Hukum Perdata
Hukum Perdata
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individuindividu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal
pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata.
Dalam sistem Anglo Sakson (common law) tidak dikenal pembagian semacam ini. [sunting]
Sejarah Hukum Perdata
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu Code Napoleon yang
disusun berdasarkan hukum Romawi Corpus Juris Civilis yang pada waktu itu dianggap
sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam
dua kodifikasi yang disebut Code Civil (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum
dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu
diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah
kemerdekaan
Belanda
dari
Perancis
(1813)
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil)
atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh
MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal
dunia 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat
sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal
6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1
Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
1. Burgerlijk Wetboek yang disingkat BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum PerdataBelanda.
2. Wetboek van Koophandel disingkat WvK [atau yang dikenal dengan Kitab UndangUndang Hukum Dagang]
Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan dari Code
Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda
KUHPerdata
Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi
seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum
perdata barat Belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa
disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti
dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU
Kepailitan.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi ketua panitia
kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota yang
kemudian anggotanya ini diganti dengan Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi
KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan
berlaku Januari 1948.
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt.
Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru
berdasarkan Undang Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang
Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Isi KUHPerdata KUHPerdata terdiri dari 4 bagian yaitu :
benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan
dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda
berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan
(iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian
tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di
undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai
penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya
UU
tentang
hak
tanggungan.
Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut
juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda)),
yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di
bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan
yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya
perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk
bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai
sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa
dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek
hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya
dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian. Sistematika
yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih
diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.
DEFINISI HUKUM PERDATA
Definisi Hukum Perdata menurut para ahli :
1. Sri Sudewi Masjchoen Sofwan
Hukum yang mengatur kepentingan warga negara perseorangan yang satu dengan
perseorangan yang lainnya.
2. Prof. Soediman Kartohadiprodjo, S.H.
Hukum yang mengatur kepentingan perseorangan yang satu dengan perseorangan
yang
lainnya.
3. Sudikno Mertokusumo
Hukum antar perseorangan yang mengatur hak dan kewajiban perseorangan yang satu
terhadap yag lain didalam lapangan berkeluarga dan dalam pergaulan masyarakat.
4. Prof. R. Soebekti, S.H.
Semua hak yang meliputi hukum privat materiil yang mengatur kepentingan
perseorangan.
Definisi secara umum :
Suatu peraturan hukum yang mengatur orang / badan hukum yang satu dengan orang /
badan hukum yang lain didalam masyarakat yang menitikberatkan kepada
kepentingan
perseorangan.
Unsur yang terpenting dari Hukum Perdata :
1. norma peraturan
2. sanksi
3. mengikat / dapat dipaksakan
AZAS-AZAS HUKUM PERDATA
1. Azas Individualitas
2. Azas Kebabasan Berkontrak
3. Azas Monogami ( dalam hukum perkawinan )
Azas Individualitas
Dapat menikmati dengan sepenuhnya dan menguasai sebebas-bebasnya (hak
eigendom) dan dapat melakukan perbuatan hukum, selain itu juga dapat memiliki
hasil, memakai, merusak, memelihara, dsb.
Batasan terhadap azas individualitas :
1. Hukum Tata Usaha Negara ( campur tangan pemerintah terhadap hak milik )
2. Pembatasan dengan ketentuan hukum bertetangga
3. Tidak menyalahgunakan hak dan mengganggu kepentingan orang lain
Azas Kebebasan Berkontrak
Setiap orang berhak mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang telah
diatur dalam UU maupun yang belum ( pasal 1338 KUHPerdata ) asal
perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan UU, ketertiban umum dan
kesusilaan.
Azas Monogami
Seorang laki-laki dalam waktu yang sama hanya diperbolehkan memunyai
satu orang istri. Namun dalam pasal 3 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974 tentang
Undang-Undang Pokok Perkawinan (UUPP) membuka peluang untuk
berpoligami dengan memenuhi syarat-syarat pada pasal 3 ayat (2), pasal 4 dan
pasal 5 pada UUPP.
PERKEMBANGAN KUHPerdata DI INDONESIA
1. Hukum Perdata Eropa (Code Civil Des Francais) dikodifikasi tanggal 21 Maret 1804. 2.
Pada tahun 1807, Code Civil Des Francais diundangkan dengan nama Code Napoleon.
3. Tahun 1811 1830, Code Napoleon berlaku di Belanda.
4. KUHPerdata Indonesia berasal dari Hukum Perdata Belanda, yaitu buku "Burgerlijk
Wetboek"
(BW)
dan
dikodifikasi
pada
tanggal
1
Mei
1848.
5. Setelah kemerdekaan, KUHPerdata tetap diberlakukan di Indonesia. Hal ini tercantum
dalam pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang menyebutkan bahwa segala badan negara
dan peraturan yang ada (termasuk KUHPerdata) masih tetap berlaku selama belum ada
peraturan
yang
baru
menurut
UUD
ini.
6. Perubahan yang terjadi pada KUHPerdata Indonesia :
7. Tahun 1960 : UU No.5/1960 mencabut buku II KUHPerdata sepanjang mengatur tentang
bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya kecuali hypotek
8. Tahun 1963 : Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran tertanggal 5 September 1963,
dengan mencabut pasal-pasal tertentu dari BW yaitu : pasal 108, 824 (2), 1238, 1460, 1579,
1603
x
(1),(2)
dan
1682.
9. Tahun 1974 : UU No.1/1974, mencabut ketentuan pasal 108 tentang kedudukan wanita
yang menyatakan wanita tidak cakap bertindak.
SISTEMATIKA HUKUM PERDATA
A. Menurut Ilmu Pengetahuan
Buku I : Hukum Perorangan (Personenrecht)
Buku II : Hukum Keluarga (Familierecht)
Buku III : Hukum Harta Kekayaan (Vermogensrecht)
Buku IV : Hukum Waris (Erfrecht)
B. Menurut KUHPerdata
Buku I : Perihal Orang (Van Personen)
Buku II : Perihal Benda (Van Zaken)
Buku III : Perihal Perikatan (Van Verbintennisen)
Buku IV : Perihal Pembuktian dan Kadaluarsa (Van Bewijs en Verjaring)
HUKUM PERORANGAN
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat menjadi pendukung hak dan kewajiban.
Subjek hukum terdiri atas :
1. Manusia / Perorangan ( Natuurlijk Persoon )
2. Badan Hukum ( Rechtpersoon )
Status manusia sebagai subjek hukum merupakan kodrat / bawaan dari lahir,
sedangkan status badan hukum sebagai subjek hukum ada karena pemberian oleh
hukum.
Manusia dan badan hukum sama-sama manyandang hak dan kewajiban. Hal-hal
yang membatasi kewenangan hukum manusia adalah tempat tinggal, umur, nama
dan perbuatan seseorang.
Pendewasaan
meniadakan keadaan belum dewasa kepada seseorang agar dapat melakukan
perbuatan hukum.
2
macam
pendewasaan
:
a. penuh (sempurna), anak dibawah umur memperoleh kedudukan sama dengan
orang dewasa dalam semua hal.
b. terbatas, hanya disamakan dalam hal perbuatan hukum, namun tetap berada
dibawah unmur.
PENGAMPUAN
Keadaan dimana seseorang tidak dapat mengendalikan emosinya, karena sifatsifat pribadinya sehingga oleh hukum dianggap tidak cakap untuk bertindak
sendiri
dalam
hukum.
1. Curandus adalah orang yang dibawah pengampuan
2. Curator adalah orang yang ditunjuk sebagai wakil dari seorang curandus
3. Curatele adalah lembaga pengampuan
Pengampuan terjadi karena adanya keputusan hakim yang didasarkan pada adanya
permohonan, yang dapat diajukan oleh :
1. Keluarga sedarah
2. Keluarga semenda dalam garis menyimpang sampai derajat keempat
3. Suami terhadap istri dan sebaliknya
4. Diri sendiri
5. Kejaksaan
Akibat pengampuan :
o Orang tersebut kedudukannya sama dengan anak dibawah umur
o Perbuatan hukum yang dilakukan dapat dibatalkan ( dapat dimintakan
pembatalannya oleh curator)
o Pengampuan berakhir apabila keputusan hakim tersebut dicabut atau karena
meninggalnya curandus
BADAN HUKUM ( RECHTPERSOON)
Dari beberapa pendapat ahli, dapat disimpulkan bahwa badan hukum itu :
a. Adalah persekutuan orang-orang
3. tidak terikat perkawinan dgn orang lain, apabila terikat, harus mendapat
izin dari istri pertama dan diizinkan pengadilan untuk kawin lagi
4. tidak memenuhi tata cara pelaksanaan perkawinan yang telah diatur sendiri
Pihak yang berhak mencegah perkawinan :
a. keluarga dalam garis lurus keatas dan kebawah
b. saudara
c. wali
d. wali nikah
e. pengampu dari salah satu calon mempelai
f. pihak-pihak yang berkepentingan
Pembatalan Perkawinan
Pembatalan perkawinan dapat diajukan apabila salah satu pihak masih
terikat perkawinan dengan orang lain dan apabila perkawinan tersebut
dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum.
Pihak yang dapat membatalkan perkawinan :
a. keluarga dalam garis lurus keatas masing-masing pihak
b. suami atau istri
c. pejabat yang berwenang selama perkawinan belum diputuskan
Akibat Perkawinan
Terhadap suami dan istri, harus:
o Memikul kewajiban hukum, setia, hak dan kedudukan seimbang
o Tinggal bersama
o Suami melindungi keluarga
o Hubungan mengikat / timbal balik
Terhadap harta perkawinan:
HUKUM PERIKATAN
2.1 Pengertian Dan Pembatasan Perikatan.
Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda "verbintenis". Istilah
perikatan ini lebih umum dipakai dalam literature hukum di Indonesia. Perikatan artinya hal
yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut
kenyataannya dapat berupa perbuatan. Misalnya jual beli barang, dapat berupa peristiwa
misalnya lahirnya seorang bayi, matinya orang, dapat berupa keadaan, misalnya letak
pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau bersusun. Karena hal yang
mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undangundang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi akibat hukum. Dengan demikian,
perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan
hukum(
legal
relation).
Jika dirumuskan, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara orang yang satu
dengan orang yang lain karena perbuatan, peristiwa, atau keadaan. Dari rumusan ini dapat
diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of
property), dalam bidang hukunm keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of
succession), dalam bidang hukum pribadi (personal law).
Perikatan yang terdapat dalam bidang hukum ini disebut perikatan dalam arti luas.perikatan
yang terdapat dalam bidang- bidang hukum tersebut di atas dapat dikemukakan contohnya
sebagai
berikut:
a) Dalam bidang hukum kekayaan, misalnya perikatan jual beli, sewa menyewa, wakil tanpa
kuasa (zaakwaarneming), pembayaran tanpa utang, perbuatan melawan hukum yang
merugikan orang lain.
b) Dalam bidang hukum keluarga, misalnya perikatan karena perkawinan, karena lahirnya
anak dan sebagainya.
c) Dalam bidang hukum waris, misalnya perikatan untuk mawaris karena kematian pewaris,
membayar hutang pewaris dan sebagainya.
d) Dalam bidang hukum pribadi, misalnya perikatan untuk mewakili badan hukum oleh
pengurusnya, dan sebagainya.
Perikatan Dalam arti Sempit.
Perikatan yang dibicarakan dalam buku ini tidak akan meliputi semua perikatan dalam
bidang- bidang hukum tersebut. Melainkan akan dibatasi pada perikatan yang terdapat dalam
bidang hukum harta kekayaan saja,yang menurut sistematika Kitab Undang- Undang hukum
Perdata diatur dalam buku III di bawah judul tentang Perikatan.
Tetapi menurut sistematika ilmu pengetahuan hukum, hukum harta kekayaanitu meliputi
hukukm benda dan hukum perikatan, yang diatur dalam buku II KUHPdt di bawah judul
Tentang Benda. Perikatan dalam bidang harta kekayaan ini disebut Perikatan dalam arti
sempit.
Ukuran nilai
Perikatan dalam bidang hukum harta kekayaan ini selalu timbul karena perbuatan orang,
apakah perbuatan itu menurut hukum atau melawan hukum. Objek perbuatan itu adalah harta
kekayaan, baik berupa benda bergerak atau benda tidak bergerak, benda berwujud atau benda
tidak berwujud, yang semuanya itu selalu dapat dinilai dengan uang. Jadi ukuran untuk
menentukan nilai atau harga kekayaan atau benda itu adalah uang. Dalam kehidupan modern
ini uang merupakan ukuran yang utama.
Debitur Dan Kreditur
Perikatan yang terjadi antara pihak yang satu dengan pihak yang lain, mewajibkan pihak yang
satu dengan yang lain, mewajibkan pihak yang satu untuk berprestasi dan memberi hak
kepada pihak yang lain untuk menerima prestasi. Pihak yang berkewajiban berprestasi itu
biasa disebut debitur, sedangkan pihak yang berhak atas prestasi disebut kreditur.
Dalam suatu perikatan bisa terjadi bahwa satu pihak berhak atas suatu prestasi. Tetapi
mungkin juga bahwa pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi itu, di samping kewajiban
tersebut juga berhak atas suatu prestasi. Sebaliknya jika pihak lain itu disamping berhak atas
suatu prestasi juga berkewajiban memenuhi suatu prestasi. Jadi kedua belah pihak
mempunyai hak dan kewajiban timbale balik.
Karena prestasi itu diukur dengan nilai sejumlah uang, maka pihak yang berkewajiban
membayar sejumlah uang itu berkedudukan sebagai debitur, sedangkan pihak yang berhak
meneriam sejumlah uang itu berkedudukan sebagai kreditur.
Macam- macam Perikatan
Dalam kenyataanya ada beberapa macam perikatan yang dikenal dalam masyarakat menurut
syarat yang ditentukan oleh pihak- pihak, atau menurut jenis prestasi yang harus dipenuhi,
atau menurut jumlah subyek yang terlibat dalam perikatan itu.
a) Perikatan bersyarat, perikatan yang timbul dari perjanjian dapat berupa perikatan murni
dan perikatan bersyarat.
b) Perikatan dengan ketetapan waktu
c) Perikatan alternative
d) Perikatan tanggung menanggung
e) Perikatan yang dapat dan tidak dapat dibagi
f) Perikatan dengan ancaman hukuman
g) Perikatan wajar
Hapusnya Perikatan
Menurut ketentuan pasal 1381 KUHPdt, ada sepuluh cara hapusnya perikatan, yaitu:
a) Karena pembayaran
b) Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
c) Karena adanya pembaharuan hutang
d) Karena percampuran hutang
e) Karena adanya pertemuan hutang
f) Karena adanya pembebasan hutang
g) Karena musnahnya barang yang terhutang
h) Karena kebatalan atau pembatalan
i) Karena berlakunya syarat batal
j) Karena lampau waktu
2.2 Pengertian Perjanjian.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perjanjian, kita melihat pasal 1313 KUHPdt.
Menurut ketentuan pasal ini, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih lainnya". Ketentua pasal ini sebenarnya kurang begitu memuaskan, karena ada beberapa
kelemahan. Kelemahan- kelemahan itu adalah seperti diuraikan di bawah ini:
a) Hanya menyangkut sepihak saja, hal ini diketahui dari perumusan, "satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya".
b) Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus
c) Pengertian perjanjian terlalu luas
d) Tanpa menyebut tujuan
e) Ada bentuk tertentu, lisan dan tulisan
f) Ada syarat- syarat tertentu sebagai isi perjanjian, seperti disebutkan di bawah ini:
1. syarat ada persetuuan kehendak
2. syarat kecakapan pihak- pihak
3. ada hal tertentu
4. ada kausa yang halal
Asas- asas Perjanjian
Dalam hukum perjanjian dapat dijumpai beberapa asas penting yang perlu diketahui. Asasasas tersebut adalah seperti diuraikan dibawah ini:
1) system terbuka (open system), setiap orang boleh mengadakan perjanjian apa saja,
walaupun belum atau tidak diatur dalam Undang-undang. Sering disebut asas kebebasan
bertindak.
2) Bersifat perlengkapan (optional), artinya pasal-pasal undang-undang boleh disingkirkan,
apabila pihak yang membuat perjanjian menghendaki membuat perjanjian sendiri.
3) Bersifat konsensual, artinya perjanjian itu terjadi sejak adanya kata sepakat antara pihakpihak.
4) Bersifat obligatoir, artinya perjanjian yang dibuat oleh pihak- pihak itu baru dalam taraf
menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum memindahkan hak milik.
Jenis jenis Perjanjian
1) Perjanjian timbale balik dan perjanjian sepihak, perjanjian sepihak adalah perjanjian yang
memberikan kewajibannya kepada satu pihak dan hak kepada satu pihak dan hak kepada
pihak lainnya, misalkan hibah.
2) Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani
3) Perjanjian bernama dan tidak bernama
4) Perjanjiankebendaan dan perjanjian obligatoir
5) Perjanjian konsensual dan perjanjian real
Syarat- syarat sah Perjanjian
Perjanjian yang sah artinya perjanjian yang memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh
undang- undang, sehingga ia diakui oleh hukum (legally concluded contract). Menurut
ketentuan pasal 1320 KUHPdt, syarat- syarat sah perjanjian adalah sebagai berikut:
1) Ada persetujuan kehendak antara pihak- pihak yang membuat perjanjian (consensus)
2) Ada kecakapan pihak- pihak untuk membuat perjanjian (capacity)
3) Ada suatu hal tertentu (a certain subject matter)
4) Ada suatu sebab yang halal (legal cause)
Akibat Hukum Perjanjian yang Sah
Menurut ketentuan pasal 1338 KUHPdt, perjanjian yang dibuat secara sah, yaitu memenuhi
syarat- syarat pasal 1320 KUHPdt berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang
membuatnya, tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan kedua belah pihak atau karena
alasan- alasan yang cukup menurut undang- undang, dan harus dilaksanakan dengan itikad
baik,
Pelaksanaan Perjanjian
Yang dimaksud dengan pelaksanaan disini adalah realisasi atau pemenuhan hak dan
kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak- pihak supaya perjanjian itu mencapai
tujuannya. Pelaksanaan perjanjian pada dasarnya menyangkut soal pembayaran dan
penyerahan barang yang menjadi objek utama perjanjian. Pembayaran dan penyerahan
barang dapat terjadi secara serentak. Mungkin pembayaran lebih dahulu disusul dengan
penyerahan barang atau sebaliknya penyerahan barang dulu baru kemudian pembayaran.
Pembayaran
1) Pihak yang melakukan pembayaran pada dasarnya adalah debitur yang menjadi pihak
dalam
perjanjian
2) Alat bayar yang digunakan pada umumnya adalah uang
3) Tempat pembayaran dilakukan sesuai dalam perjanjian
4) Media pembayaran yang digunakan
5) Biaya penyelenggaran pembayaran
Penyerahan Barang
Yang dimaksud dengan lavering atau transfer of ownership adalah penyerahan suatu barang
oleh pemilik atau atas namanya kepada orang lain, sehingga orang lain ini memperoleh hak
milik atas barang tersebut. Syarat- syarat penyerahan barang atau lavering adalah sebagai
berikut:
1) Harus ada perjanjian yang bersifat kebendaan
2) Harus ada alas hak (title), dalam hal ini ada dua teori yang sering digunakan yaitu teori
kausal dan teori abstrak
3) Dilakukan orang yang berwenang mengusai benda
4) Penyerahan harus nyata (feitelijk)
Macam- macam Penyerahan Barang
Berdasarkan sifat barang yang akan diserahkan, ada tiga cara penyerahan barang yang
dikenal dalam undang- undang:
1) Penyerahan barang bergerak berwujud
2) Penyerahan barang tidak bergerak
3) Penyerahan barang bergerak tidak berwujud
Biaya Penyerahan
Menurut ketentuan pasal 1476 KUHPdt, biaya penyerahan dipikul oleh penjual, sedangkan
biaya pengambilan dipikul oleh pembeli, jika tidak diperjanjikan sebaliknya. Ini berarti jika
pihak- pihak tidak menentukan lain, berlakulah ketentuan pasal ini. Tetapi jika pihak- pihak
menentukan cara tersendiri, maka ada beberapa kemungkinannya, misalnya:
1) Semua biaya penyerahan dan pengambilan dipikul oleh pembeli
2) Semua biaya penyerahan dan pengambilan dipikul oleh penjual
3) Semua biaya penyerahan dan pengambilan dipikul bersama- sama olehkedua belah pihak,
baik secara dibagi, maupun secara perimbangan.
Penafsiran dalam Pelaksanaan Perjanjian
Dalam suatu perjanjian, pihak- pihak telah menetapkan apa- apa yang telah disepakati.
Apabila yang telah disepakati itu sudah jelas menurut kata- katanya, sehingga tidak mungkin
menimbulkan keraguan- keraguan lagi, tidak diperkenankan memberikan pengewrtian lain.
Dengan kata laintidak boleh ditafsirkan lain (pasal 1342 KUHPdt). Adapun pedoman untuk
melakukan penafsiran dalam pelaksanaan perjanjian, undang- undang memberikan ketentuanketentuan sebagai berikut:
1) Maksud pihak- pihak
2) Memungkinkan janji itu dilaksanakan
3) Kebiasaan setempat
4) Dalam hubungan perjanjian keseluruhan
5) Penjelasan dengan menyebutkan contoh
6) Tafsiran berdasarkan akal sehat
Factor- factor yang mempengaruhi perjanjian
Beberapa perjanjian yang kelihatannya berlaku secara sempurna, tetapi mungkin seluruh atau
sebagiannya tidak berdaya guna disebabkan oleh suatu cacat ketika perjanjian itu dibuat.
Factor- factor yang mempengaruhi itu adalah:
1) Kekeliruan atau kekhilafan
2) Perbuatan curang atau penipuan
3) Paksaan atau duress
4) Ketidakcakapan, seperti misalnya; orang yang belum dewasa, mereka yang ditaruh di
dalam pengampuan, dan orang peempuan bersuami.
Isi Perjanjian
Yang dimaksud isi perjanjian disini pada dasarnya adalah ketentuan- ketentuan dan syaratsyarat yang telah diperjanjikan oleh pihak- pihak. Ketentuan- ketentuan dan syarat- syarat ini
berisi hak dan kewajiban pihak- pihak yang harus mereka penuhi. Dalam hal ini tercermin
asas "kebebasan berkontrak", yaitu berapa jauh pihak- pihak dapat mengadakan perjanjian,
hubungan hubungan apa yang terjadi antara mereka itu, dan beberapa jauh hukum mengatur
hubungan
antara
mereka
itu.
Pembatalan Perjanjian
Pengertian pembatalan dalam uraian ini mengandung dua macam kemungkinan alasan, yaitu
pembatalan karena tidak memenuhi syarat subyektif, dan pembatalan karena adanya
wanprestasi dari debitur.
Pembatalan dapat dilakukan dengan tiga syarat yakni:
1) Perjanjian harus bersifat timbale balik (bilateral)
2) Harus ada wanprestasi (breach of contract)
3) Harus dengan putusan hakim (verdict)
2.3 Ketentuan- ketentuan Undang- Undang
Timbulnya perikatan dalam hal ini bukan dikarenakan karena adanya suatu persetujuan
atupun perjanjian, melainkan dikarenakan karena adanya undang- undang yang menyatakan
akibat perbuatan orang, lalu timbul perikatan. Perikatan yang timbul karena undang- undang
ini ada dua sumbernya, yaitu perbuatan orang dan undang- undang sendiri. Perbuatan orang
itu diklasifikasikanlagi menjadi dua, yaitu perbuatan yang sesuai dengan hukum dan
perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum (pasal 1352 dan 1353 KUHPdt).
Perikatan yang timbul dari perbuatan yang sesuai dengan hukum ada dua, yaitu wakil tanpa
kuasa (zaakwarneeming) diatur dalam pasal 1354 sampai dengan pasal 1358 KUHPdt,
pembayaran tanpa hutang (onverschuldigde betalling) diatur dalam pasal 1359 sampai dengan
1364 KUHPdt. Sedangkan perikatan yang timbul dari perbuatan yang tidak sesuai dengan
hukum adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum adalah perbuatan melawan hukum
(onrechtmatigdaad) diatur dalam pasal 1365 sampai dengan 1380 KUHPdt.
Perbuatan melawan hukum dapat ditujukan kepada harta kekayaan orang laindan dapat
ditujukan kepada diri pribadi orang lain, perbuatan mana mengakibatkankerugian pada orang
lain. Dalam hukum anglo saxon, perbuatan melawan hukum disebut tort.
Untuk mengetahui apakah perbuatan hukum itu disebut wakil tanpa kuasa, maka perlu dilihat
unsure- unsure yang terdapat didalamnya, unsure- unsure tersebut adalah :
1) Perbuatan itu dilakukan dengan sukarela, artinya atas kesadaran sendiri tanpa
mengharapkan suatu apapun sebagai imbalannya.
2) Tanpa mendapat kuasa (perintah), artinya yang melakukan perbuatan itu bertindak atas
inisiatif sendiri tanpa ada pesan, perintah, atau kuasa dari pihak yang berkepentingan baik
lisan maupun tulisan.
3) Mewakili urusan orang lain, artinya yang melakukan perbuatan itu bertindak untuk
kepentingan orang lain, bukan kepentingan sendiri.
4) Dengan atau tanpa pengetahuan orang itu, artinya orang yang berkepentingan itu tidak
mengetahui bahwa kepentingannya dikerjakan orang lain.
5) Wajib meneruskan dan menyelesaikan urusan itu, artinya sekali ia melakukan perbuatan
untuk kepentingan orang lain itu, ia harus mengerjakan sampai selesai, sehingga orang yang
diwakili kepentingannya itu dapat menikmati manfatnya atau dapat mengerjakan segala
sesuatu yang termasuk urusan itu.
6) Bertindak menurut hukum, artinya dalam melakukan perbuatan mengurus kepentingan itu,
harus dilakukan berdasarkan kewajiban menurut hukum. Atau bertindak tidak bertentangan
dengan undang- undang.
Hak dan kewajiban pihak- pihak
Karena perikatan ini timbul berdasarkan ketentuan undang- undang, maka hak dan kewajiban
tersebut dapat diperinci sebagai tersebut di bawah ini :
1) Hak dan kewajiban yang mewakili, ia berkewajiban mengerjakan segala sesuatu yang
termasuk urusan itu sampai selesai, dengan memberikan pertanggungjawaban.
2) Hak dan kewajiban yang diwakili, yang diwakili atau yang berkepentingan berkewajiban
memenuhi perikatan yang dibuat oleh wakil itu atas namanya, membayar ganti rugi, atau
pengeluaran yang telah dipenuhi oleh pihak yang mengurus kepentingan itu.
Pembayaran Tanpa Hutang
Menurut ketentuan pasal 1359 KUHPdt, setiap pembayaran yang ditujukan untuk melunasi
suatu hutang, tetapi ternyata tidak ada hutang, pembayaran yang telah dilakukan itu dapat
dituntut kembali. Ketentuan ini jelas memberikan kepastian bahwa orang yang memperoleh
kekayaan tanpa hak itu seharusnya bersedia mengembalikan kekayaan yang telah diserahkan
kepadanya karena kekeliruan atau salah perkiraan. Dikira ada hutang tetapi sebenarnya tidak
ada hutang. Pembayaran yang dilakukan itu sifatnya sukarela, melainkan karena kewajiban
yang harus dipenuhi sebagaimana mestinya dalam kehidupan bermasyarakat. Tetapi
kemudian ternyata bahwa perikatan yang dikira ada sebenarnya tidak ada. Dengan demikian
ada kewajiban undang- undang bagi pihak yang menerima pembayaran itu yang
mengembalikan pembayaran yang telah ia terima tanpa perikatan.
Perbuatan Melawan Hukum(onrechtmatige Daad)
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum, kita lihat pasal
1365 KUHPdt yang berbunyi sebagai berikut :
" Tiap perbuatan melawan hukum, yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan
orang yang bersalah menimbulkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut".
Dari ketentuan pasal ini dapat diketahui bahwa suatu perbuatan itu diketahui bahwa suatu
perbuatan itu dikatakan melawan hukum apabila ia memenuhi empat unsure sebagai berikut :
1) Perbuatan itu harus melawan hukum
2) Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian
3) Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan
4) Antara perbuatan dan kerugian yang timbulharus ada hubungan kausal
Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Diri Pribadi
Perbuatan melawan hukum dapat ditujukan pada benda milik orang lain. Jika ditujukan pada
diri pribadi orang lain. Jika ditujukan pada diri pribadi orang lain mungkin dapat
menimbulkan kerugian pisik ataupun kerugian nama baik(martabat). Kerugian pisik atau
jasmani misalnya luka, cedera, cacat tubuh. Perbuatan melawan hukum yang menimbulkan
kerugian pisik atau jasmani banyak diatur dalam perundangan- undangan di luar KUHPdt,
misalnya
undangundang
perburuhan.
apabila seseorang mengalami luka atau cacat pada salah satu anggota badan dikarenakan
kesengajaan atau kurang hati- hati pihak lain, undang- undang memberikan hak kepada
korban untuk memperoleh penggantian biaya pengobatan, ganti kerugian atau luka atau cacat
tersebut. Ganti kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak
dan menurut keadaan. Penghinaan adalah perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan,
jadi dapat dimasukkan perbuatan melawan hukum pencemaran nama baik seseorang. Lain
daripada itu, yang terhina dapat menuntut supaya dalam putusan itu juga dinyatakan bahwa
perbutan yang telah dilakukan itu adalah memfitnah. Dengan demikian, berlakulah ketentuan
pasal 314 KUHP penuntutan perbuatan pidana memfitnah. Perkara memfitnah ini diperiksa
dan diputus oleh hakim pidana(pasal 1373 KUHPdt).
Perbuatan Melawan Hukum yang Dilakukan Oleh Badan Hukum
Sering sekali orang mengatakan bahwa apakah badan hukum itu dapat melakukan kesalahan
atau perbuatan melawan hukum. Alasannya , karena badan hukum tidak dapat melakukan
kesalahan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam lapangan hukum pidana, seperti
halnya manusia pribadi. Untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan tersebut, lebih dahulu perlu
dikemukakan berbgai teori mengenai bdan hukum ada 3 macam yaitu:
1) Teori fictie(perumpamaan), menurut teori ini badan hukum itu diperumpamakan sebagai
manusia, terpisah dari manusia yang menjadi pengurusnya. Atas dasar ini badan hukum tidak
dibuat secara langsung, melainkan melalui perbuatan orang, yaitu pengurusnya. Dengan
demikian berdasarkan teori fictie ini, badan hukum yang melakukan perbuatan hukum dapat
digugat tidak melalui pasal 1365, melainkan melalui pasal 1367 KUHPdt. Jika mengikuti
teori fictie ini kita dihadapkan pada keadaan yang bertentangan dengan kenyataan.
2) Teori orgaan (perlengkapan), menurut teori ini, badan hukum itu sama dengan manusia
pribadi, dapat melakukan perbuatan hukum.
3) Teori yurisdische realiteit, menurut teori ini, badan hukum adalah realitas yuridis yang
dibentuk dan diakui sama seperti manusia pribadi.
Badan Hukum Perdata dan Publik
Ada dua macam badan hukum dilihat dari sudut pembentukannya, yaitu badan hukum pidana
dan badan hukum public. Badan hukum perdata dibentuk berdasarkan hukum perdata,
sedangkan pengesahannya dilakukan pleh pemerintah. Yang disahkan itu pada umumnya
adalah anggaran dasar badan hukum itu. Pengesahan dilakukan dengan pendaftaran anggaran
dasar kepada pejabat yang berwenang, pengesahan tersebut diperlukan supaya badan hukum
yang dibentuk itu tidak bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, dan tidak
dilarang oleh undang- undang. Badan hukum perdata ini misalnya, perseroan terbatas,
yayasan .koperasi.
Badan Hukum public dibentuk dengan undang- undang oleh pemerintah. Badan hukum
public ini merupakan badan- badan kenegaraan, misalnya Negara republic Indonesia, daerah
Tiongkok I, daerah tingkat II, dan lain- lain. Badan hukum public ini dibentuk untuk
menyelenggarakan pemerintahan Negara. Dalam menjalankan pemerintah Negara badan
hukum public harus berdasarkan undang- undang. Jika dalam menjalankan tugasnya, badan
hukum public itu melakukan perbuatan melawan hukum, ia dapat digugat berdasarkan pasal
1365
KUHPdt.
Yang perlu diperhatikan adalah bahwa badan hukum public dalam menjalankan
kekuasaannya itu mungkin merugikan orang lain dengan alasan menjalankan undangundang. Maka dalam hal ini perlu dibedakan antara kebijaksanaan dan pelanggaran undangundang. Dalam hal ini hakim yang akan menentukan. Namun demikian, jika perbuatan yang
dilakukan itu adalah kebijaksanaan penguasa(pemerintah), ini bukan lagi wewenang hakim,
karena sudah masuk dalam bidang politik.
2.4 Komparasi Antara Perikatan yang timbul Karena Perjanjian dengan Perikatan yang
Timbul Karena Undang- Undang
Sebagaimana telah diterangkan, suatu perikatan dapat lahir dari undang
undang atau dari perjanjian/ persetujuan. Yang dimaksud dengan perikatan yang lahir dari
undang- undang saja ialah perikatan- perikatan yang timbul akibathubungan kekeluargan.
Perikatan yang lahir dari undang- undang karena suatu perbuatan yang diperbolehkan adalah
pertama timbul jika seseorang melakukan sesuatu.
Sedangkan perikatan yang terjadi karena persetujuan atau perjanjian kedua belah pihak harus
mempunyai kemauan yang bebas untuk mengikatkan diri dan kemauan itu harus dinyatakan.
Pernyataan dapat dilakukan dengan tegas atau secara diam- diam. Cara yang belakangan,
sangat lazim dalam kehidupan sehari- hari.