Anda di halaman 1dari 8

Desnastiyas Lusiana

240210130024

IV.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Pratikum kali ini mengenai penentuan serat kasar pada bahan pangan.

Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahanbahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar, seperti asam
sulfat (H2SO4 1,25%) dan natrium hidroksida (NaOH 3,25%), sedangkan serat
pangan adalah bagian dari bahan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim
pencernaan. Serat kasar mengandung senyawa selulosa, lignin dan zat lain yang
belum dapat didentifikasi secara pasti. Analisa penentuan serat kasar
diperhitungkan banyaknya zat-zat yang tidak larut dalam larutan asam ataupun
basa dengan kondisi tertentu (Sudarmaji, 2003). Sampel yang digunakan adalah
kangkung, bayam, kiwi, anggur dan sawi.
Langkah penentuan serat kasar adalah deffating, digestion, penyaringan
dalam keadaan panas, lalu ampas dikeringkan. Mula-mula praktikan preparasi
sampel terlebih dahulu. Sampel dipotong-potong atau diiris kemudian dihaluskan
oleh blender, sampel kemudian siap dianalisis, jika sampel memiliki kadar lemak
tinggi maka lemak dihilangkann terlebih dahulu menggunakan soxhl.Tahapan ini
merupakan tahapan deffating, namun sampel yang digunakan tidak memiliki
kadar lemak tinggi sehingga dapat langsung dianalisis. Masing-masing sampel
kemudian ditentukan kadar serat kasarnya dengan dua perlakuan yang berbeda.
Perlakuan yang pertama menggunakan metode SNI, sampel ditambah H 2SO4
1,25%, kemudian direfluks selama 30 menit, lalu sampel ditambahkan NaOH
3,25% sedikit demi sedikit kemudian direfluks kembali selama 30 menit.
Perlakuan kedua menggunakan metode dari buku Petunjuk Analisis Pangan
dari Aprianto dkk. Metode ini hampir sama dengan metode SNI, perbedaannya,
setelah sampel ditambah H2SO4 1,25% sebelum dilakukan refluks, terlebih dahulu
endapan disaring kemudian dicuci bebas asam menggunakan air panas. Hal ini
juga dilakukan setelah penambahan NaOH 3,25% sebelum dilakukan refluks,
terlebih dahulu endapan dicuci bebas basa menggunakan air panas. Hal ini
bertujuan agar NaOH akan bekerja optimal untuk menghidrolisis komponen
bukan serat kasar dan juga pada saat pencucian dan pemurnian endapan.
Penambahan

H2SO4

1,25%,dan

NaOH

3,25%

bertujuan

untuk

menghidrolisis serat pangan, sedangkan refluks untuk mempercepat proses


hidrolisis tersebut. Langkah selanjutnya larutan yang masih panas langsung

Desnastiyas Lusiana
240210130024

disaring menggunakan kertas saring yang sudah terdapat pada corong bucher
kemudian dipompa menggunakan pompa vakum. Pompa vakum ini hanya
digunakan pada metode SNI saja. Proses penyaringan vacuum dapat tercapai
karena tidak ada udara yang masuk pada celah-celah pinggiran kertas saring
tersebut.
Kertas saring pada metode SNI menggunakan kertas saring pro analis,
sedangkan kertas saring perlakuan kedua menggunakan kertas saring biasa. Kertas
saring pro analis memiliki pori-pori yang lebih kecil dibandingkan kertas saring
biasa. Larutan yang masih panas langsung dituang dikarenakan untuk mencegah
tidaknya adanya sampel yang mengendap atau menggumpal. Komponen yang
tersaring adalah serat kasar sedangkan filtrat merupakan komponen lain yang
terhidrolisis. Endapan yang terdapat pada kertas saring dicuci menggunakan
H2SO4 1,25% 50 ml panas untuk metode SNI, sedangkan pada metode Aprianto
menggunakan K2SO4 1,25% 50 ml panas. Hal ini bertujuan untuk memurnikan
endapan dan mlarutkan endapan dari protein. Endapan kemudian dicuci kembali
menggunakan air panas 50 ml, lalu endapan kemudian diperiksa pH nya
menggunakan kertas lakmus. Pencucian bertujuan untuk menetralkan pH endapan
dan melarutkan komponen larut air seperti karbohidrat, vitamin dan mineral .
Endapan kemudian dicuci kembali dengan etanol 96% sebanyak 15 ml. Hal
ini bertujuan untuk melarutkan senyawa polar seperti lemak dan minyak serta
menghidrolisis air yang terikat pada bahan. Endapan yang dihasilkan disimpan
pada cawan konstan kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu
105OC selama 2 jam, lalu disimpan di desikator selama 15 menit. Pengeringan ini
bertujuan untuk menghilangkan air pada endapan. Endapan lalu ditimbang hingga
tercapai berat konstan. Praktikan kemudian menghitung kadar serat kasar, jika
serat kasar melebihi 1%, maka dilakukan pengabuan dengan cara kertas abu
disimpan pada cawan porselen kemudian ditanur pada suhu 500 OC. Hal ini
dikarenakan kemungkinan masih ada komponen bukan serat kasar kemungkinan
mineral yang terendapkan. Serat kasar yang bersisa setelah proses pengabuan
diduga adalah lignin karena hemiselulosa terurai pada suhu 200-260oC, selulosa
pada suhu 240-350oC dan lignin terurai pada rentang temperatur yang lebih luas
yaitu 280-500oC (Sjostrom, 1995). Kadar serat kasar dihitung menggunakan
rumus berikut ini :

Desnastiyas Lusiana
240210130024

serat kasar=

W2
100
W3

W2 = W1-W
Keterangan :
W : Berat kertas saring konstan
W1 : Berat kertas saring + Endapan
W2 : Berat serat kasar
W3 : Berat Sampel
Jika persen serat kasar lebih dari 1% maka :
serat kasar=

W 2 berat abu
100
W3

Hasil pengamatan mengenai serat kasar dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 1. Persen Serat Kasar Metode SNI
K.
K.
Berat
Ke
Saring Saring +
Sampel
Sampel
l
Konstan Sampel
(gram)
(W0)
(W1)
1
Kangkung 2.3275 0.6424
0.7126
2
Bayam
2.3541 0.6289
0.6729
3
Kiwi
2.3519 0.643
0.6961
4
Anggur
2.1038 0.6364
0.6670
5
Sawi
2.0030 0.6082
0.6309
6
Kangkung 2.4058 0.6436
0.6665
7
Bayam
2.0600 0.6291
0.6686
8
Kiwi
2.3951 0.6230
0.6677
9
Anggur
2.1110 0.6120
0.6175
10 Sawi
2.4050 0.6288
0.6766

Serat
Kasar
Sebelum
diabukan
3.0161%
1.8691%
2.2577%
1.4545%
1.1333%
0.9519%
1.9175%
1.8663%
0.2605%
1.9875%

Serat Kasar
Setelah
diabukan
2.8314%
1.6609%
2.0069%
1.2454%
0.8337%
0.5362%
1.6795%
1.8663%
1.9185%
1,985%

(Sumber : Hasil Pengamatan dan Perhitungan TIP A, 2015)

Tabel 2. Persen Serat Kasar Metode Aprianto dkk


K.
K.
Berat
Ke
Saring Saring +
Sampel
Sampel
l
Konstan Sampel
(gram)
(W0)
(W1)
Kangkun
1 g
1.0309
0.5418
0.5857
2 Bayam
1.0157
0.5373
0.5995
3 Kiwi
1.0750
0.5310
0.5725
4 Anggur
1.2129
0.5350
0.5631
5 Sawi
1.0618
0.5571
0.6015
Kangkun
6 g
1.0271
0.5714
0.6227

Serat
Kasar
Sebelum
diabukan

Serat Kasar
Setelah
diabukan

4.2536%
6.1239%
3.8605%
2.3126%
4.1769%

3.39%
4.08%
3.34%
1.68%
2.29%

4.9898%

3.09%

Desnastiyas Lusiana
240210130024

7
8
9
10

Bayam
Kiwi
Anggur
Sawi

1.0040
1.0095
1.0199
1.0538

0.5717
0.5937
0.5721
0.5683

0.6213
0.6540
0.6161
0.6120

4.9402%
5.9733%
4.3142%
4.1469%

3.28%
5.38%
3.21%
3.42%

(Sumber : Hasil Pengamatan dan Perhitungan TIP B, 2015)

Penimbangan ke-1
Kadar serat = (0,6787-0,6364)/2,1038 x 100%
= 0,0423/2,1038 x 100%
= 2,01 %
Penimbangan ke-2
Kadar serat = (0,6886-0,6364)/2,1038 x 100%
= 0,0522/2,1038 x 100%
= 2,48 %
Penimbangan ke-3
Kadar serat = (0,6670-0,6364)/2,1038 x 100%
= 0,0306/2,1038 x 100%
= 1,2454 %
Berdasarkan hasil pengamatan diatas, sampel kangkung dengan metode
SNI memiliki kadar 1,6838% sedangkan metode Aprianto adalah 3,24%. Kedua
hasil dibandingkan dengan literatur yaitu 2% (Abidin et al, 1990). Sampel bayam
dengan metode SNI memiliki kadar 1,6702%, sedangkan hasil pada metode
Aprianto adalah 3,68%, sedangkan literatur kangkung memiliki kadar serat kasar
0,7-0,8% (Ayub, 2010). Sampel kiwi memiliki kadar serat kasar berdasarkan
metode SNI yaitu 1,9366% sedangkan hasil metode Aprianto adalah 4,36%,
dibandingkan dengan hasil literatur adalah 2% (Bourne, 1985). Sampel anggur
memiliki hasil berdasarkan metode SNI adalah 1,58195% sedangkan berdasarkan
metode Aprianto memiliki hasil 2,445%, sedangkan berdasarkan literatur sebesar
Anggur : 1,2% (Ayub, 2010). Sampel sawi memiliki nilai pada metode SNI yaitu
1,40935%. Hasil berdasarkan metode Aprianto sebesar 2,855%, sedangkan
berdasarkan literatur kadar pada sawi adalah,2% (Novary, 1999).
Secara keseluruhan, metode SNI lebih mendekati literatur dibandingkan
metode Aprianto. Metode Aprianto memiliki hasil persen yang cukup besar

Desnastiyas Lusiana
240210130024

kemungkinan dikarenakan pada saat mencuci endapan menggunakan K 2SO4. Hal


ini dikarenakan larutan K2SO4 masih mengandung garam yang tidak larut air
sehingga garam tersaring dan menambah berat endapan serat kasar. K2SO4
merupakan garam yang terdiri dari kristal putih yang dapat larut dalam air. Tak
mudah terbakar. Bahan kimia ini biasanya digunakan dalam pupuk, menyediakan
potasium dan sulfur. Kalium sulfat juga merupakan biproduk pada produksi asam
sendawa (Hazardous Chemical Database, 2013), selain itu pada metode SNI
menggunakan kertas saring pro analis. Kertas saring ini memiliki pori-pori yang
kecil dibandingkan dengan kertas saring pada metode Aprianto. Kelebihan dari
kertas saring pro analis ini adalah hasil saringan lebih akurat namun penyaringan
membutuhkan waktu yang sangat lama.
Perbandingan juga dilihat berdasarkan metode secara keseluruhan. Segi
metode lebih baik menggunakan metode Aprianto. Hal ini dikarenakan pada
metode Aprianto, melakukan cuci asam dan cuci basa pada saat setelah refluks.
Hal ini dinilai efektif karena endapan bersifat netral, sehingga ketika ditambahkan
NaOH, sampel akan terhidrolisis dengan baik. Metode SNI tidak menggunakan
cuci asam, hal yang dikhawatirkan sampel masih bersifat asam dan NaOH tidak
menghidrolisis endapan melainkan menetralkan Ph sehingga kinerjanya kurang
efektif. Penyaringan pada metode Aprianto juga dilakukan sebanyak 2 kali.
Langkah kerja yang harus dilakukan dengan benar-benar teliti karena
mengandung titik kritis diantaranya yaitu:
1. Penimbangan, dimana pada analisis ini umumnya menggunakan angka-angka
yang yang teliti, biasanya empat angka dibelakang koma.
2. Penyaringan, dalam proses ini bahan yang telah dilarutkan dalam asam dan
basa disaring dengan kertas saring dan menggunakan corong bunchner dan
dibantu dengan pompa vacum untuk memaksimalkan penyaringan. Titik kritis
dalam tahap penyaringan ini yaitu bila terlalu lama dilakukan penyaringan
maka sample yang mengandung serat bisa menggumpal lagi. karena itu
penyaringannya harus cepat dan juga dalm penyaringan ini tidak boleh bocor
karena akan mempengaruhi hasil akhir dari pada kadar serat tersebut.
3. Pencucian, pencucian dilakukan pada serat setelah dilakukan penyaringan,
serat dicuci dengan bahan-bahan yang memungkinkan hilangnya semua
komponen-komponen yang masih tertinggal pada bahan.

Desnastiyas Lusiana
240210130024

Uji total serat berfungsi untuk memperkirakan kemurnian suatu bahan


makanan. Uji ini dapat digunakan pada pengawasan proses, untuk memperkirakan
bahwa efesiensi suatu proses pengolahan itu masih baik. Misalnya proses
pemisahan kulit dengan ketiledon, dengan demikian persentase serat kasar dapat
dipakai untuk menentukan kemurnian bahan atau efisiensi suatu proses.

Desnastiyas Lusiana
240210130024

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan
1.
2.
3.
4.

Metode Aprianto dkk lebih efisien dibandingkan dengan metode SNI.


Metode SNI lebih mendekati hasil literatur.
Kertas saring mempengaruhi kadar serat kasar.
K2SO4 dapat menganggu proses penentuan karena garamnya tertambah

pada endapan.
5. Serat kasar yang ada setelah pengabuan adalah lignin.
6. Kadar serat kasar tertinggi adalah kangkung, sedangkan yang terendah
adalah kiwi.
5.2

Saran
1. Praktikan diharapkan dapat melakukan praktikum dan perhitungan secara
teliti agar hasil yang diperoleh akurat.
2. Praktikan memahami prosedur praktikum yang akan dilakukan.
3. Praktikan memahami cara menghitung dan mengolah data hasil praktikum
dengan baik.

Desnastiyas Lusiana
240210130024

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Suwarna, Veggel.1990. Pengaruh Cara Penanaman, Jumlah Bibit dan
Aplikasi. Pemberian Pupuk Nitrogen Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil
Kangkung Darat (Ipomoea reptansPoirs) Pada Tanah Latosol Subang.
Bull.Penelt. Hort : 19:3,15-24
Ayub, M. dkk. 2010. Evaluation of Strawberry Juice Preserved with Chemical
Preservatives at Refrigeration Temperature. Internasional Journal of
Nutrition and Metabolism Vol 2.
Bourne GH. 1985. Mineral in Food and Nutritional Topics. St. Georges
University School of Medicine, Grenada.
Novary EW. 1999. Penanganan dan Pengolahan Sayuran Segar. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Sjostrom, E. 1981. Wood Chemistry, Fundamentals and Applications. Laboratory
of Wood Chemistry, Academic Press, Finlandia.
Sudarmaji, Slamet, dkk. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. 2003. Liberty,
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai