84-238-1-PB 84-238-1-PB84-238-1-PB84-238-1-PB84-238-1-PB
84-238-1-PB 84-238-1-PB84-238-1-PB84-238-1-PB84-238-1-PB
Ekstraksi Antosianin
Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan zat dari bahan yang diduga
mengandung zat tersebut. Ekstraksi juga dapat didefinisikan sebagai sebuah proses
pemisahan berdasarkan perbedaan kelarutan bahan. Proses ekstraksi memiliki dua bagian
utama, yaitu pelarut dan bahan utama. Pelarut (solvent) ialah zat untuk melarutkan dan
memisahkan solute (zat terlarut) dari material kelarutan lebih rendah dari zat itu sendiri.
Bahan utama adalah bahan yang mengandung zat yang ingin diekstraksi [10]. Ekstraksi
dapat dilakukan dengan berbagai cara. Ekstraksi menggunakan pelarut didasarkan pada
kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam campuran. Pelarut non-polar akan
melarutkan solut yang polar dan pelarut non polar akan melarutkan solut yang non-polar[11].
Pada buah atau sayuran, pigmen antosianin umumnya terletak pada sel-sel dekat
permukaan [8]. Ekstraksi pigmen antosianin dari bahan nabati umumnya menggunakan
larutan pengekstrak HCl dalam etanol. HCl dalam etanol akan mendenaturasi membran sel
tanaman kemudian melarutkan pigmen antosianin keluar dari sel. Pigmen antosianin dapat
larut dalam ethanol karena sama-sama polar [12]. Namun, Proses ekstraksi dengan
menggunakan pelarut aquades lebih banyak keuntunganya dikarenakan senyawa yang
akan diekstrak merupakan senyawa polar, sedangkan aquades dan antosianin merupakan
pelarut dan bahan terlarut yang sama-sama memiliki sifat polar. Air memiliki derajat
kepolaran yang tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai polarosabilitas molekul air
dalam suatu medan elektris atau kontanta dielektrik () sebesar 78.50 pada suhu 20 C.
nilai tersebut lebih besar daripada pelarut-pelarut lain seperti etanol, metanol, heksana, dan
aseton [13].
Ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro merupakan proses ekstraksi yang
memanfaatkan energi yang ditimbulkan oleh gelombang mikro dengan frekuensi 2450 MHz
dalam bentuk radiasi non-ionisasi elektromagnetik [14]. Energi ini dapat menyebabkan
pergerakan molekul dengan migrasi ion dan rotasi dari dua kutub, tetapi tidak mengubah
struktur molekulnya. Mekanisme proses ekstraksi pada metode MAE yaitu panas radiasi
gelombang mikro memanaskan dan menguapkan air sel bahan, tekanan pada dinding sel
meningkat. Akibatnya, sel membengkak (swelling) dan tekanannya mendorong dinding sel
dari dalam, meregangkan, dan memecahkan sel tersebut [15]. Hal tersebut didukung oleh
[16] yang menyatakan bahwa gelombang mikro yang diradiasikan akan menghasilkan energi
panas yang akan memecah dinding sel dengan menghidrolisis ikatan eter pada konstituen
dinding sel tanaman, yaitu selulosa. Dalam waktu yang singkat, selulosa berubah menjadi
fraksi terlarut. Energi panas pada dinding sel bahan juga meningkatkan dehidrasi selulosa
dan menurunkan kekuatan mekanis selulosa sehingga dinding sel terganggu
permeabilitasnya. Rusaknya matrik bahan mempermudah senyawa target keluar dan larut
dalam pelarut. Selain itu, suhu yang meningkat akan meningkatkan penetrasi pelarut ke
dalam matriks bahan dan senyawa aktif akan terekstrak oleh pelarut panas [17]. Pemanasan
akibat gelombang mikro dalam proses ekstraksi antosianin telah dilaporkan memberikan
keuntungan diantaranya mudah, layak dan efisien [9]. Penelitian murberi telah dilakukan
oleh [9] dengan menggunakan pelarut etanol dengan rasio bahan atau cairan pelarut 1:20
pada pH 1 menghasilkan rendemen optimal pada penggunaan gelombang mikro selama 8
menit dengan microwave dengan daya 540 W.
Stabilitas Antosianin
Menurut [9], stabilitas warna suatu bahan pangan merupakan salah satu parameter
penting dalam quality control. Warna dan stabilitas pigmen antosianin tergantung pada
struktur molekul secara keseluruhan. Substitusi pada struktur antosianin A dan B akan
berpengaruh pada warna antosianin. Pada kondisi asam warna antosianin ditentukan oleh
banyaknya substitusi pada cincin B. Semakin banyak substitusi OH akan menyebabkan
warna semakin biru, sedangkan metoksilasi menyebabkan warna semakin merah [18].
123
125
Protein Whey
Whey dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu : whey yang berasal dari koagulasi
rennet susu pada pH 6.60 (misalnya pada cheddar atau manufaktur emmental) dan whey
asam yang diperoleh dari produksi keju segar (misalnya : cream keju, chamembert atau petit
suisse). Dipasaran whey dipasarkan dalam bentuk cair dan bubuk dengan komposisi yang
berbeda.
Whey protein adalah campuran dari protein dengan sifat fungsioanal yang banyak
dan juga beragam. Oleh karena itulah whey protein memiliki banyak potensi didalamnya.
Protein utama dalam whey adalah -actoglobulin dan -lactalbulmin. -actoglobulin dan lactalbulmin mewakili sekitar 70% dari total whey dan bertanggung jawab untuk sifat hidrasi,
pembentuk gel, pengemulsi dan foaming. Whey protein juga digunakan sebagai penambah
fungsi gizi dan terapi dalam diet rendah kalori. Beberapa penelitian praklinis menyebutkan
bahwa whey protein dapat memiliki sifat anti-inflamasi atau anti kanker. Efek dari whey
protein pada kesehatan manusia sangat menarik dan saat ini sedang diteliti sebagai cara
untuk mengurangi resiko penyakit, serta pengobatan untuk beberapa penyakit. Whey dapat
didenaturasi dengan panas yaitu dengan suhu 72 C, denaturasi tersebut memicu interaksi
hidrofobik dengan protein lain, dan pembentukan gel protein. Dalam beberapa kasus
denaturasi ini dapat menyebabkan alergi pada beberapa orang [24].
Whey protein merupakan protein butiran (globular). Betha-lactoglobulin, Aphalactalbumin, Immunoglobulin (Ig), dan Bovine Serum Albumin (BSA) adalah contoh dari
whey protein. Alpha-lactalbumin merupakan protein penting dalam sintesis laktosa dan
keberadaannya juga merupakan pokok dalam sintesis susu. Sifat struktur protein whey
tergantung pada beberapa faktor lingkungan (pH, adanya garam dan protein lain) dan juga
teknologi pengolahan yang terapkan pada susu tersebut. Dalam whey protein terkandung
pula beberapa enzim, hormon, antibodi, faktor pertumbuhan (growth factor), dan pembawa
zat gizi (nutrient transporter). Sebagian besar whey protein kurang tercerna dalam usus.
Ketika whey protein tidak tercerna secara lengkap dalam usus, maka beberapa protein utuh
dapat menstimulasi reaksi kekebalan sistemik. Peristiwa ini dikenal dengan alergi protein
susu (milk protein allergy) [27].
DAFTAR PUSTAKA
1) Kementrian
Pertanian
Republik
Indonesia.
2008.
Limbah
Umbi-umbian.
http://tanamanpangan.deptan.go.id/. Tanggal Akses : 14/01/2013
2) Dian, I.S. 2008. Pengaruh Kopigmentasi Terhadap Stabilitas Warna Antosianin Buah
Duwet (Syzygium cumini). Disertasi Doktor. IPB. Bogor
3) Moss BW. 2002. The Chemistry of Food Colour. Didalam: D.B MacDougall (ed). Colour
in Food : Improving Quality. Washington : CRC Press
4) Kimbal JW. 1993. Biologi.Jakarta: Penerbit Erlangga
5) Nugrahan 2007. Ekstraksi Antosianin dari Buah Kiara Payung (Filicum decipiens)
dengan Menggunakan Pelarut yang Diasamkan (Kajian jenis Pelarut danLama
Ekstraksi). Malang: Fakultas Teknologi Pertanian Unibraw
6) Harborne, J.B. 1996. Metode Fitokimia Penuntun Cara Menganalisis Tumbuhan.
Terjemahan Padmawiyata, K. dan Soediro, I. Bandung: ITB
7) Charley, H. 1970. Food Science. New York: John Willey and Sons Inc
8) Markakis, P. 1982. Food Chemistry. Didalam Santi, W. 2010. Isolasi Dan Identifikasi
Senyawa Antosianin Dari Kulit Buah Anggur (Vitis Vinifera Var. Prabu Bestari). New York
: Marcel Dekker Inc
9) Francis, F. 2002. Pigment and Other Colorants.New York : Marcel Dekker Inc
10) Berk, Z. 2009. Food Process Engineering and Technology. Elsevier Inc. New York
126
127