Anda di halaman 1dari 5

AHMAD SADDAM HUSEIN

14/372569/PBI/1278
HERITAGES OF INDONESIA
Indonesia is a sovereign state in Southeast Asia and Oceania. Indonesia is an archipelago
comprising thousands of islands.It encompasses 34 provinces, two of them were Special
Administrative Region, with an estimated population of over 252 million people, making it the
world's fourth most populous country.Indonesia's republican form of government comprises an
elected legislature and president. Indonesia consists of hundreds of distinct native ethnic and
linguistic groups.Indonesia has about 300 ethnic groups, each with cultural identities developed
over centuries, and influenced by Indian, Arabic, Chinese, and European sources.Indonesia's
size, tropical climate, and archipelagic geography, support the world's second highest level of
biodiversity and its flora and fauna is a mixture of Asian and Australasian species.
1. HERITAGE OF BENGKULU
Suku Rejang adalah salah satu suku tertua di pulau Sumatera selain suku bangsa Melayu.
Suku Rejang merupakan salah satu dari 18 lingkaran suku bangsa terbesar di Indonesia. Suku
Rejang menempati kabupaten Rejang Lebong, kabupaten Kepahiang, kabupaten Bengkulu Utara,
dan kabupaten Lebong. Suku ini merupakan suku dengan populasi terbesar di provinsi Bengkulu,
suku ini tidak adaptif terhadap perkembangan di luar daerah. Ini dikarenakan kultur masyarakat
Rejang yang sulit untuk menerima pendapat di luar dari pendapat kelaziman menurut pendapat
mereka, dan ini menjadi bukti keyakinan dan ketaatan mereka terhadap adat-istiadat yang
berlaku sejak dahulu kala. Hal ini menggambarkan bahwa sejak zaman dahulu suku Rejang telah
memiliki adat-istiadat. Karena mayoritas suku Rejang masih mempertahankan kebudayaan
mereka, tidak heran jika hukum adat yang berupa denda dan cuci kampung masih dipertahankan
hingga sekarang. Suku Rejang sangat memuliakan harga diri, seperti halnya penjagaan martabat
kaum perempuan, penghinaan terhadap para pencuri, dan penyiksaan dan pemberian hukum
denda terhadap pelaku zina. Pada zaman sekarang, sudah banyak putra-putri suku Rejang telah
menempuh pendidikan tinggi seperti ilmu pendidikan keguruan, ilmu kesehatan, ilmu hukum,
ilmu ekonomi, sastra, dan lain-lain. Banyak yang telah menekuni profesi sebagai pegawai negeri,
pejabat teras, dokter, pegawai swasta, pengacara, polisi, dan berbagai profesi yang memiliki
kehormatan menurut masyarakat modern pada era sekarang ini. (Adat Istiadat Daerah Bengkulu,
Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya

Departemen

Pendidikan

dan

Kebudayaan, 1977/1978.)
Selain Itu, Upacara-upacara yang
dilaksanakan

berdasarkan

adat

dan

kebudayaan antara lain seperti upacara


Mendundang
Benih,
Kampung,

Padi,

upacara
upacara

upacara

Basuh

Mencuci/Bersih
Tabot

dan

sebagainya. Upacara Mendundang Padi


(benih) merupakan suatu rangkaian upacara ritual yang bertujuan untuk mendapatkan jenis padi
yang baik. Menurut kepercayaan suku-suku bangsa di Bengkulu, bibit padi yang baik akan dapat
diperoleh apabila telah memperoleh restu dari Diwo Padi. Ini menggambarkan bahwa ilmu
pengetahuan yang dibangun dari hasil pemikiran nenek moyang mereka terdahulu membuktikan
nilai positif yang mengarah kenilai nilai moral, pendidikan untuk menjadikan keturunan dari
generasi generasi mereka menjadi lebih baik. (Waib, Mardan Drs. et al; Wujud Arti dan Fungsi
Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan Asli bagi Masyarakat Pendukungnya, Direktorat Sejarah
dan Nilai Tradisonal Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995/1996).
Bahasa/Origin of Kaganga Alphabet
Consonants

Vowel diacritics with ka

(Harfield, Alan; Bencoolen : A History of the Honourable East India Company's Garrison on the
West Coast of Sumatra (1685-1825), A and J Partnership, 1995).
The Redjang or Kaganga alphabet is descended ultimatel from the from Brahmi script of
ancient India by way of the Pallava and Old Kawi scripts. Some linguists claim that there is are
connections between the Redjang alphabet, Egyptian hieroglyphs and various Semitic languages
such as Hebrew.
Notable features
Redjang is a syllabic alphabet - each letter has an inherent vowel /a/. Other vowels can
be indicated using a variety of diacritics which appear above or below the consonants.
Used to write:
Redjang/Rejang, an Austronesian language spoken by about a million people in Sumatra.
The Redjang alphabet is used mainly to write magic spells and medical incantations and some
poetry.
Aksara Kaganga adalah sebutan lain untuk aksara Rejangaksara pusaka suku Rejang,
suku yang menghuni Provinsi Bengkulu. Nama Kaganga diciptakan oleh Mervyn A. Jaspan
(1926-1975), antropolog di University of Hull (Inggris) dalam buku Folk literature of South
Sumatra. Redjang Ka-Ga-Nga texts. Canberra, The Australian National University 1964.

Keberadaan aksara itu menunjukkan, budaya tepian sungai memiliki tradisi intelektualisme
cukup tinggi. Lebih unik lagi, aksara kaganga masih digunakan sebagian warga di Bengkulu,
seperti di Kabupaten Seluma, Bengkulu Selatan, Kaur, Lebong, dan Kabupaten Rejang Lebong.
Aksara itu disebut ulu karena banyak berkembang dalam masyarakat yang tinggal di hulu sungai
di pedalaman. Para peneliti asing kerap menyebutnya kaganga karena pedoman aksaranya
menggunakan huruf ka, ga, nga, dan seterusnya. Aksara ini memiliki 19 huruf tunggal dan
delapan huruf pasangan. Huruf-huruf ditulis dengan ditarik ke kanan atas sampai sekitar 45
derajat.
Menurut peneliti ahli Museum Negeri Bengkulu, aksara kaganga dikembangkan setelah aksara
palawa. Kaganga banyak digunakan masyarakat kelas menengah, seperti keluarga pesirah,
dukun, kaum intelektual, dan kaum agama. Di Museum Negeri Bengkulu saat ini terdapat 124
naskah kaganga. Kebudayaan yang dibangun dari pengetahuan awal nenek moyang terdahulu
memberi dampak positif bagi masyarakat rejang untuk dapat memiliki Bahasa, Suku, Budaya
yang bernilai tinggi yang tidak dimiliki oleh masyarakat lain karena berasal dan asli dari
masyarakat rejang. Keberadaan aksara itu juga menunjukkan, budaya tepian sungai memiliki
tradisi

intelektualisme cukup tinggi. Bahkan kebudayaan tersebut sekarang telah berkembang dan
dicantumkan kedalam tulisan batik dan komunikasi internal masyarakat Bengkulu yang
menjunjung tinggi nilai nilai leluhur mereka.

REFERANCES :
Anonim; Adat Istiadat Daerah Bengkulu, Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan
Daerah Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1977/1978.
Harfield, Alan; Bencoolen : A History of the Honourable East India Company's Garrison on
the West Coast of Sumatra (1685-1825), A and J Partnership, 1995.

Waib, Mardan Drs. et al; Wujud Arti dan Fungsi Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan Asli
bagi Masyarakat Pendukungnya, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisonal Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1995/1996.

Anda mungkin juga menyukai