Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peranan.
2.1.1 Pengertian Peranan.
Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila
seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, dia
menjalankan suatu peranan. Pembedaan antara kedudukan dengan peranan adalah
untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tak dapat dipisah-pisahkan
karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya. Tak ada peranan tanpa
kedudukan, peranan juga mempunyai dua arti (Soekanto, 2006: 212).
Peranan adalah suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya
individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status
sosial dan fungsi sosialnya (Ahmadi, 2007: 106).
Peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan, yaitu seorang yang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia telah
menjalankan suatu peranan. Suatu peranan paling tidak mencakup tiga hal berikut:
1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang didalam masyarakat.
2. Peranan merupakan suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi
struktur sosial.

Universitas Sumatera Utara

Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi
dalam pergaulan masyarakat. Posisi seseorang dalam masyarakat (social-position)
merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu dalam masyarakat.
Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri, dan sebagai suatu
proses. Jadi, seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta
menjalankan suatu peranan.
Peranan sebagai perangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu
yang menempati kedudukan sosial tertentu. Harapan-harapan tersebut merupakan
imbangan dari norma-norma sosial dan oleh karena itu dapat dikatakan bahwa
peranan-peranan itu ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat,
maksudnya kita diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh
masyarakat di dalam pekerjaan kita, di dalam keluarga, dan di dalam perananperanan lainnya. Di dalam peranan terdapat 2 harapan, yaitu:
1. Harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau
kewajiban-kewajiban dari pemegang peran
2. Harapan-harapan yang dimiliki oleh si pemegang peran terhadap
masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengannya
dalam menjalankan peranannya atau kewajiban-kewajibannya (Berry,
2003: 105).
Pemikiran tentang peranan sebagai seperangkat harapan yang ditentukan
oleh masyarakat terhadap pemegang-pemegang kedudukan sosial adalah sejalan
dengan perspektif masyarakat. Perspektif dimaksudkan bahwa setiap individu
memegang peranan yang diberikan oleh masyarakat kepada mereka. Dalam

Universitas Sumatera Utara

pandangan ini, peranan-peranan dapat dilihat sebagai bagian dari struktur


masyarakat. Jadi struktur masyarakat dapat dilihat sebagai pola-pola peranan yang
saling berhubungan. Walaupun peranan adalah bagian dari struktur masyarakat
tapi peranan-peranan itu hanya ada selama peranan-peranan itu diisi oleh individu.
Konsep peranan mungkin dapat digunakan untuk melihat hubungan fundamental
antara struktur masyarakat dan individu.
Setiap orang mempunyai macam-macam peranan yang berasal dari polapola pergaulan hidupnya. Hal itu sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa
yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang
diberikan oleh masyarakat kepadanya. Pentingnya peranan adalah karena ia
mengatur perilaku seseorang.
Hubungan-hubungan sosial yang ada dalam masyarakat merupakan
hubungan antara peranan-peranan individu dalam masyarakat. Peranan diatur oleh
norma-norma yang berlaku. Misalnya: norma kesopanan menghendaki agar
seseorang laki-laki bila berjalan bersama seorang wanita harus disebelah luar.
Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi
dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat (socialposition) merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu pada
organisasi masyarakat. Peranan lebih banyak menunjukkan pada fungsi,
penyesuaian diri, dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang menduduki suatu
posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan. Peranan mungkin
mencakup tiga hal, yaitu sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau


tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan
rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam
kehidupan kemasyarakatan.
b. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat.
Adapun

fasilitas-fasilitas

bagi

peranan

individu

(role-facilities).

Masyarakat biasanya memberikan fasilitas-fasilitas pada individu untuk dpat


menjalankan peranan. Lembaga-lembaga kemasyarakatan merupakan bagian
masyarakat yang banyak menyediakan peluang-peluang untuk pelaksanaan
peranan. Kadang-kadang perubahan struktur suatu golongan kemasyarakatan
menyebabkan fasilitas-fasilitas bertambah. Misalnya, perubahan organisasi suau
sekolah yang memerlukan penambahan guru, pegawai administrasi, dan
seterusnya. Akan tetapi juga dapat mengurangi peluang-peluang apabila terpaksa
diadakan rasionalisasi sebagai akibat perubahan struktur dan organisasi.
Sejalan dengan adanya status-conflict, juga ada conflict of role. Bahkan
kadang-kadang suatu pemisahan antara individu dengan peranannya yang
sesungguhnya harus dilaksanakannya. Hal ini dinamakan role-distance. Gejala
tadi timbul apabila individu merasakan dirinya tertekan karena dia merasa dirinya
tidak sesuai untuk melaksanakan peranan yang diberikan oleh masyarakat
kepadanya. Dengan demikian dia tidak melaksanakan peranannya dengan

Universitas Sumatera Utara

sempurna atau bahkan menyembunyikan dirinya, apabila dia berada dalam


lingkaran sosial yang berbeda. Setiap peranan bertujuan agar antara individu yang
melaksanakan peranan tadi dengan orang-orang di sekitarnya yang tersangkut atau
ada hubungannya dengan peranan tersebut terdapat hubungan yang diatur oleh
nilai-nilai sosial yang diterima dan ditaati kedua belah pihak. Apabila tidak dapat
terpenuhi oleh individu maka terjadilah role-distance.
Pembahasan perihal aneka macam peranan yang melekat pada individuindividu dalam masyarakat penting bagi hal-hal sebagai berikut:
1. Peranan-peranan tertentu harus dilaksanakan apabila struktur masyarakat
hendak dipertahankan kelangsungannya.
2. Peranan tersebut seyogyanya dilekatkan pada individu-individu yang oleh
masyarakat dianggap mampu melaksanakannya. Mereka harus terlebih
dahulu berlatih dan mempunyai hasrat untuk melaksanakannya.
3. Dalam masyarakat kadangkala dijumpai individu-individu yang tidak
mampu

melaksanakan

peranannya

sebagaimana

diharapkan

oleh

masyarakat karena mungkin pelaksanaannya memerlukan pengorbanan


arti kepentingan-kepentingan pribadi yang terlalu banyak.
4. Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan peranannya,
belum tentu masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang
seimbang. Bahkan sering kali terlihat betapa masyarakat terpaksa
membatasi

peluang-peluang

tersebut

(http://www.scribd.com/doc/13055094/Makalah-Sosiologi-Peran-NormaStatus).

Universitas Sumatera Utara

Peranan merupakan aspek dinamis dari suatu status (kedudukan).


Apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan status
yang

dimilikinya,

maka

ia

telah

menjalankan

peranannya.

Peranan adalah tingkah laku yang diharapkan dari orang yang memiliki
kedudukan atau status. Antara kedudukan dan peranan tidak dapat dipisahkan.
Tidak ada peranan tanpa kedudukan. Kedudukan tidak berfungsi tanpa peranan.
Peranan merupakan hal yang sangat penting bagi seseorang, karena dengan
peranan yang dimilikinya ia akan dapat mengatur perilaku dirinya dan orang lain.
Seseorang dapat memainkan beberapa peranan sekaligus pada saat yang sama,
seperti seorang wanita dapat mempunyai peranan sebagai isteri, ibu, karyawan
kantor sekaligus.
Peranan seseorang tidak hanya menentukan perilaku tetapi juga beliefs
(keyakinan) dan sikap. Individu memiliki sikap yang selaras dengan harapanharapan yang menentukan peranan mereka sehingga perubahan peranan akan
membawa pada perubahan sikap. Pada umumnya peranan yang dilakukan
seseorang tidak hanya menyalurkan perilakunya tetapi juga membentuk sikapnya.
Peranan juga dapat mempengaruhi nilai-nilai (values) yang dipegang orang dan
mempengaruhi arah dari pertumbuhan dan perkembangan kepribadian mereka
(Dayakisni, 2003: 18).
Di Indonesia terdapat kecendrungan untuk lebih mementingkan kedudukan
ketimbang peranan. Gejala tersebut terutama disebabkan adanya kecendurngan
kuat untuk lebih mementingkan nilai materialisme daripada spiritualisme. Nilai
materialisme di dalam kebanyakan hal diukur dengan adanya atribut-atribut atau

Universitas Sumatera Utara

ciri-ciri tertentu yang bersifat lahiriah dan di dalam kebanyakan hal bersifat
konsumtif. Tinggi rendahnya prestise seseorang diukur dari atribut-atribut lahiriah
tersebut, misalnya, gelar, tempat kediaman mewah, kendaraan, pakaian, dan lain
sebagainya. Hal-hal tersebut memang diperlukan tetapi bukanlah yang terpenting
di dalam pergaulan hidup manusia. Memang perlu diakui bahwa di Indonesia
peranan juga mendapatkan penghargaan tertentu tetapi belum proporsional
sifatnya, padahal menjalankan peranan berarti melaksanakan hak dan kewajiban
serta tanggung jawab. Apabila seseorang pegawai negri, misalnya, lebih
mementingkan kedudukan daripada peranannya, dia akan menuntut warga
masyarakat untuk lebih banyak melayaninya (padahal peranan seorang pegawai
negri adalah memberikan pelayanan kepada warga masyarakat). Faktor inilah
yang antara lain mengakibatkan terjadinya halangan-halangan di dalam
menerapkan birokrasi yang positif.
Peranan juga bisa menimbulkan konflik peranan apabila seseorang harus
memilih peranan dari dua atau lebih status yang dimilikinya. Pada umumnya
konflik peranan timbul ketika seseorang dalam keadaan tertekan, karena merasa
dirinya tidak sesuai atau kurang mampu melaksakan peranan yang diberikan
masyarakat kepadanya. Akibatnya, ia tidak melaksanakan peranannya dengan
ideal/sempurna.
Ada banyak peluang masalah sehubungan dengan peranan di tengah
masyarakat. Pertama-tama mungkin saja terjadi kesalahpahaman di antara masingmasing anggota masyarakat. Sumber permasalahan lainnya adalah kita umumnya
memiliki banyak peranan dalam hidup ini, dan hal ini dapat menimbulkan konflik.

Universitas Sumatera Utara

Bahkan dalam satu peran sendiri pun mungkin terkandung pula banyak peranan,
tergantung pada situasinya (Boeree, 2006: 148).

2.2 Keberfungsian Sosial.


Pengertian fungsi sosial (social functioning) mengarah kepada cara yang
dipergunakan orang dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan, memecahkan
permasalahan maupun memenuhi kebutuhannya. Oleh sebab itu, pembahasan
tentang fungsi sosial tidak lepas dari pembahasan peranan sosial (social role) dan
status sosial (social status) orang tersebut di lingkungannya atau masyarakat.
Status sosial seseorang mencerminkan hak dan kewajiban yang
ditampilkan oleh orang tersebut. Hak dan kewajiban tersebut merupakan cerminan
dari norma dan nilai yang ada di lingkungan atau masyarakat yang diberikan
kepada seseorang sesuai dengan status sosialnya. Oleh sebab itu, seseorang
dituntut dan diminta oleh lingkungannya hak dan kewajibannya. Pelaksanaan hak
dan kewajiban itulah yang dijadikan standar atau ukuran untuk menentukan
apakah seseorang dapat berfungsi sosial atau tidak. Pernyataan tersebut mengacu
kepada jika seseorang dapat menampilkan peran (hak dan kewajibannya) sesuai
dengan status sosialnya, maka orang tersebut dikatakan dapat berfungsi sosial.
Sebaliknya jika tidak mampu melaksanakan peranan dan status sosialnya, maka
orang tersebut dinyatakan tidak berfungsi sosial. Berdasarkan uraian tersebut,
maka keberfungsian sosial merupakan perbandingan antara peranan sosial yang
diharapkan oleh lingkungan sesuai dengan status sosialnya dengan peranan sosial
yang nyata dilaksanakan oleh orang tersebut. Jika orang tersebut dapat memenuhi

Universitas Sumatera Utara

harapan lingkungan atau masyarakat maka dikatakan dapat berfungsi sosial.


Sebaliknya jika tidak mampu memenuhi harapan lingkungan atau masyarakat,
maka orang tersebut dinyatakan tidak atau kurang berfungsi sosial (Sukonco,
1991: 33-34).
Keberfungsian sosial dapat dipandang dari berbagai segi, yaitu:
1. Keberfungsian sosial dipandang sebagai kemampuan melaksanakan
peranan sosial.
Keberfungsian

sosial

dapat

dipandang

sebagai

penampilan

atau

pelaksanaan peranan yang diharapkan sebagai anggota suatu kolektivitas.


2. Keberfungsian sosial dipandang sebagai kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan
Orang selalu dihadapkan untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh sebab itu,
keberfungsian sosial juga mengacu kepada cara-cara yang digunakan oleh
individu maupun kolektivitas dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka.
3. Keberfungsian sosial dipandang sebagai kemampuan untuk memecahkan
permasalahan sosial yang dialami
Orang dalam usahanya memenuhi kebutuhan, melakukan tugas-tugas
kehidupan dan mewujudkan aspirasinya tidaklah mudah. Ia dihadapkan
kepada keterbatasan, hambatan, dan kesulitan serta permasalahan yang
harus ditangani dan dipecahkan.
Uraian di atas menggambarkan bahwa setiap orang selalu dihadapkan
kepada permasalahan sosial. Kemampuan seseorang di dalam mengatasi dan

Universitas Sumatera Utara

memecahkan permasalahan yang dialami menunjukkan kemampuannya dalam


melaksanakan keberfungsian sosial.
Fungsi sosial memberikan pemahaman tentang bagaimana seseorang bisa
bergaul dan berkomunikasi dengan orang lain didalam masyarakat. Seseorang
telah dikenalkan dengan kedudukan dan status didalam masyarakat. Dengan
demikian, seseorang secara tidak langsung telah belajar dengan orang lain didalam
masyarakat, sehingga mereka bisa membedakan sikap dan cara bicaranya saat berinteraksi dengan masyarakat.
Fungsi Sosial adalah proses sosialisasi yang telah memungkinkan
seseorang tumbuh dan berkembang menjadi orang dewasa yang dapat
menjalankan:
1. Berbagai peranan sosialnya sesuai dengan kedudukan sosial yang
dicapainya dalam bermacam lingkungan sosial di mana dia menjadi
warganya;
2. Kemampuan menjalankan multi status dan multi peranan tersebut dibentuk
melalui proses pembelajaran di lingkungan budaya di mana nilai-nilai dan
norma-norma

sosial

berlaku

di

lingkungan

tersebut

(http://pakdesofa.blogspot.com/Pengertian,Ruang,Lingkup,danStudi/Interv
ensi/Sosial/CARI/ILMU/ONLINE/BORNEO.htm).
Fungsi sosial adalah kemampuan untuk menjalankan multi peranan dalam
bermacam

kedudukan

sosial,

sesuai

dengan

tuntutan

lingkungannya,

menunjukkan keberfungsian sosial manusia. Di samping itu keberfungsian sosial

Universitas Sumatera Utara

juga mencakup pemenuhan kebutuhan dasar dirinya dan orang-orang yang


menjadi tanggungannya.

2.3 Penyandang Cacat.


Pengertian penyandang cacat atau disebut juga berkelainan adalah suatu
kondisi yang menyimpang dari rata-rata umumnya. Penyimpangan tersebut
memiliki nilai lebih atau kurang. Efek penyimpangan yang dialami oleh seseorang
seringkali mengundang perhatian orang-orang yang ada di sekelilingnya, baik
sesaat maupun berkelanjutan (Efendi, 2006: 2).
Dalam kamus popular pekerjaan sosial yang dimaksud dengan cacat
adalah suatu keadaan tidak lengkap (Marpaung, 1988:105). Tidak semua orang
dapat menatap masa depan yang cerah. Ada beberapa orang yang kurang
beruntung, dimana pertumbuhan dan perkembangannya terhalang oleh karena
cacat yang dimilikinya. Namun demikian tidak berarti bahwa kecacatan
merupakan penghalang untuk melaksanakan fungsi sosialnya ditengah-tengah
masyarakat.
Kecacatan

menyebabkan

seseorang

mengalami

keterbatasan

atau

gangguan yang mempengaruhi keleluasaan aktivitas fisik, kepercayaan dan harga


diri, hubungan antar manusia maupun dengan lingkungannya. Masalah kecacatan
juga akan semakin berat, bila disertai dengan masalah kesejahteraan sosial lainnya
seperti kemiskinan, keterlantaran dan keterasingan. Kondisi seperti ini
menyebabkan hak penyandang cacat untuk tumbuh kembang dan berkreasi
sebagaimana orang-orang yang tidak cacat tidak dapat terpenuhi.

Universitas Sumatera Utara

Menurut klasifikasi dan jenis kelainan, penyandang cacat dapat


dikelompokkan ke dalam, yaitu:
1. Kelainan Fisik.
Kelainan fisik adalah kelainan yang terjadi pada satu atau lebih organ
tubuh tertentu. Akibat kelainan tersebut timbul suatu keadaan pada fungsi fisik
tubuhnya tidak dapat menjalankan tugasnya secara normal. Tidak berfungsinya
anggota fisik terjadi pada: (a) alat fisik indra, misalnya kelainan pada indra
pendengaran (tunarungu), kelainan pada indra penglihatan (tunanetra), dan lainlain; (b) alat motorik tubuh, misalnya kelainan otot dan tulang (poliomyelitis),
kelainan pada sistem saraf di otak yang berakibat gangguan pada fungsi motorik
(cerebral palsy), dan lain-lain.
2. Kelainan Mental.
Aspek mental adalah orang yang memiliki penyimpangan kemampuan
berpikir secara kritis, logis dalam menanggapi dunia sekitarnya. Kelainan pada
aspek mental ini dapat menyebar ke dua arah, yaitu kelainan dalam arti lebih
(supernormal) dan kelainan dalam arti kurang (subnormal).
3. Kelainan Perilaku Sosial.
Kelainan perilaku atau tunalaras sosial adalah mereka yang mengalami
kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan, tata tertib, norma sosial,
dan lain-lain. Manifestasi dari mereka yang dikategorikan dalam kelainan perilaku
sosial ini, misalnya kompensasi berlebihan, sering bentrok dengan lingkungan,
pelanggaran hukum/norma maupun kesopanan.

Universitas Sumatera Utara

Ketiga kelainan tersebut akan membawa konsekuensi tersendiri bagi


penyandangnya, baik secara keseluruhan atau sebagian, baik yang bersifat objektif
maupun subjektif. Kondisi kelainan yang disandang seseorang akan memberikan
dampak kurang menguntungkan pada kondisi psikologis maupun psikososialnya.
Pada gilirannya kondisi tersebut dapat menjadi hambatan yang berarti bagi
penyandang kelainan dalam meniti tugas perkembangannya (
Cacat tubuh secara fisik atau tunadaksa berarti suatu keadaan yang rusak
atau terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot,
dan sendi dalam fungsinya yang normal. Kondisi ini dapat disebabkan oleh
penyakit, kecelakaan, atau dapat juga disebabkan oleh pembawaan sejak lahir.
Tunadaksa sering juga diartikan sebagai suatu kondisi yang menghambat kegiatan
individu sebagai akibat kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot, sehingga
mengurangi kapasitas normal individu untuk mengikuti pendidikan dan untuk
berdiri sendiri.
Menurut Frances G. Koening, tunadaksa dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
1.

Kerusakan yang dibawa sejak lahir atau komunikasi yang merupakan


keturunan, meliputi;
a. Club-foot (kaki seperti tongkat).
b. Club-hand (tangan seperti tongkat).
c. Polydactylism (jari yang lebih dari lima pada masing-masing
tangan atau kaki).

Universitas Sumatera Utara

d. Syndactylism (jari-jari yang berselaput atau menempel satu


dengan yang lainnya).
e. Torticolis (gangguan pada leher sehingga kepala terkulai ke
muka).
f. Mycrocephalus (kepala yang kecil, tidak normal).
g. Congenital hip dislocation (kelumpuhan pada bagian paha).
2.

Kerusakan pada waktu kelahiran:


a. Erbs palsy (kerusakan pada syaraf lengan akibat tertekan atau
tertarik waktu kelahiran).
b. Fragilitas osium (tulang yang rapuh dan mudah patah).

3.

Infeksi:
a. Tuberkulosis tulang (menyerang sendi paha sehingga menjadi
kaku).
b. Osteomyelitis (radang di dalam dan di sekeliling sumsum
tulang karena bakteri)
c. Poliomyelitis (infeksi virus yang mungkin menyebabkan
kelumpuhan).
d. Potts disease (tuberkulosis sumsum tulang belakang)
e. Stills disease (radang pada tulang yang menyebabkan
kerusakan permanen pada tulang).

4.

Kondisi traumatik atau kerusakan traumatik.


a. Amputasi (anggota tubuh dibuang akibat kecelakaan)
b. Kecelakaan akibat luka bakar.

Universitas Sumatera Utara

c. Patah tulang.
5.

Tumor:
a. Oxostosis (tumor tulang).
b. Osteosis fibrosa cystica (kista atau kantang yang berisi cairan
di dalam tulang).

6.

Kondisi-kondisi lainnya:
a. Flatfeet (telapak kaki yang rata, tidak bertekuk).
b. Kyphosis (bagian belakang sumsum tulang belakang yang
cekung).
c. Lordosis (bagian muka sumsum tulang belakang yang cekung).
d. Perthes disease (sendi paha yang rusak atau mengalami
kelainan).
e. Rickets (tulang yang lunak karena nutrisi, menyebabkan
kerusakan tulang dan sendi).

Ketunadaksaan dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:


1. Sebab-sebab yang timbul sebelum kelahiran:
a. Faktor keturunan.
b. Trauma dan infeksi pada waktu kehamilan.
c. Usia ibu yang sudah lanjut usia.
d. Pendarahan pada waktu kehamilan.
e. Keguguran yang dialami ibu.

Universitas Sumatera Utara

2. Sebab-sebab yang timbul pada waktu kelahiran:


a. Penggunaan alat-alat pembantu kelahiran (seperti tang, tabung,
vacuum, dan lain-lain) yang tidak lancar.
b. Penggunaan obat bius pada waktu kelahiran.
3. Sebab-sebab sesusah kelahiran:
a. Infeksi.
b. Trauma.
c. Tumor.
d. Kondisi-kondisi lainnya (Somantri, 2006: 123).
Meskipun kebanyakan penyandang cacat jelas memperlihatkan gangguan
psikologi yang karena cacat tubuhnya namun seberapa jauh daya rusaknya
berbeda-beda dari satu orang ke orang yang lain dan amat bergantung pada
beberapa faktor, lima di antaranya tergolong paling sering terjadi
1. Parahnya cacat tubuh akan mempengaruhi seseorang dalam memandang
cacatnya itu. Semakin besar kemungkinannya cacat tubuhnya dapat
ditutupi maka orang tersebut merasa cukup aman dari pandangan orang
lain, dan pengaruh psikologinya tidak begitu kentara.
2. Saat terjadi cacat tubuh maka akan mempengaruhi seseorang dalam
membangun penyesuaian diri terhadap hal itu. Apabila cacat itu terjadi
pada masa bayi atau setelah kelahiran maka penyesuaian dirinya akan
lebih baik dibandingkan dengan bila cacat itu terjadi saat usia yang cukup
besar.

Universitas Sumatera Utara

3. Seberapa jauh cacat seseorang sehingga mempengaruhi keseluruhan gerakgeriknya sangat mempengaruhi sikap orang tersebut. Misalnya orang yang
buta atau lumpuh, jelas akan lebih terbatas gerakannya dibandingkan
dengan anak yang tuli.
4. Apabila orang yang melihatnya tidak mampu menyembunyikan rasa belas
kasihannya, maka dalam diri penyandang cacat akan timbul perasaan
mengasihani diri sendiri.
5. Sikap penyandang cacat terhadap cacatnya juga akan menimbulkan akibat
pada cacatnya itu. Misalnya ada beberapa penyandang cacat yang dapat
menerima bahwa dirinya cacat dan ada juga yang tetap berusaha
meyakinkan dirinya tidak berbeda dari orang yang normal (Hurlock, 1993:
135).

2.4 Kelompok Usaha Bersama


Berdasarkan Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Kelompok Usaha
bersama (KUBE) Departemen Sosial Republik Indonesia memberi pengertian
KUBE adalah:
1. Kelompok Usaha Bersama (KUBE) adalah kelompok warga atau keluarga
binaan sosial yang dibentuk oleh warga atau keluarga binaan sosial yang
telah dibina melalui proses kegiatan PROKESOS (program kesejahteraan
sosial) untuk melaksanakan kegiatan kesejahteraan sosial dan usaha
ekonomi

dalam

semangat

kebersamaan

sebagai

sarana

untuk

meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya.

Universitas Sumatera Utara

2. KUBE merupakan metode pendekatan yang terintegrasi dan keseluruhan


proses PROKESOS dalam rangka MPMK (memajukan permasalahan
kemiskinan).
3. KUBE tidak dimaksudkan untuk menggantikan keseluruhan prosedur baku
PROKESOS kecuali untuk Program Bantuan Kesejahteraan Sosial Fakir
Miskin yang mencakup keseluruhan proses. Pembentukan KUBE dimulai
dengan proses pembentukan kelompok sebagai hasil bimbingan sosial,
pelatihan ketrampilan berusaha, bantuan stimulans dan pendampingan.
4. Kelompok Usaha Bersama (KUBE), yaitu wadah yang menghimpun dan
mengelola keluarga binaan sosial yang telah mendapatkan bantuan sarana
usaha dari pemerintah sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan
atau kehidupannya.
Tujuan KUBE diarahkan kepada upaya mempercepat penghapusan
kemiskinan termasuk juga bagi penyandang cacat, melalui: Peningkatan
kemampuan berusaha para anggota KUBE secara bersama dalam kelompok,
Peningkatan pendapatan, Pengembangan usaha, dan Peningkatan kepedulian dan
kesetiakawanan sosial diantara para anggota KUBE dan dengan masyarakat
sekitar.
Proses pembentukan KUBE ditumbuhkembangkan melalui Program
Bantuan Kesejahteraan Fakir Miskin. langkah/kegiatan pokok pembentukan
KUBE untuk sasaran PMKS (penyandang masalah kesejahteraan sosial) lainnya
adalah:

Universitas Sumatera Utara

1. Pelatihan keterampilan berusaha, dimaksudkan untuk meningkatkan


kemampuan praktis berusaha yang disesuaikan dengan minat dan
keterampilan PMKS serta kondisi wilayah, termasuk kemungkinan
pemasaran dan pengembangan basil usahanya. Nilai tambah lain dari
pelatihan adalah tumbuhnya rasa percaya diri dan harga diri PMKS untuk
mengatasi permasalahan yang dihadapi dan memperbaiki kondisi
kehidupannya
2. Pemberian bantuan stimulan sebagai modal kerja atau berusaha yang
disesuaikan dengan keterampilan PMKS dan kondisi setempat. Bantuan
ini merupakan hibah (bukan pinjaman atau kredit) akan tetapi diharapkan
bagi PMKS penerima bantuan untuk mengembangkan dan menggulirkan
kepada warga masyarakat lain yang perlu dibantu
3. Pendampingan, mempunyai peran sangat penting bagi berhasil dan
berkembangnya KUBE, mengingat sebagian besar PMKS merupakan
kelompok yang paling miskin dan penduduk miskin. Secara fungsional
pendampingan dilaksanakan oleh PSK yang dibantu oleh infrastruktur
kesejahteraan sosial di daerah seperti Karang Taruna (KT), Pekerja Sosial
Masyarakat (PSM), Organisasi Sosial (ORSOS) dan Panitia Pemimpin
Usaha Kesejahteraan Sosial (WPUKS).
Program KUBE bukan program perberdayaan yang bersifat individual
tetapi merupakan program kelompok karena program kelompok punya banyak
kelebihan. KUBE dilandasi pertimbangan akan kenyataan berbagai keterbatasan
yang melekat pada perorangan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial

Universitas Sumatera Utara

(PMKS) termasuk keluarga miskin dan penyandang cacat. Penanganan secara


kelompok ditujukan untuk menumbuhkembangkan semangat kebersamaan dalam
upaya peningkatan taraf kesejahteraan sosial.
Program

Kesejahteraan

Sosial

(PROKESOS)

bertujuan

untuk

meningkatkan harkat dan martabat kemanusiaan PMKS agar dapat menikmati


kehidupan secara layak dan berperan dalam pembangunan serta memantapkan
peran dan kontribusi PROKESOS melalui KUBE dalam rangka upaya menghapus
kemiskinan dan penyandang cacat.
KUBE paling tidak ada dua unsur yang selalu ditekankan yaitu: Pertama
keuntungan ekonomis dan kedua keuntungan sosial. Unsur pertama lebih
menekankan pada keuntungan ekonomis dari perguliran hasil usaha yang diterima
melalui paket bantuan usaha ekonomis produktif (USEP) sedangkan unsur kedua
lebih menekankan pada terjadinya interaksi sosial, kesetiakawanan sosial, kohesi
sosial dan adhesi sosial antar anggota kelompok KUBE maupun dalam
lingkungan sosialnya. Keuntungan ekonomis dengan mudah dapat dihitung tetapi
keuntungan sosial memerlukan proses waktu untuk melihat keberhasilannya.
KUBE terus diberdayakan secara berkelanjutan. Asumsinya adalah: jika
KUBE telah berhasil dari sisi ekonomi dan sosial, diharapkan KUBE tersebut
berkembang menjadi sebuah Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang menjangkau
pelayanan kepada penyandang miskin lainnya untuk berkembang.
Kelompok Usaha Bersama (KUBE) merupakan salah satu pendekatan
yang

digunakan

Program

Kesejahteraan

Sosial

(PROKESOS)

dalam

memberdayakan perubahan. Perubahan pada pengetahuan, keterampilan, sikap

Universitas Sumatera Utara

dan tingkah laku secara bersamaan dan berkesinambungan. Pemberdayaan


terhadap penyandang cacat mengandung makna pengakuan terhadap potensi,
pemberian kepercayaan, mendorong kemandirian dan peningkatan kemampuan
untuk memecahkan masalah. KUBE dibentuk dengan harapan agar para
penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang terdapat di Indonesia
dapat tereliminir sedikit demi sedikit. KUBE merupakan metode pendekatan yang
terintegrasi dari keseluruhan proses PROKESOS dalam rangka MPMK
(Memajukan Permasalahan Kemiskinan). KUBE tidak dimaksudkan untuk
menggantikan keseluruhan prosedur baku PROKESOS, kecuali untuk Program
Bantuan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat yang mencakup keseluruhan
proses.
Pembentukan KUBE dimulai dengan proses pembentukan kelompok
sebagai hasil bimbingan sosial, pelatihan keterampilan berusaha, bantuan
stimulans dan pendampingan. Sebagai salah satu program untuk memberdayakan
dan mendorong masyarakat untuk mandiri. Program Kelompok Usaha Bersama
(KUBE) yang ada selama ini dapat berkembang menjadi usaha ekonomi produktif
yang dapat memberikan profit sehingga KUBE tersebut tidak saja memberikan
manfaat bagi anggotanya saja, tetapi juga dapat memberikan manfaat bagi warga
masyarakat lainnya. Untuk dapat berkembang menjadi usaha ekonomi produktif
yang menguntungkan, KUBE sangat tergantung dengan manajemennya. Dengan
pengelolaan secara bersama-sama bukan tidak mungkin KUBE akan berkembang
menjadi sebuah bidang usaha yang menguntungkan. Oleh karena KUBE
merupakan wadah yang dibentuk dari oleh dan untuk keluarga binaan sosial

Universitas Sumatera Utara

sendiri, maka kepengurusannya juga dikerjakan oleh para anggotanya sendiri


sekaligus melaksanakannya.
Dalam pembentukan KUBE ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
yaitu:
1. Lokasi

tempat

tinggal

penyandang

cacat

berdekatan

sehingga

memungkinkan mereka melakukan kegiatan secara teratur.


2. Adanya kesamaan jenis usaha ekonomis produktif.
3. Kemudahan dalam memperoleh bahan baku.
4. Kemudahan dalam pemasaran.
5. Kemudahan dalam pembinaan.
6. Pengelolaan jenis usaha.
7. KUBE dikelola oleh anggota kelompok sendiri dibawah bimbingan
seorang pembina atau pendamping. Pelaksanaan KUBE harus melibatkan
semua anggota kelompok.
8. Pembina atau pendamping bersama-sama anggota kelompok berusaha agar
KUBE tersebut dapat lebih ditingkatkan dan dikembangkan pada waktu
mendatang.
9. Aparat Desa atau Kecamatan agar memberikan petunjuk, bimbingan dan
mengikuti pelaksanaan KUBE serta membantu memecahkan kesulitan
yang dihadapi anggota KUBE dimasyarakat.
10. Perlu dibuat aturan main dalam kelompok yang mengatur tentang hak dan
kewajiban serta sanksi bagi anggota kelompok

Universitas Sumatera Utara

Dalam pengembangan KUBE agar dapat maju dan berkembang dengan


baik, ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Penentuan nasib sendiri. Setiap anggota KUBE sebagai manusia yang
memiliki harkat dan martabat, mempunyai hak untuk menentukan dirinya
sendiri.
2. Kekeluargaan.

Pengembangan

KUBE

perlu

dibangun atas dasar

kekeluargaan sehingga dapat menumbuhkan semangat dan sikap dalam


mewujudkan keberhasilan KUBE.
3. Kegotong-royongan. Pengembangan KUBE menuntut perlu adanya
semangat kebersamaan diantara anggota KUBE.
4. Pengembangan potensi anggota. Pengelolaan dan pengembangan KUBE
didasarkan pada kemampuan dan potensi anggota KUBE.
5. Pemanfaatan sumber-sumber setempat. Pengembangan usaha ekonomi
produktif yang dilaksanakan harus didasarkan pada ketersediaan sumbersumber yang ada di lingkungannya.
6. Kegiatan berkelanjutan. Pengelolaan KUBE harus diwujudkan dalam
program-program yang berkelanjutan.
7. Usaha yang berorientasi pasar. Pengembangan KUBE diarahkan pada jenis
usaha yang memiliki prospek yang baik dan sesuai dengan kebutuhan
pasar.

Universitas Sumatera Utara

2.5 Kerangka Pemikiran


Selama hidup manusia tidak pernah statis, sejak lahir sampai meninggal
manusia selalu mengalami perubahan. Perubahan yang dialami manusia
merupakan integrasi dari berbagai perubahan struktur dan fungsi, karena itu
perubahan ini tergantung pada hal-hal yang alami sebelumnya dan mempengaruhi
hal-hal yang terjadi sesudahnya. Setiap manusia pasti menginginkan hidup normal
tanpa ada kekurangan suatu apapun didalam dirinya baik secara fisik, mental
maupun perilaku sosial, tak terkecuali pada orang cacat.
Penyandang cacat memiliki keterbatasan didalam menyesuaikan dirinya
dengan orang-orang yang ada di sekitarnya, seperti: kelainan fisik, kelainan
mental, dan kelainan perilaku sosial.
Setiap manusia pasti juga berpendapat bahwa memiliki kaki dan tangan
merupakan organ tubuh yang memiliki peranan sangat penting untuk mobilitas.
Hal ini disebabkan dengan memanfaatkan kedua jenis organ tubuh tersebut,
manusia dapat melengkapi dan merealisasikan segala keinginan untuk bergerak
dari satu tempat ke tempat lain, baik yang dilakukan secara parsial maupun
integral bersama organ sensoris pendukung lainnya. Seseorang yang memiliki
cacat tubuh disebut dengan istilah tunadaksa.
Masalah penyandang cacat terkhusus bagi penyandang cacat tubuh
(tunadaksa) merupakan masalah yang harus ditangani secara serius baik oleh
pemerintah maupun masyarakat. Namun demikian, bahwa saat ini taraf
kesejahteraan penyandang cacat masih belum maksimal. Pemenuhan taraf

Universitas Sumatera Utara

kesejateraan sosial perlu terus diupayakan mengingat rakyat Indonesia masih


belum mencapai taraf kesejahteraan sosial yang diinginkannya.
Untuk mengatasi permasalahan penyandang cacat terkhusus tunadaksa
didalam meningkatkan kemandirian mereka, maka dibutuhkan peranan dari
pemerintah
pendapatan,

untuk

meningkatkan

pengembangan

usaha,

kemampuan
dan

berusaha,

peningkatan

meningkatkan

kepedulian

dan

kesetiakawanan sosial di antara anggota KUBE. Maka pemerintah Medan


membentuk program kelompok usaha bersama bagi penyandang cacat di bawah
naungan Dinas Sosial Medan sebagai wadah pelatihan, pemberian bantuan, dan
pendampingan. Diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan sosial penyandang
cacat terkhusus di PC Lanita.

Universitas Sumatera Utara

Gambar I

Bagan Alir Pikiran

Keterbatasan
Penyandang cacat
1. Fisik
2. Mental
3. Perilaku Sosial

Program KUBE Lanita:


1. Pembinaan
2. Keterampilan
terkhusus
menjahit

Fungsi
Sosial

Universitas Sumatera Utara

2.6 Definisi Konsep dan Definisi Operasional


2.6.1 Definisi Konsep
Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas
dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik. kejadian, keadaan kelompok atau
individu tertentu (Singarimbun, 1989:32). Dalam hal ini konsep penelitian
bertujuan untuk merumuskan dan mendefinisikan istilah-istilah yang digunakan
secara mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi dan menghindari salah
pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian ini.
1 Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila
seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya,
dia menjalankan suatu peranan.
2 Fungsi

sosial

dipergunakan

(social
orang

functioning)
dalam

mengarah

melaksanakan

kepada

tugas-tugas

cara

yang

kehidupan,

memecahkan permasalahan maupun memenuhi kebutuhannya.


3 Penyandang cacat atau disebut juga berkelainan adalah suatu kondisi yang
menyimpang dari rata-rata umumnya. Penyimpangan tersebut memiliki
nilai lebih atau kurang.
4 Kelompok Usaha Bersama (KUBE) adalah kelompok warga atau keluarga
binaan sosial yang dibentuk oleh warga atau keluarga binaan sosial yang
telah dibina melalui proses kegiatan program kesejahteraan sosial
(PROKESOS) untuk melaksanakan kegiatan kesejahteraan sosial dan
usaha ekonomi dalam semangat kebersamaan sebagai sarana untuk
meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya.

Universitas Sumatera Utara

2.6.2 Definisi Operasional


Operasional merupakan unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana
cara mengukur suatu variabel (Singarimbun, 1989:33). Bertujuan untuk
memudahkan penelitian dalam melaksanakan penelitian di lapangan. Maka perlu
operasionalisasi

dari

konsep-konsep

yan

digunakan

untuk

bertujuan

menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dengan kata-kata yang
dapat diuji dan diketahui kebenarannya oleh orang lain. Untuk mengetahui
variabel dalam penelitian ini, yaitu dengan melihat berbagai indikator yang akan
diteliti sebagai berikut:
1. Pembinaan yang diberikan:
a. Sharing (berbagi)
b. Keterampilan menjahit
2. Keberfungsian Sosial:
a. Berfungsi sosial
b. Tidak berfungsi sosial

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai