Anda di halaman 1dari 13

REFERAT

UVEITIS ANTERIOR

Pembimbing :
Dr. Sumarini Markum. Sp.M

Disusun Oleh :
Irene Ratnasari 1102010131

KEPANITERAAN KLINIK ILMU MATA


RSUD PASAR REBO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA

PENDAHULUAN
Uvea adalah organ yang terdiri dari beberapa kompartemen mata yang berperan besar
dalam vaskularisasi bola mata. Terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. Uveitis didefinisikan
sebagai inflamasi yang terjadi pada uvea. Meskipun demikian sekarang istilah uveitis digunakan
untuk menggambarkan berbagai bentuk inflamasi intraokuler yang tidak hanya pada uvea tetapi
juga struktur yang ada didekatnya, baik karena proses infeksi, trauma, neoplasma maupun
autoimun (Ilyas, 2012).
Secara anatomis uvea merupakan lapisan vascular tengah mata dan dilindungi oleh
kornea dan sclera, juga merupakan lapisan yang memasok darah ke retina. Perdarahan uvea
dibagi antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus yang
masuk menembus sclera ditemporal dan nasal dekat tempat masuk saraf optic dan 7 buah arteri
siliar anterior yang terdapat 2 pada setiap otot superior, medial, inferior serta pada otot rektus
lateral. Arteri siliar anterior posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkulari
mayor pada badan siliar. Uvea posterior mendapat perdarahan dari 15-20 arteri siliar posterior
brevis yang menembus sclera disekitar tempat masuk saraf optik (Ilyas, 2012).
ANATOMI FISIOLOGI

Uvea merupakan lapisan vaskular di dalam bola mata yang terdiri dari iris, korpus siliar, dan
koroid. Bagian ini dilindungi oleh kornea dan sklera. Uvea ikut memasok darah ke retina. Uvea
dibagi menjadi 2 bagian yaitu uvea anterior yang terdiri dari iris dan badan siliar dan uvea
posterior yaitu koroid (Vaughan et al,2007)

1. Iris
Iris adalah perpanjangan korpus siliare ke anterior. Iris berupa permukaan pipih dengan
apertura bulat di tengahnya yang disebut dengan pupil. Iris terletak bersambungan dengan
permukaan anterior lensa, yang memisahkan kamera okuli anterior dan kamera okuli posterior,
yang masing-masing berisi humor aqueus. Di dalam stroma iris terdapat sfingter dan otot-otot
dilator . Ada 2 otot yang ada di dalam iris antara lain otot sfingter pupil (M. sphincter pupillae)
yang berjalan sirkuler, yang terletak di dalam dekat pupil dan dipersarafi oleh saraf parasimpatis
(N. III), dan otot dilatator pupil (M. dilatator pupillae) yang berjalan radier dari akar iris ke pupil,
terletak di bagian posterior stroma dan disarafi oleh saraf simpatis . Iris mengendalikan
banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata (Vaughan,2007)
Terdapat trias akomodasi yaitu:
-

Kontraksi dari otot siliaris yang berguna agar zonula Zinii mengendor, lensa dapat
mencembung, sehingga cahaya yang datang dapat difokuskan ke retina.

Konstriksi dari otot rektus internus, sehingga timbul konvergensi dan mata tertuju
pada benda itu.

Konstriksi otot konstriksi pupil dan timbullah miosis, supaya cahaya yang masuk tak
berlebih, dan terlihat dengan jelas.

2. Badan Siliar
Pada potongan melintang korpus siliare secara kasar berbentuk cincin segitiga yang
membentang ke depan dari ujung anterior khoroid ke pangkal iris ( 6mm). Terdiri dari dua
zona, yaitu zona anterior dengan permukaan berjonjot lekuk dan menonjol yang disebut dengan
pars pikata ( 2mm), dan zona posterior yang datar dengan permukaan licin disebut pars plana (
4mm). Processus siliaris ini berasal dari pars plikata. Processus siliaris ini terutama terbentuk
dari kapiler-kapiler dan vena yang bermuara ke vene-vena vorteks. Kapiler-kapilernya besar dan
berlobang-lobang sehingga membocorkan fluoresin yang disuntikkan secara intravena. Ada dua
lapis epitel siliaris: satu lapisan tanpa pigmen di sebelah dalam, yang merupakan perluasan
neuroretina ke anterior, dan lapisan berpigmen di sebelah luar, yang merupakan perluasan lapisan

epitel pigmen retina. Prosessus siliaris dan epitel siliaris pembungkusnya berfungsi sebagai
pembentuk humor aquaeus (Vaughan,2007).
Korpus siliaris mengandung otot polos yang tersusun longitudinal, sirkular, dan radial. Otototot ini berfungsi untuk menarik dan mengendorkan serabut zonula Zinni, yang menghasilkan
perubahan tegangan pada kapsul lensa. Ketegangan kapsul lensa yang berubah akan
menyesuaikan kekuatan lensa mata sesuai dengan jarak benda yang dilihat agar bayangannya
tepat di retina (Vaughan,2007).
Procesus siliaris mengandung terutama pembuluh kapiler dan venanya yang
menumpahkan darahnya ke luar melalui vena vorticosa. Kapilernya besar dan mudah dirembesi
larutan suntikan fluresin. Pars plana terdiri atas selapis tipis otot siliaris dan pembuluh siliar yang
diselimuti epitel siliar. Serabut zonula berorigo di lekukan dari procesus siliaris. Pembuluh darah
dibadan siliar berasal dari sirkulus iridis mayor, sedang syaraf sensoris berasal dari saraf siliaris
(Vaughan,2007).
DEFINISI

Uveitis anterior adalah peradangan mengenai iris dan jaringan badan siliar (iridosiklitis)
biasanya unilateral dengan onset akut. Menurut American Optometric Association (AOA) tahun
2004, uveitis anterior adalah suatu proses inflamasi intraokular dari bagian uvea anterior hingga
pertengahan vitreus. Penyakit ini dihubungkan dengan trauma bola mata, dan juga karena
berbagai penyakit sistemik seperti juvenile rheumatoid, artritis, ankylosing spondilitis,Sindrom
Reiter, sarcoidosis, herpes zoster, dan sifilis (AOA,2004),

EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia belum ada data yang akurat mengenai jumlah kasus uveitis . Di Amerika
Serikat ditemukan angka kejadian uveitis anterior adalah 8-12 orang dari 100.000 penduduk per
tahun. Insidensinya meningkat pada usia 20-50 tahun dan paling banyak pada usia sekitar 30-an.
Menurut AOA (2004), berdasarkan etiologinya ada beberapa faktor resiko yang menyertai
kejadian uveitis anterior antara lain, penderita toxoplasmosis dan yang berhubungan dengan
hewan perantara toxoplasma. Beberapa penyakit menular seksual juga meningkatkan angka
kejadian uveitis anterior seperti sifilis, HIV, dan sindroma Reiter.
KLASIFIKASI
Berdasarkan spesifitas penyebabnya uveitis anterior dapat dibagi atas uveitis infeksius,
uveitis non infeksius, dan uveitis tanpa penyebab yang jelas. Uveitis infeksius dapat disebabkan
oleh bakteri, jamur, dan virus. Uveitis non infeksius dapat disebabkan oleh agen non spesifik
(endotoksin dan mediator peradangan lainnya), agen spesifik pada mata (oftalia simpatika,
uveitis imbas lensa), dan penyakit sistemik seperti Behcet, sarkoidosis, sindroma Reiter, dll.
Berdasarkan asalnya uveitis anterior dibedakan menjadi, uveitis eksogen dan uveitis
endogen. Uveitis eksogen pada umumnya dikarenakan oleh trauma, operasi intra okuler, ataupun
iatrogenik. Sedangkan uveitis endogen dapat disebabkan oleh fokal ifeksi di organ lain maupun
reaksi autoimun (Anonim,2008)
Secara klinis (menurut cara timbul dan lama perjalanan penyakitnya) uveitis anterior
dibedakan menjadi uveitis anterior akut dan uveitis anterior kronis. Uveitis anterior akut
biasanya timbulnya mendadak dan perjalanan penyakitnya kurang dari 5 minggu. Sedangkan
yang kronik mulainya berangsur-angsur, dan perjalanan penyakitnya dapat berbulan-bulan
maupun tahunan (Vaughan et al,2007)
Klasifikasi uveitis anterior berdasarkan patologi anatominya terdiri dari tipe
granulomatosa dan non granulomatosa. Tipe granulomatosa infiltratnya terdiri dari sel epiteloid
dan makrofag. Sedangkan tipe non granulomatosa infiltratnya terdiri dari sel plasma dan limfosit
(Ilyas,2012)

Klasifikasi uveitis anterior berdasarkan ICD-9-CM dibagi atas:


1. Uveitis anterior akut
-

Uveitis anterior traumatik

Uveitis anterior idiopatik

Uveitis berhubungan dengan HLA-B27

Sindrom Behcet

Uveitis anterior terinduksi lensa

Sindrom Masquerade

2. Uveitis anterior kronis


-

Juvenile rheumatoid arthritis

Uveitis anterior dengan uveitis posterior primer

Fuchs heterocromic iridocyclitis

ETIOLOGI
Penyebab terjadinya uveitis anterior dibagi menjadi beberapa golongan antara lain: autoimun,
infeksi, keganasan, dan lain-lain. Penyebab autoimun terdiri dari: artritis Rhematoid juvenile,
spondilitis ankilosa, sindrom Reiter, kolitis ulseratif, uveitis terinduksi-lensa, sarkoidosis,
penyakit crohn, psoriasis. Penyebab infeksi terdiri dari: sipilis, tuberkulosis, lepra, herpes
zooster, hepes simpleks, onkoserkiasis, adenovirus. Untuk penyebab keganasan terdiri dari:
sindrom masquerada, retinoblastoma, leukemia, limfoma, melanoma maligna. Sedangkan yang
lainnya berasal dari: iridopati, uveitis traumatika, ablatio retina, gout, dan krisis
glaukomatosiklitik (Vaughan et al, 2007).

BACTERIAL/
SPIROCHETAL

VIRAL

FUNGAL

PARASITIC

Atypical
mycobacteria

Cytomegalovirus

Aspergillosis

Acanthamoeba

Epstein-Barr

Blastomycosis

Cystercercosis

Herpes simplex

Candidiasis

Onchocerciasis

Herpes zoster

Coccidioidomycosis

Pneumocystis
carinii

Cryptococcosis

Toxocariasis

Toxoplasmosis

Brucellosis

Cat scratch
disease

Leprosy

Leptospirosis

Lyme disease

um

Propionibacteri-

Syphilis

Tuberculosis

Human T cell
leukemia virus

Mumps

Histoplasmosis

Rubeola

Sporotrichosis

Vaccinia

HIV-1

West Nile virus

Whipple's
disease

(Anonim,2008).
PATOFISIOLOGI
Peradangan traktus uvealis banyak penyebabnya dan dapat mengenai satu atau ketiga
bagian secara bersamaan. Bentuk uveitis paling sering terjadi adalah uveitis anterior akut (iritis),
umumnya unilateral dan ditandai dengan adanya riwayat sakit, fotopobia dan penglihatan kabur,
mata merah, dan pupil kecil serta ireguler. Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya
unilateral, biasanya terjadi pada orang dewasa dan usia pertengahan. Pada kebanyakan kasus
penyebabnya tidak diketahui. Berdasarkan patologi dapat dibedakan dua jenis besar uveitis: yang
non-granulomatosa (lebih umum) dan granulomatosa.
Uveitis non-granulomatosa terutama timbul di bagian anterior traktus ini, yaitu iris dan
korpus siliaris. Terdapat reaksi radang, dengan terlihatnya infiltrat sel-sel limfosit dan sel plasma
dengan jumlah cukup banyak dan sedikit mononuklear. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan
fibrin besar atau hipopion di kamera okuli anterior (Vaughan et al,2007).
Badan siliar berfungsi sebagai pembentuk cairan bilik mata (humor aqueus) yang
memberi makanan kepada lensa dan kornea. Dengan adanya peradangan di iris dan badan siliar,
maka timbullah hiperemi yang aktif, pembuluh darah melebar, pembentukan cairan bertambah,

sehingga dapat menyebabkan glaukoma sekunder. Selain oleh cairan bilik mata, dinding
pembuluh darah dapat juga dilalui oleh sel darah putih, sel darah merah, dan eksudat yang akan
mengakibatkan tekanan osmose cairan bilik mata bertambah dan dapat mengakibatkan
glaukoma. Cairan dari bilik mata belakang melalui celah antar lensa iris, dan pupil ke kamera
okuli anterior. Di kamera okuli anterior, oleh karena iris banyak mengandung pembuluh darah,
maka suhunya meningkat dan berat jenis cairan berkurang, sehingga cairan akan bergerak ke
atas. Di daerah kornea karena tidak mengandung pembuluh darah, suhu menurun dan berat jenis
cairan bertambah, sehingga di sini cairan akan bergerak ke bawah. Sambil turun sel-sel radang
dan fibrin dapat melekat pada endotel kornea, membentuk keratik presipitat yang dari depan
tampak sebagai segitiga dengan endapan yang makin ke bawah semakin besar. Di sudut kamera
okuli anterior cairan melalui trabekula masuk ke dalam kanalis Schlemn untuk menuju ke
pembuluh darah episklera. Bila keluar masuknya cairan ini masih seimbang maka tekanan mata
akan berada pada batas normal 15-20 mmHg. Sel radang dan fibrin dapat pula menyumbat sudut
kamera okuli anterior, sehingga alirannya terhambat dan terjadilah glaukoma sekunder.
Glaukoma juga bisa terjadi akibat trabekula yang meradang atau sakit (Wijana,1993).
Elemen darah dapat berkumpuk di kamera okuli anteror dan timbullah hifema (bila
banyak mengandung sel darah merah) dan hipopion (yang terkumpul banyak mengandung sel
darah putihnya). Elemen-elemen radang yang mengandung fibrin dapat menyebabkan
perlengketan ujung iris pada lensa. Perlekatan ini disebut sinekia posterior. Bila seluruh iris
menempel pada lensa, disebut seklusio pupil sehingga cairan yang dari kamera okuli posterior
tidak dapat melalui pupil untuk masuk ke kamera okuli anterior, iris terdorong ke depan, disebut
iris bombe dan menyebabkan sudut kamera okuli anterior menyempit, dan timbullah glaukoma
sekunder. Perlekatan-perlekatan iris pada lens menyebabkan bentuk pupil tidak teratur.
Peradangan badan siliar dapat pula menyebabkan kekeruhan pada badan kaca, yang tampak
seperti kekeruhan karena debu. Dengan adanya peradangan ini maka metabolisme pada lensa
terganggu dan dapat mengakibatkan katarak. Pada kasus yang sudah lanjut, kekeruhan badan
kaca pun dapat mengakibtakan organisasi jaringan yang tampak sebagai membrana yang terdiri
dari jaringan ikat dengan neurovaskularisasi dari retina yang disebut retinitis proloferans. Pada
kasus yang lebih lanjut lagi dapat mengakibatkan ablasi retina (Wijana,1993).

DIAGNOSIS
Pada anamnesa penderita mengeluhkan :
-

Mata terasa seperti ada pasir

Mata merah disertai air mata

Nyeri saat ditekan ataupu digerakkan. Nyeri bertambah hebat bila udah trjadi
komplikasi glaucoma

Fotofobia

Blefarospasme

Penglihatan kabur atau menurun ringan, kecuali bila sudah terjadi katarak komplikata

Dari pemeriksaan fisik didapatkan


-

Kelopak mata edema disertai ptosis ringan

Konjungtiva merah

keratik presipitat

Hyperemia perikorneal, yaitu dilatasi pebuluh darah siliar sekitar limbus

Bilik mata depan keruh (flare), disertai adanya hipopion atau hifema bila proses
sangat akut

BMD menjadi dangkal bila didapatkan sinekia

Iris edema dan pucat, terkadang didapatkan iris bombans

Sinekia anterior ataupun sinekia posterior

Pupil miosis dan irregular, reflex lambat sampai negative

Lensa keruh, terutama jika sudah terjadi katarak komplikata

TIO bisa rendah hingga tinggi jika sudah terjadi glaucoma sekunder.

Pemeriksaan Penunjang
-

Pemeriksaan pada mata : terdiri dari pemeriksaan visus, pemeriksaan binokuler,


funduskopi, dan pemeriksaan lapang gelap

Pemeriksaan darah : terdiri dari pemeriksaan darah rutin dan indicator leukosit yang
akan diamati

Pemeriksaan etiologi : seperti apabila dicurigai penyebabnya kuman TBC dilakukan


Mantoux test dan rontgen thorax

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding uvetis anterior menurut Vaughan (2007) antara lain:
1. Konjungtivitis: penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, ada tahi mata dan
umumnya tidak ada sakit, fotofobia, atau injeksi siliaris.
2. Keratitis atau keratokunjungtivitis: penglihatan dapat kabur dan ada rasa sakit dan
fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simpleks dan herpes zooster
dapat menyertai uveitis anterior sebenarnya.
3. Glaukoma akut: pupil melebar, tidak ada sinekia posterior, dan korneanya beruap.
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari pengobatan uveitis anterior adalah untuk mengembalikan atau
memperbaiki fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi penglihatan tidak
dapat lagi dipuihkan seperti semula, pengobatan tetap perlu diberikan untuk mencegah
memburuknya penyakit dan terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan (AOA,2004),
Adapun terapi uveits anterior dapat dikelompokkan menjadi :
Terapi Non Spesifik

1. Penggunaan kacamata hitam. Terutama bertujuan untuk mengurangi fotofobi akibat


pemberian midriatikum.
2. Kompres hangat. Diharapkan rasa nyeri akan berkurang, meningkatkan aliran darah
sehingga resorbsi sel-sel radang dapat lebih cepat.
3. Midriatikum/siklopegik. Tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-otot iris dan
badan silier relaksasi, sehingga dapa mengurangi rasa nyeri dan mempercepat
penyembuhan, dan sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya sinekia, ataupun
melepaskan sinekia yang telah ada. Midriatikum yang biasa digunakan adalah :
-

Sulfas atropine 1% sehari 3 kali tetes

Homatropin 2% sehari 3 kali tetes

Scopolamine 0,2% sehari 3 kali tetes

4. Anti inflamasi (kortikosteroid)


Dewasa : topical dengan dexamethason 0,1% atau prednisolone 1%. Bila radang sangat
hebat dapat diberikan subkonjungtiva atau periokuler. Dexamethason phosphate 4mg
(1ml), prednisolone succinate 25mg (1ml), triamcinolone acetonide 4mg (1ml).
methylprednisolone acetate 20mg. Bila belum berhasil dapat diberikan sistemik
prednisone oral mulai 80mg per hari sampai tanda radang berkurang, lalu diturunkan 5mg
tiap hari.
Anak : prednisone 0,5mg/kgbb sehari 3 kali. Pada pemberian kortikosteroid perlu
diwaspadai komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi, yaitu glaucoma sekunder pada
penggunaan local selama lebih dari dua minggu dan komplikasi lain pada penggunaan
sistemik.
Terapi Spesifik
Terapi spesifik dapat diberikan apabila penyebab pasti dari uveitis anterior telah diketahui. Karna
penyebab yang tersering adalah bakteri, maka obat yang sering diberikan berupa antibiotic.

Dewasa : local berupa tetes mata kadang kombinasi dengan steroid


Subkonjungtiva kadang juga dikombinasi dengan steroid per oral dengan
Chlorampenicole 3 kali sehari 2 kapsul

Anak : chlorampenicol 25mg/kgbb sehari 3-4 kali. Walaupun diberikan terapi


spesifik, tetapi terapi non spesifik seperti disebutkan diatas harus tetap
diebrikan, sebab proses radang yang terjadi adalah sama tanpa memandang
penyebabnya.

KOMPLIKASI
Ada empat komplikasi utama uveitis anterior antara lain: katarak, glaukoma, band
keratopathy, dan cystoid macular edema (CME). Katarak subcapular posterior merupakan salah
satu komplikasi dari pengobatan uveitis anterior berupa penggunaan kortikosteroid topikal
jangka panjang. Glaukoma sekunder yang terjadi dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme,
antara lain (AOA,2004)
-

Gangguan sirkulasi humor aqueous karena tersumbat oleh sel radang

Sinekia posterior memungkinkan humor aqueous terkumpul di belakang iris.

Sinekia anterior peripheral prograsif menutup sudut bilik mata

Cortikosteroid topikal yang digunakan pada terapi dapat meningkatkan tekanan intra
okular

Rubeosis iridis menyebabkan neovaskular glaukoma

Band keratopathi terjadi pada uveitis yang lama. Terjadi karena penumpukan calsium
pada kornea anterior. Edema kistoid makuler dapat terjadi pada uveitis anterior yang lama. CME
mungkin disebabkan karena penurunan kadar prostaglandin.
PROGNOSIS
Uveitis umumnya berulang, penting bagi pasien untuk melakukan pemeriksaan berkala
dan cepat mewaspadai bila terjadi keluhan pada matanya. Tetapi tergantung di mana letak

eksudat dan dapat menyebabkan atropi. Apabila mengenai daerah macula dapat menyebabkan
gangguan penglihatan yang serius (Vaughan,2007)

DAFTAR PUSTAKA
American Optometric Association, 2004, Anterior Uveitis, dalam Optometric Clinical Practice
Guideline, American Optometric Association, St. Louis
Ilyas H Sidarta. Ilmu Penyakit Mata.Edisi keempat. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2012
Vaughan Daniel G, Asburg Taylor, Eva-Riordan Paul. Sulvian John H, editors. Optalmologi
Umum. Edisi 17. Jakarta. Widya Medika. 2007
Wijana, N. 1993. Uvea dalam Ilmu Penyakit Mata.

Anda mungkin juga menyukai