Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN EPILEPSI

Nama : DEDI SUMADI


Nim : 2012610037

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2014

laporan pendahuluan epilepsi


A.

PENGERTIAN

Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat lepasnya
muatan listrik otak yang berlebihan dan bersifat reversibel (Dychan, 2008).
Epilepsi merupakan gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak yang
dikarakteristikkan oleh kejang berulang. Kejang merupakan akibat dari pembebasan listrik
yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba,
terjadi gangguan kesadaran ringan, aktivitas motorik, atau gangguan fenomena
sensori (Anonim, 2008).
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu sindrom yang ditandai oleh gangguan fungsi otak yang
bersifat sementara dan paroksismal, yang memberi manifestasi berupa gangguan, atau
kehilangan kesadaran, gangguan motorik, sensorik, psikologik, dan sistem otonom, serta
bersifat episodic (Turana, 2007).

B.

ETIOLOGI

Adapun penyebab epilepsi, yaitu: (Piogama, 2009)


1.

Epilepsi Primer (Idiopatik)

Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak ditemukan kelainan pada
jaringan otak, diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dan
sel-sel saraf pada area jaringan otak yang abnormal.
2.

Epilepsi Sekunder (Simtomatik)

Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada jaringan
otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawa sejak lahir atau adanya jaringan parut
sebagai akibat kerusakan otak pada waktu lahir atau pada masa perkembangan anak, cedera
kepala (termasuk cedera selama atau sebelum kelahiran), gangguan metabolisme dan nutrisi
(misalnya hipoglikemi, fenilketonuria (PKU), defisiensi vitamin B6), faktor-faktor toksik
(putus alkohol, uremia), ensefalitis, anoksia, gangguan sirkulasi, dan neoplasma.

C.

FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI

Faktor predisposisi dan presipitasi yang dapat memicu timbulnya epilepsi: (Dychan, 2008).
1.

Demam, kurang tidur, keadaan emosional.

2.
Pernah menderita sakit berat, khususnya yang disertai dengan gangguan kesadaran,
kejang-kejang.
3.

Pernah menderita cedera otak/operasi otak

4.

Pemakaian obat-obat tertentu

5.

Ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga

D.

PATOFISIOLOGI

Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum

Kelainan biokimiawi di tingkat membran sel:


-

Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.

Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan


apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara berlebihan.
Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam
repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gamaaminobutirat (GABA).
Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang
mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron
Peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter
inhibitorik.
E.

TANDA DAN GEJALA

Manifestasi dari epilepsi, yaitu: (Turana, 2007)


1.

Sawan Parsial (lokal, fokal)

a.

Sawan Parsial Sederhana : sawan parsial dengan kesadaran tetap normal

1)

Dengan gejala motorik:

Fokal motorik tidak menjalar: sawan terbatas pada satu bagian tubuh saja

Fokal motorik menjalar : sawan dimulai dari satu bagian tubuh dan menjalar meluas
ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson.
-

Versif : sawan disertai gerakan memutar kepala, mata, tubuh.

Postural : sawan disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap tertentu

Disertai gangguan fonasi : sawan disertai arus bicara yang terhenti atau pasien
mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu
2)
Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial; sawan disertai halusinasi sederhana
yang mengenai kelima panca indera dan bangkitan yang disertai vertigo.
-

Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk jarum.

Visual : terlihat cahaya

Auditoris : terdengar sesuatu

Olfaktoris : terhidu sesuatu

Gustatoris : terkecap sesuatu

Disertai vertigo

3)
Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium, pucat,
berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil).
4)

Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)

Disfagia : gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata, kata atau bagian
kalimat.
Dimensia : gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah mengalami,
mendengar, melihat, atau sebaliknya. Mungkin mendadak mengingat suatu peristiwa di masa
lalu, merasa seperti melihatnya lagi.
-

Kognitif : gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.

Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.

Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih besar.

Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada yang bicara, musik, melihat suatu
fenomena tertentu, dll.
b.

Sawan Parsial Kompleks (disertai gangguan kesadaran)

1)
Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran mula-mula baik
kemudian baru menurun.
Dengan gejala parsial sederhana {a1). - a4).} : gejala-gejala seperti pada golongan
{a1). - a4).} diikuti dengan menurunnya kesadaran.
Dengan automatisme, yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul dengan sendirinya,
misalnya gerakan mengunyah, menelan, raut muka berubah seringkali seperti ketakutan,
menata sesuatu, memegang kancing baju, berjalan, mengembara tak menentu, dll.

2)
Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun sejak permulaan
kesadaran.
-

Hanya dengan penurunan kesadaran

Dengan automatisme

c.

Sawan Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik, klonik)

Sawan parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum.

Sawan parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum.

Sawan parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu berkembang
menjadi bangkitan umum.
2.

Sawan Umum (Konvulsif atau NonKonvulsif)

a.

Sawan lena (absence)

Pada sawan ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak membengong, bola
mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak bicara. Biasanya sawan ini
berlangsung selama menit dan biasanya dijumpai pada anak.
b.

Lena tak khas (atipical absence)

Gangguan tonus yang lebih jelas serta permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.
c.

Sawan Mioklonik

Pada sawan mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau lemah sebagian
otot atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada
semua umur.
d.

Sawan Klonik

Pada sawan ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tunggal multiple
di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama sekali pada anak.
e.

Sawan Tonik

Pada sawan ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku pada wajah dan
bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi tungkai. Sawan ini juga terjadi pada
anak.
f.

Sawan Tonik-Klonik

Sawan ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan nama grand mal.
Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu sawan. Pasien
mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira
menit diikuti kejang-kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti

sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika
kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan napas. Mungkin pula pasien
kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya,
dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan
keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.
g.

Sawan atonik

Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien terjatuh.
Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Sawan ini terutama sekali dijumpai pada
anak.
3.

Sawan Tak Tergolongkan

Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang ritmik,
mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau pernapasan yang mendadak berhenti
sederhana.

F.

KOMPLIKASI

Menurut (Pinzon, 2007) komplikasi yang mungkin timbul akibat epilepsi antara lain: cedera
kepala, cedera mulut, luka bakar dan fraktur.

G.

PROGNOSIS

Pada dasarnya kualitas hidup penderita epilepsi lebih rendah daripada populasi
normal, Penelitian Shackleton dkk (1999) menyimpulkan bahwa risiko kematian meningkat
pada penyandang yang berumur kurang dari 20 tahun (RR 7,6, 95% CI 6,58,7). Standardized Mortality Ratio (SMR) pada laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan
3,6 (95% CI 3,1-4,0) berbanding 2,6 (95% CI 2,2-3,0). Penelitian Camfield dkk (2002)
menunjukkan bahwa prediktor utama terjadinya kematian pada penyandang epilepsi anakanak adalah adanya defisit neurologis yang menyertai epilepsi (RR : 22,03, 95% CI 6,9769,65). (Pinzon, 2007)

H.

PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN

1.

2.

Penatalaksanaan medis (Sri D, 2007)


Obat

Jenis epilepsi

Efek samping yg mungkin


terjadi

Karbamazepin

Generalisata, parsial

Jumlah sel darah putih & sel


darah merah berkurang

Etoksimid

Petit mal

Jumlah sel darah putih & sel


darah merah berkurang

Gabapentin

Parsial

Tenang

Lamotrigin

Generalisata, parsial

Ruam kulit

Fenobarbital

Generalisata, parsial

Tenang

Fenitoin

Generalisata, parsial

Pembengkakan gusi

Primidon

Generalisata, parsial

Tenang

Valproat

Kejang infantil, petit mal

Penambahan berat badan,


rambut rontok

Penatalaksanaan keperawatan

Tindakan yang dapat dilakukan, antara lain: (Sri D, 2007)


-

Jangan panik karena serangan akan berhenti sendiri

Bebaskan jalan nafas, longgarkan baju

Bila mulut terbuka, masukkan bahan empuk diantara gigi

Bila mulut tertutup jangan dibuka paksa

Miringkan kepala agar ludah keluar

Jangan memberi minum sebelum klien benar-benar sadar

Anda mungkin juga menyukai