yang harud diajukan
adalah apa yang akan terjadi jika kondisi
makroekonomi Indonesia mengalami guncangan?
Secara lebih spesifik, apa yang akan terjadi jika
pemerintah harus menganggung beban akibat
berbagai persoalan yang dihadapi. Seperti naiknya
harga minyak, nilai tukar rupiah yang melemah
atau jatuh tempo utang, program penjaminan
perbankan, serta kasus sengketa perjanjian seperti

Karaha Bodas Company (KBC) dan kasus Cemex


yang melalui proses abritase.
Tinjauan Teori
Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability)
adalah
kemampuan
pemerintah
untuk
mempertahankan pengeluaran lancarnya, pajak
dan kebijakan lainnya dalam waktu yang lama
tanpa mengancam solvabilitas pemerintah atau
melalaikan pada beberapa kebijakan dan
pengeluaran utang.
Contingent liability adalah kewajiban suatu
entitas untuk melunasi utangnya dengan cara
membayar sejumlah uang dengan memperhatikan
faktor di masa yang akan datang. Hal ini biasanya
engacu pada hasil atas gugatan dan pengaruh atas
harga saham.
Pembahasan
1. Kondisi Eksternal Saat Ini
Kita perlu mengingat kembali tentang
rentannya fiskal terhadap perubahan kondisi
eksternal, seperti melemahnya nilai tukar,
meningkatnya harga minyak, serta jika terjadi risiko
fiskal akibat contingent liabilities (kewajiban yang
harus dipenuhi jika sesuatu hal terjadi). Pemerintah
Indonesia perlu membahas hal ini, yang akan
menjalankan pemerintahan selama lima tahun
mendatang,
untuk
menjamin
adanya
kesinambungan fiskal, jika dikaitkan dengan
beberapa isu aktual saat ini, seperti di bawah ini.
a. Nilai tukar rupiah melemah. Jika melemahya
nilai tukar rupiah berlanjut dan berlangsung
lama, maka ada risiko target anggaran
terganggu.
Pemerintah
perlu
mempertimbangkan untuk melakukan revisi
atas asumsi anggaran dengan memperhatikan

pola menurunnya rupiah bersifat temporer


atau permanen. Hal itu mengingat gejala ini
juga bersumber pada situasi eksternal, yakni
melemahnya hampir semua mata uang
terhadap dollar Amerika Serikat (AS).
b. Harga minyak yang tinggi. Harga minyak yang
meningkat secara tajam yang berlangsung
dalam jangka panjang, dapat memengaruhi
anggaran pemerintah. Dari sisi penerimaan,
kenaikan harga minyak akan meningkatkan
penerimaan anggaran melalui penerimaan.
Namun, sesuai dengan Undang-Undang
Otonomi Daerah, penerimaan pemerintah dari
minyak harus dibagi dengan pemerintah
daerah karena jumlah neto dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
sebenarnya tidak setinggi kenaikan harga
minyak itu sendiri.
Di sisi lain, harga minyak yang tinggi akan
menambah berat beban bagi anggaran
pemerintah. Subsidi bahan bakar minyak
(BBM) tahun ini diperkirakan mencapai Rp 12
triliun, dengan asumsi harga minyak 21 dollar
AS per barrel. Jika harga tetap bertahan pada
sekitar 41 dollar AS per barrel, maka jelas
beban anggaran akan meningkat secara
signifikan sehingga target dari defisit anggaran
pun menjadi semakin berat.
c. Tekanan fiskal sebagai efek permasalahan
bidan hukum dan kontrak. Terdapat dua kasus
yang mengemuka dalam poin ini. Kasus
pertama adalah kasus KBC dan yang kedua
adalah kasus arbitrase internasional Cemex.
Dalam kasus KBC, pemerintah memutuskan
untuk menalangi utang Pertamina sebesar 250
juta dollar AS, dari total beban yang harus
dibayar sebesar 294 juta dollar AS. Dana
sebesar itu kemudian dijadikan penyertaan
modal pemerintah. Dalam kasus Cemex, jika
Pemerintah
Indonesia
kalah
dalam
menghadapi gugatan Cemex, maka terdapat
kemungkinan Pemerintah Indonesia harus
membayar 400 juta- 500 juta dollar AS.
2. Studi Akademis
Tekanan fiskal yang dapat terjadi karena
soal-soal contingent liabilities dalam jangka pendek.
LPEM- FEUI (2003) melakukan studi dengan
menghitung neraca risiko pemerintah dalam 30
tahun kedepan. Perhitungan yang dilakukan masih
relatif kasar dan tidak bisa menangkap semua aspek
neraca pemerintah, karena keterbatasan data dan
informasi yang ada.
Namun, ada satu temuan penting: studi ini

menunjukkan jika aset dan kewajiban pemerintah


dalam 30 tahun ke depan dihitung dengan
menggunakan nilai saat ini (present value), maka
nilai bersih anggaran pemerintah adalah negatif
lebih dari Rp 2.000 triliun. Estimasi neraca risiko
fiskal yang pernah dilakukan Bank Dunia (2002) juga
memberikan nilai negatif net worth sebesar Rp
1.339,8 triliun untuk base case scenario; negatif Rp
980,3 triliun untuk better-case scenario; dan negatif
Rp 2.383,8 triliun untuk worse-case scenario.
Simulasi LPEM-FEUI juga menunjukkan
bahwa jika keadaan makro terus stabil dan tak ada
guncangan eksternal, maka rasio utang pemerintah
serta indeks kesinambungan fiskal akan terus
menurun. Artinya, kesinambungan fiskal akan
semakin terjamin. Dan untuk mencapai target rasio
utang terhadap PDB sebesar 60 persen pada tahun
2007, rasio penerimaan pajak yang dibutuhkan
adalah sebesar 15 persen. Artinya, jika rasio pajak
dapat ditingkatkan 1 persen per tahun, maka
kondisi ini akan tercapai. Namun, apabila
contingent
liabilities
dimasukkan
dalam
perhitungan, maka indeks kesinambungan fiskal
akan meningkat, yang artinya kesinambungan fiskal
terancam. Perhitungan LPEM-FEUI menunjukkan
untuk rasio utang terhadap PDB sebesar 78 persen
saja, dibutuhkan surplus anggaran sebesar 4 persen.
Artinya, rasio penerimaan pajak harus ditingkatkan
menjadi 17 persen dari sekitar 13,4 persen. Jelas
sesuatu yang amat sulit dicapai oleh pemerintah.
Terlihat bahwa untuk kesinambungan fiskal
pemerintah harus berhati-hati dalam menyusun
aset dan kewajibannya. Hasil negatif net worth yang
diperoleh dari pendekatan ini menunjukkan, kondisi
fiskal Indonesia sangat rentan jika terjadi suatu hal
dalam perekonomian, atau jika pelaku-pelaku
ekonomi mengalami kegagalan. Tanggungan
pemerintah menjadi sangat besar dan ini
membahayakan kondisi fiskal.
Penutup
Isu kesinambungan fiskal merupakan
masalah penting yang harus dihadapi oleh
pemerintah saat ini, dan di masa depan nanti.
Perhitungan yang dilakukan oleh pihak akademis
tersebut di atas, adalah perhitungan potensi beban
risiko fiskal dan bukan beban nyata saat ini. Dalam
mempertimbangkannya, sebaiknya kita melihat
semua potensi permasalahan yang ada.
Daftar Pustaka
______. Analisis Ekonomi Chatib M Bisri. Diakses
pada tanggal 24 Februari 2014 melalui laman

http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=
4151&coid=2&caid=19&gid=2
______. Fiscal sustainability Definisi. Diakses
pada tanggal 24 Februari 2014 melalui laman
http://en.wikipedia.org/wiki/Fiscal_sustainability
______. Contingent liabilities examples? Diakses
pada tanggal 23 Februari 2014 melalui laman
http://www.ask.com/question/what-arecontingent-liabilities
______. Pemerintah Targetkan Cemex Cabut
Gugatan Arbitrase Internasional. Diakses pada
tanggal 23 Februari 2014 melalui laman
http://perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?fil
e=digital/blob/F23914/Pemerintah%20TargetkanMIl.htm
Waluyanto,
Rahmat.
Pengelolaan
Utang
Pemerintah Surat Utang Negara (SUN), Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN), dan Pinjaman
Program. Dalam buku Kebijakan Fiskal: Pemikiran,
Konsep, dan Implementasi.

Anda mungkin juga menyukai