Anda di halaman 1dari 33

1

BAB I
PENDAHULUAN
BIOGRAFI SASTRAWAN
1.1.

Biografi WS Rendra - Penyair dan Sastrawan Indonesia

Anda tentu masih ingat WS Rendra atau Sang Burung Merak. Berikut ini penulis
akan mengulas mengenai Biografi WS Rendra.
Masa Kecil Hingga Dewasa
WS Rendra adalah seorang penyair kenamaan yang dimiliki Indonesia. Ia
dilahirkan di Solo pada tanggal 7 November 1935. Nama lahir WS Rendra adalah
Willibrordus Surendra Broto, ayahnya bernama R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo
dan ibunya bernama Raden Ayu Catharina Ismadillah.
WS Rendra memang dilahirkan dikeluarga yang kental akan seni, tak heran
jika darah seni sangat mudah merasuk dalam diri Rendra. Ayahnya adalah seorang
dramawan yang merangkap sebagai guru Bahasa Jawa dan bahasa Indonesia di
sebuah sekolah Katolik di Solo, sedangkan ibunya adalah seorang penari serimpi
yang banyak di undang oleh Keraton Surakarta.
WS Rendra menghabiskan masa kecil hingga SMA nya di Solo dengan
bersekolah TK hingga SMA di Sekolah Katolik St. Yosef. Namun sejak lulus SMA,
WS Rendra berhijrah ke Jakarta demi meneruskan sekolah di Akademi Luar Negeri,
akan tetapi malang nasibnya, setelah sampai di Jakarta ternyata sekolahan tersebut
telah tutup.
WS Rendra akhirnya meninggalkan Jakarta, kota impiannya dan menuju ke
Yogyakarta. Pilihannya jatuh pada Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada. Di
fakultas ini, bakat seninya semakin tertempa dengan baik namun ia tak bisa
menyelesaikan studinya di sini. Rendra kemudian mendapat tawaran beasiswa dari

American Academy of Dramatical Art (AADA) untuk mempelajari lebih jauh tentang
dunia seni tari dan drama, kesempatan ini tentu tak disia-siakannya. Iapun kemudian
pergi ke Amerika pada tahun 1954 untuk mengambil beasiswa tersebut. Di Amerika,
Rendra tak hanya berkuliah namun juga sering mengikuti seminar tentang seni dan
kesusastraan atas undangan pemerintah AS di Harvard University.
Sebenarnya, bakat seni dari WS Rendra sudah tampak saat ia masih SMP.
Ketika itu, ia sering ikut mengisi acara sekolah dengan mementaskan drama, puisi
serta cerita pendek. Rendra sering mementaskan drama hasil karyanya. Drama
pertama yang ia pentaskan di SMP berjudul Kaki Palsu. Ia juga kerap mendapatkan
penghargaan , salah satunya adalah saat SMA WS Rendra menang sebagai juara
pertama dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Yogyakarta
dalam dramanya yang berjudul Orang-Orang di Tikungan Jalan.
Yang paling menonjol adalah bakatnya dalam membacakan puisi. Puisi-puisi WS
Rendra pun kemudian dipublikasikan di majalah setempat, waktu itu adalah majalah
siasat. Awal kali ia menerbitkan puisisnya di majalah adalah saat tahun 1952, setelah
itu hampir rutin tiap terbit majalah, puisinya selalu ikut menyemarakkan halaman
majalah-majalah lokal tahun 60-an dan 70-an. Beberapa puisi WS Rendra yang
tekenal adalah Kisah, Seni, Basis, Konfrontasi, dan Siasat Baru.
Setelah menang dalam berbagai ajang seni dan drama serta puisi, WS Rendra
semakin semangat menghasilkan karya-karya baru. Karya-karyanya tak hanya
terkenal di dalam negeri, namun juga di manca negara dengan diterjemahkannya
karya-karya beliau dalam bahasa asing seperti bahasa Inggris, bahasa Belanda, bahasa
Jerman, bahasa Jepang dan bahasa India.
Untuk lebih memfasilitasi dirinya dalam berkarya serta menularkan
kejeniusannya dalam bidang seni drama dan puisi, maka pada tahun 1967 WS Rendra
mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta dan Bengkel Teater Rendra di Depok.

Kisah Cinta dan Muallaf-nya WS Rendra


Pada umur 24 tahun, WS Rendra melabuhkan hatinya pada seorang wanita
bernama Sunarti Suwandi yang kemudian memberinya lima orang anak yang
bernama Teddy Satya Nugraha, Andreas Wahyu Wahyana, Daniel Seta, Samuel Musa,
dan Klara Sinta.
Setelah menikah, WS Rendra bukannya menutup hati, ia malah kepincut dengan salah
satu muridnya di Bengkel Teater yang bernama Bendoro Raden Ayu Sitoresmi
Prabuningrat yaitu putri Keraton Yogyakarta yang sering maindan belajar di teater
Rendra. Jeng Sito adalah panggilan akrabnya. Jeng Sito sering berbaur dalam rumah
tangga WS Rendra Sunarti dengan ikut memandikan dan menyuapi anak-anak
Rendra. Dari sinilah kedekatan itu terjalin. Bahkan istri Rendra, Sunarti, mendukung
dan ikut melamarkan Jeng Sito untuk menjadi istri kedua WS Rendra. Namun
ayahanda Sitoresmi keberatan karena perbedaan agama. Rendra Katolik sedang
Sitoresmi Islam.
WS Rendra pun membuat kejutan dengan bersedia mengucapkan dua kalimat
syahadat di hari pernikahannya dengan Sitoresmi pada tanggal 12 Agustsu 1970 dan
dua rekannya yaitu Taufiq Ismail dan Rosidi sebagai saksinya.
Menjadi Muallafnya Rendra, membuat publik melontarkan komentar yang bernada
sinis. Publik banyak yang mempertanyakan ketlusan niat Rendra memeluk Islam,
banyak yang menganggap itu hanyalah sensasi Rendra agar dibolehkan poligami.
Menanggapi hal itu, WS Rendra mengungkapkan bahwa dirinya tertarik Islam sudah
cukup lama yaitu ketika melakukan persiapan pementasan Kasidah Barzanji,
beberapa bulan sebelum dirinya menikah dengan Jeng Sito.
Menurut Rendra, Islam telah berhasil menjawab kegalauan dirinya akan hakekat
Tuhan. Saya bisa langsung beribadah kepada Allah tanpa memerlukan pertolongan
orang lain. Sehingga saya merasa hak individu saya dihargai, begitu katanya.

Menurutnya lagi Allah lebih dekat dari urat leher seseorang, jadi jika ingin berdoa tak
perlu perantara.

Terlepas dari pro kontra ke-Muallaf-an Rendra, tudingan terhadapnya tentang publik
figur yang haus publisitas dan gemar popularitas terus menuju padanya. Terlebih
model rumah tangganya yang meletakkan dua istri dalam satu atap.
Ditengah maraknya tudingan miring akan dirinya dan model rumah tangganya,
Rendra kedatangan tamu dari Australia. Ketika Rendra menemani tamunya yang dari
Australia untuk berkeliling ke Kebun Binatang Gembira Loka, Yogyakarta, Rendra
melihat seekor merak jantan yang lagi berjalan dengan diapit dua betinanya. Melihat
itu, Rendra langusung berseru dengan tertawa terbahak-bahak Itu Rendra! Itu
Rendra!. Mulai saat itulah julukan Si Burung Merak melekat pada dirinya.
Dari pernikahannya dengan Sitoresmi, Rendra dikaruniai empat anak yaitu Yonas
Salya, Sarah Drupadi, Naomi Srikandi, dan Rachel Saraswati.
Rendra ternyata tak puas hanya dengan dua istri, naluri kejantanannya bertingkah lagi
dengan menikahi seorang gadis bernama Ken Zuraida, akan tetapi pernikahan
ketiganya ini harus dibayar mahal dengan mengorbankan dua istri terdahulunya yaitu
Sitoresmi dan Sunarti. WS Rendra harus rela menceraikan dua istrinya ini pada tahun
1979 karena tak menyetujui Rendra memiliki istri ketiga. Dari pernikahannya yang
ketiga, Rendra mendapat dua anak yaitu Isaias Sadewa dan Maryam Supraba.

Festival, Penghargaan dan Karya WS Rendra


Yah itulah WS Rendra dengan segala kelebihan prestasi dan kontroversi
kehidupannya. Namun tentu kita patut mengacungi jempol untuk berbagai prestasi
dan penghargaan yang berhasil digondolnya seperti sebagai berikut :

Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen


Pendidikan dan
Kebudayaan , Yogyakarta (1954)

Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970).

Hadiah Akademi Jakarta (1975)

Hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976)

Penghargaan Adam Malik (1989)

The S.E.A. Write Award (1996) dan

Penghargaan Achmad Bakri (2006)


Selain itu, WS Rendra juga sering melakukan pementasan drama dan puisi serta aktif
mengikuti berbagai festival seni dan sastra di luar negeri seperti :

The Rotterdam International Poetry Festival (1971 dan 1979),

The Valmiki International Poetry Festival, New Delhi (1985),

Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985),

The First New York Festival Of the Arts (1988),

Spoleto Festival, Melbourne, Vagarth World Poetry Festival, Bhopal (1989),

World Poetry Festival, Kuala Lumpur (1992), dan

Tokyo Festival (1995)


WS Rendra Meninggal
Pada pertengahan tahun 2009, WS Rendra menderita sakit jantung koroner
dan harus menjalani perawatan intensif di RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta
Utara. Setelah satu bulan , penyakitnya semakin menggerogoti tubuhnya dan akhirnya

sang penyair besar Indonesia WS Rendra menghembuskan nafas terakhir di rumah


sakit itu juga pada 7 Ogos 2009 tepat jam 22.15 WIB di usianya yang ke 74 tahun.
Jenazah WS Rendra kemudian dikebumikan di kompleks Bengkel Teater, CipayungCitayam, Depok selepas shalat jumat. Makamnya tak jauh dari makam Mbah Surip
yaitu penyanyi reggae Indonesia yang terkenal dengann lagu fenomenalnya Tak
Gendong yang telah berpulang seminggu sebelumnya. Mbah Surip dan WS Rendra
memang bersahabat.

Itulah biografi WS Rendra, sang sastrawan Indonesia yang dijuluki Burung Merak.
Terlepas dari kurang lebihnya seorang WS Rendra adalah tetap manusia biasa.
Sebagaimana peribahasa Tak Ada Gading Yang Tak Retak. Semoga kita bisa
meneladani hal-hal positifnya dan tidak meniru hal-hal negatifnya.

1.2.

Biografi Tengku Amir Hamzah


Amir Hamzah lahir di Tanjung Pura, Langkat, Sumatra Utara, pada 28

Februari 1911 dan meninggal dunia pada 20 Maret 1946 di Kuala Begumit, Binjai.
Nama lengkapnya adalah Tengku Amir Hamzah Pangeran Indrapura yang kemudian
disingkat menjadi Tengku Amir Hamzah. Nama Amir Hamzah diberikan oleh sang
ayah karena kekagumannya kepada Hikayat Amir Hamzah.

Ayahanda Tengku Amir Hamzah bernama Tengku Muhammad Adil yang bergelar
Datuk Paduka Raja. Tengku Muhammad Adil adalah Pangeran (Raja Muda dan Wakil
Sultan) untuk Luhak Langkat Hulu yang berkedudukan di Binjai. Ayahanda Tengku
Amir Hamzah mempunyai garis kekerabatan dengan Sultan Machmud, penguasa
Kesultanan Langkat yang memerintah pada tahun 1927-1941. Berdasarkan silsilah
keluarga istana Kesultanan Langkat, Tengku Amir Hamzah adalah generasi ke-10 dari
Sultan Langkat. Garis keturunan tersebut memperlihatkan bahwa ia adalah pewaris
tahta salah satu kerajaan Melayu, yakni Kesultanan Langkat.
Amir Hamzah menghabiskan masa kecil di kampung halamannya. Oleh teman-teman
sepermainannya, Amir kecil biasa dipanggil dengan julukan Tengku Busu atau
tengku yang bungsu. Said Hoesny, salah seorang karib Amir Hamzah di masa
kecilnya, menggambarkan bahwa Amir Hamzah adalah anak laki-laki yang berparas
cantik. Ia bertubuh semampai, kulitnya kuning langsat, lehernya jenjang, dan
perkataannya lemah-lembut. Singkat kata, Amir Hamzah di waktu kecil adalah anak
manis yang menjadi kesayangan semua orang.
Amir Hamzah mulai mengenyam pendidikan pada umur 5 tahun dengan bersekolah
di Langkatsche School di Tanjung Pura pada 1916. Sekolah ini didirikan oleh Sultan
Machmud Abdul Aziz, ayahanda Sultan Machmud, pada 1906. Sebagian besar guru
di sekolah Amir Hamzah adalah orang Belanda, hanya ada satu orang saja guru
Melayu. Pada mulanya, sekolah ini hanya berupa Sekolah Desa dengan masa tempuh
studi 3 tahun, kemudian berubah menjadi Sekolah Melayu dengan masa tempuh studi
5 tahun, dan terakhir menjadi Lanngkatsche School dengan masa tempuh studi 7
tahun.
Setelah tamat dari Langkatsche School, Amir Hamzah melanjutkan pendidikannya di
MULO, sekolah tinggi di Medan. Setahun kemudian, Amir Hamzah pindah ke
Batavia (Jakarta) untuk melanjutkan sekolah di Christelijk MULO Menjangan. Amir
Hamzah lulus dari sekolah itu pada 1927. Amir Hamzah kemudian melanjutkan

studinya di AMS (Aglemenee Middelbare School), sekolah lanjutan tingkat atas di


Solo, Jawa Tengah. Ia mengambil disiplin ilmu pada Jurusan Sastra Timur. Di Solo,
mula-mula Amir Hamzah tinggal di asrama, yakni di kompleks perumahan kediaman
KRT Wreksodiningrat yang berlokasi di samping istana Kasunanan Surakarta
Hadiningrat. Kemudian Amir Hamzah tinggal bersama keluarga RT Sutijo
Hadinegoro di Nggabelen.
Amir Hamzah adalah seorang siswa yang memiliki kedisiplinan tinggi. Simak kesan
Achdiat K Mihardja tentang kedisplinan Amir Hamzah: Disiplin dan ketertiban itu
nampak pula dari keadaan kamarnya. Segalanya serba beres, buku-bukunya rapih
tersusun di atas rak, pakaian tidak tergantung di mana saja, dan sprei tempat tidurnya
pun licin tidak kerisit kisut. Persis seperti kamar seorang gadis remaja.
Selama mengenyam pendidikan di Solo, Amir Hamzah mulai mengasah minatnya
pada sastra sekaligus obsesi kepenyairannya. Pada waktu-waktu itulah Amir Hamzah
mulai menulis beberapa sajak pertamanya yang kemudian terangkum dalam antologi
Buah Rindu, terbit pada 1943. Ajip Rosidi memandang puisi-puisi dalam Buah Rindu
adalah puisi Amir Hamzah pada masa-masa latihan kepenyairan. Demikian pula
dengan anggapan Amir Hamzah sendiri bahwa Buah Rindu hanya sebagai latihan
sebelum akhirnya ia menulis sajak-sajak sebagaimana yang terangkum dalam Nyanyi
Sunyi. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa puisi-puisi dalam Buah Rindu belum
menunjukkan kualitas sebagaimana yang terlihat dalam antologi Nyanyi Sunyi.
Pada waktu tinggal di Solo, Amir Hamzah juga menjalin pertemanan dengan Armijn
Pane dan Achdiat K Mihardja. Ketiganya sama-sama mengenyam pendidikan di AMS
Solo, bahkan mereka satu kelas di sekolah itu. Di kemudian hari, ketiga orang ini
mempunyai tempat tersendiri dalam ranah kesusastraan di Indonesia.
Proses kepenulisan Amir Hamzah sewaktu di Solo merupakan proses awal yang
menentukan posisi kepenyairannya. Ini adalah proses pembentukan dan pematangan

dari seorang Amir Hamzah sebagai manusia. Intensitas proses Amir Hamzah sebagai
menusia dan penyair kemudian berlanjut ketika ia meneruskan pendidikannya di
Batavia. Dua periode ini merupakan masa proses yang paling kompleks dan intensif
dalam kehidupan Amir Hamzah.
Intensitas pergulatan Amir Hamzah dengan berbagai peristiwa kemudian tercermin ke
dalam sajak-sajaknya. Bahkan, boleh jadi sajak-sajak Amir Hamzah indentik dengan
jalan hidupnya. Kesan seperti ini tidak dapat dihindarkan karena sajak-sajak Amir
Hamzah sepertinya secara langsung mencerminkan fakta dan peristiwa empiris dalam
kehidupan, perenungan, serta pergulatan dan pencapaiannya di dunia sebagai
manusia.
Setelah studinya di Solo pungkas, Amir Hamzah kembali ke Jakarta untuk
melanjutkan studi ke Sekolah Hakim Tinggi pada awal tahun 1934. Semasa di
Jakarta, kesadaran kebangsaan di dalam jiwa Amir Hamzah kian kuat dan
berpengaruh

pada

wataknya.

Meskipun

keturunan

raja,

ia

tidak

pernah

memperlihatkan sikap feodal. Kesadaran kebangsaan dan kerakyatan Amir Hamzah


tercermin dari lingkungan pergaulannya, juga dari pekerjaan tambahannya sebagai
pengajar di Perguruan Rakyat, lembaga pendidikan yang merupakan bagian dari
Taman Siswa, di Jakarta. Bersama beberapa orang rekannya di Perguruan Rakyat,
temasuk Soemanang, Soegiarti, Sutan Takdir Alisyahbana, Armijn Pane, dan lainnya,
Amir Hamzah menggagas penerbitan majalah Poedjangga Baroe.
Amir Hamzah mulai menyiarkan sajak-sajak karyanya ketika masih tinggal di Solo.
Di majalah Timboel yang diasuh Sanusi Pane, Amir Hamzah menyiarkan puisinya
berjudul Mabuk dan Sunyi yang menandai debutnya di dunia kesusastraan
Indonesia. Selain itu, sajak-sajaknya juga dipublikasikan di rubrik sastra Panji
Pustaka asuhan Sutan Takdir Alisyahbana. Selain menulis sajak, Amir Hamzah juga
menulis prosa dan esai tentang kesusastraan. Sajak-sajak Amir Hamzah cenderung
terlihat lebih ke gaya sastra Timur.

10

Sejak dimuat di majalah Timboel, karya sastra Amir Hamzah terus muncul di
berbagai media massa, misalnya di majalah Pudjangga Baroe, Pandji Poestaka, dan
lain-lain. Nama Amir Hamzah mulai dikenal, dan lingkungan pergaulannya dengan
kalangan sastrawan pun mulai berlangsung intensif. Beberapa sastrawan yang semasa
dengan Amir Hamzah antara lain Armijn Pane, Sanusi Pane, Sutan Takdir
Alisyahbana, Muhamaad Yamin, Suman Hs, JE. Tatengkeng, HB. Jassin, dan lainnya.
Mungkin pencapaian karya sastra Amir Hamzah bukan pencapaian terbaik dari suatu
kelompok yang mengkhususkan diri dalam mencari kemudian menemukan semacam
puitika yang lain sebagaimana yang terjadi di Barat. Namun begitu, tidak dapat
dihindarkan bahwa ada semacam ikatan maupun komitmen para beberapa pemrakarsa
majalah Poedjangga Baroe yaitu, Armijn Pane, Sutan Takdir Alisyahbana, dan Amir
Hamzah sendiri untuk memajukan bahasa Indonesia. Penerbitan majalah Poedjangga
Baroe sendiri juga merupakan perwujudan komitmen hal tersebut.
Amir Hamzah mewariskan dua buah kumpulan sajak karangannya, yaitu Buah Rindu
dan Nyanyi Sunyi. Sutan Takdir Alisyahbana mengatakan, banyak pengamat yang
menilai bahwa Nyanyi Sunyi bukan hanya merupakan puncak pencapaian kreatif
Amir Hamzah, namun juga menjadi salah satu puncak bagi kepenyairan Indonesia.
Antologi puisi Nyanyi Sunyi menjadi pemula bagi sajak-sajak kemudian yang
membahasakan kesunyian.
Kumpulan sajak Amir Hamzah yang lain, yaitu Buah Rindu, sebenarnya cenderung
merupakan semacam catatan biografi. Meskipun buku kumpulan puisi ini terbit lebih
belakangan dibanding Nyanyi Sunyi, namun proses penulisannya lebih dahulu
dibanding puisi-puisi pada Nyanyi Sunyi. Sajak-sajak dalam kumpulan puisi Nyanyi
Sunyi adalah sajak-sajak yang sublim dengan lebih melukiskan pergulatan

11

eksistensial sang penyair. Melalui Nyanyi Sunyi itulah kehidupan menjadi semacam
ruang filosofis yang sunyi.
Para peneliti dan kritikus sastra yang menyimpulkan dua hal tentang bahasa puisi
Amir Hamzah. Di satu sisi, ia seolah-olah terikat pada bahasa Melayu, namun di sisi
lain Amir Hamzah juga

sangat bebas ketika memasukkan beberapa kata yang berasal dari bahasa Jawa, Kawi,
atau Sansekerta. Ketika membaca sajak-sajak Amir Hamzah, tak jarang pembaca
akan menemui beberapa kata yang bukan berasal dari bahasa Melayu, misalnya
dewangga, dewala, sura, prawira, estu, ningrum, padma, cendera, daksina, purwa,
jampi, sekar, alas, maskumambang, dan lain sebagainya.
Amir Hamzah mewariskan 50 sajak asli, 77 sajak terjemahan, 18 prosa liris, 1 prosa
liris terjemahan, 13 prosa, dan 1 prosa terjemahan. Jumlah keseluruhan karya itu
adalah 160 tulisan. Jumlah karya tersebut masih ditambah dengan Setanggi Timur
yang merupakan puisi terjemahan, dan terjemahan Bhagawat Gita. Dari jumlah itu,
ada juga beberapa tulisan yang tidak sempat dipublikasikan.
Revolusi sosial yang meletus pada 3 Maret 1946 menjadi akhir bagi kehidupan Amir
Hamzah. Ia adalah korban yang tidak bersalah dari sebuah revolusi sosial pada waktu
itu. Pasukan Pesindo menangkapi sekitar 21 tokoh feodal termasuk di antaranya
adalah Amir Hamzah yang ditangkap pada 7 Maret 1946. Kemudian, pada dini hari
tanggal 20 Maret 1946, orang-orang yang ditangkap itu dihukum mati.

12

BAB II
PEMBAHASAN
KARYA-KARYA SASTRAWAN dan SINOPSISNYA
Karya-karya WS Rendra
Burung Hitam (WS Rendra)
Burung hitam manis dari hatiku
Betapa cekatan dan rindu sepi syahdu
Burung hitam adalah buah pohonan
Burung hitam di dada adalah bebungaan
Ia minum pada kali yang disayang
Ia tidur di daunan bergoyang
Ia bukanlah dari duka meski si burung hitam
Burung hitam adalah cintaku yang terpendam
WS.Rendra
1. Memparafrase Puisi
Burung Hitam
Cinta adalah salah satu perasaan yang menggebu dalam jiwa. Ini juga yang
diungkapkan seorang penyair kepada sang pujaan hatinya melalui puisinya yang
berjudul Burung Hitam.

13

Diceritakannya lewat puisi tersebut, penyair (WS.Rendra) mengungkapkan perasaan


cintanya dengan melambangkan burung hitam. Burung hitam disini adalah bermakna
kecintaan sang penyair kepada pujaan hati yang begitu kuat, diselimuti dengan
kesetiaan yang bersifat tak bisa diterka dan terkesan misteri atau dirahasiakan.
Namun sang penyair merasa hal itu sebagai kebahagiaan hatinya yang
diungkapkannya lewat kata manis dari hatiku. Perasaan itu ia alami dengan
menggelora dan begitu cepat ia merindukan sang pujaan hati ketika dilanda kesepian
karena tidak berjumpa.
Sang penyair juga memaknai burung hitam sebagai kesenangan atau kegembiraan
hatinya yang terus berkecamuk dengan rangkaian kata burung hitam di dada adalah
bebungaan.

Jadi ia selalu merasa burung hitam itu sebagai gambaran hatinya yang selalu
berbunga-bunga karena senang gembira.
Saat sang penyair mulai merasa kedahagaan yang kuar biasa karena perasaan cintanya
itu, saat itu pula ia bertandang ke suatu tempat untuk melihat pujaan hatinya sebagai
rasa kangen yang terluapkan. Ini dapat dilihat dari baris ia minum pada kali yang
disayang.
Perasaan cinta bisa membuat orang susah tidur, ini juga yang mencoba diungkapkan
sang penyair pada pembaca. Ia merasa tak pernah bis tidur dengan nyaman karena
ada yang menggoyang-goyangkan hatinya sehingga ada rasa gundah dan gelisah di
jiwanya. Lewat kata-kata ia tidur di daunan bergoyang. Bagaimana mungkin
seseorang dapat tidur di atas tempat yang digoyan-goyangkan?
Dalam puisi ini sang penyair menggunakan burung hitam sebagai lambang atau
simbol yang mewakili perasaannya pada sang pujaan hati. Dia gunakan kata hitam
sebagai sikap yang sulit diterka, berani, kuat dan bentuk penegasan. Bukan dari
lambang kesedihan atau duka yang biasanya orang artikan.
Jadi pada intinya sang penyair menempatkan kata atau kalimat kunci di akhir baris

14

puisinya. Burung hitam adalah cintaku yang terpendam. Ini bermaksud sang penyair
menggunakan burung hitam sebagai lambang yang mewakili perasaannya tentang
rasa jatuh cintanya kepada seseorang. Satu hal yang jarang orang gunakan untuk
mewakili perasaan yang sedang jatuh cinta. Sebuah puisi yang sangat menarik.

ORANG-ORANG MISKIN (WS Rendra)


Orang-orang miskin di jalan,
yang tinggal di dalam selokan,
yang kalah di dalam pergulatan,
yang diledek oleh impian,
janganlah mereka ditinggalkan.
Angin membawa bau baju mereka.
Rambut mereka melekat di bulan purnama.
Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala,
mengandung buah jalan raya.
Orang-orang miskin. Orang-orang berdosa.
Bayi gelap dalam batin. Rumput dan lumut jalan raya.
Tak bisa kamu abaikan.
Bila kamu remehkan mereka,
di jalan kamu akan diburu bayangan.
Tidurmu akan penuh igauan,
dan bahasa anak-anakmu sukar kamu terka.
Jangan kamu bilang negara ini kaya
karena orang-orang berkembang di kota dan di desa.
Jangan kamu bilang dirimu kaya
bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya.
Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu.
Dan perlu diusulkan

15

agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda.


Dan tentara di jalan jangan bebas memukul mahasiswa.
Orang-orang miskin di jalan
masuk ke dalam tidur malammu.
Perempuan-perempuan bunga raya
menyuapi putra-putramu.
Tangan-tangan kotor dari jalanan
meraba-raba kaca jendelamu.
Mereka tak bisa kamu biarkan.
Jumlah mereka tak bisa kamu mistik menjadi nol.
Mereka akan menjadi pertanyaan
yang mencegat ideologimu.
Gigi mereka yang kuning
akan meringis di muka agamamu.
Kuman-kuman sipilis dan tbc dari gang-gang gelap
akan hinggap di gorden presidenan
dan buku programma gedung kesenian.
Orang-orang miskin berbaris sepanjang sejarah,
bagai udara panas yang selalu ada,
bagai gerimis yang selalu membayang.
Orang-orang miskin mengangkat pisau-pisau
tertuju ke dada kita,
atau ke dada mereka sendiri.
kenangkanlah :
orang-orang miskin
juga berasal dari kemah Ibrahim..
Djogja, 4 Februari 1978

16

Dalam penafsiran karya sastra diperlukan juga penghayatan, karena tanpa


penghayatan, maka hasil dari penafsiran akan terlihat dangkal. Penafsiran dapat
dimulai dengan bagian perbagian, maupun secara menyeluruh yang kemudian menuju
ke arah bagian-bagian. Penafsiran ini akan dimulai dari kata-kata yang ada dikatakan
dalam puisi Orang-orang Miskin. Dalam bait pertama kata-kata yang hendak
ditonjolkan adalah sebagai beriku;
Orang-orang miskin di jalan,
yang tinggal di dalam selokan,
yang kalah di dalam pergulatan,
yang diledek oleh impian,
janganlah mereka ditinggalkan
miskin, selokan, kalah, diledek, ditinggalkan
Dikatakan dalam kata-kata bergaris bawah pada puisi bait pertama di atas
seirama dengan judulnya yaitu Orang-orang miskin. Dilanjutkan dengan penjelasan
dari bait pertama, bahwa mereka (orang-orang miskin) perlu perhatian.dan orang
miskin paling tidk untuk mencari makan sering ditempat-tempat sampah dan sisa
makanan orang, hal ini disimbolkan atau diganti dengan "Selokan", dan banyak orang
menganggap rendah bahkan mengejek orang miskin(Diledek)dan setelah itu semua
baru ditinggalkan tanpa memberi sedikit bantuan untuk meringankan hal tersebut.

SAJAK BURUNG-BURUNG KONDOR (WS Rendra)


Angin gunung turun merembes ke hutan,
lalu bertiup di atas permukaan kali yang luas,
dan akhirnya berumah di daun-daun tembakau.
Kemudian hatinya pilu
melihat jejak-jejak sedih para petani buruh

17

yang terpacak di atas tanah gembur


namun tidak memberi kemakmuran bagi penduduknya.
Para tani buruh bekerja,
berumah di gubug-gubug tanpa jendela,
menanam bibit di tanah yang subur,
memanen hasil yang berlimpah dan makmur
namun hidup mereka sendiri sengsara.
Mereka memanen untuk tuan tanah
yang mempunyai istana indah.
Keringat mereka menjadi emas
yang diambil oleh cukong-cukong pabrik cerutu di Eropa.
Dan bila mereka menuntut perataan pendapatan,
para ahli ekonomi membetulkan letak dasi,
dan menjawab dengan mengirim kondom.
Penderitaan mengalir
dari parit-parit wajah rakyatku.
Dari pagi sampai sore,
rakyat negeriku bergerak dengan lunglai,
menggapai-gapai,
menoleh ke kiri, menoleh ke kanan,
di dalam usaha tak menentu.
Di hari senja mereka menjadi onggokan sampah,
dan di malam hari mereka terpelanting ke lantai,
dan sukmanya berubah menjadi burung kondor.
Beribu-ribu burung kondor,
berjuta-juta burung kondor,
bergerak menuju ke gunung tinggi,
dan disana mendapat hiburan dari sepi.
Karena hanya sepi
mampu menghisap dendam dan sakit hati.

18

Burung-burung kondor menjerit.


Di dalam marah menjerit,
bergema di tempat-tempat yang sepi.
Burung-burung kondor menjerit
di batu-batu gunung menjerit
bergema di tempat-tempat yang sepi
Berjuta-juta burung kondor mencakar batu-batu,
mematuki batu-batu, mematuki udara,
dan di kota orang-orang bersiap menembaknya.
Yogya, 1973
Puisi tersebut menceritakan mengenai kehidupan para petani yang penuh
ironi. Keadaaan tersebut digambarkan hampir pada keseluruhan isi puisi yang
memang berobjekkan para petani. Seperti pada bait Kemudian hatinya pilu/ melihat
jejak-jejak sedih para petani buruh/ yang terpacak di atas tanah gembur/ namun
tidak memberi kemakmuran bagi penduduknya. Keadaan tersebut menggambarkan
keadaan petani di negara kita sangat memperihatinkan. Mereka bekerja sepenuh hati,
tapi, hasil kerja keras mereka sama sekali tidak menjamin mereka hidup makmur.
Selain itu, didukung pula oleh bait berikutnya yang berbunyi memanen hasil yang
berlimpah

dan

makmur/

namun

hidup

mereka

sendiri

sengsara.

Karena puisi tersebut menceritakan kehidupan seorang petani, oleh karena itu, latar
yang digunakan hanya berkisar pada persawahan dan pegunungan. Suasana yang
tergambar pada puisi tersebut adalah suasana kesedihan atau kemirisan terhadap nasib
para petani di Indonesia. Dijelaskan pada bait Penderitaan mengalir/ dari parit-parit
wajah

rakyatku.

Diksi pada puisi tersebut bersifat sederhana, pemilihan katanya berkesan seperti kata
pada bahasa kita sehari-hari. Akan tetapi, kesederhanaan diksi yang dipakai tersebut
kemudian tetap bersifat indah ketika dipadukan dengan pola persamaan bunyi,
khususnya pada sajak akhir. Pola persamaan bunyi disini bersifat menjadikan baris
demi baris di dalam puisi menjadi lebih memiliki ritme yang indah dan lebih dinamis.

19

Contohnya saja pada bait kedua Para tani buruh bekerja,/ berumah di gubug-gubug
tanpa jendela,/ menanam bibit di tanah yang subur,/ memanen hasil yang berlimpah
dan makmur. Pola pada bait tersebut adalah a-a-b-b. Selain itu, fungsi lain dari pola
persamaan

bunyi

adalah

untuk

menyelaraskan

bunyi.

Adapun jenis persamaan yang lain adalah pada bait Burung-burung kondor menjerit./
Di dalam marah menjerit,/ bergema di tempat-tempat yang sepi./ Burung-burung
kondor menjerit/ di batu-batu gunung menjerit/ bergema di tempat-tempat yang sepi.
Akan tetapi, pola persamaannya berbeda dengan pola persamaan di atas. Pola
persamaan kali ini merupakan sarana retoris jenis repetisi. Repetisi merupakan segala
bentuk pengulangan, baik pengulangan kata maupun frase dalam baris yang sama,
pada permulaan sejumlah baris, pada akhir baris, termasuk pula pengulangan seluruh
atau

sebagian

bait

puisi

(Sayuti,

2008:

254).

Salah satu unsur lain yang mendominasi puisi tersebut adalah unsur citraan. Citraan
(imagery) merupakan gambaran-gambaran angan dalam puisi yang ditimbulkan
melalui kata-kata (Pradopo, melalui Wiyatmi, 2006: 68). Adapun jenis-jenisnya
adalah citraan penglihatan, pendengaran, rabaan, pencecapan, penciuman, dan gerak.
Khusus pada puisi Sajak Burung-burung Kondor, citraan yang paling dominan adalah
citraan penglihatan. Hal tersebut bisa dibuktikan melalui kalimat permukaan kali
yang luas, melihat jejak-jejak sedih para petani, yang terpacak di atas tanah,
menanam bibit di tanah, memanen hasil yang berlimpah, keringat mereka menjadi
emas, membetulkan letak dasi, dll. Jenis citraan lainnya yang juga mendominasi yaitu
citraan gerak pada kalimat angin gunung turun merembes, penderitaan mengalir,
rakyat negeriku bergerak dengan lunglai dan citraan pendengaran pada kalimat
mendapat hiburan dari sepi, burung-burung kondor menjerit, bergema di tempattempat

yang

sepi.

Unsur lain yang terdapat pada puisi tersebut adalah bahasa kias. Salah satunya adalah
Majas Personifikasi. Personifikasi merupakan pemberian sifat-sifat manusia pada
suatu hal (Sayuti, 2008: 254). Hal tersebut bisa dibuktikan pada kalimat akhirnya
berumah di daun-daun. Artinya menyerupakan sifat angin yang berhembus seperti
memiliki sifat manusia yang bisa memiliki tempat tinggal (berumah). Kemudian

20

hatinya pilu. Artinya mejadikan angin yang bersifat mati menjadi seperti manusia
yang bisa memiliki hati yang pilu.
NYANYIAN ANGKASA (WS Rendra)
Maria Zaitun namaku.
Pelacur yang sengsara.
Kurang cantik dan agak tua.
Maria Zaitun namaku.
Pelacur yang takut dan celaka.
Maria Zaitun namaku.
Pelacur yang lapar dan dahaga.
Maria Zaitun namaku.
Pelacur lemah, gemetar ketakutan.
Maria Zaitun namaku.
Pelacur yang kalah.
Pelacur terhina.
Maria Zaitun diusir oleh majikan rumah pelacuran atau dalam istilah sekarang
mami/mucikari. Dengan dalih sudah lama Si Maria Zaitun sakit, hanya bisa berbaring
di tempat tidur, tak bisa menghasilkan uang, dan malah menambah beban si mami
karena harus membiayai kehidupannya. Akhirnya dengan rasa sakit yang menjadijadi, Maria Zaitun keluar rumah pelacuran tanpa membawa koper. Harta miliknya pun
tak ada sedikit pun. Teman-temannya pun membuang muka mengiringi kepergian
Maria. Penyakit sipilis atau raja singa yang dideritanya, disertai demam, dan penyakit
jantungnya kambuh pula saat itu benar-benar menambah penderitaan perempuan itu.

PUISI DOA ORANG LAPAR (WS Rendra)

21

Kelaparan adalah burung gagak


yang licik dan hitam
jutaan burung-burung gagak
bagai awan yang hitam
Allah !
burung gagak menakutkan
dan kelaparan adalah burung gagak
selalu menakutkan
kelaparan adalah pemberontakan
adalah penggerak gaib
dari pisau-pisau pembunuhan
yang diayunkan oleh tangan-tangan orang miskin
Kelaparan adalah batu-batu karang
di bawah wajah laut yang tidur
adalah mata air penipuan
adalah pengkhianatan kehormatan
Seorang pemuda yang gagah akan menangis tersedu
melihat bagaimana tangannya sendiri
meletakkan kehormatannya di tanah
karena kelaparan
kelaparan adalah iblis
kelaparan adalah iblis yang menawarkan kediktatoran
Allah !
kelaparan adalah tangan-tangan hitam
yang memasukkan segenggam tawas
ke dalam perut para miskin
Allah !
kami berlutut
mata kami adalah mata Mu

22

ini juga mulut Mu


ini juga hati Mu
dan ini juga perut Mu
perut Mu lapar, ya Allah
perut Mu menggenggam tawas
dan pecahan-pecahan gelas kaca
Allah !
betapa indahnya sepiring nasi panas
semangkuk sop dan segelas kopi hitam
Allah !
kelaparan adalah burung gagak
jutaan burung gagak
bagai awan yang hitam
menghalang pandangku
ke sorga Mu

Pada puisi diatas, pilihan kata dan gaya bahasa yang digunakan sangatlah
berbeda. Puisi Doa Orang Lapar menggunakan gaya bahasa hiperbola yang dominan
yaitu gaya bahasa yang memberikan pernyataan yang berlebih-lebihan. Seperti pada
bait berikut:
Kelaparan adalah burung gagak
yang licik dan hitam
jutaan burung-burung gagak
bagai awan yang hitam
Pengarang menggambarkan kelaparan dengan sangat mengerikan, dapat
terbayang oleh kita bagaiimana jutaan burung gagak terbang sangat benyak.
Kemudian selain itu pada puisi Doa Orang Lapar pengarang juga menggunakan gaya

23

bahasa Metafora yaitu gaya bahasa yang membandingkan suatu benda tertentu
dengan benda lain yang mempunyai sifat sama. Seperti nampak pada bait berikut :
Kelaparan adalah batu-batu karang
di bawah wajah laut yang tidur
adalah mata air penipuan
adalah pengkhianatan kehormatan
Seorang pemuda yang gagah akan menangis tersedu
melihat bagaimana tangannya sendiri
meletakkan kehormatannya di tanah
karena kelaparan
kelaparan adalah iblis
kelaparan adalah iblis yang menawarkan kediktatoran
Kelaparan digambarkan seperti iblis dan batu-batu karang yang menakutkan.
Analisis yang pertama akan dimulai dengan puisi yang pertama puisi Doa Orang
lapar.
Kelaparan adalah burung gagak
yang licik dan hitam
jutaan burung-burung gagak
bagai awan yang hitam
Allah !
burung gagak menakutkan
dan kelaparan adalah burung gagak
selalu menakutkan
kelaparan adalah pemberontakan
adalah penggerak gaib

24

dari pisau-pisau pembunuhan


yang diayunkan oleh tangan-tangan orang miskin
Kelaparan adalah batu-batu karang
di bawah wajah laut yang tidur
adalah mata air penipuan
adalah pengkhianatan kehormatan

Dalam penggalan puisi diatas, kelaparan digambarkan seperti seekor burung


gagak yang licik dan hitam. Kita bisa perhatikan seekor burung gagak yang lapar
mereka akan memakan apa saja yang ada dihadapan mereka, tidak peduli lawan atau
kawan yang penting burung itu merasa kenyang. Dan kelaparan digambarkan seperti
demikian, karena jika seseorang lapar akan berbuat layaknya burung gagak tersebut.
Kelaparan juga dapat membuat seseorang menjadi pemberontak dan menjadi
pembunuh. Jika kita lihat berita-berita di televisi, seseorang tega menghabisi rekan
atau sanak saudaranya sendiri kebanyakan disebabkan oleh orang-orang miskin yang
kesulitan ekonomi dan pastinya lapar. Mengapa dalam puisi tersebut digambarkan
orang miskin? Itu disebabkan karena kebanyakan orang yang kelaparan adalah orang
miskin dan orang kaya tidak pernah merasakan apa itu kelaparan. Kelaparan juga
digambarkan seperti batu karang yang tenang tetapi dapat melahap siapa saja.
Seorang pemuda yang gagah akan menangis tersedu
melihat bagaimana tangannya sendiri
meletakkan kehormatanny

25

Karya-karya Tengku Amir Hamzah


Turun Kembali (Tengku Amir Hamzah)
Kalau aku dalam engkau
Dan engkau dalam aku
Adakah begini jadinya
Aku hamba engkau penghulu?

Aku dan engkau berlainan


Engkau raja, maha raya
Cahaya halus tinggi mengawang
Pohon rindang menaung dunia

Di bawah teduh engkau kembangkan


Aku berhenti memati hari
Pada bayang engkau mainkan
Aku melipur meriang hati

Diterangi cahaya engkau sinarkan


Aku menaiki tangga mengawan
Kecapi firdusi melena telinga

26

Menyentuh gambuh dalam hatiku.

Terlihat ke bawah,
Kandil kemerlap
Melambai cempaka ramai tertawa
Hati duniawi melambung tinggi
Berpaling aku turun kembaliTurun Kembali

Kalau aku dalam engkau


Dan engkau dalam aku
Adakah begini jadinya
Aku hamba engkau penghulu?

Aku dan engkau berlainan


Engkau raja, maha raya
Cahaya halus tinggi mengawang
Pohon rindang menaung dunia

Di bawah teduh engkau kembangkan


Aku berhenti memati hari

27

Pada bayang engkau mainkan


Aku melipur meriang hati

Diterangi cahaya engkau sinarkan


Aku menaiki tangga mengawan
Kecapi firdusi melena telinga
Menyentuh gambuh dalam hatiku.

Terlihat ke bawah,
Kandil kemerlap
Melambai cempaka ramai tertawa
Hati duniawi melambung tinggi
Berpaling aku turun kembali

Subuh (Tengku Amir Hamzah)


Kalau subuh kedengaran tabuh
Semua sepi sunyi sekali
Bulan seorang tertawa terang
Bintang mutiara bermain cahaya

28

Terjaga aku tersentak duduk


Terdengar irama panggilan jaya
Naik gembira meremang roma
Terlihat panji terkibar di muka

Seketika teralpa;
Masuk bisik hembusan setan
Meredakan darah debur gemuruh
Menjatuhkan kelopak mata terbuka

Terbaring badanku tiada berkuasa


Tertutup mataku berat semata
Terbuka layar gelanggang angan
Terulik hatiku di dalam kelam

Tetapi hatiku, hatiku kecil


Tiada terlayang di awang dendang
Menangis ia bersuara seni
Ibakan panji tiada terdiri.

29

Permainanmu (Tengku Amir Hamzah)


Kaukeraskan kalbunya
Bagai batu membesi benar
Timbul telangkaimu bertongkat urat
Ditunjang pengacara petah pasih

Dihadapanmu lawanmu
Tongkatnya melingkar merupa ular
Tangannya putih, putih penyakit
Kekayaanmu nyata,terlihat terang

Kekasihmu ditindasnya terns


Tangan,tapi tersembunyi
Mengunci bagi paten
Kalbu ratu rat rapat

Kaupukul raja-dewa
Sembilan cambuk melecut dada
Putera-mula peganti diri
Pergi kembaii ke asal asli

30

Bertanya aku kekasihku


Permainan engkau permainkan
Kautulis kaupaparkan
Kausampaikan dengan lisan

Bagaimana aku menimbang


Kaulipu lipatkan
Kaukelam kabutkan
Kalbu ratu dalam genggammu

Kauhamparkan badan
Ditubir bibir pantai permai
Raja ramses penaka durjana
Jadi tanda di hari muka

Bagaimana aku menimbang


Kekasihku astana sayang
Ratu restu telaga sempurna
Kekasihku mengunci hati

31

Bagi tali disimpul mati.

Barangkali (Tengku Amir Hamzah)


Engkau yang lena dalam hatiku
Akasa swarga nipis-tipis
Yang besar terangkum dunia
kecil terlindung alis

Kujunjung di atas hulu


Kupuji di pucuk lidah
Kupangku di lengan lagu
Kudaduhkan di selendang dendang

Bangkit Gunung
Buka mata-mutira-mu
Sentuh kecapi lirdusi
Dengan jarimu menirus halus

Biar siuman dewi-nyanyi


Gambuh asmara lurus lampai

32

Lemah ramping melidah api


Halus harum mengasap keramat
Mari menari dara asmara
Biar terdengar swara swarna
Barangkali mati di pantai hati
Gelombang kenang membanting diri
Sunyi Itu Duka (Tengku Amir Hamzah)
Sunyi itu duka
Sunyi itu kudus
Sunyi itu lupa
Sunyi itu lampus

\
\

33

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
WS Rendra adalah seorang penyair kenamaan yang dimiliki Indonesia. Ia
dilahirkan di Solo pada tanggal 7 November 1935. Nama lahir WS Rendra adalah
Willibrordus Surendra Broto, ayahnya bernama R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo
dan ibunya bernama Raden Ayu Catharina Ismadillah.
WS Rendra memang dilahirkan dikeluarga yang kental akan seni, tak heran
jika darah seni sangat mudah merasuk dalam diri Rendra. Ayahnya adalah seorang
dramawan yang merangkap sebagai guru Bahasa Jawa dan bahasa Indonesia di
sebuah sekolah Katolik di Solo, sedangkan ibunya adalah seorang penari serimpi
yang banyak di undang oleh Keraton Surakarta.
Amir Hamzah lahir di Tanjung Pura, Langkat, Sumatra Utara, pada 28
Februari 1911 dan meninggal dunia pada 20 Maret 1946 di Kuala Begumit, Binjai.
Nama lengkapnya adalah Tengku Amir Hamzah Pangeran Indrapura yang kemudian
disingkat menjadi Tengku Amir Hamzah. Nama Amir Hamzah diberikan oleh sang
ayah karena kekagumannya kepada Hikayat Amir Hamzah.
Ayahanda Tengku Amir Hamzah bernama Tengku Muhammad Adil yang
bergelar Datuk Paduka Raja. Tengku Muhammad Adil adalah Pangeran (Raja Muda
dan Wakil Sultan) untuk Luhak Langkat Hulu yang berkedudukan di Binjai.
Ayahanda Tengku Amir Hamzah mempunyai garis kekerabatan dengan Sultan
Machmud, penguasa Kesultanan Langkat yang memerintah pada tahun 1927-1941.
Berdasarkan silsilah keluarga istana Kesultanan Langkat, Tengku Amir Hamzah
adalah generasi ke-10 dari Sultan Langkat. Garis keturunan tersebut memperlihatkan
bahwa ia adalah pewaris tahta salah satu kerajaan Melayu, yakni Kesultanan Langkat.

Anda mungkin juga menyukai