Perubahan Orientasi Pendidikan Pesantren Menghadapi Kemodernan
Perubahan Orientasi Pendidikan Pesantren Menghadapi Kemodernan
pelajarana (JL) muatan agama islam yang hanya dialokasikan sebanyak dua
jam, meski disebut minimal. Madrasah mau tidak mau harus ikuti
mainstream tersebut jika ingin menjadi lembaga pendidikan favorit.
Sebagai kelanjutan regulasi dari sebuah peraturan perundang-undangan
adalah adanya peraturan pemerintah (PP) dan Peraturan Menterei (permen).
Kemunculan pp No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional pendidikan
makin menuntut lembaga pendidikan di Indonesia untuk lebih modern,
dengan standar yang sangat bersifat materialism. Dengan kata lain
lembaga-lembaga pendidikan yang tidak memenuhi standar yang
ditentukan-seperti kelengkapan infrastruktur-akan terancam gulung tikar.
Secara perlahan lembaga pendidikan islam yang sebagian besar adalah hasil
kreasi yang kental nilai lokalitasnya akan tergusur oleh konse dari luar.
Pemerintah telah menjadi agen penerjemahan modernism, yang merupakan
salah satu produk kapitalisme. Padahal untuk belajar, infrastruktur tidak
bernilai mutlak.
Pemerintah yang mempunyai kebijakan untuk meregulasi pendidikan
mengalami disorientasi, yang justru menggiring pesantren ke arah
formalism. Sementara formalisme selama ini dijauhi pesantren karena
formalism tersebut akan mengantarkan pada arah mengunggulkan
simbolisme.